Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Pertama dan yang paling utama , marilah kita panjatkan puji syukur atas
Rahmat dan Ridho Allah SWT, karena tanpa Rahmat dan Ridho-Nya, saya tidak
akan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan rampung tepat pada
waktu yang ditentukan.

Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Hj.Dr. Nurjannah M.Ag
selaku dosen mata kuliah Ulumul Qur’an dan Hadits yang membimbing kami
dalam pengerjaan tugas makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan
tentang “Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Pra Kodifikasi”.

Hadits merupakan salah satu pedoman hidup umat islam, dimana


kedudukan hadits disini adalah sebagai sumber hukum islam yang ke -2 setelah
Al-Qur’an. Di dalam ilmu hadits pun terdapat pula sejarah dan perkembangan
hadits pada masa pra kodifikasi, yang mungkin belum diketahui oleh teman-
teman. Oleh karena itu, saya menyusun makalah ini dengan harapan memberi
pengetahuan pada penyusun khususnya dan pada pembaca pada umumnya.

Tiada gading yang tak retak, begitulah pepatah mengatakan. Saya sadar
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan dalam penyusunan
makalah-makalah selanjutnya.

Banda Aceh, November 2017


Penyusun,

Nurul Azmi

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................
...............................................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................
...............................................................................................................................2

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................
.....................................................................................................................3
.......................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................
.....................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................
.....................................................................................................................3

BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hadits..................................................................
.....................................................................................................................4
1. Perkembangan Hadits Pada Masa Rasulullah...............................................
.....................................................................................................................4
a. Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits..............................................
...........................................................................................................4
b. Keadaan Para Sahabat Dalam Menerima dan Memahami Hadits......
...........................................................................................................5
c. Aktifitas Menghafal Hadits.................................................................
...........................................................................................................5
d. Aktifitas Penulisan Hadits pada Masa Rasulullah..............................
...........................................................................................................6
2. Perkembangan Hadits Pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyiddin....................
.....................................................................................................................7
a. Sahabat Dan Periwayatan Hadits.............................................................
................................................................................................................7
1. Masa Khalifah Abu Bakar..................................................................
...........................................................................................................8
2
2. Masa Khalifah Umar Bin Khattab......................................................
...........................................................................................................8
3. Masa Khalifah Utsman Bin Affan......................................................
...........................................................................................................9
4. Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib......................................................
...........................................................................................................9
3. Perkembangan Hadits Pada Masa Tabi’in...............................................
...................................................................................................................10

BAB III : PENUTUP


A. Kesimpulan..............................................................................................
..............................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Apabila kita menggunakan kata sejarah , kita secara naluri berfikir pada
masa lampau, ini adalah sebuah kekeliruan. Sebab sejarah sebenarnya adalah
jembatan yang menghubungkan masa lampau dan masa kini dan sekaligus
menunjukkan arah masa depan.

Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hokum dalam islam memiliki
sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra
kodifikasi, zaman nabi., sahabat, dan tabi’in hingga setelah pembukuan pada
abad ke-2 H.

3
Perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan,
dikarenakan larangan nabi untuk menulis hadits. Larangan tersebut berdasarkan
kekhawatiran nabi akan tercampurnya nash al-Qur’an dengan hadits. Selain itu
juga disebabkan focus nabi pada para ahabat yang bisa menulis, untuk menulis
al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa Tabii’in besar.
Bahkan khalifah Umar ibn Khattab sangat menentang penulisan hadits, begitu
juga dengan khalifah yang lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadits
secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz
(abad 2 H).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman perkembangan hadits pada masa Rasulullah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pada masa sahabat ?
3. Bagaimana sejarah perkembagan hadits pada masa tabi’in?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah guna memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Qur’an dan Hadits, selain itu dengan penyusunan makalah ini juga
merupakan sebagai suatu cara untuk menambah wawasan pembaca dan
penulis.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS MASA PRA KODIFIKASI


Sejarah perkembangan hadits merupakan masa atau periode yang telah
dilalui oleh hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan,
penghayatan, dan pengalaman umat dari generasi ke generasi.1 Dengan
memperhatikan masa yang telah dilalui hadits sejak masa
timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW. meneliti dan membina hadits,serta
segala hal yang mempengaruhi hadits tersebut.
Hadits masa pra kodifikasi maksudnya adalah sejarah hadits sebelum
dibukukan mulai dari zaman Rasul sampai pada masa ditetapkannya
pembukuan hadits secara resmi (tadwin).
Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadits dalam beberapa
periode. Adapun para ulama penulis sejarah hadits berbeda-beda dalam
membagi periode sejarah hadits. Ada yang membagi dalam tiga periode,
lima periode, dan tujuh periode.2 Disini akan dibahas perkembangan hadits
dalam tiga periode (masa Rasulullah, Sahabat, dan Tabi’in).

