Anda di halaman 1dari 31

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HERMINA DAAN MOGOT

NOMOR 355/PER-DIR/RSHDMG/VI/2022

TENTANG

MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN (MFK)


DI RUMAH SAKIT HERMINA DAAN MOGOT

DIREKTUR RUMAH SAKIT HERMINA DAAN MOGOT


Menimbang : a. bahwa dalam rangka melaksanakan kegiatan, Rumah Sakit harus
menyediakan fasilitas yang aman, berfungsi, dan suportif bagi pasien,
keluarga, staf, dan pengunjung guna mngendalikan bahaya dan risiko,
mencegah kecelakaan dan memelihara kondisi aman;
b. bahwa untuk tersedianya fasilitas yang aman di Rumah Sakit, fasilitas
fisik, peralatan medis, dan peralatan lainnya harus dikelola dengan
manajemen yang efektif dan melibatkan multi disiplin dalam
perencanaan, pendidikan, dan pemantauan ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana pada huruf a, dan b,
perlu menetapkan Peraturan Direktur Rumah Sakit Hermina Daan
Mogot Tentang Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK) di
Rumah Sakit Hermina Daan Mogot ;

Mengingat : 1. Undang –Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 Tentang


Keselamatan Kerja
2. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung
3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana
4. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
5. Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah Sakit
6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019 Tentang
Penyakit Akibat Kerja
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2021 Tentang
Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan
8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 74 Tahun 2001 Tentang
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2019
Tentang Kesehatan Kerja
11. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.
24/PRT/M/2008 Tentang Pedoman Pemeliharaan dan Perawatan
Bangunan Gedung
12. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No.18 Tahun
2009 Tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
13. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 14
Tahun 2013 Tentang Simbol dan Label Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 54 Tahun 2015
Tentang Pengujian dan Kalibrasi Alat Kesehatan
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4 Tahun 2016
Tentang Penggunaan Gas Medik dan Vakum Medik Pada Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 24 Tahun 2016
Tentang Persyaratan Teknis Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.66 Tahun 2016
Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit (K3RS)
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.27 Tahun 2017
Tentang Pedoman Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 4 Tahun 2018
Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 07 Tahun 2019
Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
22. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia No. P.12/MENLHK/SETJEN/PLB.3/5 Tahun 2020 Tentang
Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
23. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia No. P.4/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1 Tahun 2020 Tentang
Pengangkutan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 3 Tahun 2020
Tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit
25. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2020
Tentang Akreditasi Rumah Sakit
26. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2001 Tentang
Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana dan Penanggulangan
Pengungsi
27. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020
Tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Corona Virus
Disease 2019 (COVID-19) Sebagai Bencana Nasional
28. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 86
Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan
29. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.907/MENKES/2002 Tentang Syarat - Syarat dan Pengawasan
Kualitas Air Minum
30. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1335/MENKES/2002 Tentang Standar Operasional Pengambilan
dan Pengukuran Sampel Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit
31. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1407/MENKES/2002 Tentang Pedoman Pengendalian Dampak
Pencemaran Udara
32. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
432/MENKES/SK/IV/2007 Tentang Pedoman Manajemen Kesehatan
dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit
33. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.
26/PRT/M Tahun 2008 Tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan
34. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1087/MENKES/SK/VIII/2010 Tentang Standar Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit
35. Pedoman Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit
Darurat, Dan Puskesmas Yang Menangani Pasien COVID-19
Kemenkes Tahun 2020
36. Surat Keputusan Direktur PT. Medikaloka Daan Mogot Nomor
043/SK-DIR/MDM/XI/2019 Tentang Pengangkatan Sdri dr. Minar
Napitupulu, MARS Sebagai Direktur Rumah Sakit Hermina Daan
Mogot.

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HERMINA DAAN


MOGOT TENTANG MANAJEMEN FASILITAS DAN
KESELAMATAN (MFK) DI RUMAH SAKIT HERMINA DAAN
MOGOT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Definisi
Dalam Peraturan Direktur ini yang dimaksud dengan :
1. Kepemimpinan dan perencanaan adalah keadaan dimana
pimpinan rumah sakit bertanggung jawab untuk mematuhi dan
merencanakan pergantian atau penningkatan fasilitas, sistem dan
peralatan yang dibutuhkan untuk memennuhi persyaratan sesuai
dengan peraturan perundangan
2. Keselamatan adalah keadaan tertentu dimana bangunan, prasarana,
fasilitas, area konstruksi, lahan dan peralatan rumah sakit tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf dan pengunjung.
3. Keamanan adalah perlindungan terhadap kehilangan, kerusakan,
gangguan, atau akses atau penggunaan yang tidak sah.
4. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan limbah B3
serta Limbahnya meliputi penanganan, penyimpanan, dan
penggunaan seluruh jenis bahan berbahaya dan beracun. Serta
limbah bahan berbahaya harus dibuang secara aman.
5. Proteksi Kebakaran adalah melakukan penilaian risiko yang
berkelanjutan untuk meningkatkan perlindungan seluruh aset,
properti dan penghuni dari kebakaran dan asap.
6. Peralatan medis adalah peralatan dipilih, dipelihara, dan di
gunakan dengan cara yang aman dan benar untuk mengurangi
risiko.
7. Sistem Utilitas meliputi listrik, air, gas medik dan sistem utilitas
lainnya dipelihara untuk meminimalkan risiko kegagalan
pengoperasian.
8. Penanganan kedaruratan dan bencana meliputi risiko
diidentifikasi dan respons terhadap epidemi, bencana, dan keadaan
darurat direncanakan dan efektif, termasuk evaluasi integritas
struktural dan non struktural lingkungan pelayanan dan perawatan
pasien.
9. Konstruksi dan renovasi meliputi risiko terhadap pasien, staf , dan
pengunjung di identifikasi dan dinilai selama konstruksi, renovasi,
pembongkaran, dan aktivitas pemeliharaan lainnya.
10. Pelatihan adalah seluruh staf di rumah sakit dan para tenant /
penyewa lahan di latih dan memiliki pengetahuan tentang K3,
termasuk penanggulangan kebakaran
BAB II
KEPEMIMPINAN DAN PERENCANAAN

