Anda di halaman 1dari 32

(KOP SURAT)

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK KENARI GRAHA MEDIKA
NOMOR : HK. . / RSIA-KGM/DIR /…../20..

TENTANG

PANDUAN PROTEKSI KEBAKARAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR RSIA KENARI GRAHA MEDIKA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengelolaan dan pengendalian risiko yang


berkaitan dengan kebakaran di rumah sakit perlu diselenggarakan
pengelolaan pada sistem proteksi kebakaran agar terciptanya kondisi
rumah sakit yang sehat, aman, selamat dan nyaman;
b. bahwa rumah sakit merupakan tempat kerja yang memiliki risiko tinggi
terhadap keselamatan dan keamanan sumber daya manusia, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Direktur tentang Panduan
Keselamatan dan Kemanan Fasilitas

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit;
4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
6. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 186 Tahun 1999 tentang
Penanggulangan Kebakaran Ditempat Kerja
7. Instruksi Menteri Tenaha Kerja RI Nomor 11 Tahun 1197 tentang
Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 66 Tahun 2016 tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 4 Tahun
1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat
Pemadam Api Ringan
10. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Pengawasan Instalasi Penangkal Petir

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RSIA KENARI GRAHA MEDIKA TENTANG


PANDUAN PROTEKSI KEBAKARAN
-2-

Pasal 1

RSIA Kenari Graha Medika menerapkan proses untuk pencegahan,


penanggulangan bahaya kebakaran dan penyediaan sarana jalan keluar
yang aman dari fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan
darurat lainnya

Pasal 2

Rumah sakit menerapkan proses proteksi kebakaran yang meliputi :


1. Penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah terbakar secara
aman
2. Pengendalian potensi bahaya dan risiko kebakaran yang terkait dengan
konstruksi atau yang berdekatan dengan bangunan yang di tempati
pasien
3. Penyediaan rambu dan jalan evakuai yang aman
4. Penyediaan sistem peringatan dini secara pasifmeliputi detektor asap
(smoke detector), detektor panas (heat detector), alarm kebakaran dan
lain-lain
5. Penyediaan fasilitas pemadaman api secara aktif seperti APAR, hidran,
sistem sprinkles dan lain-lain
6. Sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi pengendalian
api dan asap

Pasal 3

Melakukan pemeriksaan dan pemeliharaan serta perbaikan terhadap semua


komponen proteksi kebakaran yang ada.

Pasal 4

Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila


dikemudian hari terdapat hal-hal yang perlu penyempurnaan akan diadakan
perbaikan dan penyesuaian sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Bogor
Pada tanggal ...................
DIREKTUR,

dr. EVY FEBRINA NURPENI, MARS, FISQua


-3-

LAMPIRAN
PERATURAN DIREKTUR
NOMOR HK.01.01/RSIA-
KGM/DIR/---/--/----
TENTANG PANDUAN PROTEKSI
KEBAKARAN

BAB I
DEFINISI

1. Kebakaran adalah bencana api yang tidak dikehendaki yang dapat menimbulkan
kerugian.
2. Pencegahan kebakaran adalah memisahkan hubungan langsung dari ketiga unsure
penyebab kebakaran( bahan bakar, panas dan oksigen).
3. Penanggulangan kebakaran adalah segala daya upaya untuk mencegah dan
memberantas terjadinya kebakaran.
4. Daerah kebakaran adalah daerah yang terancam bahaya kebakaran yang
mempunyai jarak 50 meter dari titik kebakaran terakhir.
5. Daerah bahaya kebakaran adalah daerah yang terancam bahaya kebakaran yang
mempunyai jarak 25 meter dari titik kebakaran terakhir.
6. Sistem proteksi kebakaran aktif merupakan sistem proteksi kebakaran yang terdiri
dari sistem pendeteksian kebakaran, baik manual ataupun otomatis. Menurut Health
and Safety Executive Inggris, fungsi sistem proteksi kebakaran aktif adalah untuk
memadamkan api secara langsung, sehingga efek kebakaran yang semakin meluas
bisa dikendalikan
7. Sistem proteksi  kebakaran  pasif  adalah  sistem  proteksi  kebakaran  yang
dipersiapkan sejak awal dibabentuk. Seperti bangunan yang tahan api, dan alat alat
yang dilapisi zat tertentu sehingga memiliki tingkat ketahanan yang tinggi terhadap
api.
-4-

BAB II
RUANG LINGKUP

A. Panduan ini mencakup ketentuan-ketentuan persyaratan umum untuk pencegahan


bahaya kebakaran dan penanggulangan kebakaran di RSIA Kenari Graha Medika
meliputi :
1. Faktor penyebab kebakaran
2. Ketentuan umum penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah terbakar
secara aman
3. Pengendalian potensi bahaya dan risiko kebakaran yang terkait dengan konstruksi
atau yang berdekatan dengan bangunan yang di tempati pasien
4. Penyediaan rambu dan jalan evakuai yang aman
5. Penyediaan sistem peringatan dini secara pasif meliputi detector asap (smoke
detector), detector panas (heat detector), alarm kebakaran, dan lain-lain
6. Penyediaan fasilitas pemadam api secar aktif seperti APAR, hidran, sistem sprinler
7. Sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi pengendalian api dan asap
8. Inspeksi, dan pemeliharaan
9. Manajemen pengamanan kebakaran

B. Dalam penyusunan buku panduan pencegahan dan penanggulangan kebakaran,


mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut :
1. Undang-undang RI No. 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana
2. Undang-undang RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan
3. Undang-undang RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit
4. Undang-undang RI No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen
5. Undang-undang RI No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan public
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang
keselamatan pasien
7. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 10/KPTS/ 2000 tentang Ketentuan
Teknis Pengamanan Terhadap Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan.
8. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 11/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis
Manajemen Penanggulangan Kebakaran di Perkotaan.
9. Buku Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran Rumah Sakit, Direktur
Jendral Pelayanan Medik DepKes RI.
-5-

BAB III
TATA LAKSANA

A. Ketentuan umum penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah terbakar


secara aman

1. Tempelkan aturan dilarang merokok secara mencolok di tempat-tempat strategis dan


terapkan aturan ini pada semua orang, pasien, petugas, pengunjung dan ibu-ibu yang
melahirkan.
2. Peralatan yang rusak dan tidak layak digunakan juga merupakan penyebab
kebakaran di area perawatan kesehatan.
3. Bersihkan serat dan lemak dari peralatan memasak dan peralatan cuci pakaian,
tudung ventilator (ventilator hood), filter, dan saluran.
4. Hindari penggunaan sambungan (ekstensi) kabel. Jika Anda harus menggunakannya,
jangan dibebani dengan beban lebih.
Pemasangan sambungan kabel dilarang melalui pintu atau di mana kabel ini dapat
terinjak. Dilarang memasang sambungan kabel lebih dari satu sambungan dari satu
outlet.
5. Bagian pemeliharaan dan perbaikan memeriksa dan memelihara semua peralatan
pada jadwal rutin. Berhati-hatilah menggunakan peralatan yang dibawa pasien dari
rumah dan ikuti kebijakan mengenai penggunaannya
6. Jauhkan produk kertas, seprai, pakaian, dan barang mudah terbakar lainnya, dari
perangkat yang memproduksi panas, termasuk lampu baca.
7. Jangan gunakan perangkat yang menghasilkan bunga api, termasuk mainan atau
peralatan bermotor, di daerah di mana oksigen digunakan.
8. Simpan tabung gas dengan aman dan jauh dari pasien. Beri tanda silinder apabila
sedang tidak digunakan.
9. Area perawatan dan penyimpanan harus bersih dan bebas dari sampah antara lain
serbuk gergaji, serutan kayu, kain berminyak, dan lain-lain. Ruangan dan jalur
evakuasi dipelihara tetap bersih.
10. Pastikan bahwa tanda-tanda “EKSIT” (EXIT) selalu diterangi dan pencahayaan
darurat menyala dengan baik.
11. Jangan pernah membiarkan pintu EKSIT/Darurat/Kebakaran terbuka. Pintu ini tidak
hanya melarang orang keluar/masuk dalam keadaan normal, pintu ini dimaksudkan
untuk menjaga penyebaran api, bila terjadi kebakaran

B. Pengendalian potensi bahaya dan risiko kebakaran yang terkait dengan konstruksi
atau yang berdekatan dengan bangunan yang di tempati pasien

1. Api
Api adalah suatu reaksi kimia yang dikenal sebagai pembakaran. Nyala api yang
tampak pada hakekatnya adalah masa zat yang sedang berpijar yang dihasilkan
didalam proses kimia oksida yang berlangsung sangat cepat dan disertai pelepasan
sinar dan energi/panas.
Api atau kebakaran dapat terjadi karena adanya pertemuan 3 unsur dalam
perbandingan yang tepat yaitu :
a. Unsur bahan yang beroksidasi baik padat, cair dan gas.
b. Oksigen dari udara atau bahan oksidator.
-6-

c. Panas/sumber nyala yang cukup.