1. Periode Pertama : Perkembangan Hadits pada Masa Rasulullah


SAW
Periode ini disebut ‘Ashr Al-Wahyi wa At-Taqwin’ (masa turunnya
wahyu dan pembentukan masyarakat Islam).3 Pada periode inilah, hadits
lahir berupa sabda (aqwal), af’al, dan taqrir Nabi yang berfungsi
menerangkan Al-Qur’an untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk
masyarakat Islam.

a. Cara Rasulullah menyampaikan hadits :

Ada beberapa cara Rasulullah dalam menyampaikan hadits yaitu:

1. Melalui para jama’ah pada pusat pembinaannya yang disebut


majlis al-‘ilm.melalui majlis ini para sahabat banyak
memperoleh peluang untuk menerima hadits, sehingga mereka

1
Endang Soetari. Ilmu Hadits: Kajian Riwayahdan Dirayah . Bandung : Mimbar Pustaka
2
Ibid. Hlm.30.
3
Barmawie umarie. Status hadits sebagai dasar tasjri. Solo: AB. Siti sjamsijah .1965. hlm. 13. Lihat juga
soetari. op.cit. hlm.33

5
selalu berusaha mengkonsentrasikan diri guna mengikuti
kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi.
2. Melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikan
kepada orang lain. Hal ini disebabkan karena terkadang ketika
Rasulullah meriwayatkan hadits para sahabat yang hadir
hanya beberapa orang saja.
3. Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika
haji wada’ dan futuh makkah.

b. Keadaan para sahabat dalam menerima dan memahami


hadits :

Dalam penerimaan dan pemahaman hadits, antara satu sahabat dengan


sahabat lainnya tidaklah sama, hal itu dikarenakan :

 Perbedaan mereka dalam hal kesempatan bersama Rasulullah


SAW
 Perbedaan soal hafalan dan kesungguhan bertanya kepada
sahabat lain
 Perbedaan dalam hal masuk islam dan jarak tempat tinggal dari
majlis Rasulullah
 Perbedaan dalam keterampilan menulis, untuk menulis hadits

c. Aktifitas menghafal hadits

Pada masa Nabi SAW., kepandaian baca tulis dikalangan para sahabat
sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca
tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk
menghapal, memahami, memelihara,mematerikan, dan memantapkan
hadits dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.

Untuk memelihara kemurnian Hadits, Rasulullah mengambil kebijkan


terhadap hadits. Beliau secara resmi memerintahkan untuk menghafal dan
menyampaikannya kepada orang lain.

Ada alasan yang cukup memberi motivasi kepada para sahabat


diantaranya adalah :

1. Kegiatan menghafal merupakan budaya Arab yang telah ada sejak


zaman pra Islam

6
2. Mereka terkenal kuat hafalan jika dibanding bangsa-bangsa lain
3. Rasul banyak memberi spirit melalui doa-doa nya agar mereka
diberikan kekuatan hafalan dan dapat mencapai derajat yang tinggi
4. Rasul sering sekali menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka
yang menghafalkan hadits dan menyampaikan kepada orang lain

d. Aktifitas penulisan hadits pada masa Rasulullah

Keadaan hadits pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara
resmi. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadits dari Nabi SAW
dengan sabdanya:

Artinya : Dari Abi Sa’id al- Khudri, bahwasanya Rasul SAW bersabda,
“ Janganlah kamu menuliskan sesuatu dariku, dan barang siapa yang
menuliskan sesuatu dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia
menghapusnya”. (HR. Muslim)4

Tetapi disamping ada hadits yang melarang penulisan ada juga hadits
yang membolehkan penulisan hadits, yaitu sabda Nabi SAW:

Artinya : Dari Anas ibn Malik bahwa dia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, “ Ikatlah ilmu itu dengan tulisan (menuliskannya),”5