Pasal 2
1. Direksi Rumah Sakit dan Manager Penunjang Umum memahami
perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang berlaku bagi
fasilitas Rumah Sakit baik yang merupakan regulasi di tingkat
nasional maupun tingkat daerah.
2. Direktur Rumah Sakit menerapkan persyaratan teknis bangunan dan
prasarana Rumah Sakit sesuai dengan peraturan yang berlaku
3. Rumah Sakit memilki perizinan yang masih berlaku meliputi :
a. Izin mendirikan bangunan
b. Izin Operasional Rumah Sakit
c. Sertifikat laik fungsi (SLF)
d. Izin pengelolaan air limbah (IPAL) / Izin pembuangan limbah
cair (IPLC)
e. Izin Operasional Genset
f. Izin Radiologi
g. Sertifikat sistem penangann kebakaran
h. Izin Sistem Kelistrikan
i. Izin transporter dan izin pengolah limbah B3
j. Izin tempat penyimpanan sementara limbah B3
k. Izin Lift
l. Izin Instalasi petir
m. Izin Lingkungan
4. Manager Penunjang Umum membuat daftar rekapitulasi hasil
pemeriksaan Fasilitas yang dilakukan oleh badan eksternal dari luar
RS baik secara langsung dengan menrapkan protokol kesehatan
ataupun secara virtual meeting, melengkapi dokumen bukti
pemeriksaan berupa berita acara pemeriksaan, laporan hasil
pemeriksaan dan dokumentasi.
5. Direktur RS memastikan Rumah Sakit memenuhi kondisi seperti
hasil pemeriksaan fasilitas yang dilakukan otoritas setempat melalui
laporan pemeriksaan, berita acara foto -foto fasilitas yang sudah
ditindak lanjuti dan anggaran yang diperlukan untuk pemenuhan
rekomendasi.

Pasal 3
1. Manager Penunjang Umum menyusun Program Induk Manajemen
Risiko Fasilitas dan Lingkungan setiap tahun yang menggambarkan
proses pengelolaan risiko yang dapat terjadi pada pasien, keluarga,
pengunjung dan staf.
2. Program Manajemen Risiko dan Fasilitas, meliputi:
a. Kepemimpinan dan Perencanaan
b. Keselamatan
c. Keamanan
d. Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan Limbah
B3
e. Proteksi Kebakaran (Fire Safety)
f. Peralatan Medis
g. Sistem Utilitas
h. Penanganan Kedaruratan dan Bencana
i. Konstruksi dan Renovasi
j. Pelatihan
3. Program Manajemen Risiko Fasilitas selalu ditinjau dan
diperbaharui sekurang-kurangnya setahun sekali atau bila terjadi
perubahan lingkungan Rumah Sakit untuk menggambarkan kondisi
lingkungan Rumah Sakit.
4. Bila tidak terjadi perubahan lingkungan Rumah Sakit review
Program Manajemen Risiko dilakukan pembahasan melalui rapat
baik secara langsung dengan menerapkan protokol kesehatan
ataupun secara virtual meeting yang diadakan setiap 3 bulan.
5. Tenant / Penyewa Lahan yang ada dilingkungan Rumah Sakit harus
patuh terhadap Program Manajemen Risiko Fasilitas dan
Lingkungan.
6. Manager Penunjang Umum beserta tim K3RS melakukan audit
kepatuhan tenant untuk memastikan kepatuhannya terhadap
Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan
7. Ketentuan mengenai Program Manajemen Risiko Fasilitas dan
Lingkungan dijelaskan lebih lanjut dalam Panduan Pembaharuan
Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan
8. Ketentuan mengenai tenant dijelaskan lebih lanjut dalam Panduan
Tenant.

Pasal 4
1. Tim K3RS bertugas melakukan pengawasan terhadap perencanaan
pelaksanaan Program Manajemen Risiko Fasilitas dan Lingkungan.
2. Tim K3RS menyusun program pengawasan terhadap Manajemen
Risiko Fasilitas dan Lingkungan setiap tahun dan membuat laporan
evaluasi program setiap 3 bulan yang diserahkan kepada Direktur
Rumah Sakit.
3. Ketua Tim K3RS yang ditunjuk harus sudah mengikuti pelatihan
K3RS secara eksternal yang diadakan oleh badan penyelenggara
diklat K3RS seperti BNSP dan lain-lain.
4. Anggota tim K3RS mengikuti pelatihan K3RS secara internal
dengan narasumber yang sudah memiliki sertifikasi pelatihan K3RS
eksternal diluar Rumah Sakit.
BAB III
KESELAMATAN

Pasal 5
1. Manager Penunjang Umum menyusun Program Keselamatan setiap
tahun dengan rincian kegiatan meliputi :
a. Pengelolaan risiko keselamatan di lingkungan rumah sakit
secara komprehensif
b. Penyediaan fasilitas pendukung yang aman untuk mencegah
kecelakaan dan cedera, penyakit akibat kerja, mengurangi
bahaya dan risiko, serta mempertahankan kondisi aman bagi
paisen, keluarga, staf, dan pengunjung
c. Pemeriksaan fasilitas dan lingkungan (ronde fasilitas) secara
berkala dan dilaporkan sebagai dasar perencanaan anggaran
untuk perbiakan, penggantian atau ‘’upgrading’’.
2. Urusan Prasarana Rumah Sakit bertanggung jawab dalam
melakukan pengelolaan keselamatan di Rumah Sakit.
3. Tim K3RS bersama-sama dengan Bagian Penunjang Umum
melakukan identifikasi risiko keselamatan setiap tahun dengan hasil
identifikasi risiko dan dibuatkan kedalam risk register.
4. Tim K3RS melakukan pemantauan risiko keselamatan dan
dilaporkan setiap 6 (enam) bulan kepada Direktur Rumah Sakit
5. Kaur PSRS dan pelaksana PSRS melakukan pemeriksaan fasilitas
sesuai jadwal dan membuat rencana perbaikan berdasarkan hasil
pemeriksaan
6. Ketentuan mengenai keselamatan lebih lanjut dijelaskan dalam
Panduan Keselamatan
BAB IV
KEAMANAN

