Anda di halaman 1dari 12

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2020/21.2 (2021.1)

Nama Mahasiswa : Didik kurniawan

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 042684177

Tanggal Lahir : 03/07/1988

Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4131

Kode/Nama Program Studi : Ilmu Komunikasi

Kode/Nama UPBJJ : 71 Surabaya

Hari/Tanggal UAS THE : Jumat 21 Januari 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS
TERBUKA

Surat Pernyataan
Mahasiswa Kejujuran
Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Didik kurniawan


NIM : 042684177
Kode/Nama Mata Kuliah : ISIP4131
Fakultas : Ilmu Hukum Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi : Ilmu Komunikasi
UPBJJ-UT : 71 Surabaya

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE
pada laman https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan
soal ujian UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai
pekerjaan saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai
dengan aturan akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media
apapun, serta tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik
Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat
pelanggaran atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik
yang ditetapkan oleh Universitas Terbuka.
Minggu, 04 juli 2021

Yang Membuat Pernyataan

Didik kurniawan
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. Undang-Undang Perkawinan Indonesia telah mengatur tentang status anak yang sah dalam Pasal
shfshfushfurfhurhurfh
99 Kompilasi Hukum Islam (KHI), disebutkan anak yang sah adalah: Anak yang dilahirkan dalam atau
akibat perkawinan yang sah. Hasil perbuatan suami istri yang sah di luar rahim dan dilahirkan oleh istri
tersebut. Sedangkan mengenai penetapan status anak di luar perkawinan dimuat dalam Undang-Undang
Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 43 ayat (1) yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar
perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Namun, implikasi
pasal ini adalah beban di pihak ibu dan keluarga ibu si anak dalam upaya memelihara dan menjamin anak
tumbuh dalam kesejahteraan. Oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pasal 43 ayat 1 tsb kemudian dianggap
inkonstitusional bersyarat yakni inkonstitusional sepanjang ayat tersebut dimaknai menghilangkan
hubungan perdata dengan laki-laki sebagai ayah biologisnya. Pasca putusan MK No 46/PUU-VIII/2010,

maka tanggung jawab untuk memelihara dan mendidik anak di luar perkawinan tidak hanya dibebankan
kepada ibu dan keluarga ibunya, akan tetapi juga dibebankan kepada ayah dan keluarga ayahnya. Ayah
biologisnya berkewajiban untuk memenuhi hak-hak anak yang berkaitan dengan sandang, pangan, papan,

pendidikan, dan juga kesehatan. Dengan demikian, adanya hak anak untuk menuntut ayah biologisnya
apabila tidak memenuhi kewajiban tersebut. Demikian pula hak mndapatkan warisan, oleh karena
memiliki kedudukan yang sama dalam hukum, maka anak hasil perkawinan yang tidak sah memiliki hak

waris yang sama dengan anak hasil perkawinan sah. Dari sudut pandang hukum Islam, hal tersebut erat
kaitannya dengan prinsip ḥifẓ al-nafs (memelihara jiwa). Jika anak hanya hidup dengan menerima hak dari
ibu dan keluarga ibunya, tentu akan sangat menyusahkan atau dapat menimbulkan mafsadat. Jika dibantu

dengan penghasilan oleh ayah biologis yang menyebabkan anak lahir akan meringankan beban
ibu.Implikasi yang terjadi yaitu anak di luar perkawinan mendapat hak-hak yang sama dengan anak sah.
Hak-hak itu mencakup hak untuk bernasab kepada ayah biologisnya, hak untuk mendapatkan nafkah, hak

untuk mewarisi dan hak untuk mendapatkan perwalian. Sebelum ada putusan MK, wawan tidak memiliki
hak waris meski memiliki hubungan biologis anak dan ayah dengan Agus. Namun setelah adanya putusan
MK, Wawan meski bukan anak dari hasil pernikahan yang sah, tetap memilik hak waris yang sama

dengan anak hasil pernikahan yang sah.


2. Pemberian grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi oleh Presiden diatur dalam UUD 1945 pasal 14 ayat 1.

Pemberian tsb menjadi hak istimewa Presiden. Empat hak istimewa ini tidak menyoal posisi benar atau
salah, namun mempertimbangkan kepentingan umum dalam urusan kemanusiaan yang menjadi
kepentingan negara. Setelah amandemen UUD 1945 di masa reformasi, terjadi perubahan ketentuan soal
empat hak istimewa tersebut. Pasca Amandemen, Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan
memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung dan bila Presiden memberikan amnesti dan abolisi, maka
dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ketentuan itu diubah dengan
tujuan untuk tujuan pengawasan terhadap fungsi eksekutif yang menjadi tugas Presiden Pemberian grasi,
amnesti, abolisi, dan rehabilitasii bukan beermakna campur tangan presiden dalam fungsi yudikatif, akan
tetapi merupakaaan hak preroogatif presiden. Dengan demikian, presiden pun berhakk menolak atau tidak
menyetujui permohonan grasi, amnesti, dan abolisi yang diajukan oleh terhukum.
4. krn pernikahan penggugat dg pewaris serta tergugat dengan pewaris terjadi sblm th 1975, maka dasar
hukum yang digunakan adalah Kitab Undang Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Ketentuan dalam Pasal 119 KUHPerdata menyebutkan bahwa:
“Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami
dan istri, sekadar mengenai itu dengan perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain. Persatuan itu
sepanjang perkawinan tak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu persetujuan antara suami dan istri.”
Akibatnya harta istri menjadi harta suami dan sebaliknnya. Apabila terjadi perceraian, maka harta bersama
tersebut harus dibagi sama rata antara suami dan istri. Pembagian terhadap harta bersama dilakukan oleh
suami-istri selama dalam perkawinan. oleh karenaa dalam perkawinan penggugat dan pewaris tidak ada
perjanjian pembagian harta berrsama maupun tidak terbukti bahwa penggugat dan pewaris bercerai
secara sah, maka rumah sengketa masih dianggap milik pewaris (harta pewaris belum dibagi, sehingga
tidak ada istilah harta bersama).
Ketika kemudian pewaris menikah dengan tergugat, lalu sakit dan meninggal sebagai suami sah tergugat,
maka adil jika harta yang dipersengketakan diserahkan kepada tergugat, mengingat ex auquuo et bono.
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai