Anda di halaman 1dari 15

PERATURAN DIREKTUR UTAMA ……………..

NOMOR /PER-DIR/singakatan RS/IV/2021

TENTANG

MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN

DI RUMAH SAKIT …..

DIREKTUR UTAMA ……,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan, rumah sakit harus menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi, dan

suportif bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung guna mengendalikan bahaya dan risiko, mencegah kecelakaan/cedera dan

memelihara kondisi aman;

b. bahwa untuk tersedianya fasilitas yang aman di rumah sakit, fasilitas fisik, peralatan medis, dan peralatan lainnya

harus dikelola dengan manajemen yang efektif dan melibatkan multi disiplin dalam perencanaan, pendidikan, dan pemantauan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a dan b, perlu mengeluarkan Peraturan Direktur ……..

tentang Manajemen Fasilitas dan Keselamatan di Rumah Sakit …….

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup

6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan

7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Sistem Manajemen K3

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan

9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

dan Beracun (B3)

10. Peraturan Presiden Republik Indonesia No 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan

11. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pemberian

Simbol dan Label Bahan Berbahaya dan Beracun

12. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharaan

dan Perawatan Bangunan Gedung

13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan

Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

14. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2013 tentang Simbol dan Label

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun

15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2015 tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat

Kesehatan
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 tentang Penggunaan Gas Medik dan Vakum

Medik pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan

17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan

Prasarana Rumah Sakit

18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Rumah Sakit (K3RS)

19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien

20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan

Kewajiban Pasien

21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 tentang Kesehatan lingkungan

22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah

Sakit

23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Akreditasi Rumah Sakit

24. Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit Darurat dan Puskesmas yang Menangani

Pasien COVID – 19. Kemenkes tahun 2020

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR UTAMA ……… TENTANG MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN DI RUMAH

SAKIT ……...

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Definisi

Dalam Peraturan Direktur ini yang dimaksud dengan :

1. Keselamatan adalah keadaan tertentu karena gedung, lantai, halaman, dan peralatan Rumah Sakit tidak

menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf, dan pengunjung.

2. Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, pengrusakan dan kerusakan, atau penggunaan akses oleh

mereka yang tidak berwenang.

3. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) serta Limbahnya meliputi penanganan, penyimpanan, dan penggunaan seluruh

jenis bahan berbahaya dan beracun. Serta limbah bahan berbahaya harus dibuang secara aman.

4. Manajemen Penanggulangan Bencana meliputi identifikasi risiko bencana, respon bila terjadi wabah, serta

penanganan bencana dan keadaan emergensi dengan efektif termasuk evaluasi lingkungan pasien secara terintegrasi.

5. Sistem Proteksi Kebakaran meliputi perlindungan bagi properti dan personel dari kebakaran dan asap.

6. Peralatan Medis meliputi pemilihan, pemeliharaan, dan penggunaan alat medis sedemikian rupa untuk mengurangi

risiko.

7. Sistem penunjang / utilitas meliputi listrik, air, dan sistem pendukung lainnya dipelihara untuk meminimalkan

risiko kegagalan pengoperasian.


BAB II

KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN

Pasal 2

(1) Direksi Rumah Sakit dan Manager Penunjang Umum memahami perundang-undangan dan persyaratan lainnya

yang berlaku bagi fasilitas Rumah Sakit baik yang merupakan regulasi di tingkat nasional maupun tingkat daerah.

(2) Direktur Rumah Sakit menerapkan persyaratan teknis bangunan dan prasarana Rumah Sakit sesuai dengan

peraturan yang berlaku

(3) Rumah Sakit memiliki perizinan yang masih berlaku meliputi:

a. Izin mendirikan bangunan

b. Izin Operasional Rumah Sakit

c. Sertifikat laik fungsi (SLF)

d. Izin pengelolaan air limbah (IPAL)/Izin pembuangan limbah cair (IPLC)

e. Izin Operasional Genset

f. Izin Radiologi

g. Sertifikat sistem penangann kebakaran

h. Izin Sistem Kelistrikan

i. Izin transporter dan izin pengolah limbah B3

j. Izin tempat penyimpanan sementara lembah B3

k. Izin Lift

l. Izin Instalasi petir

m. Izin Lingkungan

(4) Manager Penunjang Umum membuat daftar rekapitulasi hasil pemeriksaan fasilitas yang dilakukan oleh badan

external dari luar RS baik secara langsung dengan menerapkan protokol kesehatan ataupun secara virtual meeting, melengkapi

dokumen bukti pemeriksaan berupa berita acara pemeriksaan, laporan hasil pemeriksaan dan dokumentasi

(5) Direktur RS memastikan rumah sakit memenuhi kondisi seperti hasil pemeriksaan fasilitas yang dilakukan otoritas

setempat melalui laporan hasil pemeriksaan, berita acara foto – foto fasilitas yang sudah ditindak lanjuti dan anggaran yang

diperlukan untuk pemenuhann rekomendasi

Pasal 3

(1) Manager Penunjang Umum menyusun program induk manajemen risiko fasilitas dan lingkungan setiap tahun yang

menggambarkan proses pengelolaan risiko yang dapat terjadi pada pasien, keluarga, pengunjung dan staf

(2) Program Manajemen Risiko dan Fasilitas, meliputi:

a. Keselamatan dan Keamanan

b. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Limbahnya


c. Penanggulangan bencana (Emergency)

d. Proteksi Kebakaran (Fire Safety)

e. Peralatan Medis

f. Sistem Penunjang (Utilitas)

(3) Program manajemen risiko fasilitas selalu ditinjau dan diperbaharui

sekurang-kurangnya setahun sekali atau bila terjadi perubahan lingkungan rumah sakit untuk menggambarkan kondisi

lingkungan rumah sakit

(4) Bila tidak terjadi perubahan lingkungan Rumah Sakit review program manajemen risiko dilakukan pembahasan

melalui rapat baik secara langsung dengan menerapkan protokol kesehatan ataupun secara virtual meeting yang diadakan setiap

3 bulan

(5) Tenant / penyewa lahan yang ada dilingkungan rumah sakit harus patuh terhadap program manajemen risiko

fasilitas dan lingkungan

(6) Manager penunjang umum beserta Tim K3RS melakukan audit kepatuhan tenant untuk memastikan kepatuhannya

terhadap program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan

(7) Ketentuan mengenai program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan dijelaskan lebih lanjut dalam Panduan

Pembaharuan Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan

(8) Ketentuan mengenai tenant dijelaskan lebih lanjut dalam Panduan Tenant

Pasal 4

(1) Tim K3RS bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap perencanaan dan pelaksanaan program manajemen

risiko fasilitas dan lingkungan

(2) Tim K3RS menyusun program pengawasan terhadap manajemen risiko fasilitas dan lingkungan setiap tahun dan

membuat laporan evaluasi program setiap 3 bulan yang diserahkan kepada Direktur Rumah Sakit

(3) Ketua Tim K3RS yang ditunjuk harus sudah mengikuti pelatihan K3RS secara eksternal yang diadakan oleh badan

penyelanggara diklat K3RS seperti BNSP dan lain - lain

(4) Anggota Tim K3RS mengikuti pelatihan K3RS secara internal dengan narasumber yang sudah memiliki sertifikasi

pelatihan K3RS eksternal diluar rumah Sakit

BAB III

KESELAMATAN DAN KEAMANAN

Pasal 5

(1) Manager Penunjang Umum menyusun program keselamatan dan keamanan fasilitas dan lingkungan setiap tahun

dengan rincian kegiatan meliputi:

a. Asesmen risiko secara komprehensif dan proaktif untuk mengidentifikasi bangunan, ruangan/area, peralatan,

perabotan, dan fasilitas lainnya yang menimbulkan cedera.

b. Melakukan pemeriksaan fasilitas secara berkala dan terdokumentasi agar rumah sakit dapat melakukan perbaikan
dan menyediakan anggaran untuk melakukan perbaikan

c. Melakukan asesmen risiko prakonstruksi (pra construction risk assessment / PCRA) setiap ada konstruksi,

renovasi atau penghancuran bangunan/demolisi.

d. Merencanakan dan melakukan pencegahan dengan menyediakan fasilitas pendukung yang aman

e. Menciptakan lingkungan yang aman dengan penggunaan kartu identitas oleh seluruh staf dan semua individu yang

bekerja di rumah sakit serta pemberian identitas pada pasien rawat inap, penunggu pasien, tenant/penyew lahan, pengunjung

diluar jam berkunjung (termasuk tamu) yang memasuki area terbatas

f. Melindungi dari kejahatan perorangan, kehilangan, kerusakan atau pengrusakan barang milik pribadi dan tindak

kekerasan

g. Melakukan monitoring dengan memasang kamera CCTV yang dapat dipantau diruang security dengan ketentuan:

1) Lokasi pemasangan CCTV pada daerah terbatas atau disesuaikan dengan hasil grading risiko keselamatan dan

keamanan yang dilakukan oleh Rumah Sakit

2) Pemasangan kamera CCTV tidak diperbolehkan diruangan pasien dan tetap harus memperhatikan privacy pasien

3) Pengecualian untuk diruang perawatan pasien jiwa yang gaduh gelisah pemasangan dapat dikamar pasien dengan

dipantau diruang nurse station

h. Menyediakan fasilitas yang aman

(2) Urusan Prasarana Rumah Sakit dan Urusan Pelayanan Umum bertanggung jawab dalam melakukan pengelolaan

keselamatan dan keamanan di Rumah Sakit

(3) Tim K3RS bersama – sama dengan Bagian Penunjang Umum melakukan identifikasi risiko keselamatan dan