Pasal 6
1. Manager Penunjang Umum menyusun Program Keamanan setiap
tahun dengan rincian kegiatan meliputi :
a. Menjamin lingkungan yang aman dengan memberikan
identitas / tanda pengenal (badge nama sementara atau tetap)
pada pasien, sraf, pekerja kontrak, tenant / penyewa lahan,
keluarga (penunggu pasien), pengunjung (pengunjung di luar
jam besuk dan tamu rumah sakit) sesuai dengan regulasi
rumah sakit
b. Melakukan pemeriksaan dan pemantauan keamanan fasilitas
dan lingkungan secara berkala dan membuat tindak lanjut
perbaikan
c. Pemantauan pada daerah berisiko keamanan sesuai penilaian
risiko di rumah sakit. Pemantauan dapat dilakukan dengan
penempatan petugas keamanan (security) dam atau memasang
kamera sistem CCTV yang dapat dipantau oleh security
d. Melindungi semua individu yang berada di lingkungan rumah
sakit terhadap kekerasan, kejahatan dan ancaman
e. Menghindari terjadinya kehilangan, kerusakan atau
pengrusakan barang milik pribadi maupun rumah sakit
2. Urusan Pelayanan Umum bertanggung jawab dalam melakukan
pengelolaan keamanan di Rumah Sakit.
3. Tim K3RS bersama-sama dengan Bagian Penunjang Umum
melakukan identifikasi risiko keamanan setiap tahun dengan hasil
identifikasi risiko dan dibuatkan kedalam risk register.
4. Petugas security harus melakukan skrining kepada semua
pengunjung / tamu / penunggu pasien dipintu masuk ke area Rumah
Sakit yang meliputi :
a. Menganjurkan cuci tangan dengan fasilitas cuci tangan yang
telah tersedia di area pintu masuk Rumah Sakit.
b. Memastikan pengunjung / tamu sudah menggunakan masker
c. Melakukan pengukuran suhu dengan menggunakan thermogun
/ thermoscan yang diarahkan ke dahi pasien dengan jarak 1-3
cm dari dahi pasien
d. Memastikan tamu / pengunjung dengan suhu > 380C tidak
diperkenanan untuk masuk area Rumah Sakit.
e. Informasikan kepada tamu / pengunjung dan penunggu pasien
agar menggunakan masker dan cuci tangan selama berada di
area Rumah Sakit.
5. Ketentuan mengenai keamanan lebih lanjut dijelaskan dalam
Panduan Keamanan.

BAB V
BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

Pasal 7
1. Petugas kesling mengidentifikasi dan menginventarisasi B3 serta
limbahnya dengan mengacu kepada kategori B3 dan limbah B3
berdasarkan WHO, yang terdiri dari : infeksius, patologis dan
anatomi, farmasi, bahan kimia, logam berat, kontainer bertekanan,
benda tajam, genotoksik/sitotoksik, dan radioaktif.
2. Petugas Kesling menyusun Program Penglolaan Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3) dan Limbahnya setiap tahun dengan rincian
kegiatan meliputi :
a. Petugas kesling membuat regulasi B3, daftar inventaris B3 dan
Limbah B3 meliputi jenis, simbol, lokasi dan jumlah yang
ditetapkan dalam SK Direktur, diupdate setiap tahun atau bila
ada perubahan yang terjadi dan di distribusikan ke instalasi /
Urusan yang menyimpan B3.
b. Setiap tempat penyimpanan B3 dan B3 harus dilengkapi
dengan label B3 sesuai dengan karakteristik B3 yang disimpan
c. Alat pelindung diri (APD), prosedur penggunaan, prosedur
bila terjadi tumpahan, atau paparan/pajanan harus tersedia
ditempat penyimpanan B3 untuk digunakan oleh petugas
untuk penanganan B3 dan limbah B3
d. Semua staf rumah sakit harus mengikuti pelatihan dalam
menangani B3
e. Setiap Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) maupun limbah B3
wajib diberikan label atau rambu-rambu yang tepat
f. Staf di unit membuat laporan kejadian tumpahan, paparan /
pajanan (exposure) dan insiden lain terkait B3 yang diserahkan
kepada petugas kesling. Petugas kesling membuat rekapan
kejadian tumpahan, paparan / pajanan (exposure) setiap 3
bulan yang dilengkapi dengan analisa dan tindak lanjut.
g. Rumah Sakit harus memiliki izin IPAL / IPLC yang masih
berlaku, izin TPS B3 yang masih berlaku, Perjanjian
Kerjasama dengan pihak ketiga, izin transporter, dan izin
pengolah B3 pihak ketiga bila pengolahan B3 dilakukan oleh
pihak lain.
h. Pengadaan / pembelian B3 harus disertai dengan MSDS
(Material Safety Data Sheet) dilampirkan dari pemasok
(supplier) dan disimpan disetiap tempat penyimpanan B3
3. Petugas Kesling bersama-sama dengan Tim K3RS melakukan
identifikasi risiko tumpahan, paparan / pajanan B3 setiap tahun
dengan hasil identifikasi risiko dan dibuatkan kedalam risk register.
4. Di area tertentu yang rawan terhadap pajanan telah dilengkapi
dengan eye washer / body washer yang berfungsi dan terpelihara
baik dan tersedia kit tumpahan / spill kit sesuai ketentuan
5. Staf rumah sakit dapat menjelaskan dan atau memperagakan
penanganan tumpahan B3
6. Staf rumah sakit dapat menjelaskan dan atau memperagakan
tindakan, kewaspadaan, prosedur dan partisipasi dalam
penyimpanan, penanganan dan pembuangan limbah B3