Api akan padam jika salah satu unsur tersebut diatas dapat dihilangkan.

2. Sumber potensial penyebab kebakaran


a. Peralatan yang digunakan di rumah sakit
Sumber potensial penyebab kebakaran di rumah sakit dititik beratkan pada
penggunaan sarana utilitas baik peralatan medis maupun umum terutama peralatan
yang menggunakan aliran listrik, bahan bakar, bahan mudah terbakar/meledak
antara lain:
1) Alat yang dipakai dalam memberikan pelayanan kepada pasien menggunakan
aliran listrik (alat elektromedis), gas/cairan berbahaya, mudah terbakar/meledak
dan zat radio aktif.
2) Bahan-bahan yang dipakai dibagian penunjang rumah sakit seperti
laboratorium banyak yang bersifat mudah terbakar/meledak seperti alkohol,
entelan, sidek dan lain-lain.
3) Peralatan dapur yang menggunakan gas sebagai sumber energi serta banyak
mempergunakan listrik.
4) Peralatan laundry (mesin cuci, mesin pengering dan seterika uap yang
menggunakan gas)
5) Penggunakan autoclaf dengan tekanan tinggi di CSSU
b. Ruangan yang digunakan di rumah sakit
1) Ruang perawatan
2) Terjadinya kegagalan isolasi/ korsleting listrik pada peralatan seperti Lampu OK
emergency, monitoring unit, defibrillator, dan lain-lain.
3) Ruang Operasi
a) Pemakaian zat-zat yang mudah terbakar pada peralatan anasthesi.
b) Terjadinya kegagalan isolasi pada alat sterilisasi kecil atau alat elektromedis
lainnya.
4) Ruang Sterilisasi
a) Peralatan CSSU seperti steam sterilizer, sterilisasi basah, dan yang perlu
diperhatikan adalah uap air panas yang bertekanan tinggi.
b) Terjadinya kegagalan isolasi pada alat.
5) Ruang Radiologi
a) Terjadinya gerakan/gesekan mekanis pada alat rontgen sehingga
menimbulkan panas dan dapat mengakibatkan kebakaran.
b) Terjadinya kegagalan isolasi pada rangkaian listrik dari alat juga pada
kabel tegangan tinggi.
6) Ruang Laboratorium
a) Untuk keperluan pemeriksaan laboratories sering menggunakan asam dan
basa yang dapat menimbulkan luka bakar.
b) Penggunaan bahan-bahan kimia yang mudah terbakar seperti alcohol
absolute.
c) Penggunaan bahan-bahan kimia lain yang efeknya belum diketahui dengan
pasti terutama reagensia-reagensia yang baru.
7) Ruang Farmasi
Didalam ruang farmasi ada juga bahan mudah terbakar yaitu alkohol.
8) Ruang Dapur
a) Pada umumnya di dapur menggunakan LPG sebagai bahan bakar untuk
keperluan memasak.
b) Disamping itu juga dalam proses memasak menggunakan minyak goreng
-7-

dan air panas yang apabila tumpah dapat menimbulkan luka bakar.
9) Ruang Generator Set
Pada umumnya pembangkit tenaga listrik yang dihasilkan oleh mesin
diesel/generator, menggunakan minyak solar sebagai bahan bakarnya. Minyak
solar ini potensial dapat menimbulkan bahaya kebakaran apabila terkena
percikan api/loncatan bunga api dari genset.
10) Saluran perpipaan gas yang mudah terbakar
Bagian dari peralatan terdiri atas pipa-pipa berisikan gas yang mudah terbakar
misal zat asam dan N2O.

3. Pencegahan bahaya kebakaran


a. Penyebab Kebakaran dan Hal-hal Yang Mudah Menimbulkan Kebakaran
1) Penyebab barasal dari benda/material yang menimbulkan kebakaran antara
lain :
a) Korsleting aliran listrik
b) Puntung rokok
c) Bahan peledak dan bahan mudah terbakar
d) Tempat sampah
e) Kompor
f) Gas atau elpiji
g) Bahan-bahan cair
2) Instalasi-instalasi yang mudah terbakar, misalnya :
a) Penimbunan BBm
b) Gudang amunisi dan elpiji
c) Dapur
d) Ruangan Tidur
e) Ruangan Kantor
f) Tempat penyimpanan arsip
g) Gudang oksigen

4. Cara Pencegahan Terhadap Bahaya Kebakaran


Pada dasarnya mencegah bahaya kebakaran adalah suatu usaha, tindakan dan
kegiatan untuk mengawasi dan mengamankan serta menghindari timbulnys bahaya
kebakaran yang secara umum dapat dilaksanakan sebagai berikut :
a. Pencegahan Kebakaran dari konsleting aliran listrik :
1) Selalu memeriksa kabel-kabel/saluran listrik secara teliti, bila ada kabel yang
terbuka/terlepas/rusak segera diperbaiki kalau perlu diganti
2) Periksa kabel-kabel listrik yang dipakai setrika listrik, kompor listrik, TV, dan
radio, apabila telah selesai jangan lupa dimatikan
3) Periksa selalu sambungan kabel agar yakin telah dibungkus isolasi
4) Agar selalu diperhatikan penggunaan sekring/pengaman, tidak dibenarkan
dengan sambungan langsung (tanpa sekering).
b. Pencegahan Kebakaran yang diakibatkan oleh terbakarnya kompor sumbu
(dengan bahan bakar minyak tanah) :
1) Tempatkan kompor cukup jauh dari tempat minyak/bensin/bahan-bahan lain
yang mudah terbakar.
2) Kompor jangan sampai kehabisan minyak sewaktu menyala. Hal ini dapat
menyebabkan kompor meledak dan timbulkan kebakaran
3) Waktu kompor menyala jangan sekali-sekali tanpa pengawasan atau
ditinggalkan. Apabila akan ditinggalkan kompor harus dimatikan.
-8-

c. Pencegahan kebakaran yang diakibatkan oleh lampu lilin :


1) Tempatkan lilin pada suatu tempat yang tidak mudah jatuh (terguling)
2) Tempatkan lilin jauh dari dinding dan tempat penyimpanan-penyimpanan
minyak tanah/bensin serta bahan-bahan lain yang mudah terbakar
3) Alas lilin jangan dari bahan-bahan yang mudah terbakar
d. Pencegahan kebakaran yang diakibatkan oleh puntung rokok :
1) Mematuhi peraturan dilarang merokok di Rumah Sakit RSUD Cileungsi jika
karena ketidaktahuan dan terlajur merokok maka sebelum dibuang puntung
rokok harus dimatikan terlebih dahulu.
2) Buang puntung rokok ditempat-tempat yang telah disediakan.
3) Semua personil Rumah sakit peduli untuk mengingatkan pemadaman api roko
apabila melihat pengunjung yang meroko di Rumah sakit.
e. Pencegahan bahaya kebakaran yang diakibatkan oleh bahan peledak dan
amunisi:
1) Tempat penyimpanan bahan peledak harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a) Ruangan harus mempunyai tekanan dan temperatur rendah
b) Ada ventilasi yang cukup
c) Terpisah dari bangunan lain.
2) Pada waktu pengangkutan dan penyimpanan, bahan peledak tidak boleh saling
bergesekan atau berbenturan satu dengan yang lain
3) dilarang keras merokok atau menyalakan api di sekitar gudang bahan
peledak/amunisimelaksanakan pengontrolan yang teratur oleh petugas gydang
amunisi/senjata.
a) Pencegahan bahan kebakaran yang diakibatkan oleh sampah :
b) Sampah harus dibuang/dikumpulkan di suatu tempat yang telah
disediakan.
c) Secara berkala sampah dibuang ketempat pembuangan akhir
d) Pemusnahan/pembuangan sampah sesuai dengan prosedur.
4) Pencegahan kebakaran ditempat penimbunan bahan bakar cair/pelumas :
a) Tempat penimbunan hartus jauh dari bangunan lain
b) Harus tersedia alat PMK di tempat tersebut
c) Dilarang merokok atat meyalakan api di sekitar tempat tersebut.
d) Pencegahan bahaya Kebakaran di dapur
5) Alat dapur yang menggunakan listrik :
a) Periksa slalu saklar dan sambungan-sambungan kabel listrik
b) Matikan aliran listrik bila tidak digunakan
6) Alat dapur yang menggunakan uap :
a) Periksa saluran-saluran pipa uap dari kebocoran.
b) Bila tidak digunakan harus dimatikan
7) Alat-alat dapur yang menggunakan gas elpiji
a) Pastikan selesai digunakan kompor dalam keadaan mati
b) Pastikan dalam keadaan mati tidak ada bau khas gas elpiji
c) Kontrol secara rutin kebersihan dan keadaan peralatan kompor.

