Anda di halaman 1dari 11

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT

NOMOR : / SK /RSUA /II/ 2018

TENTANG

KEBIJAKAN MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN


PADA RUMAH SAKIT UMUM ANANDA SRENGAT

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM ANANDA SRENGAT,

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di lingkungan


RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT, diperlukan adanya kebijakan
sebagai landasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a di


atas, dipandang perlu menetapkan Kebijakan Manajemen Fasilitas dan
Keselamatan pada Rumah Sakit Umum Daerah dengan Keputusan
Kepala Rumah Sakit;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


(LNRI Tahun 1970 Nomor 1, TLNRI Nomor 2918);

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung


(LNRI Tahun 2002 Nomor 134, TLNRI Nomor 4247);

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (LNRI


Tahun 2003 Nomor 39, TLNRI Nomor 4279);

4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran


(LNRI Tahun 2004 Nomor 116, TLNRI Nomor 4431);

5. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan


(LNRI Tahun 2009 Nomor 133, TLNRI Nomor 5052);

6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup (LNRI Tahun 2009 Nomor 140, TLNRI
Nomor 5059);

7. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (LNRI Tahun


2000 Nomor 144, TLNRI Nomor 5063);
8. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (LNRI
Tahun 2009 Nomor 153, TLNRI Nomor 5072);

9. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah


(LNRI Tahun 2014 Nomor 244, TLNRI Nomor 4578), sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LNRI Tahun 2015 Nomor 58,
TLNRI Nomor 5679);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER. 05/MEN/1996 tentang


11. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/MENKES/PER/VIII/2011


12. tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 147 Tahun 2010 tentang Perizinan


Rumah Sakit;
13.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit;
14.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 530/MENKES/PER/2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja dalam Pengamanan Fasilitas Kesehatan
15. Peraturan Menteri Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan
2351/Menkes/Per/2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 530/MENKES/PER/2007 tentang Organisasi dan Tata
Kerja dalam Pengamanan Fasilitas Kesehatan Peraturan Menteri
Kesehatan;

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi


Ketenagakerjaan;
16.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 Tahun 2014 tentang Klasifikasi
dan Perizinan Rumah Sakit;
17.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.56/MenLH-Setjen/2015 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis
18. Pengelolaan Limbah B3 Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Pokok-Pokok


Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2013;
19.
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Lembaga Teknis Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 tentang Perubahan
20. Kedua atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Lembaga Teknis Daerah;

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang


Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

21. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/MENKES/SK/X/2004


tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;

22.
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan;

24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 66 Tahun 2016


Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit

25. Pedoman Teknis Bangunan Rumah Sakit kelas B Direktorat Bina


Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Direktorat Bina
Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2012.

26 Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit Sistem Proteksi Kebakaran


Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan
Direktorat Bina Upaya Kesehatan Kementrian Kesehatan RI tahun 2012

26. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016


Tentang Persyaratan Teknis Bangunan Dan Prasarana Rumah Sakit

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEBIJAKAN MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN PADA


RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT.

KESATU : Memberlakukan kebijakan Manajemen Fasilitas dan Keselamatan pada RUMAH


SAKIT ANANDA SRENGAT.

KEDUA : Kebijakan Manajemen fasilitas dan Keselamatan sebagaimana dimaksud diktum


KESATU tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
keputusan ini.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Blitar
pada tanggal .................... 2018

DIREKTUR RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT,

dr. Tanti Sri Gita Ramdani

Tembusan :
1. ..................................;
2. ....................................

LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT


NOMOR : .......................................
TANGGAL : ......................... 2018
PERIHAL : KEBIJAKAN MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN PADA
RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT

KEBIJAKAN MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN


PADA RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT

A. KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN


1. Rumah sakit melakukan perawatan bangunan gedung mengedepankan keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan dan/atau tidak mengganggu penghuni (pasien, keluarga, staf dan
pengunjung) Rumah Sakit sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang berlaku.
2. Pimpinan mengetahui dan mentaati peraturan/perundang-undangan mengenai pemeriksaan
fasilitas/lingkungan rumah sakit.
3. Sarana dan prasarana rumah sakit harus dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik
serta harus memenuhi standar pelayanan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan kerja.
4. Rumah sakit melakukan pemeliharaan sarana dan prasarana secara berkala dan terukur.
5. Dilaksanakan sertifikasi untuk alat-alat tertentu sesuai dengan ketetapan dalam peraturan
perundang-undangan.
6. Rumah Sakit menerapkan manajemen fasilitas dan keselamatan yang efektif meliputi
perencanaan, pendidikan, dan pemantauan multi disiplin meliputi :
a. merencanakan ruang, peralatan dan sumber daya yang dibutuhkan agar aman dan efektif
untuk menunjang pelayanan;
b. seluruh staf dididik tentang fasilitas, cara mengurangi risiko dan bagaimana memonitor dan
melaporkan situasi yang menimbulkan risiko;
c. kriteria kinerja digunakan untuk mengevaluasi sistem yang penting dan untuk
mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan;
d. unit non hospital (cafetaria atau toko) juga mematuhi rencana manajemen dan keselamatan
fasilitas.
7. Rumah Sakit membuat monitoring yang menyediakan data insiden, cedera dan kejadian lainnya
yang mendukung perencanaan dan pengurangan risiko lebih lanjut.

B. PROGRAM MANAJEMEN RISIKO FASILITAS DAN LINGKUNGAN


Program manajemen risiko diperlukan untuk mengelola risiko-risiko di lingkungan pelayanan pasien
dan tempat kerja staf. Rumah sakit menyusun satu program induk atau beberapa program terpisah
yang meliputi sebagai berikut:
1. Keselamatan dan Keamanan
a. Keselamatan–sejauh mana bangunan, area, dan peralatan rumah sakit tidak menimbulkan
bahaya atau risiko bagi pasien, staf, atau pengunjung
b. Keamanan–perlindungan terhadap kerugian, kerusakan, gangguan atau akses, atau
penggunaan oleh pihak yang tidak berwenang.
2. Bahan Berbahaya dan Beracun ( B3 ) dan limbahnya–penanganan, penyimpanan,
penggunaan bahan radioaktif dan lainnya dikendalikan, serta limbah berbahaya ditangani secara
aman.
3. Penanggulangan Bencana ( emergensi ) –respons pada wabah, bencana, dan keadaan darurat
direncanakan dan berjalan efektif.
4. Proteksi Kebakaran ( Fire Safety ) –297property dan para penghuni dilindungi dari bahaya
kebakaran dan asap.
5. Peralatan medis–pemilihan, pemeliharaan, dan penggunaan teknologi dengan cara yang aman
untuk mengurangi risiko.
6. Sistem penunjang ( utilitas ) –pemeliharaan sistem listrik, air, dan sistem penunjang lainnya
dengan tujuan mengurangi risiko kegagalan operasional.