Pasal 8
1. Pengelolaan limbah B3 di Rumah Sakit dilakukan meliputi
tahapan :
a. Pemilahan limbah B3
b. Penyimpanan limbah B3
c. Pengangkutan imbah B3
d. Pengolahan limbah B3
e. Penguburan limbah B3
f. Penimbunan limbah B3
2. Persyaratan tempat penyimpanan limbah B3 di Rumah Sakit
meliputi:
a. Lantai kedap (impermeable), berlantai beton/semen dengan
sistem drainase yang baik, mudah dibersihkan, dan dilakukan
desinfeksi.
b. Tersedia sumber air/kran air dan sabun untuk pembersihan
tangan.
c. Mudah diakses untuk penyimpanan limbah.
d. Dapat dikunci untuk menghindari akses oleh pihak yang tidak
berkepentingan.
e. Mudah diakses oleh kendaraan yang akan
mengumpulkan/mengangkut limbah.
f. Terlindungi dari sinar matahari, hujan, angin kencang, banjir,
dan faktor lain yang berpotensi menimbulkan kecelakaan atau
bencana kerja.
g. Tidak dapat diakses oleh hewan, serangga, atau burung.
h. Dilengkapi dengan ventilasi dan pencahayaan yang baik dan
memadai.
i. Berjarak jauh dari tempat penyimpanan/penyiapan makanan.
j. Peralatan pembersihan, alat pelindung diri, antara lain:
masker, sarung tangan, penutup kepala, google, sepatu boot,
pakaian pelindung, dan wadah/kantong limbah harus
diletakkan sedekat mungkin dengan lokasi fasilitas
penyimpanan.
k. Dinding, lantai, dan langit-langit fasilitas penyimpanan
senantiasa dalam keadaan bersih, termasuk pembersihan lantai
setiap hari.
3. Pengelolaan air limbah kasus COVID-19 meliputi :
a. Pengolahan air limbah yang dilakukan yaitu semua air
buangan termasuk tinja, berasal dari kegiatan penanganan
pasien COVID-19 yang kemungkinan mengandung
mikroorganisme khususnya virus corona, bahan kimia
beracun, darah dan cairan tubuh lain serta cairan yang
digunakan dalam kegiatan isolasi pasien meliputi cairan dari
mulut dan/atau hidung atau air kumur pasien dan air cucian
alat kerja, alat makan dan minum pasien dan/atau cucian linen,
yang berbahaya bagi kesehatan bersumber dari kegiatan pasien
isolasi COVID-19, ruang perawatan, ruang pemeriksaan,
ruang laboratorium, ruang pencucian alat dan linen
b. Petugas kesling harus memastikan semua pipa penyalur air
limbah harus tertutup dengan diameter yang memadai dan
semua unit operasi dan unit proses IPAL bekerja optimal
c. Petugas kesling harus melakukan pemeriksaan instalasi
penyaluran setiap hari dan didokumentasikan
d. Unit proses IPAL meliputi proses sedimentasi awal, proses
biologi (aerob dan/atau anaerob), sedimentasi akhir,
penanganan lumpur, dan desinfeksi dengan klorinasi (sisa klor
0,1 -0,2 mg/l)
e. Lakukan pengukuran kualitas air limbah untuk memastikan
semua parameter hasil pengolahan memenuhi baku mutu air
limbah.
4. Pengelolaan limbah B3 medis padat meliputi :
a. Limbah medis padat dapat berupa barang atau bahan sisa hasil
kegiatan yang tidak digunakan kembali yang berpotensi
terkontaminasi oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak
dengan pasien dan/atau petugas di Fayankes yang menangani
pasien COVID-19
b. Dilakukan penyimpanan di TPS limbah B3 dan melakukan
desinfeksi dengan menyemprotkan desinfektan (Klorin 0.5%)
pada kemasan sampah / limbah COVID-19 yang telah terikat
c. Limbah B3 medis padat yang telah diikat dilakukan desinfeksi
menggunakan klorin 0.5% bila akan dilakukan pengangkutan
oleh pihak ke-3
d. Melakukan desinfeksi dengan desinfektan dengan klorin 0.5%
pada TPS limbah B3 secara menyeluruh setiap hari
e. Pengolahan limbah B3 dilakukan sekurang-kurangnya 2x24
jam
f. Bila limbah B3 medis tidak kunjung dilakukan pengolahan
dalam waktu 2x 24 jam, maka RS harus menyediakan
freezer/cold storage yang diatur suhunya dibawah 0 derajat di
dalam TPS
g. Timbunan / volume limbah B3 harus tercatat dalam logbook
setiap hari
h. Memiliki manifest dan bukti pemusnahan limbah B3
i. Pengolahan limbah B3 yang dilakukan dengan pihak ke -3
dilengkapi perjanjian kerja sama, dengan persyaratan pengolah
memiliki izin operasional pengolah limbah ketiga izin
transporter
j. Melakukan pelaporan pada Kementrian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan terkait jumlah limbah B3 Medis yang dikelola
melalui Dinas Lingkungan Hidup Provinsi/Kabupaten/Kota.
5. Pengolahan limbah padat domestik yang berasal dari kegiatan
kerumah tanggaan atau sampah sejenis seperti sisa makanan,
kardus, kertas baik organis maupun anorganik disimpan di tempat
penyimpanan sementara limbah padat domestik paling lama 1x 24
jam untuk dilakukan pengambilan oleh pihak ke-3 kemudian
tempat penyimpanan sementara limbah domestik dilakukan
desinfeksi setelah dilakukan pengambilan limbah.
6. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan B3 dan Limbah B3
akan dijelaskan lebih lanjut dalam Pedoman Pengelolaan B3 dan
Limbah B3.

