Pendahuluan
Pada tahun 1970, Indonesia mulai berbenah dalam segala bidang kehidupan, setelah
sebelumnya dilanda perekonomian yang buruk dengan inflasi yang tinggi, dan
pemberontakan di daerah-daerah. Kegagalan pemerintahan Sukarno dalam memberikan
kesejahteraan menjadi tinjauan bagi pemerintahan baru yang dipimpin Presiden Suharto.
Pada tahun 1973, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1973 tentang
Program Bantuan Pembangunan Gedung SD. Sehingga muncullah istilah SD Inpres, yang
sejak 1973 hingga 1994 telah terbangun 150 ribu SD Inpres.
Kebijakan ini sesuai dengan semangat zaman saat itu, yaitu pemberantasan buta huruf
yang masih banyak menghinggapi masyarakat Indonesia. Menurut Esther duflo (2001),
kebijakan ini signifikan terhadap peningkatan upah 1,5% hingga 2,7% untuk setiap sekolah
tambahan. Kebijakan ini artinya secara tidak langsung turut mendongkrak peningkatan
perekonomian negara.
Meningkatnya perekonomian negara tidak hanya melalui perdagangan, hal tersebut
dapat juga diusahakan melalui perbaikan taraf hidup warga negaranya. Usaha ini dapat
dilakukan dengan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia.
Lain halnya dengan pemerintahan di era reformasi yang banyak mengeluarkan program
kesehatan. Program ini misalnya BPJS di masa Presiden SBY, dan KIS yang kini dijalankan
oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Referensi:
Duflo, Esther. 2001. “Schooling and Labor Market Consequences of School Construction in
Indonesia: Evidence From an Unusual Policy Experiment”, American Economic
Review, Vol. 91, No. 4 (pp. 795-813). Pittsburgh: American Economic Review.
Rolindrawan, Djoni. 2015. “The Impact of BPJS Health Implementation for the Poor and
Near Poor on the Use of Health Facility”, 2nd Global Conference on Business and
Social Science-2015.