C. KESELAMATAN DAN KEAMANAN

1. Semua unit kerja harus melaksanakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien.
2. Rumah sakit perlu mempunyai program pengelolaan keselamatan keamanan yang kegiatannya
meliputi
a) melakukan asesmen risiko secara komprehensif dan proaktif untuk mengidentifikasi
bangunan, ruangan/area, peralatan, perabotan, dan fasilitas lainnya yang berpotensi
menimbulkan cedera. Sebagai contoh, risiko keselamatan yang dapat menimbulkan cedera
atau bahaya termasuk di antaranya perabotan yang tajam dan rusak, kaca jendela yang
pecah, kebocoran air di atap,serta lokasi tidak ada jalan keluar saat terjadi kebakaran.
Karena itu, rumah sakit perlu melakukan pemeriksaan fasilitas secara berkala dan
terdokumentasi agar rumah sakit dapat melakukan perbaikan dan menyediakan anggaran
untuk mengadakan pergantian atau “upgrading”;
b) melakukan asesmen risiko prakontruksi ( pra construction risk assessmen/PCRA ) setiap
ada kontruksi, renovasi, atau penghancuran bangunan/demolish;
c) merencanakan dan melakukan pencegahan dengan menyediakan fasilitas pendukung yang
aman dengan tujuan mencegah kecelakaan dan cedera, mengurangi bahaya dan risiko,
serta mempertahankan kondisi aman bagi pasien, keluarga, staf, dan pengunjung;
d) menciptakan lingkungan yang aman dengan memberikan identitas ( badge nama
sementara atau tetap ) pada pasien, staf, pekerja kontrak, tenant/penyewa lahan, keluarga
( penunggu pasien ) , atau pengunjung ( pengunjung di luar jam besuk dan tamu rumah
sakit ) sesuai dengan regulasi rumah sakit;
e) melindungi dari kejahatan perorangan, kehilangan, kerusakan, atau pengrusakan barang
milik pribadi;
f) melakukan monitoring pada daerah terbatas seperti ruang bayi dan kamar operasi serta
daerah yang berisiko lainnya seperti ruang anak, lanjut usia, dan kelompok pasien rentan
yang tidak dapat melindungi diri sendiri atau memberi tanda minta bantuan bila terjadi
bahaya
3. Setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam keselamatan dan kesehatan kerja (K3) termasuk
penggunaan alat pelindung diri dalam melaksanakan tugas.
4. Setiap pihak ketiga yang bekerja di RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT wajib mematuhi
program keselamatan dan mutu yang telah ditetapkan.
5. Bangunan dan fasilitas di RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT memperhatikan aspek
keselamatan dan keamanan pasien dan karyawan.
6. Pengawasan terhadap fasilitas keselamatan dievaluasi dan dilaporkan secara berkala kepada
Kepala.
7. RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT menerapkan aturan dilarang merokok di area rumah
sakit.
8. Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan Hemodialisa.
9. Untuk menjamin keamanan, semua staf, pengunjung, vendor/pedagang dan lainnya di
rumahsakit di identifikasi dan diberi tanda pengenal (badge) yang sementara atau tetap atau
langkah identifikasi lainnya, juga seluruh area yang seharusnya aman, seperti ruang perawatan
bayi baru lahir, ayang aman dan dipantau;
10. Rumah Sakit melakukan pemeriksaan seluruh gedung pelayanan pasien dan mempunyai
rencana untuk mengurangi risiko yang nyata serta menyediakan fasilitas fisik aman bagi pasien,
keluarga, staf dan pengunjung
11. Rumah Sakit merencanakan dan menganggarkan untuk meningkatkan atau mengganti sistem,
bangunan atau komponen berdasarkan hasil inspeksi terhadap fasilitas dan tetap mematuhi
peraturan perundangan
12. Rumah Sakit menganalisa situasi, dengan melihat sumber daya yang kita miliki, sumber dana
yang tersedia dan bahan potensial apa yang mengancam keselamatan dan keamanan
bekerja di rumah sakit
13. Memonitor, mengendalikan, mengevaluasi dan merencanakan pengembangan K3 Rumah
Sakit dilaksanakan oleh kepanitiaan yang disebut Panitia Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Rumah Sakit (PK3RS).
14. Melaksanakan sosialisasi keselamatan dan keamanan kerja kepada seluruh karyawan dalam
bentuk pelatihan, leaflet, poster, penyuluhan dan lain – lain.
15. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja), termasuk penggunaan alat pelindung diri (APD), serta
selalu mengacu pada pencegahan dan pengendalian infeksi.