BAB VI
PROTEKSI KEBAKARAN

Pasal 9
1. Manager penunjang umum bersama - sama dengan Urusan PSRS
dan Tim K3RS melakukan pengkajian risiko kebakaran meliputi :
a. Pemisah / kompartemen bangunan untuk mengisolasi asap /
api
b. Laundry / binatu, ruang linen, area bahaya termasuk ruang atas
plafond
c. Tempat pengelolaan sampah
d. Pintu keluar darurat kebakaran (emergency exit)
e. Dapur termasuk peralatan memasak penghasil minyak
f. Sistem dan peralatan listrik darurat / alternatif serta jalur kabel
dan instalasi listrik
g. Penyimpanan dan penanganan bahan yang berpotensi mudah
terbakar (misalnya, cairan dan gas mudah terbakar, gas medis
yang mengoksidasi seperti oksigen dan dinitrogen oksida),
ruang penyimpanan oksigen dan komponennya dan vakum
medis
h. Prosedur dan tindakan untuk mencegah dan mengelola
kebakaran akibat pembedahan
i. Bahaya kebakaran terkait proyek konstruksi, renovasi, atau
pembongkaran.
2. Program Proteksi Kebakaran disusun setiap tahun secara kolaboratif
antara Bagian Penunjang Umum dan Tim K3RS dengan rincian
kegiatan :
a. Pencegahan kebakaran melalui pengurangan risiko seperti
penyimpanan dan penanganan bahan-bahan mudah terbakar
seperti oksigen, penggunaan bahan yang non combustible,
bahan yang waterbase dan lainnya yang dapat mengurangi
potensi bahaya kebakaran
b. Pengendalian potensi bahaya dan risiko kebakaran yang
berkaitan dengan konstruksi apapun, di atau yang berdekatan
dengan bangunan yang ditempati pasien
c. Penyediaan rambu dan sarana jalan keluar (evakuasi) yang
aman dan tidak terhalangi bila terjadi kebakaran
d. Penyediaan sistem peringatan dini secara pasif meliputi,
detektor asap (smoke detector), detektor panas (heat detector),
alarm kebakaran, dan lain-lainnya
e. Penyediaan fasilitas pemadam api secara aktrif meliputi
APAR, hydrant, sistem sprinkler, dan lain-lainnya
f. Sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi
pengendalian api dan asap
3. Manager Penunjang Umum bersama-sama dengan urusan PSRS dan
tim K3RS melakukan identifikasi risiko kebakaran setiap tahun
dengan hasil identifikasi risiko dan dibuatkan kedalam risk register.
4. Rumah sakit menetapkan kebijakan dan melakukan pemantauan
larangan merokok di seluruh area rumah sakit
5. Manager Penunjang Umum bersama-sama dengan urusan PSRS dan
tim K3RS melakukan asesmen risiko kebakaran / Fire Safety Risk
Asessment (FSRA) setiap tahun dan menetapkan tindak lanjut
berdasarkan hasil asessment risiko
6. Asesmen risiko proteksi kebakaran meliputi:
a. Tekanan dan risiko lainnya di Kamar Operasi.
b. Sistem pemisahan (pengisolasian) dan kompartemenisasi
pengendalian api dan asap.
c. Daerah berbahaya (dan ruang di atas langit-langit di seluruh
area) seperti kamar linen kotor, tempat pengumpulan sampah,
dan ruang penyimpanan oksigen.
d. Sarana jalan keluar/evakuasi.
e. Dapur yang memproduksi dan peralatan masak.
f. Laundry dan linen.
g. Sistem tenaga listrik darurat dan peralatan.
h. Gas medis dan komponen sistem vakum.
7. Semua staf wajib mengikuti pelatihan penanggulangan kebakaran
minimal 1 (satu) kali dalam setahun termasuk simulasi evakuasi
pasien ke tempat yang aman
8. Pelaksana PSRS melakukan inventarisasi, pemeriksaan, uji coba
dan pemeliharaan peralatan pemadaman kebakaran sesuai jadwal
yang telah ditetapkan
9. Ketetntuan lebih lanjut mengenai penanganan kebakaran di Rumah
Sakit di jelaskan dalam panduan penanganan kebakaran.

BAB VII
PERALATAN MEDIS

Pasal 10
1. Teksini elektromedik menyusun Program Pemeliharaan Preventif
dan Kalibrasi setiap tahun yang meliputi :
a. Identifikasi dan penilaian kebutuhan alat medik dan uji fungsi
sesuai ketentuan penerimaan alat medik baru
b. Inventarisasi seluruh peralatan medis yang dimiliki oleh
rumah sakit dan peralatan medis kerja sama operasional
(KSO) milik pihak ketiga; serta peralatan medik yang dimiliki
oleh staf rumah sakit jika ada inspeksi peralatan medis
sebelum digunakan
c. Pemeriksaan peralatan medis sesuai dengan penggunaan dan
ketentuan pabrik secara berkala
d. Pengujian yang dilakukan terhadap alat medis untuk
memperoleh kepastian tidak adanya bahaya yang ditimbulkan
sebagai akibat penggunaan alat
e. Rumah sakit melakukan pemeliharaan preventif dan kalibrasi,
dan seluruh prosesnya di dokumentasikan
2. Teknisi elektromedisk membuat daftar inventaris yang dilengkapi
dengan identifikasi risiko dan strategi menurunkan risiko, laporan
kejadaian KTD semua peralatan medis dan alat KSO yang
digunakan di RS
3. Teknisi elektromedik melakukan pemeriksaan peralatan medis
disetiap unit dan hasil pemeriksaan di dokumentasikan
4. Semua peralatan medis dilakukan uji fungsi sejak baru, sesuai umur
dan sesuai rekomendasi pabrik dengan hasil uji fungsi di
dokumentasikan
5. Semua peralatan medis dilakukan pemeliharaan preventif oleh
petugas teknisi elektromedik / ATEM, petugas di unit kerja yang
mengoperasionalkan
6. Semua peralatan medis dilakukan kalibrasi sesuai jadwal oleh pihak
ke 3 yang telah ditetapkan oleh RS seperti BAPETEN dan lain-lain
7. Kegiatan pemeriksaan, uji coba dan pemeliharaan peralatan medis
dilakukan oleh teknisi elektromedik yang sudah memiliki ijazah ,
perizinan dan sertifikat pelatihan
Pasal 11
(1) Bila ditemukan peralatan medis yang berbahaya, peralatan medis
yang harus di recall, insiden peralatan medis dan masalah
kegagalan peralatan medis maka dilakukan rapat pembahasan
antara Manager Penunjang Medis, Teknisi Elektromedik, Kepala
Instalasi yang terkait, Staf yang terkait dengan kejadian tersebut.
(2) Insiden Keselamatan Pasien yang berhubungan dengan peralatan
medis dilaporkan secara internal ke tim KPRS, secara eksternal ke
Komite Nasional Keselamatan Pasien melalui Website dan KARS
melalui SISMADAK
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan peralatan medis di
jelaskan dalam pedoman manajemen peralatan medis