Keamanan setiap tahun dengan hasil identifikasi risiko dan dibuatkan kedalam risk register

(4) Petugas Security melakukan pencatatan saat pemberian identitas pada penunggu pasien, tamu, staf rumah sakit,

pegawai kontrak dan semua yang bekerja dirumah sakit dan melakukan monitoring kepatuhan penggunaan kartu identitas pada

saat patroli

(5) Petugas Security melakukan skrining kepada semua pengunjung/ tamu / penunggu pasien dipintu masuk ke area

Rumah Sakit yang meliputi:

a. Menganjurkan cuci tangan dengan fasilitas cuci tangan yang telah tersedia di area pintu masuk Rumah Sakit

b. Memastikan pengunjung/ tamu sudah menggunakan masker

c. Melakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermogun/ thermoscan yang diarahkan ke dahi pasien dengan

jarak 1-3 cm dari dahi pasien

d. Memastikan tamu/pengunjung dengan suhu >38°C tidak diperkenankan untuk masuk area Rumah Sakit

e. Informasikan kepada tamu/pengunjung dan penunggu pasien agar menggunakan masker dan cuci tangan selama

berada di area Rumah Sakit

(6) Kaur PSRS dan pelaksana PSRS melakukan pemeriksaan fasilitas sesuai jadwal dan membuat rencana perbaikan

berdasarkan hasil pemeriksaan

(7) PSRS melakukan pemasangan CCTV pada area terbatas berdasarkan hasil identifikasi risiko keselamatan dan

keamanan, dengan penempatan monitor CCTV berada diruang security untuk dilakukan pemantauan dan hasil pemantauan
didokumentasikan

(8) Ketentuan mengenai keselamatan dan keamanan lebih lanjut dijelaskan dalam Panduan Keselamatan dan

Keamanan

Pasal 6

(1) Asesmen risiko pra konstruksi (PCRA) dilakukan pada waktu merencanakan pembangunan/ konstruksi,

pembongkaran atau renovasi untuk mengurangi risiko terhadap dampak konstruksi, renovasi, dan demolisis yang meliputi:

kualitas udara, pengendalian infeksi (ICRA), utilitas, kebisingan, getaran, bahan berbahaya, layanan darurat (respon terhadap

kode), dan bahan lain yang mempengaruhi perawatan/pengobatan/layanan.

(2) Asesmen risiko PCRA dilakukan dengan melibatkan semua Instalasi/ urusan yang terkena dampak konstruksi,

konsultan perencana proyek, kontraktor bangunan, Tim K3RS, Tim / Komite PPI, Manager Penunjang Umum, IT, dan Urusan

UPSRS

(3) Tim K3RS, Manager Penunjang Umum, PSRS, Tim / Komite PPI dan Instalasi/Urusan yang berhubungan dengan

PCRA melaksanakan tindaklanjut PCRA berdasarkan hasil asesmen untuk meminimalkan risiko pembongkaran selama renovasi

dan konstruksi

(4) Tim KRS, PSRS dan Tim / Komite PPI bersama – sama melakukan audit kepatuhan kontraktor terhadap

implementasi PCRA selama proses konstruksi dan renovasi berlangsung

(5) Anggaran perbaikan, penggantian, peningkatan, dan perizinan sehingga bangunan, properti, fasilitas, serta

komponen – komponen lainnya termasuk anggaran penerapan PCRA dan ICRA tercantum dalam Rencana Kegiatan dan

Anggaran ( RKA) setiap tahun

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Asesmen Risiko Pra Konstruksi (PCRA) akan dijelaskan lebih lanjut dalam

Panduan Pre Construction Risk Asesmen

BAB IV

BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Pasal 7

(1) Petugas Kesling mengidentifikasi dan menginventarisasi B3 serta limbahnya dengan mengacu kepada kategori B3

dan limbah B3 berdasarkan WHO, yang terdiri dari: infeksius, patologis dan anatomi, farmasi, bahan kimia, logam berat,

kontainer bertekanan, benda tajam, genotoksik/sitotoksik, dan radioaktif.

(2) Petugas Kesling membuat regulasi B3, daftar inventaris B3 dan Limbah B3 meliputi jenis, lokasi dan jumlah yang

ditetapkan dalam SK Direktur, diupdate setiap tahun atau bila ada perubahan yang terjadi dan di distribusikan ke

Instalasi/Urusan yang menyimpan B3

(3) Pengadaan/ pembelian B3 harus disertai dengan MSDS (Material Safety Data Sheet) dilampirkan dari pemasok

(supplier) dan disimpan di setiap tempat penyimpanan B3

(4) Alat Pelindung Diri harus tersedia ditempat penyimpanan B3 untuk digunakan oleh petugas untuk penanganan B3

dan limbah B3

(5) Eyewasher harus tersedia di tempat penyimpanan B3 cair dalam jumlah banyak seperti : TPS B3, Laundry,
Laboratorium dan CSSU (Central Sterilized Suppply Unit)