D. BAHAN BERBAHAYA
1. Segala jenis pengadaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus menyertakan Material Safety
Data Sheet (MSDS).
2. Pengelolaan limbah padat dan cair dikelola oleh Unit Sanling dan Pemulasaran Jenazah.
3. Pembuangan limbah harus dibedakan limbah infeksius dan non infeksius.
4. Pembuangan jarum suntik dikumpulkan di tempat yang tidak tembus (puncture proof) dan
dihancurkan
5. Pemeriksaan kualitas udara ambient, air limbah, dan air bersih dilakukan oleh Balai Besar
Teknik Kesehatan Lingkungan atau laboratorium swasta yang telah terakreditasi Komite
Akreditasi Nasional (KAN).
6. Penyelenggaraan pelayanan kebersihan lingkungan dan penghijauan, keamanan, parker, laundry,
pengendalian binatang pengganggu, dan pengelolaan limbah Bahan Beracun dan Berbahaya
(B3) di RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT dilakukan oleh pihak ketiga yang telah
bekerjasama dengan RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT dan pengawasannya menjadi
tanggung jawab Unit Sanling dan Pemulasaran Jenazah.
7. Penanganan, penyimpanan dan penggunaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) harus
dikendalikan dan Limbah B3 dibuang secara aman.
8. Rumah Sakit mempunyai rencana tentang inventaris, penanganan, penyimpanan dan
penggunaan bahan berbahaya serta pengendalian dan pembuangan bahan dan limbah
berbahaya
9. Setiap bahan berbahaya dan beracun (B3) pada wadah atau kemasan harus dicantumkan
penandaan yang meliputi nama dagang, bahan aktif, isi berat netto, kalimat peringatan dan tanda
atau simbol bahaya
10. Rumah Sakit memastikan bahwa bahan berbahaya dan beracun tersebut terpisah dari
bahan – bahan lain dan jauh dari api
11. Rumah Sakit harus mengetahui sifat dan karakteristik dari penanganan, penyimpanan dan
penggunaan B3 tersebut yang meliputi:
a. Identifikasi Potensial Budaya
1) Identifikasi dan penilaian resiko dilaksanakan oleh petugas yang berkompeten (petugas
terkait, gudang, laboratorium, radiologi dan apotik).
2) Penentuan penanganan bahan/material dilaksanakan secara manual atau mekanis
ditetapkan berdasarkan hasil identifikasi.
b. Sistem Pengangkutan, Penyimpanan dan Pembuangan
1) Sistem pengangkutan bahan material yang diterima untuk pemindahan dari
pengangkutan ke dalam gudang dilakukan secara manual yang dilaksanakan
dengan perlakuan yang benar guna menghindari tumpahan atau ceceran.
2) Pemindahan ini dilakukan dengan tenaga manusia dengan mempergunakan alat bantu
troli. Pemindahan secara mekanis pada umumnya tidak dilakukan mengingat
berat bahan yang diangkut tidaklah terlalu berat.
3) Penyimpanan
Spesifikasi (jenis) lainnya (gudang/penempatan harus terpisah dari bahan lain)
dilengkapi dengan label B3 dan MSDS yang sesuai dengan spesifikasi, khusus dengan
bahan-bahan B3 harus diberi label peringatan yang jelas untuk diketahui bahaya dari
masing-masing bahan dan cara penanganan.
c. Pemindahan dan Penggunaan
1) Dalam pengambilan bahan material dari gudang untuk dipergunakan di lokasi kerja
harus memperhatikan aspek K3 (menghindari tumpahan, kebocoran, ceceran dan
kerusakan) sesuai dengan petunjuk pedoman teknis yang berlaku.
2) Petugas pelaksana yang menangani pemindahan dan penggunaan harus
memperhatikan aspek K3 dan harus mengenakan APD, alat bantu yang memadai dan
apabila terjadi tumpahan atau ceceran pada saat pemindahan harus ditangani
sesuai dengan instruksi kerja dan pedoman kerja yang berlaku.
d. Pengendalian Barang-barang Rusak dan Kadaluarsa
Bahan-bahan yang diidentifikasi telah mengalami kerusakan dan kadaluarsa
ditempatkan di tempat yang aman secara khusus, tidak dapat dipergunakan, tercatat
dan penanganannya harus sesuai dengan instruksi kerja.
e. Pembuangan dan Penyimpanan
Barang bekas yang dinyatakan tidak dapat dipergunakan lagi harus disimpan sesuai
ketentuan yang berlaku, ditempatkan secara khusus dan tercatat agar tidak
dipergunakan lagi.
1) Khusus wadah bekas bahan B3 harus di beri label dengan jelas sesuai sifat bahan
tersebut (beracun, iritasi, korosif dan lain –lain).
2) Wadah bekas bahan kimia cair disimpan dan tidak dibenarkan dipakai untuk
kegiatan lain.
3) Penanganan limbah padat dan limbah cair sesuai dengan Peraturan Perundangan
yang berlaku (Peraturan Lingkungan Hidup).
4) Melaksanakan sosialisasi penanganan, penyimpanan dan penggunaan bahan
berbahaya dan beracun (B3) kepada seluruh karyawan dalam bentuk pelatihan,
penyuluhan dan lain-lain.
5) Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3
(Keselamatan dan Kesehatan Kerja), termasuk penggunaan alat pelindung diri
(APD), serta selalu mengacu pada pencegahan dan pengendalian infeksi.

E. KESIAPAN PENANGGULANGAN BENCANA


1. Rumah sakit mengembangkan dan memelihara program manajemen disaster untuk menanggapi
keadaan disaster serta bencana alam atau lainnya yang memiliki potensi terjadi dimasyarakat
2. Dalam keadaan darurat, bencana, dan krisis lainnya maka masyarakat harus dapat melindungi
kehidupan dan kesejahteraan penduduk yang terkena dampaknya terutama dalam hitungan menit
dan jam segera setelah dampak atau keterpaparan tersebut.
3. Rumah Sakit menyusun program manajemen disaster tersebut. Program tersebut menyediakan
proses untuk
a) menentukan jenis yang kemungkinan terjadi dan konsekuensi bahaya, ancaman, dan
kejadian;
b) menentukan integritas struktural di ingkungan pelayanan pasien yang ada dan bagaimana
bila terjadi bencana;
c) menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa/kejadian tersebut;
d) menentukan strategi komunikasi pada waktu kejadian;
e) mengelola sumber daya selama kejadian termasuk sumber-sumber alternatif;
f) mengelola kegiatan klinis selama kejadian termasuk tempat pelayanan alternatif pada waktu
kejadian;
g) mengidentifikasi dan penetapan peran serta tanggung jawab staf selama kejadian; dan
proses mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung jawab pribadi staf
dan tanggung jawab rumah sakit untuk tetap menyediakan pelayanan pasien

F. BENCANA DAN KEBAKARAN

1. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran di Rumah Sakit ditetapkan, sebagai berikut :


a. tersedia sistem deteksi otomatis api dan asap kebakaran di rumah sakit;
b. tersedia alat pemadam api ringan dan hydrant di rumah sakit dengan jumlah yang cukup
dan sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku;
c. tersedia rambu-rambu/petunjuk evakuasi apabila terjadi kebakaran di rumah sakit.
2. Berdasar atas hasil asesmen risiko rumah sakit agar menyusun program untuk
a) pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko seperti penyimpanan dan penanganan
bahan-bahan mudah terbakar secara aman, termasuk gas-gas medis yang mudah terbakar
seperti oksigen;
b) penanganan bahaya yang terkait dengan konstruksi apapun di atau yang berdekatan
dengan bangunan yang ditempati pasien;
c) penyediaan jalan keluar yang aman dan tidak terhalangi apabila terjadi kebakaran;
d) penyediaan sistem peringatan dini, deteksi dini seperti detektor asap, alarm kebakaran,
dan patroli kebakaran ( fire patrols ) ; dan
e) penyediaan mekanisme pemadaman api seperti selang air, bahan kimia pemadam api
( chemical suppressants ) , atau sistem sprinkler
3. Sistem proteksi kebakaran diinspeksi, diuji coba dan dipelihara sekurang - kurangnya setiap 6
bulan sekali serta didokumentasikan.
4. Rumah Sakit memilki tim penanggulangan bencana massal dan tim tanggap darurat kebakaran
yang telah terlatih dan memahami Code Red.