5. Faktor-faktor Lain
Faktor- faktor lain yang dapat menjadi sumber potensial terjadinya kebakaran antara
-9-

lain:
a. Jaringan listrik diarea sekitar rumah sakit khususnya area yang padat
penduduk yang sewaktu-waktu kemungkinan terjadi hubungan pendek
b. Faktor diluar lingkungan rumah sakit yang rawan terhadap kebakaran
c. Kurangnya ketrampilan dan pengetahuan karyawan dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran.

C. Penyediaan rambu dan jalan evakuai yang aman


Jalur evakuasi adalah lintasan yang digunakan sebagai pemindahan langsung dan
cepat dari orang-orang yang akan menjauh dari ancaman atau kejadian yang dapat
membahayakan bahaya. Ada dua jenis evakuasi yang dapat dibedakan yaitu evakuasi
skala kecil dan evakuasi skala besar. Contoh dari evakuasi skala kecil yaitu
penyelematan yang dilakukan dari sebuah bangunan yang disebabkan karena ancaman
bom atau kebakaran. Contoh dari evakuasi skala besar yaitu penyelematan dari sebuah
daerah karena banjir, letusan gunung berapi atau badai. Dalam situasi ini yang
melibatkan manusia secara langsung atau pengungsi sebaiknya didekontaminasi
sebelum diangkut keluar dari daerah yang terkontaminasi. Syarat-syarat jalur evakuasi
yang layak dan memadai tersebut adalah:
1. Keamanan Jalur Jalur evakuasi yang akan digunakan untuk evakuasi haruslah
benar-benar aman dari benda-benda yang berbahaya yang dapat menimpa diri.
2. Jarak Tempuh Jalur Jarak jalur evakuasi yang akan dipakai untuk evakuasi dari
tempat tinggal semula ketempat yang lebih aman haruslah jarak yang akan
memungkinkan cepat sampai pada tempat yang aman.
3. Kelayakan Jalur Jalur yang dipilih juga harus layak digunakan pada saat evakuasi
sehingga tidak menghambat proses evakuasi
4. Lokasi pemasangan safety sign
a. Posisikan safety sign di lokasi yang mudah dilihat dengan jelas
b. Posisikan safety sign dalam jarak pandang yang tepat sehingga informasinya
terbaca jelas
c. Pastikan posisi safety sign tidak tertutup atau tersembunyi
d. Posisikan safety sign di lokasi dimana karyawan memiliki waktu yang cukup untuk
membaca pesan yang disampaikan, sehingga bisa menghindari bahaya dan
melakukan tindakan yang diperlukan untuk menjaga keselamatan
e. Pastikan safety sign di area kerja mendapat penerangan yang memadai agar
pesan terlihat jelas
f. Posisikan safety sign yang berhubungan secara bersebelahan
g. Hindari menempatkan lebih dari empat sign dalam area yang sama
h. Posisikan safety sign petunjuk arah/ jalur evakuasi secara berurutan sehingga
rute keluar menuju titik kumpul menjadi jelas
5. Tinggi pemasangan safety sign
a. Untuk penempatan safety sign level tertinggi (seperti rambu lokasi penyimpanan
peralatan keselamatan, peralatan pemadam kebakaran, EXIT sign) dipasang
setidaknya 198 cm dari dasar lantai.
b. Untuk penempatan safety sign dengan level ketinggian medium, biasanya
dipasang di tengah-tengah antara 114 - 168 cm dari dasar lantai
c. Untuk penempatan safety sign dengan ketinggian rendah (seperti rambu rute
evakuasi/ jalan keluar) ditempatkan tidak lebih dari 46 cm dari dasar lantai
sehingga tanda dapat terlihat dengan jelas bila kondisi ruangan dipenuhi asap
kebakaran.
-10-

D. Penyediaan sistem peringatan dini secara pasif meliputi detector asap (smoke
detector), detector panas (heat detector), alarm kebakaran, dan lain-lain

Sistem deteksi dan alarm kebakaran harus dipasang sesuai dengan :


1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Nomor 26/PRT/M/2008, tentang Persyaratan
teknis sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan lingkungan.
2. SNI 03-3986-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara Perencanaan Dan Pemasangan
Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis Untuk Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada
Bangunan Gedung.
Sistem dan Instalasi
1. Sistem
Instalasi sistem deteksi dan alarm kebakaran, meliputi 2 jenis :
a. Sistem alarm kebakaran manual, terdiri dari :

Gambar 1. Panel Kontrol Alarm Kebakaran Manual

1) Panel Alarm
2) Titik panggil manual
3) Signal alarm (alarm bel/buzzer/lampu).

b. Sistem deteksi dan alarm kebakaran otomatis, terdiri dari :

Gambar 2. Panel Kontrol Alarm Kebakaran Otomatis

1) Panel alarm
2) Detektor panas dan asap
3) Titik panggil manual
4) Signal alarm (alarm bel/buzzer/lampu).

2. Ketentuan penempatan detektor panas dan detektor asap


a. Semua detektor asap mempunyai persyaratan jarak antar detektor yang sama,
juga semua detektor panas mempunyai persyaratan jarak antar detektor yang
sama meskipun berbeda dengan detektor asap.
-11-

Gambar 3

Sesuai standar untuk area umum jarak antara setiap titik dalam area yang
diproteksi dan detektor terdekat ke titik tersebut harus tidak melebihi 7,5 meter
untuk detektor asap dan 5,3 meter untuk detektor panas. Gambar 3
menunjukkan area maksimum yang dapat dicakup oleh detektor individual.
b. Untuk memastikan bahwa proteksi yang dicakup di sudut ruangan dan untuk
memastikan tidak ada celah pada titik yang berhubungan dari banyak detektor,
jarak antaranya harus dikurangi. Llihat gambar (4).

Gambar 4. Area yang tidak tercakup di pojok dan di perpotongan


c. Untuk memastikan cakupan lengkap denah segi empat, jarak antara detektor
dan dinding harus dikurangi sampai 5 meter untuk detektor asap, dan 3,5 meter
untuk detektor panas. Lihat gambar (5).

Gambar 5
d. Untuk memastikan cakupan lengkap, jarak antar detektor harus dikurangi sampai
10 meter antar detektor asap, dan 7 meter antar detektor panas. Lihat gambar
(6).
-12-

Gambar 6. Jarak Aktual detektor asap dan detector panas


e. Untuk koridor kurang dari 2 meter lebarnya, hanya garis pusat membutuhkan
pertimbangan dimana tidak penting untuk mengurangi jarak antara detektor
untuk melengkapi seluruh cakupan yang diberikan.

Dengan demikian, jarak antara detektor untuk detektor asap menjadi 7,5 meter
dari dinding dan 15 meter antar detektor. Untuk detektor panas, jarak antaranya
menjadi 5,3 meter ke dinding dan 10 meter antar detektor. Lihat gambar (7).

Gambar 7. Jarak antar detektor asap di koridor.

f. Data tersebut di atas berlaku hanya untuk langit-langit datar, untuk langit-langit
yang miring atau langit-langit yang permukaannya tidak rata, jarak antaranya
akan berubah. Untuk langit-langit yang miring, detektor harus dipasang sesuai
kemiringan langit-langit dan diperlukan tambahan 1% untuk setiap 1
kemiringannya sampai 25%. Terdekat ditetapkan 600 mm untuk detektor asap
dan 150 mm untuk detektor panas.