(6) Setiap tempat penyimpanan B3 dan B3 harus dilengkapi dengan label B3 sesuai dengan karakteristik B3 yang

disimpan

(7) Staf di unit membuat laporan kejadian tumpahan, paparan/ pajanan (exposure) dan insiden lain terkait B3 yang

diserahkan kepada petugas kesling

(8) Petugas Kesling membuat rekapan kejadian tumpahan, paparan/ pajanan ( exposure) setiap 3 bulan yang dilengkapi

dengan analisa dan tindaklanjut

(9) Rumah Sakit harus memiliki Izin IPAL/IPLC yang masih berlaku, Izin TPS B3 yang masih berlaku, Perjanjian

Kerjasama dengan pihak ketiga, izin transporter dan izin pengolah B3 pihak ketiga bila pengolahan B3 dilakukan oleh pihak

lain

Pasal 8

(1) Pengelolaan limbah B3 di Rumah Sakit dilakukan meliputi tahapan:

a. Pemilahan limbah B3.

b. Penyimpanan limbah B3.

c. Pengangkutan limbah B3.

d. Pengolahan limbah B3.

e. Penguburan limbah B3.

f. Penimbunan limbah B3.

(2) Persyaratan tempat penyimpanan limbah B3 di Rumah Sakit meliputi:

a. Lantai kedap (impermeable), berlantai beton/ semen dengan sistem drainase yang baik, mudah dibersihkan, dan

dilakukan desinfeksi.

b. Tersedia sumber air/ kran air dan sabun untuk pembersihan tangan.

c. Mudah diakses untuk penyimpanan limbah.

d. Dapat dikunci untuk menghindari akses oleh pihak yang tidak berkepentingan.

e. Mudah diakses oleh kendaraan yang akan mengumpulkan/ mengangkut limbah.

f. Terlindungi dari sinar matahari, hujan, angin kencang, banjir, dan faktor lain yang berpotensi menimbulkan

kecelakaan atau bencana kerja.

g. Tidak dapat diakses oleh hewan, serangga, atau burung.

h. Dilengkapi dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik dan memadai.

i. Berjarak jauh dari tempat penyimpanan/penyiapan makanan.

j. Peralatan pembersihan, alat pelindung diri, antara lain: masker, sarung tangan, penutup kepala, google, sepatu boot,

pakaian pelindung, dan wadah/kantong limbah harus diletakkan sedekat mungkin dengan lokasi fasilitas penyimpanan.

k. Dinding, lantai, dan langit-langit fasilitas penyimpanan senantiasa dalam keadaan bersih, termasuk pembersihan

lantai setiap hari.


(3) Pengeolaan Air limbah kasus COVID – 19 meliputi:

a. Pengolahan air limbah yang dilakukan yaitu semua air buangan termasuk tinja, berasal dari kegiatan penanganan

pasien COVID-19 yang kemungkinan mengandung mikroorganisme khususnya virus corona, bahan kimia beracun, darah dan

cairan tubuh lain serta cairan yang digunakan dalam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari mulut dan/ atau hidung atau air

kumur pasien dan air cucian alat kerja, alat makan dan minum pasien dan/ atau cucian linen, yang berbahaya bagi kesehatan

bersumber dari kegiatan pasien isolasi COVID – 19, ruang perawatan, ruang pemeriksaan, ruang laboratorium, ruang pencucian

alat dan linen

b. Petugas Kesling harus memastikan semua pipa penyalur air limbah harus tertutup dengan diameter yang memadai

dan semua unit operasi dan unit proses IPAL bekerja optimal

c. Petugas Kesling harus melakukan pemeriksaan instalasi penyaluran setiap hari dan didokumentasikan

d. Unit proses IPAL meliputi proses sedimentasi awal, proses biologi (aerob dan/atau anerob), sedimentasi akhir,

penanganan lumpur, dan desinfeksi dengan klorinasi (sisa klor 0,1 – 0,2mg/l)

e. Lakukan pengukuran kualitas air limbah untuk memastikan semua parameter hasil pengolahan memenuhi baku

mutu air limbah

(9) Pengelolaan limbah B3 medis padat meliputi:

a. Limbah medis padat dapat berupa barang atau bahan sisa hasil kegiatan yang tidak digunakan kembali yang

berpotensi terkontaminasi oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak dengan pasien dan/ atau petugas di Fasyankes yang

menangani pasien COVID -19

b. Dilakukan penyimpanan di TPS limbah B3 dan melakukan desinfeksi dengan menyemprotkan desinfektan (Klorin

