Anda di halaman 1dari 13

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2022/23.1 (2022.2)

Nama Mahasiswa : Faras Eria Putri

Nomor Induk Mahasiswa/NIM : 045068683

Tanggal Lahir : 04 february 2002

Kode/Nama Mata Kuliah : 4131 ISIP

Kode/Nama Program Studi : 311 Hukum

Kode/Nama UPBJJ : 23 Bogor

Hari/Tanggal UAS THE :28 Desember 2022

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN


RISET, DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Faras Eria Putri


NIM : 045068683
Kode/Nama Mata Kuliah : 4131 ISIP
Fakultas : FHISIP
Program Studi : Hukum
UPBJJ-UT : Bogor

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran atas
pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Bogor, 28 Desember 2022

Yang Membuat Pernyataan

FARAS ERIA PUTRI


1.1

Sistem hukum agama dan sistem hukum adat secara luas terintegrasi dalam UU
Perkawinan. Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan yang sah di
wilayah NKRI wajib berdasarkan hukum dan undang-undang yang berlaku. Di pasal itu juga
disebutkan bahwa hukum adat dan hukum agama dapat mengatur hal-hal yang tidak diatur
dalam Undang-Undang ini, selama tidak bertentangan dengan Undang-Undang tersebut.
Sehubungan dengan itu, sistem hukum agama dan sistem hukum ad at berfungsi untuk
melengkapi Undang-Undang Perkawinan dalam bidang-bidang tertentu seperti pelaksanaan
dan pemutusan perkawinan, tanggungan kewajiban anak, pembagian harta wakaf, jatah waris,
dan sebagainya

1.2
Asas Monogami dalam UU Perkawinan

Menurut UU Perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi, pada dasarnya hukum
perkawinan Indonesia berasaskan monogami.

Asas monogami ini ditegaskan kembali dalam Pasal 3 ayat (1) UU Perkawinan beserta
penjelasannya yang berbunyi:
Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang istri dan
seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami (asas monogami).
Kendati demikian, UU Perkawinan memberikan pengecualian yang memungkinkan seorang
suami untuk melakukan poligami

Dasar Hukum Poligami


Dasar hukum poligami dapat kita jumpai dalam Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur
secara jelas bahwa:
Pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari
seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Khusus bagi yang beragama Islam, dasar hukum poligami diatur pula dalam Pasal 56 ayat
(1) KHI
Suami yang hendak beristeri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari Pengadilan
Agama.
Merujuk pada dasar hukum poligami tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya
hukum poligami di Indonesia dapat dilakukan, sepanjang poligami tersebut dilakukan sesuai
dengan hukum poligami yang berlaku di Indonesia dan memenuhi sejumlah syarat-syarat
poligami

Hukum Poligami Menurut Hukum Islam

Selanjutnya, mengenai syarat poligami di KUA atau syarat poligami bagi yang beragama Islam,
secara garis besar, hukum poligami menurut hukum Islam memang tidak jauh berbeda dengan
UU Perkawinan. Namun, dalam KHI terdapat syarat poligami lainnya yang harus diperhatikan,
yaitu:

Suami hanya boleh beristri terbatas sampai 4 istri pada waktu bersamaan.
Suami harus mampu berlaku adil terhadap istri-istrinya dan anak-anaknya. Jika tidak mungkin
dipenuhi, suami dilarang beristri lebih dari seorang.
Suami harus memperoleh persetujuan istri dan adanya kepastian suami mampu menjamin
keperluan hidup istri-istri dan anak-anak mereka. Persetujuan ini dapat diberikan secara tertulis
atau lisan.
Harus mendapat izin dari Pengadilan Agama. Jika nekat dilakukan tanpa izin dari Pengadilan
Agama, perkawinan itu tidak mempunyai kekuatan hukum.Jika istri tidak mau memberikan
persetujuan, dan permohonan izin diajukan atas dasar alasan yang sah menurut hukum,
Pengadilan Agama dapat menetapkan pemberian izin setelah memeriksa dan mendengar istri
yang bersangkutan di persidangan Pengadilan Agama. Atas penetapan ini, istri/suami dapat
mengajukan banding atau kasasi. Alasan yang sah yang dimaksud adalah jika istri tidak dapat
menjalankan kewajibannya, mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat
disembuhkan, atau tidak dapat melahirkan keturunan,
Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, pada dasarnya jika istri pertama tidak menyetujui
suami untuk menikah lagi, maka suami tidak dapat melakukan poligami, mengingat
persetujuan istri merupakan syarat yang wajib dipenuhi jika suami hendak beristri lebih dari 1
orang. Namun, dalam hal permohonan izin poligami diajukan ke Pengadilan Agama
berdasarkan alasan yang sah menurut hukum, Pengadilan Agama dapat memberi izin setelah
memeriksa dan mendengar keterangan dari istri yang bersangkutan.