3. Instalasi
a. Lokasi penempatan instalasi sistem deteksi dan alarm kebakaran di rumah sakit,
ditentukan seperti ditunjukkan pada tabel (2).

Tabel 2. Lokasi penempatan sistem deteksi dan alarm kebakaran


No Jumlah Lantai Jumlah luas minimum/lantai Sistem alarm dan
(m2) deteksi kebakaran
1 1 Tanpa batas Manual
2 2~4 T.A.B Otomatik
3 >4 T.A.B Otomatik

b. Lokasi penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit


ditunjukkan pada tabel (3).
-13-

Tabel 3. Penempatan detektor kebakaran pada ruangan di dalam rumah sakit


Detector
Fungsi Ruang Detektor Laju
Detektor Detektor Detektor
kenaikan
Panas Asap lain
temperatur
PERAWATAN BEDAH DAN KRITIS
Ruang operasi :
1. Kamar Operasi Tidak Tidak Ya Tidak
2. Ruang penunjang Tidak Tidak Ya Tidak
3. Ruang melahirkan Tidak Tidak Ya Tidak
4. Delivey Suite Tidak Tidak Ya Tidak
5. Labour Suite Tidak Tidak Ya Tidak
6. Ruang Pemulihan Tidak Tidak Ya Tidak
7. Ruang bayi Tidak Tidak Ya Tidak
8. Ruang trauma Tidak Tidak Ya Tidak
9. Gudang anesthesi Tidak Tidak Ya Tidak
PERAWATAN
Ruang Pasien Tidak Tidak Ya Tidak
Ruang toilet Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan intensif Tidak Tidak Ya Tidak
Isolasi protektif Tidak Tidak Ya Tidak
Isolasi infeksius Tidak Tidak Ya Tidak
Isolasi ruang antara Tidak Tidak Tidak Tidak
Kala/melahrkan/pemulihan/post Tidak Tidak Ya Tidak
partum (LDRD)
Koridor pasien Ya Tidak Tidak Tidak
PENUNJANG
Radiologi: Tidak Tidak Ya Tidak
X-ray (bedah dan perawatan Tidak Tidak Ya Tidak
kritis)
X-ray (diagnostik dan tindakan) Tidak Tidak Ya Tidak
Ruang gelap Ya Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Umum Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Bakteriologi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Biochemistry Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Cytology Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, Pencucian gelas Tidak Tidak Tidak Tidak
Laboratorium, histology Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, pengobatan Tidak Tidak Ya Tidak
nuklir
Laboratorium, pathologi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, serologi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, sterilisasi Tidak Tidak Ya Tidak
Laboratorium, transfer media Tidak Tidak Ya Tidak
Autopsy Tidak Tidak Tidak Tidak
Ruang tunggu – tubuh tidak Ya Tidak Tidak Tidak
didinginkan
Farmasi Ya Tidak Tidak Tidak
-14-

Detector
Fungsi Ruang Detektor Laju
Detektor Detektor Detektor
kenaikan
Panas Asap lain
temperatur
ADMINISTRASI
Pendaftaran dan ruang tunggu Ya Tidak Tidak Tidak
DIAGNOSA DAN TINDAKAN
Bronchoscopy, sputum Tidak Tidak Ya Tidak
collection, dan administrasi
pentamidine
Ruang Pemeriksaan Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang Pengobatan Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang Tindakan Ya Tidak Tidak Tidak
Therapi fisik dan therapi hidro Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang kotor atau tempat Tidak Tidak Tidak Tidak
sampah
Ruang bersih atau tempat Ya Tidak Tidak Tidak
bersih
STERILISASI DAN SUPLAI
Ruang peralatan sterilisasi Ya Tidak Tidak Tidak
Ruang kotor dan Tidak Tidak Tidak Tidak
dekontaminasi
Tempat bersih dan gudang Ya Tidak Tidak Tidak
steril
Gudang peralatan Ya Tidak Tidak Tidak
PELAYANAN
Pusat persiapan makanan Tidak Tidak Tidak Tidak
Tempat cuci Tidak Tidak Tidak Tidak
Gudang dietary harian Ya Tidak Tidak Tidak
Laundri, umum Tidak Tidak Tidak Tidak
Sortir linen kotor dan gudang Ya Tidak Tidak Tidak
Gudang linen bersih Ya Tidak Tidak Tidak
Linen Ya Tidak Tidak Tidak
Kamar mandi Ya Tidak Tidak Tidak
Kloset Janitor Ya Tidak Tidak Tidak

Ketentuan lain yang berhubungan dengan sistem alarm dan deteksi kebakaran
yang belum tercantum pada pedoman ini, mengacu pada peraturan dan standar
yang berlaku.

E. Penyediaan fasilitas pemadam api secar aktif seperti APAR, hidran, sistem sprinler

1. Alat pemadam api ringan


Sistem dan Instalasi
a. Klasifikasi bahaya kebakaran
Untuk tujuan pemadaman kebakaran dengan menggunakan alat pemadam api
ringan (APAR), bahaya kebakarannya diklasifikasi sesuai tabel 4.

Tabel 4.Klasifikasi Kebakaran APAR


-15-

Kebakaran dibagi dalam 5 kelas berdasarkan terutama kepada benda yang


terbakar. Klasifikasi ini menolong asesmen bahaya dan penentuan jenis media
pemadam yang paling efektif. Juga digunakan untuk klasifikasi, ukuran, dan
pengujian alat pemadam api ringan/ APAR

No Kelas Simbol
1 Kelas A : meliputi benda mudah terbakar biasa:
antara lain kayu, kertas dan kain.
Perkembangan awal dan pertumbuhan
kebakaran biasanya lambat, dan karena benda
padat, agak lebih mudah dalam
penanggulangannya. Meninggalkan debu
setelah terbakar habis.

2 Kelas B : meliputi cairan dan gas mudah


menyala dan terbakar antara lain bensin, minyak
dan LPG.Jenis kebakaran ini biasanya \
berkembang dan bertumbuh dengan sangat
cepat.

3 Kelas C : meliputi peralatan listrik yang hidup:


antara lain motor listik, peralatan listrik, dan
panel listrik. Benda yang terbakar mungkin
masuk dalam kelas kebakaran lainnya. Bila daya
listrik diputus, kebakaran bukan lagi sebagai
kelas C. Tidak penting peralatan listrik
dihidupkan atau dimatikan, tetap peralatan
tersebut masuk dalam Kelas C.

4 Kelas D : meliputi metal terbakar antara lain


magnesium, tirtanium dan zirconium. Jenis
kebakaran ini biasanya sulit untuk disulut
(ignited) tetapi menghasilkan panas yang hebat.
Kebakaran kelas D amat sulit untuk
dipadamkan, dan untungnya jarang dijumpai.

5 Kelas K : meliputi minyak untuk memasak. Ini


adalah kelas terbaru dari kelas-kelas kebakaran.

b. Ketentuan penempatan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)


1) Jarak tempuh penempatan alat pemadam api ringan dari setiap tempat atau
titik dalam bangunan rumah sakit harus tidak lebih dari 25 (dua puluh lima)
meter.
2) Setiap ruangan tertutup dalam bangunan rumah sakit dengan luas tidak lebih
dari 250 m2, harus dilengkapi dengan sekurang-kurangnya sebuah alat
pemadam api ringan berukuran minimal 2 kg sesuai klasifikasi isi ruangan,
-16-

3) Setiap luas tempat parkir yang luasnya tidak melebihi 270 m 2 harus
ditempatkan minimal dua buah alat pemadam api ringan kimia berukuran
minimal 2 kg, yang ditempatkan antara tempat parkir kendaraan dan gedung,
pada tempat yang mudah dilihat dan dicapai.