0,5%) pada kemasan sampah/ limbah COVID 19 yang telah terikat

c. Limbah B3 medis padat yang telah diikat dilakukan desinfeksi menggunakan klorin 0,5% bila akan dilakukan

pengangkutan oleh pihak ke - 3

d. Melakukan desinfeksi dengan desinfektan dengan klroin 0,5% pada TPS Limbah B3 secara menyeluruh setiap hari

e. Pengolahan limbah B3 dilakukan sekurang – kurangnya 2x24 jam

f. Bila limbah B3 Medis tidak langsung dilakukan pengolahan maka dalam waktu 2x24 jam, maka RS harus

menyediakan freezer/cold storage yang diatur suhunya dibawah 0 derajat didalam TPS

g. Timbunan / volume limbah B3 harus tercatat dalam logbook setiap hari

h. Memiliki manifest dan bukti pemusnahan limbah B3

i. Pengolahan limbah B3 yang dilakukan dengan pihak ke–3 dilengkapi perjanjian kerja sama, dengan persyaratan

pengolah memiliki izin operasional pengolah limbah ketiga izin transporter

j. Melakukan pelaporan pada Kementrian Lingkungan Hidup dan kehuatanan terkait jumlah limbah B3 Medis yag

dikelola melalui Dinas Lingkungan Hidup provinsi/ Kabupaten/ Kota

(10) Pengelolaan Limbah Padat Domestik yang berasal dari kegiatan kerumah tanggaan atau sampah sejenis seperti sisa

makanan, kardus, kertas baik organik maupun anorganik disimpan ditempat penyimpanan sementara limbah pada domestik

paling lama 1 x 24 jam untuk dilakukan pengambilan oleh pihak ke – 3 kemudian tempat penyimpanan sementara limbah

domestik dilakukan desinfeksi setelah dilakukan pengambilan limbah

(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 dan Limbah B3 akan dijelaskan lebih lanjut dalam Pedoman
Pengelolaan B3 dan Limbah B3

BAB V

PENANGGULANGAN BENCANA

Pasal 9

(1) Program Kesiapan Menghadapi Bencana disusun setiap tahun secara kolaboratif antara Bagian Penunjang Umum,

Tim K3RS dan Tim Kesiapan penanggulangan bencana dengan rincian kegiatan:

a. Menentukan jenis, kemungkinan terjadi, dan konsekuensi bahaya, ancaman, dan kejadian.

b. Menentukan integritas struktural di lingkungan pelayanan pasien yang ada, dan apabila terjadi bencana.

c. Menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa / kejadian tersebut

d. Menentukan strategi komunikasi dalam waktu kejadian.

e. Mengelola sumber daya selama kejadian, termasuk sumber-sumber alternatif

f. Mengelola kegiatan klinis selama kejadian, termasuk tempat pelayanan alternatif pada waktu kejadian.

g. Mengidentifikasi dan menetapkan peran dan tanggung jawab staf selama kejadian.

h. Mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung jawab pribadi staf dengan tanggung jawab rumah

sakit untuk tetap menyediakan pelayanan pasien.

i. Partisipasi rumah sakit untuk tetap menyediakan pelayanan yang tersedia

(2) Bagian Penunjang Umum, Tim K3RS dan Tim Kesiapan penanggulangan bencana melakukan identifikasi risiko

bencana internal dan eksternal termasuk wabah/ pandemi setiap tahun berupa hasil Hazard and Vulnerability Asesmen (HVA)

dan bukti pengisian self asesmen Hospital Safety Indeks ( HSI)

(3) Bagian Penunjang Umum, Tim K3RS, Tim Kesiapan Penanggulangan Bencana dan Komite / Tim PPI melakukan

identifikasi risiko bencana wabah/pandemi dengan menggunakan Hazzard and Vulnerability Asesmen (HVA), membuat

Hospital Safety Indeks dan ICRA

(4) Kesiapan Rumah Sakit bila terjadi wabah besar/pandemikc meliputi:

a. Mitigation ( Mitigasi)

Tindakan yang dilakukan untuk mereduksi probabilitas, kegawatan dan atau dampak dari potensi emergensi, upaya yang

dilakukan :

1) Menyusun Hazard Vulnerability Asesmen (HVA)

2) Melakukan self asesmen kesiapan bencana secara umum dengan menggunakan hospital safety indeks (HSI)

3) Melakukan self asesmen kesiapan bencana khusus COVID dengan menggunakan Instrumen Comprehensive

Hospital Preparedeness Checklist for COVID

b. Preparedness (Kesiapsiagaan)

Rumah Sakit mengidentifikasi dan menyiapkan sumber daya yang akan digunakan jika terjadi kondisi kedaruratan wabah besar/
pandemik.