BAB VIII
SISTEM UTILITAS

Pasal 12
1. Urusan PSRS menyusun Program pengelolaan sistem utilitas setiap
tahun yang meliputi :
a. Ketersediaan air dan listrik 24 jam setiap hari dan dalam
waktu 7 (tujuh) hari dalam seminggu secara terus menerus
b. Membuat daftar inventaris komponen-komponen sistem
utilitas, memetakan pendistribusiannya, dan melakukan update
secara berkala
c. Pemeriksaan, pemeliharaan, serta perbaikan semua komponen
utilitas yang ada di daftar inventaris
d. Jadwal pemeriksaan, uji fungsi, dan pemeliharaan semua
sistem utilitas berdasar atas kriteria seperti rekomendasi dari
pabrik, tingkat risiko, dan pengalaman rumah sakit
e. Pelabelan tuas-tuas kontrol sistem utilitas untuk membantu
pemaddaman darurat secara keseluruhan atau sebagian saat
terjadi kebakaran
2. Petugas PSRS melakukan identifikasi risiko sistem utilitas setiap
tahun dan dilakukan pembaharuan bila terjadi perubahan sesaui
kondisi RS
3. Urusan PSRS menyusun Daftar Inventaris Lengkap Sistem Utilitas
dan menentukan komponen yang bersdampak pada bantuan hidup,
pengendalian infeksi, pendukung lingkungan dan komunikasi.
4. Sistem utilitas dan komponen kritikalnya telah diinspeksi secara
berkala berdasarkan ketentuan rumah sakit
5. Sistem utilitas dan komponen kritikalnya di uji secara berkala
berdasar atas kriteria yang sudah ditetapkan
6. Sistem utilitas dan komponen kritikalnya diperlihara berdasar atas
kriteria yang sudah ditetapkan
7. Sistem utilitas dan komponen kritikalnya diperbaiki bila diperlukan

Pasal 13
1. Rumah Sakit memiliki proses untuk mempersiapkan diri terhadap
keadaan darurat, meliputi :
a. Mengidentifikasi peralatan, sistem, serta area yang memiliki
risiko paling tinggi terhadap pasien dan staf (sebagai contoh,
rumah sakit mengidentifikasi area yang membutuhkan
penerangan, pendinginan (lemari es), bantuan hidup /
ventilator, serta air bersih untuk membersihkan dan sterilisasi
alat).
b. Menyediakan air bersih dan listrik 24 jam setiap hari dan 7
(tujuh) hari seminggu
c. Menguji ketersediaan serta kehandalan sumber tenaga listrik
dan air bersih darurat / pengganti / backup
d. Mendokumentasikan hasil-hasil pengujian
e. Memastikan bahwa pengujian sumber cadangan / alternatif air
bersih dan listrik dilakukan setidaknya 6 (enam) bualn atau
lebih sering jika dipersyaratkan oleh peraturan perundang-
undangan di daerah, rekomendasi produsen, atau kondisi
sumber listrik dan air
2. Kondisi sumber listrik dan air yang mungkin dapat meningkatkan
frekuensi pengujian mencakup :
a. Perbaikan sistem air bersih yang terjadi berulang-ulang
b. Sumber air bersih sering terkontaminasi
c. Jaringan listrik yang tidak dapat diandalkan
d. Pemadaman listrik yang tidak terduga dan berulang-ulang
3. Petugas PSRS melakukan identifikasi area dan pelayanan yang
berisiko paling tinggi bila terjadi kegagalan listrik atau air bersih
terkontaminasi atau terganggu dan melakukan penanganan untuk
mengurangi risiko
4. Rumah sakit memiliki sumber alternatif air bersih bila terjadi
gangguan yang ditetapkan dalam perjanjian
5. Rumah Sakit memiliki sumber listrik alternatif dalam bentuk genset
UPS (Uninterruptible Power Supply) pada alat-alat tertentu seperti
pada alat bantu napas dan server sentral
6. Rumah Sakit memiliki sistem pengaman teknologi informasi yang
digunakan untuk menanggulangi kegagalan sistem komunikasi dan
data IT
7. Sumber air bersih dan listrik alternatif dilakukan uji coba
sekurangnya 6 (enam) bulan sekali atau lebih sering untuk
meminimalisasi risiko kegagalan sistme utilitas di area-area yang
ditetapkan berisiko terjadinya kegagalan
8. Rumah sakit mendokumentasikan hasil uji coba sumber air bersih
dan sumber listrik cadangan / alternatif tersebut
9. Rumah sakit mempunyai tempat dan jumlah bahan bakar untuk
sumber listrik cadangan / alternatif yang mencukupi
Pasal 14
1. Rumah sakit harus memiliki proses untuk pemantauan dan
pemeriksaan air bersih dan air limbah secara berkala, meliputi :
a. Pelaksanaan pemantauan mutu air bersih paling sedikit 1
(satu) tahun sekali. Untuk pemeriksaan kimia minimal setiap 6
(enam) bulan atau lebih sering bergantung pada ketentuan
peraturan perundang-undangan, kondisi sumber air, dan
pengalaman sebelumnya dengan masalah mutu air. Hasil
pemeriksaan di dokumentasikan
b. Pemeriksaan air limbah dilakukan setiap 3 (tiga) bulan atau
lebih sering bergantung pada ketentuan peraturan perundang-
undangan, kondisi sumber air, dan hasil pemeriksaan air
terakhir bermasalah. Hasil pemeriksaan di dokumentasikan
c. Pemeriksaan mutu air yang digunakan untuk dialisis ginjal
setiap bulan untuk menilai pertumbuhan bakteri dan
endotoksin. Pemeriksaan tahunan untuk menilai kontaminasi
zat kimia. Hasil pemeriksaan di dokumentasikan
d. Melakukan pemantauan hasil pemeriksaan air dan perbaikan
bila diperlukan
2. Rumah sakit perlu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap
program sistem utilitas
3. Rumah sakit harus menindaklanjuti hasil pemantauan dan evaluasi
program sistem utilitas dan di dokumentasikan