Dua hadits diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama


mengkompromikannya sebagai berikut6:
1. Bahwa larangan menulis hadits itu terjadi pada awal-awal Islam
untuk memelihara agar hadits tidak tercampur dengan Al-Qur’an.
Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan
telah banyak yang mengenal Al-Qur’an, maka hukum larangan
menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang
membolehkannya.
4
Muslim Ibn Al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim (Beirut : dar al-Fikr,1414 H/1993 M), Juz 2.h.710,Al-
Nabawi, Syarh Shahih muslim (Mesir: Al-Maktabah al-Mishriyyah,1347 H). jilid 18, h.129
5
Ibid, h. 69; lihat juga Abu Umar Yusuf ibn ‘Abd al-Barr, Jami’ Bayan al-‘Ilm wa Fa’lih (Mesir : Al-
Muniriyyah, t.t),jilid 1.h.70
6
http://situsilmiah.blogspot.co.id/2011/04/sejarah-perkembangan-hadis-pra_06.html

7
2. Bahwa larangan menulis hadits itu bersifat umum, sedang
perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki
keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam
menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti
Abdullauh bin Amr bin Ash.
3. Bahwa larangan menulis hadits ditujukan pada orang yang kuat
hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya
diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya.

Di samping itu, ketika Nabi SAW., menyelenggarakan dakwah dan


pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan
pemberitahuan, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang
seruan dakwah Islamiyah kepada para raja dan kabilah, baik di timur, utara,
dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi hadits juga. Hal ini
sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi SAW., telah dilakukan
penulisan hadits di kalangan sahabat.

2. Periode Kedua: Perkembangan Hadits Pada Masa Khulafa’ Ar-


Rasyidin (11H – 40H ).

Periode ini disebut ‘Ashr-At-Tatsabbut wa Al-Iqlal min Al-Riwayah


(masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Karena pada masa ini para
sahabat masih terfokus pada pemeliharaan dan penyebaran Al-Qur’an.
Masa ini juga disebut dengan masa sahabat besar.

a. Sahabat Dan Periwayatan Hadits :


 Menjaga pesan Nabi.
Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi
pedoman hidup, yaitu Al-Qur’an dan hadits (As-Sunnah) yang harus
dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat.7 Sebagaimana sabda Nabi
SAW :

ِ ‫َأ ْم َر ْي ِن لَنْ ت‬ ‫تَ َر ْكتُ فِي ُك ْم‬ « ‫ قَا َل‬-‫سو َل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم‬
‫َضلُّوا َما‬ ُ ‫عَنْ َمالِ ٍك َأنَّهُ بَلَ َغهُ َأنَّ َر‬
‫سنَّةَ نَبِيِّه‬
ُ ‫َاب هَّللا ِ َو‬
َ ‫س ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت‬ َّ ‫تَ َم‬

“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan
tersesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an)
dan sunnahku (Al-Hadist) ” (H.R Malik).

7
Ibid. hlm. 41-46. Lihat juga ash-shiddieqy. Op.cit. 59-69. Barmawie umarie . op.cit. hlm 17-18.

8
 Berhati-hati dalam meriwayatkan dan menerima hadits
 Periwayatan Hadits dengan Lafadz dan Makna.
Dalam praktiknya, ada dua jalan sahabat dalam meriwayatkan hadits,
yakni :

1. Periwayatan Lafdzi, yakni menurut lafadz yang mereka terima


dari Nabi SAW., yang mereka hafal benar lafadz dari Nabi.
2. Periwayatan Maknawi, yakni mereka meriwayatkan hadits yang
matannya tidak sama persis dengan yang didengarkannya dari
Rasulullah tetapi makna atau isinya tetap terjaga secara utuh,
sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasulullah tanpa ada yang
dirubah.8

1. Masa Khalifah Abu Bakar

Abu bakar adalah orang yang sangat ketat dalam pariwayatan hadits.
Misalnya Abu Bakar meminta pengukuhan sahabat lain ketika seorang
nenek datang padanya mengatakan “saya mempunyai hak atas harta yang
ditinggal oleh para anak laki-laki saya” kata Abu Bakar ” saya tidak
melihat ketentuan seperti itu, baik dari Al-Qur’an maupun dari rasul”
maka tampillah Muhammad Bin Maslamah sebagai saksi bahwa seoarang
nenek seperti kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu
dari anak laki-lakinya. Hal itu dilakukan Abu Bakar untuk menghindari
kebohongan.

2. Masa Khalifah Umar Bin Khattab

Menurut ibn Qutaibah, Umar Ibn Al-Khattab adalah orang yang paling
keras dalam menentang mereka yang memperbanyak periwayatan Hadits.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan dalam periwayatan
hadits.9

Pada masa ini, khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan


hadits, beliau bermusyawarah dengan para sahabat Rasul lainnya dan
mereka menyetujui ide tersebut . Kemudian Umar melakukan shalat
istikharah selama sebulan. Namun rupanya Allah belum menghendaki.10

8
ibid. hlm. 63
9
Ibid. h. 92
10
M.M Abu Syuhbah. Kutubus Sittah.Terjemahan oleh Ahmad Usman. 1999. Surabaya: Pustaka
Progressif. Hlm. 23.