1) Membentuk Tim Penanggulangan Bencana COVID – 19

2) Menyiapkan fasilitas yang dilengkapi sarana dan prasana untuk bencana COVID

3) Menyiapkan sumber daya :

a) Menyiapkan sumber daya manusia (SDM)

b) Menyediakan APD

c) Menyediakan peralatan medis

d) Menyediakan sarana penunjang – pengelolaan limbah medis dan kesehatan lingkungan

e) Menyediakan asupan gizi dan pemberian makanan tambahan bagi tenaga kesehatan

4) Melakukan pelatihan/ simulasi

c. Response (Tanggapan Bencana)

Rumah Sakit perlu mengembangkan dan menerapkan proses untuk menangani lonjakan mendadak (outbreak) penyakit infeksi

airbone, Langkah yang dilakukan yaitu:

1) Menyusun skenario penempatan pasien

2) Menyiapkan ruangan IGD khusus, OK Khusus, ruang perawatan khusus (isolasi covid)

3) Melakukan edukasi staf tentang pengelolaan pasien infeksius jika terjadi outbreak penyakit infeksi airbone

4) Melakukan strategi komunikasi saat terjadi bencana baik komunikasi eksternal dan komunikasi internal

5) Melakukan pengelolaan sumber daya

d. Recovery (Pemulihan)

Rumah Sakit melakukan perencanaan unutk mengoptimalkan fase pemulihan yang meliputi: kebijakan penunjang, pembagian

tugas dan system komando bencana, system komunikasi dan informasi, pelaporan data, fasilitas penunjang serta sistem evaluasi

dan pengembangan terhadap pelayanan Rumah Sakit

(5) Rumah Sakit memiliki ruang dekontaminasi di IGD dengan persyaratan:

a. Ruangan ditempatkan di sisi depan/luar ruang gawat darurat, terpisah dengan ruang gawat darurat.

b. Pintu masuk menggunakan jenis pintu swing¸ membuka ke arah dalam.

c. Bahan penutup pintu dapat mengantisipasi benturan-benturan brankar.

d. Bahan penutup lantai tidak licin dan tahan terhadap air.

e. Konstruksi dinding tahan terhadap air sampai dengan ketinggian 120 cm dari permukaan lantai.

f. Ruangan dilengkapi dengan washtafel dan pancuran air (shower).

(5) Rumah Sakit harus melakukan simulasi kesiapan menghadapi kedaruratan, wabah dan bencana setiap tahun secara

internal maupun eksternal dengan peserta simulasi semua pegawai/ staf Rumah Sakit, pegawai kontrak dan pegawai

tenant/penyewa lahan

(6) Rumah sakit harus melakukan simulasi sesuai dengan skenario penempatan pasien bila terjadi wabah / pandemik

dengan penyakit infeksi airbone dengan peserta simulasi seluruh staf yang terkait dengan pelayanan di RS

(7) Bukti pelaksanaan simulasi kesiapan menghadapi bencana harus dilengkapi dengan bukti debriefing (pelaksanaan

diskusi) yang dilaksanakan diakhir simulasi dan bukti daftar peserta simulasi
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penanganan Disaster RS akan dijelaskan lebih lanjut dalam Pedoman Hospital

Disaster

BAB VI

PROTEKSI KEBAKARAN

Pasal 10

(1) Program proteksi kebakaran disusun setiap tahun secara kolaboratif antara Bagian Penunjang Umum dan Tim

K3RS dengan rincian kegiatan;

a. Pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko

b. Penanganan bahaya kebakaran yang terkait dengan konstruksi apapun, di atau yang berdekatan dengan bangunan

yang ditempati pasien

c. Penyediaan sarana jalan keluar yang aman dan tidak terhalangi bila terjadi kebakaran

d. Penyediaan sistem peringatan dini, deteksi dini diantaranya detektor asap, alarm kebakaran, dan patroli kebakaran

(fire patrols)

e. Penyediaan mekanisme pemadaman api diantaranya selang air, bahan kimia pemadam api (chemical suppressants),

atau sistem sprinkler.

(2) Manager Penunjang Umum bersama – sama dengan Urusan PSRS dan Tim K3RS melakukan asesmen risiko

kebakaran/ fire safety risk asesmen (FRSA) setiap tahun dan menetapkan tindak lanjut berdasarkan hasil asesmen risiko

(3) Asesmen risiko proteksi kebakaran meliputi:

a. Tekanan dan risiko lainnya di Kamar Operasi.

b. Sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi pengendalian api dan asap.

c. Daerah berbahaya (dan ruang di atas langit-langit di seluruh area) seperti kamar linen kotor, tempat pengumpulan

sampah, dan ruang penyimpanan oksigen.

d. Sarana jalan keluar/evakuasi.

e. Dapur yang memproduksi dan peralatan masak.

f. Laundry dan linen.

g. Sistem tenaga listrik darurat dan peralatan.

h. Gas medis dan komponen sistem vakum.