Tabel 5. Jenis APAR untuk Ruangan Rumah Sakit


No Ruangan Jenis Kelas
1 Kamar Operasi (OR) Water mist A, B, C
2 Fasilitas MRI dan Kamar Water mist A, B, C
Pasien
3 Data Processing Centers, Water mist, atau A, B, C
Telecommunications Records Halotron I
Storage, Collection and Server
Rooms
4 Intensive Care Units (ICU) Water mist A, B, C
5 Heliports/helipads FFFP beroda A, B, C
6 Dapur besar/ komersial Kimia basah K
7 Ruangan Diesel generator CO2 B, C
8 Ruangan lain Kimia kering A, B, C
serbaguna

c. Lokasi Alat pemadam api ringan (APAR)


1) Tempatkan APAR :
a) sehingga mudah terlihat, termasuk instruksi pengoperasiannya dan tanda
identifikasinya.
b) sehingga mudah dicapai (APAR harus tidak terhalang oleh peralatan atau
material-material)
c) di atau dekat koridor atau lorong yang menuju eksit
d) dekat dengan area yang berpotensi bahaya kebakaran, akan tetapi tidak
terlalu dekat karena bisa rusak oleh sambaran api.
e) di mana orang tidak menggunakan APAR untuk risiko yang tidak
semestinya, misalnya menggunakan APAR jenis gas pada area yang tidak
berventilasi.
f) di mana APAR tidak akan rusak karena terkorosi oleh proses kimia.
g) sehingga APAR terlindungi dari kerusakan jika ditempatkan di luar
ruangan.
2) Dalam area khusus :
Apabia bahan yang disimpan mudah terbakarnya tinggi di dalam ruangan
yang kecil atau tempat tertutup, tempatkan APAR di luar ruangan (ini akan
digunakan oleh pengguna untuk memadamkan api).
3) Untuk ruangan yang berisi peralatan listrik :
a) tempatkan APAR di dalam atau dekat ruangan.
b) Pada kendaraan atau di area di area dimana APAR ditempatkan di area
yang bising atau bergetar, pasang APAR dengan pengikat yang dirancang
untuk tahan terhadap getaran.

4) Pemasangan APAR ditentukan sebagai berikut :


-17-

Gambar 8. Pemasangan APAR

a) Dipasang pada dinding dengan pengikat atau dalam lemari kaca dan
dapat dipergunakan dengan mudah pada saat diperlukan;
b) Dipasang sedemikian rupa sehingga bagian paling atas berada pada
ketinggian maksimum 120 cm dari permukaan lantai, kecuali untuk jenis
CO2 dan bubuk kimia kering (dry powder) penempatannya minimum 15
cm dari permukaan lantai.
c) Tidak diperbolehkan dipasang di dalam ruangan yang mempunyai
temperatur lebih dari 49ºC dan di bawah 4ºC.
d. Penandaan Alat Pemadam Api Ringan
Untuk membedakan isi tabung APAR, pada tabung dibutuhkan penandaan
dengan warna yang menunjukkan apakah isi APAR tersebut air, busa, bubuk
kering, kimia basah atau bubuk klas D. Penandaan warna tersebut ditunjukkan
pada tabel 6, dan posisi penandaan warna tersebut seperti ditunjukkan pada
gambar 8.
Tabel 6 . Penandaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
-18-

Gambar 9. Posisi penandaan warna pada APAR

2. Sistem Pipa Tegak Dan Slang/Hidran


Sistem pipa tegak harus disediakan di bangunan rumah sakit sesuai dengan
pedoman ini. Lokasi sambungan pemadam kebakaran/ siamese harus diletakkan di
lokasi yang mudah diakses oleh mobil pemadam kebakaran
Sistem ini harus meliputi :
a. Sistem pipa tegak.
b. Dan alat kontrol atau panelnya,
c. Katup kontrol,
d. Pipa tegak,
e. Landing valve,
f. Kotak slang kebakaran yang berisi katup kebakaran 1 ½ inch plus slang dan
nozel atau katup kebakaran 2 ½ inch,
g. Sambungan siamese.
h. Hidran halaman

Sistem pipa tegak dalam bangunan rumah sakit terdiri dari :


a. Sistem pipa tegak kering.
b. Sistem pipa tegak basah.
c. Kombinasi pipa tegak kering dan pipa tegak basah.
Sistem pipa tegak kering atau sistem pipa tegak basah dilengkapi dengan katup
landing dan sambungan siamese,

a. Sistem pipa tegak kering.


1) Pipa tegak kering dipasang dalam bangunan rumah sakit dimana ketinggian
yang layak dihuni lebih dari 10 m, tetapi tidak lebih dari 40 m.
2) Pipa tegak kering dipasang dalam bangunan rumah sakit untuk tujuan
pemadaman kebakaran yang dilakukan oleh petugas dinas kebakaran
-19-

Gambar 10. Pipa Tegak Kering


3) Pipa tegak kering, dalam keadaan normal kering (tidak berisi air), tetapi akan
diisi dengan air yang dipompa dari mobil pompa pemadam kebakaran melalui
sambungan siamese.
b. Katup landing
1) Setiap katup landing Ø 65 mm (2½“) dengan panjang slang 40 m harus dapat
melayani luas ruangan pada setiap lantai tidak lebih dari 930 m2 .
2) Pipa tegak kering atau pipa tegak basah dilengkapi dengan katup landing Ø65
mm ( 2½“) di setiap lantainya.
c. Sambungan Siamese
1) Pipa tegak kering dan pipa tegak basah dilengkapi dengan sambungan
siamese yang berguna untuk menyambungkan slang kebakaran berukuran
Ø65 mm (Ø2½“) dari mobil pemadam kebakaran yang posisinya berada pada
permukaan akses bangunan.
2) Setiap sambungan siamese harus mempunyai sedikitnya dua kopling Ø 65
mm (2½”) sesuai ketentuan yang berlaku.
a) sambungan siamese harus dipasang dengan penutup untuk melindungi
sistem pemipaan dari masuknya puing-puing/kotoran.
b) Apabila Dinas Pemadam Kebakaran (DPK) setempat menggunakan
kopling yang berbeda dengan yang sudah ada, kopling kompatibel dengan
peralatan DPK setempat harus digunakan dan diameter minimumnya
harus 65 mm.
3) Harus tidak ada katup yang tertutup antara sambungan siamese dan sistem.
4) Katup searah (katup penahan balik) harus dipasang pada masing-masing
sambungan siamese dan ditempatkan secara praktis didekat titik
penyambungan ke sistem.
5) Sambungan siamese harus diletakkan pada sisi bangunan yang menghadap
ke jalan, mudah terlihat dan dikenali dari jalan atau diletakkan pada titik jalan
masuk terdekat dengan peralatan pemadam kebakaran, dan harus diletakkan
sehingga sambungan slang dapat disambungkan ke kopling sambungan
siamese tanpa terganggu oleh bangunan, pagar, tonggak-tonggak dan lain-
lain.
-20-

6) Setiap sambungan siamese harus dirancang dengan penandaan dalam


bentuk huruf besar, tidak kurang 25 mm ( 1 inci) tinggi hurufnya, ditulis pada
plat dengan bunyi tulisan : “SAMBUNGAN PIPA TEGAK”.
Jika springkler otomatis juga dipasok oleh sambungan siamese, penandaan
atau kombinasi penandaan harus menunjukkan keduanya (contoh :
“SAMBUNGAN PIPA TEGAK DAN SPRINGKLER OTOMATIS” atau
“SAMBUNGAN SPRINGKLER OTOMATIS DAN PIPA TEGAK”.
7) Apabila sambungan siamese hanya melayani suatu bagian bangunan, suatu
penandaan harus dilekatkan pada posisi yang menunjukkan bagian bangunan
yang dilayani.
8) Sambungan siamese untuk masing-masing sistem pipa tegak harus
diletakkan tidak lebih dari 30 m (100 ft) dari hidran halaman terdekat yang
dihubungkan ke pasokan air dari sistem pemipaan hidran kota.
9) Sambungan siamese harus diletakkan dengan tinggi tidak kurang dari 45 cm
(18 inci) dan tidak lebih dari 120 cm (48 inci) di atas permukaan tanah atau
jalan.
d. Lokasi pipa tegak
1) Lokasi pipa tegak dan katup landing harus ditempatkan terutama pada posisi
sebagai berikut:
a) di dalam lobi stop asap

Gambar 10. Pipa tegak pada lobi yang dilindungi terhadap asap.
b) dalam daerah umum dan di dalam saf yang terlindung, sedekat mungkin
dengan tangga eksit jika tidak ada lobi stop asap

Gambar 11. Pipa tegak pada lobi yang diproteksi terhadap asap diluar tangga
eksit.
-21-

c) ditempatkan pada lobi dan di luar tangga eksit yang diproteksi, dan
diletakkan di dalam saf yang terproteksi.

Gambar 12. Pipa tegak di luar tangga yang diproteksi


d) di dalam tangga eksit, bilamana tidak ada lobi stop asap dan daerah
umum.