Sebagai informasi tambahan, mengenai syarat mampu berlaku adil, pada dasarnya Al
Qur’an dalam Surah An Nisa’ ayat 129 yang merupakan salah satu sumber hukum Islam telah
menegaskan bahwa suami tidak akan dapat berlaku adil, sebagai berikut:
dan kamu tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)
sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.

Terhadap ketentuan ini, Quraish Shihab dalam buku Kaidah Tafsir menjelaskan bahwa
penggunaan huruf nafy dalam ayat tersebut mengandung makna tidak akan sama sekali
sampai kapan pun.

Senada, Rahmi dalam Poligami: Penafsiran Surat An Nisa’ Ayat 3 menjelaskan bahwa Al-
Qur’an memang membolehkan poligami jika suami mampu mewujudkan keadilan di antara
para istri, yaitu keadilan material. Namun, keadilan material di antara istri merupakan syarat
yang sangat sulit dilakukan karena lahirnya tindakan manusia tidak terlepas dari kondisi
hati/perasaannya. Padahal, pada saat yang bersamaan, hati/perasaannya memiliki
kecenderungan untuk tidak adil.

Dasar Hukum:

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan


Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

2.
Pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19 merupakan
tindakan dari campur tangan pemerintah dalam konsep negara kesejahteraan, dimana
pemerintah bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat. Vaksinasi merupakan
salah satu tindakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah penyebaran virus
COVID-19 yang telah menyebabkan pandemi dan mengurangi dampak negatifnya terhadap
kesehatan masyarakat.
Pelaksanaan vaksinasi juga berdasarkan asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas
manfaat dan asas kepentingan umum. Asas manfaat menyatakan bahwa tindakan pemerintah
harus memberikan manfaat bagi masyarakat, sedangkan asas kepentingan umum menyatakan
bahwa tindakan pemerintah harus memperhatikan kepentingan umum.

Dalam pelaksanaan vaksinasi, pemerintah telah memperhatikan manfaat yang akan diperoleh
masyarakat dari vaksinasi, yaitu mencegah penyebaran virus COVID-19 dan mengurangi
dampak negatifnya terhadap kesehatan masyarakat. Selain itu, pemerintah juga telah
memperhatikan kepentingan umum dalam pelaksanaan vaksinasi, yaitu dengan menyediakan
vaksin yang aman dan efektif untuk masyarakat serta mengkoordinasikan pelaksanaan
vaksinasi dengan pihak terkait agar dapat terlaksana secara efisien dan merata.

Dengan demikian, pelaksanaan vaksinasi dalam rangka penanggulangan pandemi COVID-19


merupakan tindakan dari campur tangan pemerintah dalam konsep negara kesejahteraan yang
telah berdasarkan asas umum pemerintahan yang baik

3.

4.

1. Keterangan angin sepoi dikualifikasi sebagai testimonium de auditu karena ia tidak


menyaksikan pertengkaran antara cantik manis dan hitam pekat secara langsung. Ia hanya
mendengar cerita tentang pertengkaran tersebut dari cantik manis dan beberapa tetangga
dekat cantik manis

2. testimonium de auditu tidak memiliki nilai pembuktian yang sama dengan alat bukti langsung
seperti saksi mata atau dokumen asli karena testimonium de auditu merupakan keterangan
yang didapatkan dari orang lain yang tidak menyaksikan secara langsung kejadian tersebut.
Testimonium de auditu lebih mudah dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pengaruh orang lain,
salah sangka, atau keinginan untuk membantu atau merugikan salah satu pihak

3. putusan hakim yang mengabulkan gugatan cerai cantik manis telah dipertimbangkan secara
objektif dan rasional berdasarkan alat bukti persangkaan yang dikonstruksikan dari kesaksian
de auditu tersebut. Meskipun testimonium de auditu tidak memiliki nilai pembuktian yang sama
dengan alat bukti langsung, hakim dapat mempertimbangkan keterangan tersebut dengan
objektif dan rasional dengan memperhatikan fakta-fakta lain yang terungkap dalam
persidangan, seperti keterangan saksi-saksi lain, dokumen-dokumen, dan pengakuan Hitam
Pekat bahwa ia telah menikah dengan WIL. Dengan demikian, hakim dapat membuat
keputusan yang objektif dan rasional dengan mempertimbangkan seluruh alat bukti yang
tersedia
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Anda mungkin juga menyukai