(4) Rumah Sakit harus memiliki sistem deteksi dini yang terdiri dari: smoke detector dan heat detector dan fire alarm

(5) Rumah Sakit harus mempunyai sistem kebakaran aktif yang meliputi sprinkle, APAR, hydrant dan pompa

kebakaran

(6) Rumah Sakit harus memiliki jalur evakuasi yang aman dan bebas hambatan bila terjadi kebakaran dan kedaruratan

bukan kebakaran

(7) Semua staf wajib mengikuti pelatihan penanggulanagan penanggulangan kebakaran minimal 1 (satu) kali dalam

setahun termasuk simulasi evakuasi pasien ke tempat yang aman

(8) Pelaksana PSRS melakukan pemeriksaan,uji coba dan pemeliharaan peralatan pemadaman kebakaran sesuai jadwal
yang telah ditetapkan

(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan kebakaran di Rumah Sakit dijelaskan dalam Panduan Penanganan

Kebakaran

Pasal 11

(1) Rumah sakit merupakan kawasan tanpa rokok dan asap rokok termasuk larangan menjual rokok yang berlaku

untuk staf rumah sakit, pasien, keluarga dan pengunjung RS

(2) Petugas security melakukan monitoring pelaksanaan larangan merokok di RS dengan cara patroli keseluruh area

RS, hasil monitoring disampaikan kepada Manager Penunjang Umum dan dilaporkan kepada Direktur RS

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai Kawasan tanpa asap rokok dijelaskan dalam Panduan Kawasan Tanpa Asap

Rokok

BAB VII

PERALATAN MEDIS

Pasal 12

(1) Teknisi Elektromedik menyusun program pemeliharaan preventif dan kalibrasi setiap tahun yang meliputi:

a. Inventarisasi peralatan medis yang meliputi peralatan medis milik rumah sakit, peralatan medis kerja sama

operasional (KSO) milik pihak ketiga

b. Melakukan uji fungsi peralatan medis sesuai penggunaan dan ketentuan pabrik

c. Pelatihan penggunaan dan pemeliharaan peralatan medis

d. Melakukan pemeriksaan peralatan medis secara teratur

e. Melakukan pemeriksaan preventif dan kalibrasi

(2) Teknisi Elektromedik membuat daftar inventaris yang dilengkapi dengan identifikasi risiko dan strategi

menurunkan risiko, laporan kejadian KTD semua peralatan medis dan alat KSO yang digunakan di RS

(3) Teknisi Elektromedik melakukan pemeriksaan peralatan medis disetiap unit dan hasil pemeriksaan

didokumentasikan

(4) Semua peralatan medis dilakukan uji fungsi sejak baru, sesuai umur dan sesuai rekomendasi pabrik dengan hasil

uji fungsi didokumentasikan

(5) Semua peralatan medis dilakukan pemeliharaan preventif oleh Petugas Teknisi Elektromedik / Atem, petugas di

unit kerja yang mengoperasionalkan

(6) Semua peralatan medis dilakukan kalibrasi sesuai jadwal oleh pihak ke 3 yang telah ditetapkan oleh RS seperti

BAPETEN dan lain – lain

(7) Kegiatan pemeriksaan, uji coba dan pemeliharaan peralatan medis dilakukan oleh Teknisi Elektromedik yang
sudah memiliki Ijazah, perizinan dan sertifikat pelatihan

Pasal 13

(1) Bila ditemukan peralatan medis yang berbahaya, peralatan medis yang harus direcall, insiden peralatan medis dan

masalah kegagalan peralatan medis maka dilakukan rapat pembahasan antara Manager Penunjang Medis, Teknisi Elektromedik,

Kepala Instalasi yang terkait, Staf yang terkait dengan kejadian tersebut

(2) Insiden Keselamatan Pasien yang berhubungan dengan peralatan medis dilaporkan secara internal ke Tim KPRS,

secara eksternal ke Komite Nasional Keselamatan Pasien melalui website dan KARS melalui SISMADAK

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan peralatan medis di jelaskan dalam Pedoman Manajemen Peralatan

Medis

BAB VIII

SISTEM UTILITAS

Pasal 14

(1) Urusan PSRS menyusun program manajemen utilitas setiap tahun untuk melaksanakan pemeliharaan, pemeriksaan

secara berkala, pemeliharaan dan perbaikan sistem utiltias

(2) Urusan PSRS menyusun daftar inventaris sistem utilitas serta pendistribusiannya yang ditetapkan dalam SK

Direktur dan dilakukan pembaharuan sesuai kondisi terkini

(3) Sistem utilitas yang ada di RS meliputi: jaringan listrik, air,ventilasi dan aliran udara, gas medik, perpipaan,

limbah, sistem komunikasi dan data ( teknologi informasi)

(4) Sistem utilitas utama di RS meliputi : jaringan listrik, air, sistem komunikasi dan data IT

(5) Petugas PSRS melakukan pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan semua sistem utilitas sesuai jadwal dengan

hasil pemeriksaan, pengujian dan pemeliharaan didokumentasikan

(6) Petugas PSRS melakukan pemasangan label pada tuas – tuas control sistem utilitas untuk membantu pemadaman

darurat secara keseluruhan atau sebagian

(7) Petugas PSRS dan petugas Kesling melakukan identifikasi risiko kegagalan listrik dan air setiap tahun dan

dilakukan pembaharuan bila terjadi perubahan sesuai kondisi RS

(8) Unit SIMRS melakukan identifikasi risiko kegagalan teknologi informasi setiap tahun dan dilakukan pembaharuan

bila terjadi perubahan sesuai kondisi RS

(9) Rumah Sakit memiliki sumber alternatif air bersih bila terjadi gangguan yang ditetapkan dalam perjanjian
(10) Rumah Sakit memiiki sumber listrik alternatif dalam bentuk genset, UPS (Uninterruptible Power Supply) pada alat