9
Ketelitian serta kehati-hatian dalam menerima sebuah hadits tidak
hanya dilakukan oleh para khulafa’ al-rasyiddin saja, tetapi juga para
sahabat yang lain, seperti Abu Ayyub Al-Anshari. Abu Ayyub pernah
melakukan perjalanan ke Mesir hanya dalam rangka mencocokkan sebuah
hadits yang berasal dari ‘Uqbah ibn Amir.11

3. Masa Khalifah Ustman Bin Affan

Sebagaimana halnya Abu Bakar dan Umar, Utsman bin Affan juga
sangat teliti dan hati-hati dalam menerima Hadits.Ustman melalui
khutbahnya telah menyampaikan kepada umat Islam agar berhati-hati
dalam meriwayatkan hadits. Akan tetapi seruan itu tidak begitu besar
pengaruhnya terhadap para perawi tertentu yang bersikap “longgar” dalam
periwaytan hadits. Hal tersebut terjadi karena selain pribadi ‘Usman tidak
sekeras pribadi ‘Umar, juga karena wilayah Islam telah makin luas.
Luasnya wilayah Islam mengakibatkan bertambahnya kesuliatan
pengendalian kegiatan periwayatan hadits secara ketat.

4. Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan sikap para
khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadits. Secara umum, Ali
barulah bersedia menerima riwayat hadits Nabi setelah periwayat hadits
yang bersangkutan mengucapkan sumpah, bahwa hadits yang
disampaikannya itu benar-benar dari Nabi saw. hanyalah terhadap yang
benar-benar telah diparcayainya. Dengan demikian dapat dinyatakan,
bahwa fungsi sumpah dalam periwayatan hadits bagi ‘Ali tidaklah sebagai
syarat muthlak keabsahan periwayatan hadits. Sumpah dianggap tidak
perlu apabila orang yang menyampaikan riwayat hadits telah benar-benar
tidak mungkin keliru.

Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun
hadits dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan karena :

1. Agar tidak memalingkan perhatian umat islam dalam


mempelajari Al-Qur’an

11
Ibid.,h.129-130. Lihat juga Abu Abdullah al-Hakim al-Naisaburi, Ma’rifat Ulum aal-Hadits
(Madinah: Al-Maktabatal-‘Ilmiyah, 1397 H/1977 M), h. 8-9

10
2. Para sahabat yang banyak menerima hadits dari Rasulullah telah
tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam
3. Soal membukukan hadits dikalangan sahabat sendiri terjadi
perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal
lafadz dan kesahihannya.

3. Periode Ketiga : Perkembangan Hadits pada Masa Tabi’in

Periode ini disebut ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa


berkembangnya dan meluasnya periwayatan hadits).12 Pada masa ini,
daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand,
bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan
dengan berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama
dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu
hadits.

Para sahabat kecil dan tabi’in yang ingin mengetahui hadits-hadits Nabi
SAW. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah
untuk menanyakan hadits kepada sahabat-sahabat besar yang sudah
tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping
tersebarnya periwayatan hadits ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab,
perlawatan untuk mencari hadits pun menjadi ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadits, muncullah bendaharawan dan


lembaga-lembaga ( Centrum Perkembangan ) hadits diberbagai daerah di
seluruh negeri. Diantara bendaharawan hadits yang banyak menerima,
menghafal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadits adalah :

1. Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauhi, beliau meriwayatkan 5.374


hadits, sedangkan menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan
5.364 hadits.
2. ‘Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadits.
3. ‘Aisyah, istri Rasul SAW. meriwayatkan 2.276 hadits.
4. ‘Abdullah Ibn ‘Abbas meriwayatkan 1.660 hadits.
5. Jabir Ibn ‘Abdullah meriwayatkan 1.540 hadits.
12
Ibid. hlm. 47-54. Lihat juga Ash-Shiddieqy. Op.cit. hlm. 69-78.