Gambar 13. Pipa tegak di dalam tangga yang diproteksi


2) Jumlah Pipa Tegak
Pada bangunan rumah sakit, setiap tangga eksit yang disyaratkan, harus
dilengkapi dengan pipa tegak tersendiri. Pada bangunan rumah sakit
bertingkat tinggi, minimal mempunyai 2 tangga eksit, untuk itu diperlukan 2
(dua) buah pipa tegak yang dipasang pada setiap tangga eksit..
3) Klasifikasi Sistem Pipa Tegak
Klasifikasi sistem pipa tegak, terdiri dari :
a) Sistem Kelas I
Sistem pipa tegak kelas I harus disediakan dengan Katup landing Ø65
mm (2 ½ inci) untuk memasok air yang digunakan oleh petugas terlatih
atau sambungan slang yang digunakan oleh DPK.
b) Sistem Kelas II
Sistem pipa tegak kelas II harus disediakan dengan katup landing Ø40
mm (1½”) yang umumnya ditempatkan pada kotak slang kebakaran
(hidran kebakaran gedung) pada hunian dengan bahaya kebakaran ringan
dan digunakan oleh penghuni.
c) Sistem Kelas III
Sistem kelas III merupakan gabungan dari sistem kelas I dan sistem kelas
II, di mana katup landing Ø 65 mm (2½“) pada pipa tegak dan katup slang
Ø40 mm (1½ “) pada pipa cabang dan berada pada kotak slang
kebakaran serta diletakkan didalam koridor atau ruangan yang berdekatan
dengan saf tangga menuju jalur eksit, keduanya tersambung pada pipa
tegak yang sama.
-22-

e. Kotak slang kebakaran (hidran gedung) dan kelengkapan nya


1) Kotak slang kebakaran

Gambar 14. Kotak slang kebakaran dilengkapi dengan katup slang Ǿ 1 ½“,
rak, slang Ф 1 ½, dan nozel.
Kotak slang kebakaran atau sering juga disebut dengan Indoor hydrant box
(hidran kebakaran di dalam gedung), terdiri dari :

a) Lemari tertutup
I. Kotak slang berupa lemari tertutup yang berisi slang kebakaran, harus
berukuran cukup untuk pemasangan peralatan penting dan dirancang
tidak saling mengganggu pada waktu sambungan slang, digunakan
secara cepat pada saat terjadi kebakaran.
II. Di dalam lemari, sambungan slang dan tuas putar katup harus
ditempatkan dengan jarak tidak kurang 25 mm ( 1 inci) dari bagian
lemari, sehingga memudahkan pembukaan dan penutupan katup
sambungan slang kebakaran.
III. Lemari hanya digunakan untuk menempatkan peralatan kebakaran,
dan setiap lemari di cat dengan warna yang menyolok mata.
IV. Apabila jenis “kaca mudah pecah” (break glass) sebagai tutup
pelindung, harus disediakan alat pembuka, untuk memecahkan panel
kaca dan diletakkan dengan aman dan tidak jauh dari area panel kaca
b) Slang kebakaran
I. Setiap sambungan slang yang disediakan untuk digunakan oleh
petugas bangunan rumah sakit (Sistem kelas II), harus dipasang
dengan panjang tidak lebih dari 30 m, lurus, dapat dilipat.
II. Apabila slang berdiameter kurang dari 40 mm (1½ inci) digunakan
untuk kotak slang 40 mm (1 ½ “), harus digunakan slang yang tidak
terlipat.

Gambar 15. Slang yang tidak terlipat


c) Rak slang
I. Setiap kotak slang 40 mm (1½”) yang disediakan dengan slang 40 mm
(1½”) harus dipasang dengan rak atau fasilitas penyimpanan lain yang
disetujui.
II. Setiap kotak slang 40 mm (1½ “) sesuai untuk klasifikasi pipa tegak
kelas I dan kelas III, harus dipasang dngan gulungan aliran menerus
yang terdaftar/teruji.
-23-

d) Nozel.
Nozel yang disediakan untuk pelayanan pipa tegak kelas II, herus
teruji/terdaftar

2) Lokasi Kotak Slang Kebakaran 40 mm (1½ “)


Kotak slang kebakaran Ф 40 mm (1½”) perletakannya diatur sebagai berikut:
a) Di koridor atau di ruangan yang berdekatan dengan saf tangga yang
menuju jalur Eksit dan disambungkan ke pipa tegak.
b) Pengaturan ini memungkinkan untuk menggunakan secara tepat slang bila
tangga jalur eksit penuh dengan orang-orang yang sedang lari keluar pada
saat terjadinya kebakaran.
c) Pada setiap bangunan umum/tempat pertemuan, tempat hiburan,
perhotelan, tempat perawatan, perkantoran, dan pertokoan/pasar untuk
setiap lantai dengan luas 800 m2 harus dipasang minimum 1 (satu) Kotak
Slang Kebakaran Ø40 mm (1½”).
3) Jarak Jangkauan Katup Slang Kebakaran Ø 40 mm (1½“)
Sistem kelas II harus dilengkapi Katusp Slang Kebakaran yang berisi : katup
berukuran Ø 40 mm (Ø 1½ inci), slang dengan panjang 40 m, rak dan nozzle
sedemikian rupa sehingga setiap bagian dari lantai bangunan berada pada
jangkauan 40 m (130 ft) dari KSSK 40 mm (1½ “).

f.Hidran Halaman
Tiap bagian dari jalur akses mobil pemadam di lahan bangunan harus dalam
jarak bebas hambatan 50 m dari hidran kota. Bila hidran kota yang memenuhi
persyaratan tersebut pada butir 4.8.1 tidak tersedia, maka harus disediakan
hidran halaman yang disambungkan dengan jaringan pipa hidran kota.

Gambar 16. Contoh dimana bangunan tidak jauh dari hidran kota
-24-

Gambar 17. Posisi Hidran halaman terhadap hidran kota

Gambar 18. Hidran halaman dengan 2 outlet Ø2½ “, mampu memasok air 2 x 250
gpm
Dalam situasi di mana diperlukan lebih dari satu hidran halaman, maka hidran-
hidran tersebut harus diletakkan sepanjang jalur akses mobil pemadam
sedemikian hingga tiap bagian dari jalur tersebut berada dalam jarak radius 50 m
dari hidran. Hidran H1 pada gambar 18 dapat dihilangkan karena tidak mungkin
tanah yang disebelah akan digunakan untuk pemakaian lain, seperti gudang dan
sebagainya. Hidran bersama yang ditempatkan di tetangga tidak diperbolehkan.
Pasokan air untuk hidran halaman harus sekurang-kurangnya 500 GPM pada
tekanan 3,5 bar, serta mampu mengalirkan air minimal selama 45 menit.

3. Sistem springkler kebakaran otomatik


Sistem sprinkler otomatik tidak wajib di area berikut :
a. setiap ruangan di mana penerapan air, atau nyala api dan air, merupakan
ancaman yang serius terhadap kehidupan atau bahaya kebakaran.
b. setiap kamar atau ruang di mana sprinkler dianggap tidak diinginkan karena sifat
dari isi ruangan.
c. ruang generator dan transformator yang dipisahkan dari bangunan dengan
dinding dan lantai / langit-langit atau rakitan atap / langit-langit yang memiliki nilai
ketahanan api tidak kurang dari 2 jam.
d. di kamar atau daerah yang konstruksinya tidak mudah terbakar dengan isi
sepenuhnya bahan tidak mudah terbakar.
e. untuk ruangan-ruangan yang tidak memungkinkan pasien dipindahkan (ruang
bedah, ruang ICU, ruang radiologi, dan lain-lain), sprinkler boleh tidak dipasang
-25-

asalkan dinding, lantai, langit-langit dan bukaan, mempunyai tingkat ketahanan


api minimal 2 jam.