BAB IX
PENANGANAN KEDARURATAN BENCANA

Pasal 15
(1) Program Kesiapan Menghadapi Bencana disusun setiap tahun
secara kolaboratif antara Bagian Penunjang Umum, tim K3RS dan
Tim Kesiapan Penanggulangan Bencana dengan rincian Kegiatan:
a. Menetukan jenis, kemungkinan terjadi, dan konsekuensi
bahaya, ancaman, dan kejadian.
b. Menentukan integritas struktural dan non struktural di
lingkungan pelayanan pasien yang ada, dan apabila terjadi
bencana.
c. Menentukan peran Rumah Sakit dalam kejadian tersebut
d. Menentukan strategi komunikasi dalam waktu kejadian.
e. Mengelola sumber daya selama kejadian, termasuk sumber-
sumber alternatif.
f. Mengelola kegiatan klinis selama kejadian, termasuk tempat
pelayanan alternatif pada waktu kejadian.
g. Mengidentifikasi dan menetapkan peran dan tanggung jawab
staf selama kejadian.
h. Proses mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara
tanggung jawab pribadi staf dengan tanggung jawab Rumah
Sakit untuk tetap menyediakan pelayanan pasien termasuk
kesehatan mental dari staf.
(2) Bagian Penunjang Umum, Tim K3RS dan Tim Kesiapan
penanggulangan bencana melakukan identifikasi risiko bencana
internal dan eksternal termasuk wabah / pandemi setiap tahun
berupa hasil Hazard and Vulnerability Assessment (HVA) dan bukti
pengisian Self Assessment Hospital Safety Index (HSI).
(3) Bagian Penunjang Umum, Tim K3RS, Tim Kesiapan
Penanggulangan Bencana dan Komite / Tim PPI melakukan
identifikasi risiko bencana wabah / pandemi dengan menggunakan
Hazard Vulnerability Assessment (HVA) , membuat Hospital Safety
Index dan ICRA.
(4) Kesiapan Rumah Sakit bila terjadi wabah bessar/ pandemik meliputi
a. Mitigation (mitigasi)
Tindakan yang dilakukan untuk mereduksi probabilitas ,
kegawatan dan/atau dampak dari potensi emergency, upaya
yang dilakukan :
1) Menyusun Hazard Vulnerability Asesment (HVA)
2) Melakukan self asesment kesiapan bencana secara umum
dengan menggunakan Hospitals Safety Index (HSI)
3) Melakukan self assessmen kesiapan bencana khusus
COVID dengan menggunakan Instrumen Comprehensive
Hospital Preparadness Checklist For COVID-19
b. Preparadness (Kesiapsiagaan)
Rumah Sakit mengidentifikasi dan menyiapkan sumber daya
yang akan digunakan jika terjado kondisi kedaduratan wabah
besar/ pandemik.
1) Membentuk tim penanggulangan bencana COVID-19
2) Menyiapkan fasilitas yang dilengkapi sarana dan
prasarana untuk bencana COVID-19
3) Menyiapkan sumber daya :
a) Menyiapkan sumber daya manusia (SDM)
b) Menyediakan APD
c) Menyediakan peralatan medis
d) Menyediakan sarana penunjang-pengelolaan limbah
medis dan kesehatan lingkungan
e) Menyediakan asupan gizi dan pemberian makanan
tambahan bagi tenaga kesehatan
4) Melakukan pelatihan / simulasi
c. Response (tanggapan bencana)
Rumah Sakit perlu mengembangkan dan menerapkan proses
untuk menangani lonjakan mendadak (outbreak) penyakit
infeksi airbone, langkah yang dilakukan yaitu :
1) Menyusun skenario penempatan pasien
2) Menyiapkan ruangan IGD khusus, OK Khusus, ruang
perawatan khusus (isolasi covid)
3) Melakukan edukasi staf tentang pengelolaan pasien
infeksius jika terjadi outbreak penyakit infeksi airbone
4) Melakukan strategi komunikasi saat terjadi bencana baik
komunikasi eksternal dan komunikasi internal
5) Melakukan pengelolaan sumber daya
d. Recovery (pemulihan)
Rumah Sakit melakukan perencanaan untuk mengoptimalkan fase
pemulihan yang meliputi : kebijakan penunjang, pembagian tugas
dan sistem komando bencana, sistem komunikasi dan informasi,
pelaporan data, fasilitas penunjang serta sistem evaluasi dan
pengembangan terhadap pelayanan Rumah Sakit.
(5) Rumah Sakit memiliki ruang dekontaminasi di IGD dengan
persyaratan :
a. Ruangan ditempatkan disisi depan/ luar ruang gawat darurat
terpisah dengan ruang gawat darurat.
b. Pintu masuk menggunakan jenis pintu swing, membuka ke
arah dalam
c. Bahan penutup pintu dapat mengantisipasi benturan-benturan
brankar
d. Bahan penutup lantai tidak licin dan tahan terhadap air
e. Konstruksi dinding tahan terhadap air sampai dengan
ketinggian 120 cm dari permukaan lantai.
f. Ruangan dilengkapi dengan wastafel dan pancuran air
(shower)
(6) Rumah Sakit harus melakukan simulasi kesiapan menghadapi
kedaruratan, wabah, dan bencana setiap tahun secara internal
maupun eksternal dengan peserta simualsi seluruh staf yang terkait
dengan pelayanan di RS
(7) Bukti pelaksanaan simulasi kesiapan menghadapi bencana harus
dilengkapi dengan bukti debriefing (pelaksanaan diskusi) yang
dilaksanakan diakhir simulasi dan bukti daftar peserta simulasi
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan disaster RS akan
dijelaskan lebih lanjut dalam Pedoman Hospital Disaster