11
6. Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadits.13

Adapun lembaga-lembaga hadits yang menjadi pusat bagi usaha


penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadits terdapat di :
1. Madinah, dengan tokoh-tokohnya : Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah,
‘Aisyah, Ibn Umar, Sa’id Al-Khudri, Zaid ibn Tsabit (dari kalangan
sahabat), ‘Urwah, Sa’id Az-Zuhri, ‘Abdullah Ibn Umar’ Al-Qasim Ibn
Muhammad Abu Bakar, Nafi’, Abu Bakar Ibn Abd Ar-Rahman Ibn
Hisyam, dan Abu Zinad (dari kalangan Tabi’in).
2. Mekah, dengan tokoh-tokohnya : Ali, ‘Abdullah Ibn Mas’ud, Sa’ad Ibn
Abi Waqas, Sa’id Ibn Zaid, Abu Juhaifah (sahabat), Asy-Sya’bi(tabi’in).
3. Bashrah, dengan tokoh-tokohnya : Anas Ibn Malik, ‘Utbah, Abu Bakrah,
Jariyah ibn Qudamah (sahabat), Abu Bardah Raja’ ‘Ibn Abi Musa
(tabi’in).
4. Syam, dengan tokoh-tokohnya : Mu’adz Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit,
Abu Darda (sahabat), Qasibah Ibn Dzuaib, Raja’ Ibn Haiwah (tabiin).
5. Mesir, dengan tokoh-tokohnya : ‘Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amir,
Yazid Ibn Abi Habib (tabi’in).14

Sejalan dengan pendirian dan sikap para Sahabat, yaitu ada yang pro
dan ada yang kontra terhadap penulisan Hadits, karena adanya hadits-hsdits
yang melarang penulisannya dan ada yang membolehkannya, maka sikap
para Tabi’in juga demikian, yaitu ada yang pro dan kontra. Diantara
mereka yang menentang penulisan Hadits adalah ‘Ubaidah Ibn Amar al-
Salmani (w. 72 H ), Ibrahim Ibn Yazid al-Taimi (w.92 H), Jabir Ibn Zaid
(w.93 H), dan Ibrahim al-Nakha’I (w.96 H).15

Keengganan para Tabi’in dalam penulisan Hadits ini semakin


meningkat tatkala mereka menyadari bahwa banyak diantara ahli hadits
dimasa itu yang menyertakan pendapatnya ketika meriwayatkan Hadits,
sehingga di kawatirkan apabila riwayat tersebut dituliskan akan terikut pula
dituliskan pendapat sang perawi, dan umat yang dating kemudian setelah
mereka kemugkinan besar akan menduga bahwa pendapat sang perawi
tersebut merupakan Hadits juga.

13
Soetari. op.cit. hlm. 48
14
Ibid. hlm. 48-49. Lihat juga Ash-Shiedieqy. Op.cit. hlm. 74-76.
15
Ibid. h. 166

12
Ketika kekhawatiran akan terjadinya percampuran antara penulisan
hadits dengan pendapat perawinya telah dapat diatasi, maka sebagian besar
Tabi’in memberikan kelonggaran bahkan mendorong murid-murid mereka
untuk menulis Hadits-hadits yang mereka ajarkan. Kegiatan penulisan
Hadits, dimasa Tabi’in semakin meluas pada akhir abad pertama dan awal
abad kedua Hijriah.

BAB III

13
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pada masa Rasulullah, hadits disampaikan dengan tiga cara yaitu:

 Melalui majlis ilmu.

 Melalui para sahabat tertentu.

 Melalui ceramah atau pidato.

Rasulullah lebih menekankan untuk menghapal, memahami,


memelihara,mematerikan, dan memantapkan hadits dalam amalan sehari-
hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.

Pada masa sahabat disebut juga masa membatasi dan menyedikitkan


riwayat. Pada masa ini belum ada usaha resmi untuk menghimpun hadits
seperti halnya Al-Qur’an. Karena para sahabat masih terfokuskan pada
penyebaran dan pemeliharaan Al-Qur’an.

Masa para tabi’in disebut juga ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-
Amshar (masa berkembangnya dan meluasnya periwayatan hadits).16
Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak,
Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol.

16
Ibid. hlm. 47-54. Lihat juga Ash-Shiddieqy. Op.cit. hlm. 69-78.

14
DAFTAR PUSTAKA

Solahudin,M dan Agus Suyadi.2008.Ulumul Hadis. Bandung : Pusaka


Setia.
Yuslem, Nawir. 2010. Ulumul Hadis. Jakarta : PT. Mutiara Sumber
Widya.
http://situsilmiah.blogspot.co.id/2011/04/sejarah-perkembangan-hadis-
pra_06.html
http://sakban1.blogspot.co.id/2014/05/sejarah-hadits-masa-pra-
kodifikasi.html

15

Anda mungkin juga menyukai