G. PERALATAN MEDIS

1. Alat medis yang menggunakan sinar peng-ion harus memenuhi ketentuan atau persyaratan yang
berlaku serta harus diawasi oleh lembaga yang berwenang.
2. Peralatan medis yang berada di rumah sakit dilakukan uji fungsi atau dikalibrasi secara berkala
agar peralatan medis sesuai dengan standar atau ketentuan yang berlaku oleh balai pengujian
fasilitas kesehatan atau institusi pengujian fasilitas kesehatan.
3. Petugas yang berkompeten mengoperasikan dan memelihara peralatan rumah sakit agar
berfungsi dengan baik sesuai dengan standar yang berlaku serta melakukan pencatatan dan
mengevaluasi peralatan rumah sakit secara berkala sesuai persyaratan atau ketentuan yang
berlaku.
4. Penggunaan dan penyaluran gas medis di rumah sakit harus memenuhi persyaratan atau
ketentuan teknis yang berlaku agar aman bagi pasien, keluarga pasien, staf, pengunjung, dan
lingkungan rumah sakit.
5. Pengelolaan peralatan medis di unit-unit pelayanan harus terdokumentasikan dan wajib
dikalibrasi/dievaluasi sesuai ketentuan yang berlaku.
6. Penarikan alat yang masih bergaransi yang melibatkan perusahaan/vendor mengikuti alur
regulasi Rumah Sakit sesuai kontrak pengadaan alat yang dibuat sebelumnya.
7. Rumah sakit merencanakan dan mengimplementasikan program untuk pengadaan alat
medis untuk menjamin ketersediaan dan berfungsi/layak pakainya peralatan medis
tersebut.
8. Fasilitas yang rusak atau sudah tidak dapat diperbaiki kembali segera dimutasi kebagian
pengurus barang dan dibuatkan berita acara pengembalian barang oleh pengurus barang
berdasarkan kajian dari bagian teknisi medis sebagai referensinya.
9. Untuk penambahan (pengadaan) alat medis baru disebabkan oleh alat yang sudah rusak atau
kekurangan jumlah populasi alat yang diperlukan dalam pelayanan dapat di ajukan alat medis
yang baru kepada kepala instalasi masing-masing unit/bagian dengan mencantumkan spesifikasi
alat yang dibutuhkan.
10. Setiap pergantian dan pengadaan barang yang dilakukan pencatatan ke inventaris alat masing-
masing bagian/unit.
11. Rumah sakit merencanakan dan mengimplementasikan program untuk pemeriksaan, uji coba
dan pemeliharaan peralatan medis dan mendokumentasikan hasilnya. Untuk menjamin
ketersediaan dan berfungsi/layak pakainya peralatan medis, rumah sakit.
12. Rumah sakit mengumpulkan data hasil monitoring terhadap program manajemen peralatan
medis. Data tersebut digunakan dalam menyusun rencana kebutuhan jangka panjang rumah
sakit untuk peningkatan dan penggantian peralatan.
13. Setiap kerusakan pada fasilitas rumah sakit segera dibuat bon permintaan perbaikan
barang atau bon permintaan pergantian barang.
14. Fasilitas yang sudah tidak dapat diperbaiki kembali segera dimutasi kebagian pengurus barang
dan dibuat berita acara pengembalian barang oleh pengurus barang berdasarkan kajian dari
bagian teknisi medis sebagai referensinya.
15. Pemeriksaan hasil uji coba dan setiap kali pemeliharaan didokumentasikan.
16. Pengadaan dan pergantian alat medis dilaksanakan oleh unit pengadaan atas permintaan dari
user (pengguna) yang bekerja sama dengan teknisi medis untuk pengkajian spesifikasi teknis.
17. Setiap pergantian dan pengadaan barang yang dilakukan pencatatan ke inventaris alat
masing-masing bagian.
18. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan
minimal 1 (satu) bulan sekali.
19. Laporan intern dan ekstern dilakukan setiap bulan.
20. Rumah sakit mempunyai sistem penarikan kembali produk/peralatan.
21. Rumah sakit mempunyai proses identifikasi, penarikan dan pengembalian atau pemusnahan
produk dan peralatan medis yang ditarik oleh pihak pabrik atau supplier.
22. Rumah sakit membuat prosedur yang mengatur penggunaan setiap produk atau peralatan
yang ditarik kembali.
23. Pengendalian dalam penggunaan barang-barang rusak dan kadaluarsa harus diidentifikasi
secara benar, barang yang sudah rusak atau kadaluarsa disimpan ditempat yang aman secara
khusus, tidak dipergunakan, tercatat dan penanganannya harus sesuai dengan instruksi kerja.
24. Pemeliharaan alat medis merupakan suatu upaya yang dilakukan agar peralatan kesehatan
tersebut dapat bertahan lebih lama.
25. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal
satu bulan sekali.