Sistem springkler sesuai klasifikasi hunian bahaya kebakarannya, terdiri :


a. sistem bahaya kebakaran ringan.
b. sistem bahaya kebakaran sedang.
c. sistem bahaya kebakaran berat.
Jaringan pipa untuk dua sistem bahaya kebakaran atau lebih yang berbeda boleh
dihubungkan dengan satu katup kendali asalkan ketentuan jumlah kepala springkler
yang dilayani tidak melebihi jumlah maksimum.

a) Pembatasan area proteksi dari sistem


1) Area maksimum lantai pada setiap lantai yang diproteksi oleh springkler
disuplai oleh satu pipa tegak sistem springkler atau pipa tegak kombinasi
harus sebagai berikut :
a) Bahaya kebakaran ringan - 52.000 ft2 (4.831 m2).
b) Bahaya kebakarab sedang - 52.000 ft2 (4.831 m2).
c) Bahaya kebakaran ekstra
2) Selain berdasarkan luas, jumlah springkler juga menentukan klasifikasi
bahaya kebakaran yang dipilih. Jumlah springkler per satu katup kendali :
a) Sistem bahaya kebakaran ringan = 500 springkler;
b) Sistem bahaya kebakaran sedang = 1000 springkler; dan
c) Sistem bahaya kebakaran berat = 1000 springkler.
b) Penempatan dan letak kepala springkler
1) Penempatan kepala springkler ditentukan berdasarkan luas maksimum tiap
kepala springkler di dalam satu deret dan jarak maksimum deretan yang
berdekatan.
a) Penempatan kepala springkler untuk bahaya kebakaran ringan.
i. Luas proteksi maksimum kepala springkler :
 springkler dinding : 17 m2
 springkler lain : 20 m2
ii. Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deret dan jarak
maksimum deretan yang berdekatan :
 springkler dinding :
(a) sepanjang dinding : 4,6 m.
(b) dari ujung dinding : 2,3 m.
 springkler lain : 4,6 m.
iii. Dibagian tertentu dari bangunan bahaya kebakaran ringan seperti :
ruang langit-langit (attick), besmen, ruang ketel uap, dapur, ruang
binatu, gudang, ruang kerja bengkel dan sebagainya, luas maksimum
dibatasi menjadi 9 m tiap kepala springkler dan jarak maksimum antar
2

kepala springkler 3,7 m.


2) Penempatan kepala springkler untuk bahaya kebakaran sedang.
a) Luas proteksi maksimum kepala springkler :
i. springkler dinding : 9 m 2

ii. springkler lain : 12 m .


2

b) Jarak maksimum kepala springkler dalam satu deret dan jarak maksimum
deretan yang berdekatan :
i. springkler dinding :
 sepanjang dinding :
(a) untuk langit-langit tidak tahan api : 3,4 m
(b) untuk langit-langit tahan api : 3,7 m.
 dari ujung dinding : 1,8 m.
-26-

F. Sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi pengendalian api


dan asap

Gambar 10. Penjalaran api pada bangunan


1. Presurisasi Fan Pada Setiap Tangga Kebakaran Yang Terlindung
a. Di setiap bangunan di mana tinggi yang dihuni melebihi 24 m, setiap tangga
kebakaran internal harus dipresurisasi sesuai persyaratan di dalam pedoman
ini.
b. Di setiap bangunan yang mempunyai lebih dari 4 lapis besmen, tangga
kebakaran di setiap lantai besmen harus dipresurisasi sesuai persyaratan di
dalam pedoman ini.
c. Tingkat presurisasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) Pada waktu beroperasi, sistem presurisasi harus mempertahankan
perbedaan tekanan tidak kurang dari 50 Pa (0.125 IncWg) antara tangga
kebakaran yang dipresurisasi dan daerah yang dihuni dengan semua
pintu tertutup.
2) Bila sistem presurisasi diperpanjang sampai ke lobi bebas asap (smoke-
stop lobby), gradien tekanan harus sedemikian rupa sehingga tekanan
pada tangga kebakaran harus selalu lebih tinggi (tekanan positif).
3) Gaya yang diperlukan untuk membuka setiap pintu terhadap tahanan
kombinasi udara presuriasi dan mekanisme penutup pintu otomatik harus
tidak melebihi 110 N (…lbf) pada pegangan pintu.
d. Pada waktu beroperasi, sistem presurisasi harus mempertahankan sebuah
aliran udara berkecepatan cukup melalui pintu terbuka untuk mencegah asap
masuk ke dalam daerah bertekanan. Kecepatan aliran harus dicapai bila
sebuah kombinasi dari setiap dua pintu berurutan dan pintu eksit pelepasan
(exit discharge door) dalam posisi terbuka penuh. Besar kecepatan dirata-
ratakan terhadap luas penuh dari setiap bukaan pintu harus tidak kurang dari
1,0 m/det.
e. Laju suplai udara presurisasi ke daerah bertekanan harus cukup untuk
mengganti kerugian tekanan melalui kebocoran ke daerah sekeliling yang
tidak bertekanan.
-27-

f. Pelepasan (relief) yang cukup dari kebocoran udara keluar dari daerah dihuni
harus disediakan untuk menghindari penumpukan tekanan (pressure build-up)
di daerah ini, berupa kebocoran perimeter atau sistem pelepasan tekanan
yang dibuat khusus.
g. Jumlah dan distribusi titik injeksi udara untuk memasok udara presurisasi ke
tangga kebakaran harus menjamin suatu profil tekanan yang sama dan rata
h. Pengaturan dari titik injeksi dan kontrol dari sistem presurisasi harus
sedemikian sehingga bila pembukaan pintu dan faktor lain menyebabkan
variasi signifikan pada perbedaan tekanan, harus dapat dikembalikan secepat
mungkin.
2. Sistem Pembuangan Asap Mekanik Yang Dirancang Secara Teknik (Engineered
Smoke System).
a. Untuk mal, atrium dan ruangan yang bervolume besar, serta presurisasi
kompartemen atau pengendalian asap terzona, sebuah sistem manajemen
asap yang dirancang secara teknik harus disediakan.
b. Ketentuan teknis sebuah sistem pengendalian asap yang dirancang secara
teknik (engineered smoke control system) dalam bentuk sebuah sistem
ventilasi asap baik secara alami maupun mekanik, harus sesuai dengan
ketentuan teknis yang berlaku, antara lain tentang :
1) Prosedur atau cara perancangan/perhitungan.
2) Kriteria perancangan.
3) Dan persyaratan terkait lainnya, antara lain perhitungan waktu evakuasi
aman tersedia (ASET – Available Safe Egress Time), dan waktu evakuasi
aman diperlukan (RSET - Required Safe Egress Time).

3. Sistem Pembuangan Asap Dapur Komersial


Sistem ini harus disediakan di ruangan dapur, dimana sistem terdiri dari peralatan
masak, tudung (hood), dakting pembuangan (bila ada), fan, peralatan pemadam
kebakaran terpasang tetap, dan peralatan lainnya seperti pengendalian energi
dan limbah khusus.

G. Inspeksi, dan pemeliharaan


1. Catatan Pemeliharaan
Perlu ditegaskan bahwa dalam pemeliharaan dan perawatan sistem proteksi
kebakaran harus dijamin pemenuhan kepada ketentuan dan standar yang berlaku
termasuk persyaratan sertifikasi personil, frekuensi tes dan pemeliharaan dan
juga dokumentasi dan pelaporan termasuk penyimpanan catatan (record
keeping).
a. Catatan pemeliharaan:
Catatan dari inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala
sistem dan komponennya harus tersedia bagi instansi yang berwenang atas
permintaan, dan digunakan sebagai salah satu pertimbangan penetapan
perpanjangan sertifikat laik fungsi bangunan.
b. Catatan harus menunjukkan prosedur yang dilakukan (misal inspeksi,
pengujian atau pemeliharaan), organisasi/personil yang melaksanakan,
hasilnya, dan tanggal dilaksanakan.
c. Catatan harus disimpan oleh pemilik / pengelola bangunan.
d. Catatan orisinil (dari serah terima pertama atau kedua) harus disimpan
selama umur sistem atau bangunan.
-28-

e. Catatan selanjutnya harus disimpan selama perioda waktu 1 (satu) tahun


setelah inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berikutnya yang
dipersyaratkan.
2. Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran
a. Prosedur uji serah terima, inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan
berkala harus mengikuti SNI 03-3986-2000 atau edisi terakhir; Tata Cara
Perencanaan Dan Pemasangan Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis Untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran Pada Bangunan Gedung.
b. Frekwensi inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan berkala harus
menggunakan formulir inspeksi visual sistem alarm kebakaran dan formulir
tes sistem alarm kebakaran.
c. Riwayat catatan inspeksi/pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan harus
disimpan
d. Inspeksi/pemeriksaan dilakukan oleh Disnaker
3. Alat pemadam api ringan
Inspeksi/ pemeriksaan setiap bulan harus dilakukan untuk :
a. Jenis yang sesuai
b. Dalam kondisi siap dioperasikan
c. Di lokasi yang benar
d. Akses tidak terhalang
e. Ditandai dengan jelas
f. Tanggal pemeliharaan masih berlaku