BAB X
KONSTRUKSI DAN RENOVASI

Pasal 16
(1) Asesmen risiko pra konstruksi (PCRA) dilakukan pada waktu
merencanakan pembangunan/konstruksi, pembongkaran atau
renovasi untuk mengurangi risiko terhadap dampak konstruksi,
renovasi, dan demolisis yang meliputi : kualitas udara, pencegahan
dan pengendalian infeksi (ICRA), utilitas, kebisingan, getaran,
bahan dan limbah berbahaya, prosedur darurat (respon terhadap
kode), termasuk jalur / keluar alternatif dan akses ke layanan darurat
dan bahaya lain yang mempengaruhi perawatan / pengobatan /
layanan.
(2) Manager penunjang umum bersama dengan bagian UPSRS, dan
Tim K3RS melakukan penilaian risiko prakonstruksi (PCRA) bila
ada rencana konstruksi, renovasi, dan demolisi
(3) Asesmen risiko PCRA dilakukan dengan melibatkan semua
unit/instalasi/urusan yang terkena dampak konstruksi, konsultan
perencana, kontraktor bangunan, Tim K3RS, PPI, Penunjang umum,
IT, dan UPSRS.
(4) Tim K3RS, Manager Penunjang Umum, PSRS, Tim / Komite PPI
dan Instalasi/ Urusan yang berhubungan dengan PCRA
melaksanakan tindak lanjut PCRA berdasarkan hasil asesmen untuk
meminimalkan risiko pembongkaran selama renovasi dan
konstruksi
(5) Tim K3RS, PSRS, dan Tim /Komite PPI bersama -sama melakukan
audit kepatuhan kontraktor terhadap implementasi PCRA selama
proses konstruksi dan renovasi berlangsung
(6) Anggaran perbaikan, penggantian, peningkatan, dan perizinan
sehingga bangunan, properti, fasilitas serta komponen - komponen
lainnya termasuk angggaran penerapan PCRA dan ICRA tercantum
dalam Rencana Kegiatan dan Anggaran (RKA) setiap tahun.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai Asesmen Risiko Pra Konstruksi
(PCRA) akan dijelaskan lebih lanjut dalam Panduan Pre
Construction Risk Asesmen.

BAB XI
PELATIHAN

Pasal 17
(1) Program Diklat Manajemen Fasilitas dan Keselamatan dilaksanakan
untuk semua staf di RS termasuk pengunjung, supplier, pekerja
kontrak / outsorching
(2) Program Diklat Manajemen Fasilitas dan Keselamatan dilaksanakan
meliputi :
a. Pelatihan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) terkait keselamatan
b. Pelatihan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) terkait keamanan
c. Pelatihan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) terkait kewaspadaan dan prosedur, penyimpanan,
penanganan gas medis, B3 dan limbah B3
d. Pelatihan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) terkait peranan staf dalam menghadapi kebakaran
e. Pelatihan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) terkait cara menjalankan dan pemeliharaan peralatan
medis
f. Pelatihan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) terkait cara menjalankan dan pemeliharaan sistem
utilitas
g. Pelatihan program manajemen fasilitas dan keselamatan
(MFK) terkait prosedur penanganan kedaruratan serta bencana
internal atau eksternal
h. Pelatihan tentang pengelolaan fasilitas dan program
keselamatan mencakup vendor, pekerja kontrak, relawan,
pelajar, peserta didik, peserta pelatihan, dan lainnya
sebagaimana berlaku untuk peran dan tanggung jawab
individu, dan sebagaimana ditentukan oleh rumah sakit
(3) Urusan diklat mendokumentasikan bukti pelatihan manajemen
risiko fasilitas dan keselamatan dalam bentuk TOR, undangan,
materi, absensi, hasil pre test dan post test, laporan pelaksanaan
diklat dan sertifikat

Pasal 18
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan

BAB X
PENUTUP

Pasal 19
Pencabutan Regulasi
Dengan diberlakukannya Peraturan Direktur ini maka :
1. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Grup Nomor
3844/SK-DIR/HHG/X/2010 Tentang Standar Minimal Peralatan
Medis (Per-Instlasi)
2. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor 561
/KEP-DIR/HHG/X/2012 Tentang Kebijakan Keamanan Dan
Keselamatan Di Lingkungan Hermina Hospital Group
3. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor 562
/KEP-DIR/HHG./X/2012 Tentang Panduan Keamanan Dan
Keselamatan Pembongkaran / Demolition Pekerjaan Konstruksi
4. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor 589
/KEP-DIR/HHG/X/2012 Tentang Panduan Pemeliharaan Sistem
Utility
5. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
154/KEP-DIR/MH/IV/2018 Tentang Kebijakan Manajemen
Fasilitas Dan Keselamatan (MFK) Di Rumah Sakit Hermina
6. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
578/KEP-DIR/MH/XI/2018 Tentang Panduan Pra Construction Risk
Asessment (PCRA) Di Rumah Sakit Hermina
7. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
350/KEP-DIR/MH/VI/2018 Tentang Panduan Pengelolaan Bahan
Dan Limbah B3 (Bahan Berbahaya Dan Beracun) di RS Hermina
8. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
142/KEP-DIR/MH/IV/2018 Tentang Pedoman Hospital Disaster
Plan Di RS Hermina
9. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
539/KEP-DIR/MH/X/2018 Tentang Panduan Pencegahan
Penanggulangan Kebakaran Di RS Hermina
10. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
162/KEP-DIR/MH/III/2019 Tentang Panduan Keselamatan Dan
Keamanan Fasilitas Fisik Di Rumah Sakit Hermina
11. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
043/KEP-DIR/MH/I/2019 Tentang Panduan Sistem Utilitas Di RS
Hermina (Revisi)
12. Keputusan Direktur Utama Hermina Hospital Group Nomor
163/KEP-DIR/MH/II/2019 Tentang Panduan Kawasan Tanpa Asap
Rokok
Dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 20
Penetapan
Peraturan Direktur ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 20 Juni 2022
DIREKTUR,

dr. MINAR NAPITUPULU, MARS

Anda mungkin juga menyukai