H. SISTEM UTILITY

1. Rumah sakit menetapkan regulasi pengelolaan sistem utilitas yang sekurangkurangnya meliputi
a) Ketersediaan air dan listrik 24 jam setiap hari dan dalam waktu tujuh hari dalam seminggu
secara terus menerus;
b) Membuat daftar inventaris komponen-komponen sistem utilitas, memetakan
pendistribusiannya, dan melakukan update secara berkala;
c) Pemeriksaan, pemeliharaan, serta perbaikan semua komponen utilitas yang ada di daftar
inventaris;
d) Jadwal pemeriksaan, testing, dan pemeliharaan semua sistem utilitas berdasar atas kriteria
seperti rekomendasi dari pabrik, tingkat risiko, dan pengalaman rumah sakit;
e) Pelabelan pada tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu pemadaman darurat
secara keseluruhan atau sebagian.
2. Rumah sakit memiliki proses emergensi untuk melindungi penghuni rumah sakit dari kejadian
terganggunya, terkontaminasi atau kegagalan sistem pengadaan air minum dan listrik.
3. Petugas melakukan uji coba sistem emergensi dari air minum dan listrik secara teratur sesuai
dengan sistem dan hasilnya didokumentasikan.
4. Sistem listrik, air, AC, telepon dan gas medis secara teratur diperiksa dan dipelihara.
5. Rumah sakit dengan perjanjian dan persetujuan yang telah disepakati dapat menyewakan lahan
di dalam lingkungan RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT dengan aturan yang berlaku.

I. MONITORING PROGRAM MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN


1. Rumah sakit mengumpulkan data dari setiap program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan
untuk mendukung rencana mengganti atau meningkatkan fungsi ( upgrade ) teknologi medik
2. Monitoring program manajemen risiko fasilitas dan lingkungan melalui pengumpulan data dan
analisisnya memberikan informasi yang dapat membantu rumah sakit mencegah masalah,
menurunkan risiko, membuat keputusan sistem perbaikannya, serta membuat rencana untuk
meningkatkan fungsi ( upgrade ) teknologi medik, peralatan, dan sistem utilitas.

J. PENDIDIKAN STAF

1. Pelatihan K3RS diselenggarakan untuk membudayakan keselamatan dan kesehatan kerja, dan
pelaksanaannya dikoordinasikan oleh Instalasi Pendidikan dan Penelitian (Diklit).
2. Pelatihan penanggulangan kebakaran dan penanganan bencana massal dilakukan setiap 1 (satu)
tahun sekali beserta simulasinya.
3. Pelatihan penanganan tumpahan Bahan Berbahaya dan Beracun dilakukan 6 (enam) bulan sekali.
4. Pelatihan peningkatan kompotensi pada pengelola peralatan kesehatan.
5. Pelatihan peningkatan kompotensi pada pengelola system kelistrikan/PUIL.

DIREKTUR RUMAH SAKIT ANANDA SRENGAT,

dr. Tanti Sri Gita Ramdani

Anda mungkin juga menyukai