– alat tertentu seperti pada alat bantu napas dan server sentral

(11) Rumah sakit memiliki sistem pengaman teknologi informasi yang digunakan untuk menanggulangi kegagalam

sistem komunikasi dan data IT

(12) Sumber air bersih dan listrik alternatif dilakukan uji coba untuk meminimalisasi risiko kegagalan sistem utilitas di

area – area yang ditetapkan berisiko terjadinya kegagalan

(13) Petugas Kesehatan Lingkungan melakukan pemeriksaan air bersih dan air limbah dilaboratorium yang sudah

terkareditasi nasional dengan ketentuan pemeriksaan :

a. Pemeriksaan air untuk keperluan higiene sanitasi untuk parameter kimia dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali dan untuk
parameter biologi setiap 1 (satu) bulan sekali

b.Pemeriksaan kualitas air untuk hemodialisis dilakukan dengan cara:


1) Pemeriksaan kesadahan (magnesium dan kalsium) dilakukan sebelum dan sesudah pengolahan setiap 6 bulan

sekali, atau pada awal disain dan jika ada penggantian media karbon.

2) Pemeriksaan khlorin dilakukan pada saat penggunaan alat baru dan setiap pergantian shift dialysis.

3) Pemeriksaan bakteria (jumlah kuman) dilakukan pada saat penggunaan alat baru dan setiap bulan sekali.

4) Pemeriksaan endotoksin (jumlah endotoksin) dilakukan pada saat penggunaan alat baru dan setiap 1 bulan sekali

5) Pemeriksaan kimia dan logam berat pada saat penggunaan alat baru, setiap 6 bulan atau saat perubahan reverse

osmosis (RO)

c.Pemeriksaan limbah cair dilakukan dilakukan setiap bulan, hasil pemeriksaan didokumentasikan
d.Pemeriksaan tahunan untuk menilai kontaminasi zat kimia, hasil pemeriksaan didokumentasikan
(14) Petugas Kesling melakukan monitoring dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan mutu air yang bermasalah

(15) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan sistem utilitas dijelaskan dalam Panduan Sistem Uitlitas

BAB IX

PROGRAM MONITORING FASILITAS

Pasal 15

(1)Pelaporan insiden keselamatan terkait manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang berhubungan dengan staf RS dilaporkan
kepada Tim K3RS, dilakukan analisis insiden dan tindaklanjut

(2)Pelaporan insiden keselamatan terkait manajemen risiko fasilitas dan lingkungan yang berhubungan dengan pasien dilaporkan
secara internal kepada Tim KPRS, dilakukan analisis insiden dan tindak lanjut

BAB IX

PENDIDIKAN STAF

Pasal 16

(1)Program diklat Manajemen Fasilitas dan Keselamatan dilaksanakan untuk semua staf di RS termasuk pengunjung, supplier,
pekerja kontrak/ outsourcing
(2)Program diklat Manajemen Fasilitas dan Keselamatan dilaksanakan meliputi materi:
a. Peranan staf dalam menghadapi kebakaran

b. Pelaporan keselamatan dan keamanan

c. Kewaspadaan dan prosedur, penyimpanan, penanganan gas medis, B3 dan limbah B3

d. Prosedur penanganan kedaruratan serta bencana internal atau eksternal

e. Cara menjalankan dan pemeliharaan peralatan medis

f. Cara menjalankan dan pemeliharaan sistem utilitas

(3)Urusan Diklat mendokumentasikan bukti pelatihan manajemen risiko fasilitas dan keselamatan dalam bentuk TOR, undangan,
materi, absensi, hasil pre test dan post test, laporan pelaksanaan diklat dan sertifikat

Pasal 28

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan

BAB X

PENUTUP

Pasal 29

Pencabutan Regulasi

Dengan diberlakukannya Peraturan Direktur ini maka:

1. Keputusan Direktur Utama …… Hospital Group Nomor 3844/SK-DIR/singkatan rs/X/2010 tentang Standar

Minimal Peralatan Medis (Per - Instalasi)

2. Keputusan Direktur Utama …….Hospital Group Nomor 561 /KEP-DIR/singakatan rs/X/2012 tentang Kebijakan

Keamanan dan Keselamatan di Lingkungan ….. Hospital Group

Pasal 30

Penetapan

Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Manado

Pada tanggal : 14 April 2021

DIREKTUR,

Nama direktur rs

Anda mungkin juga menyukai