H. Manajemen pengamanan kebakaran


1. Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan)
Rencana Keselamatan Kebakaran (Fire Safety Plan) adalah sebuah rencana
tertulis yang meliputi antara lain :
a. Penggunaan alarm
b. Transmisi alarm ke instansi pemadam kebakaran
c. Pemberitahuan darurat via telepon ke instansi pemadam kebakaran
d. Tanggapan terhadap alarm
e. Isolasi api kebakaran
f. Evakuasi daerah yang terkena
g. Evakuasi kompartemen asap (tempat tidur pasien)
h. Persiapan untuk evakuasi lantai dan bangunan
i. Pemadaman kebakaran

2. Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan)


Rencana Tindak Darurat Kebakaran (Fire Emergency Plan) meliputi antara lain :
a. Code Red adalah kode yang mengumumkan adanya ancaman kebakaran di
lingkungan rumah sakit (api maupun asap), sekaligus mengaktifkan tim siaga
bencana rumah sakit untuk kasus kebakaran
b. Tim Code Red
Tim Code Red terdiri dari seluruh personel rumah sakit, yang masing-masing
memiliki peran spesifik yang harus dikerjakan sesuai panduan tanggap
darurat bencana rumah sakit.
Pembagian tugas yang tercantum di dalam papan code red:
1) PJ Api (helm merah)
-29-

Petugas yang terjadwal sebagai PJ Api akan bertugas sebagai pemberi


komando bagi petugas atau orang-orang disekitarnya untuk
melaksanakan penanggulangan api pada saat terjadi bencana kebakaran.
2) PJ Pasien (helm biru)
Petugas yang bertindak sebagai PJ pasien mempunyai tugas untuk
memberi komando untuk melaksanakan pertolongan pada saat terjadi
darurat medis yang terjadi pada saat bencana.
Pada saat upaya evakuasi terkendala dengan jumlah pertugas yang
terbatas, maka upaya evakuasi disesuaikan dengan urutan prioritas :
a) Merah (pasien tidak stabil, memerlukan alat bantu medis),
b) Kuning (pasien stabil, mobilitas terbatas)
c) Ungu (pasien tidak stabil, harapan hidup kecil)
d) Hijau dapat melakukan evakuasi secara mandiri menuju titik berkumpul
yang aman sesuai dengan petunjuk dari petugas
Prioritas pasien dapat bervariasi tergantung pada waktu, staf, peralatan
dan sumber daya yang tersedia untuk evakuasi.
3) PJ Dokumen (helm putih)
Petugas PJ dokumen akan melakukan pengelompokan dokumen sebagai
dasar prioritas evakuasi dokumen pada saat terjadi bencana.
PJ dokumen akan memberi komando pada orang disekitarnya untuk
melakukan evakuasi dokumen sesuai prioritas :
a) Merah (dokumen rahasia)
b) Kuning (dokumen internal, berisiko ada tuntutan ganti rugi keuangan
dan hukum)
c) Hijau (dokumen publik dan tidak rahasia)
4) PJ Aset (helm KUNING)
Petugas yang tercantum sebagai PJ asset akan memberikan komando
untuk melakukan upaya evakuasi asset yang mampu untuk dievakuasi.
Berdasarkan prioritas:
a) Merah (asset yang mudah terbakar)
b) Kuning (asset yang mengandung radiasi, kontaminasi dan limbah
berbahaya)
c) Biru (asset yang berhubungan dengan life saving)
d) Hijau (asset yang memiliki nilai investasi tinggi)
c. Penatalaksanaan saat kebakaran
1) Siapkan personal code red setiap lantai dan setiap shift jaga.
Tim tanggap darurat area kebakaran terdiri dari :
a) Penanggung jawab memadamkan api : helm merah
b) Penanggung jawab evakuasi : helm biru
c) Penanggung jawab dokumen : helm putih
d) Penanggung jawab aset : helm kuning
2) Setiap orang pertama yang menemukan adanya asap atau api yang
berada dalam area kebakaran, meneriakkan : code red, code red, code
red..
3) Amankan lokasi kejadian, cek oleh tim helm merah apakah api dapat
dipadamkan. Lakukan pemadaman sesuai prosedur apabila api masih
kecil dan dapat dipadamkan
4) Tim helm biru melaporkan ke front office (102) untuk mengaktifkan code
red. Front office menginformasikan kepada seluruh karyawan. Berikut
-30-

contohnya : perhatian untuk seluruh karyawan, respon code red di ruang


marwah, ulangi sebanyak 3 (tiga)
5) Petugas front office menginformasikan keadaan kepada Ketua Komite
K3RS, lalu komite K3RS lapor kepada Direktur
6) Petugas front office menginformasikan ke bagian pemeliharaan atau
IPSRS untuk memadamkan aliran listrik yang tidak dibutuhkan
7) Lakukan evakuasi pasien oleh tim evakuasi pasien helm biru melewati
jalur evakuasi menuju zona aman/titik kumpul
8) Lakukan evakuasi alat kesehatan oleh tim evakuasi helm kuning melewati
jalur evakuasi menuju zona aman/titik kumpul
9) Lakukan evakuasi dokumen oleh tim evakuasi helm putih melewati jalur
evakuasi menuju zona aman/titik kumpul
10) Tim keamanan dapat membantu menangani kebakaran
11) Lakukan triase pasien di zona aman/titik kumpul oleh tim IGD/triase
sesuai prosedur
12) Apabila api dapat dikendalikan, bagian keamanan menginformasikan
kepada K3RS bahwa kebakaran sudah tertangani
13) K3RS informasikan kebagian front office untuk mengnonaktifkan code red
14) Apabila api semakin membesar dan tidak dapat dipadamkan, tim
penanggulangan kebakaran dari bagian keamanan menghubungi K3RS,
lalu K3RS menginfokan kepada front office untuk menghubungi dinas
pemadam kebakaran 113 atau Dinas Pemadam Kebakaran Sektor
Cileungsi (021) 80470113
15) Apabila pasien perlu perawatan lanjutan dan kondisi rumah sakit tidak
memungkinkan merawat pasien segera dirujuk ke rumah sakit
terdekat/rujukan
16) Amankan lokasi kejadian, jalur evakuasi dan jalur lalu lintas kendaraan
17) Buat pencatatan dan pelaporan ke direktur maksimal 1x24 jam

3. Pelatihan Kebakaran (Fire Drills)


a. Pelatihan kebakaran di rumah sakit harus termasuk transmisi sinyal alarm
kebakaran dan simulasi kondisi darurat kebakaran.
b. Pasien yang tidak dapat bangkit dari tempat tidur tidak dipersyaratkan untuk
dipindahkan selama pelatihan ke lokasi yang aman atau ke luar bangunan.
c. Pelatihan harus dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk membiasakan petugas
(perawat, intern, teknisi pemeliharaan, dan staf administrasi) dengan sinyal
dan tindakan darurat yang diperlukan di bawah berbagai kondisi.
d. Apabila pelatihan dilakukan antara jam 9:00 malam dan 6:00 pagi, sebuah
pengumuman yang tersandi harus diperkenankan untuk digunakan daripada
alarm bunyi.
e. Karyawan rumah sakit harus diberi instruksi dalam prosedur dan peralatan
keselamatan kebakaran.
-31-

BAB IV
DOKUMENTASI

1. Formulir dan hasil terkait inspeksi APAR


-32-

BAB V
PENUTUP

Panduan Proteksi Kebakaran ini merupakan acuan dalam melaksanakan pelayanan


terhadap semua kegiatan pengelolaan proteksi kebakaran di lingkungan rumah sakit dalam
memberikan pelayanan prima dan berkesinambungan yang bekerja sama dengan antar unit-
unit lain yang saling berhubungan. Semoga dengan panduan proteksi kebakaran dapat
berjalan dengan arah dan tujuan yang jelas dengan hasil yang lebih baik dan meningkat dan
bermanfaat bagi semua yang ada di lingkungan sekitar rumah sakit

DIREKTUR,

dr. EVY FEBRINA NURPENI, MARS, FISQUa

Anda mungkin juga menyukai