Pertama dan yang paling utama , marilah kita panjatkan puji syukur atas
Rahmat dan Ridho Allah SWT, karena tanpa Rahmat dan Ridho-Nya, saya tidak
akan dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan rampung tepat pada
waktu yang ditentukan.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada Ibu Hj.Dr. Nurjannah M.Ag
selaku dosen mata kuliah Ulumul Qur’an dan Hadits yang membimbing kami
dalam pengerjaan tugas makalah ini. Saya juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang selalu setia membantu dalam hal mengumpulkan
data-data dalam pembuatan makalah ini. Dalam makalah ini saya menjelaskan
tentang “Sejarah Perkembangan Hadits pada Masa Pra Kodifikasi”.
Tiada gading yang tak retak, begitulah pepatah mengatakan. Saya sadar
bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan dalam penyusunan
makalah-makalah selanjutnya.
Nurul Azmi
1
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................
...............................................................................................................................1
Daftar Isi..................................................................................................................
...............................................................................................................................2
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................
.....................................................................................................................3
.......................................................................................................................
B. Rumusan Masalah.........................................................................................
.....................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................
.....................................................................................................................3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Sejarah Perkembangan Hadits..................................................................
.....................................................................................................................4
1. Perkembangan Hadits Pada Masa Rasulullah...............................................
.....................................................................................................................4
a. Cara Rasulullah Menyampaikan Hadits..............................................
...........................................................................................................4
b. Keadaan Para Sahabat Dalam Menerima dan Memahami Hadits......
...........................................................................................................5
c. Aktifitas Menghafal Hadits.................................................................
...........................................................................................................5
d. Aktifitas Penulisan Hadits pada Masa Rasulullah..............................
...........................................................................................................6
2. Perkembangan Hadits Pada Masa Khulafa’ Ar-Rasyiddin....................
.....................................................................................................................7
a. Sahabat Dan Periwayatan Hadits.............................................................
................................................................................................................7
1. Masa Khalifah Abu Bakar..................................................................
...........................................................................................................8
2
2. Masa Khalifah Umar Bin Khattab......................................................
...........................................................................................................8
3. Masa Khalifah Utsman Bin Affan......................................................
...........................................................................................................9
4. Masa Khalifah Ali Bin Abi Thalib......................................................
...........................................................................................................9
3. Perkembangan Hadits Pada Masa Tabi’in...............................................
...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hokum dalam islam memiliki
sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks. Sejak dari masa pra
kodifikasi, zaman nabi., sahabat, dan tabi’in hingga setelah pembukuan pada
abad ke-2 H.
3
Perkembangan hadits pada masa awal lebih banyak menggunakan lisan,
dikarenakan larangan nabi untuk menulis hadits. Larangan tersebut berdasarkan
kekhawatiran nabi akan tercampurnya nash al-Qur’an dengan hadits. Selain itu
juga disebabkan focus nabi pada para ahabat yang bisa menulis, untuk menulis
al-Qur’an. Larangan tersebut berlanjut sampai pada masa Tabii’in besar.
Bahkan khalifah Umar ibn Khattab sangat menentang penulisan hadits, begitu
juga dengan khalifah yang lain. Periodisasi penulisan dan pembukuan hadits
secara resmi dimulai pada masa pemerintahan Khalifah Umar ibn Abd al-Aziz
(abad 2 H).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiman perkembangan hadits pada masa Rasulullah ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan hadis pada masa sahabat ?
3. Bagaimana sejarah perkembagan hadits pada masa tabi’in?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah guna memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Qur’an dan Hadits, selain itu dengan penyusunan makalah ini juga
merupakan sebagai suatu cara untuk menambah wawasan pembaca dan
penulis.
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Endang Soetari. Ilmu Hadits: Kajian Riwayahdan Dirayah . Bandung : Mimbar Pustaka
2
Ibid. Hlm.30.
3
Barmawie umarie. Status hadits sebagai dasar tasjri. Solo: AB. Siti sjamsijah .1965. hlm. 13. Lihat juga
soetari. op.cit. hlm.33
5
selalu berusaha mengkonsentrasikan diri guna mengikuti
kegiatan dan ajaran yang diberikan oleh Nabi.
2. Melalui para sahabat tertentu, yang kemudian disampaikan
kepada orang lain. Hal ini disebabkan karena terkadang ketika
Rasulullah meriwayatkan hadits para sahabat yang hadir
hanya beberapa orang saja.
3. Melalui ceramah atau pidato ditempat terbuka, seperti ketika
haji wada’ dan futuh makkah.
Pada masa Nabi SAW., kepandaian baca tulis dikalangan para sahabat
sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca
tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk
menghapal, memahami, memelihara,mematerikan, dan memantapkan
hadits dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.
6
2. Mereka terkenal kuat hafalan jika dibanding bangsa-bangsa lain
3. Rasul banyak memberi spirit melalui doa-doa nya agar mereka
diberikan kekuatan hafalan dan dapat mencapai derajat yang tinggi
4. Rasul sering sekali menjanjikan kebaikan akhirat kepada mereka
yang menghafalkan hadits dan menyampaikan kepada orang lain
Keadaan hadits pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara
resmi. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadits dari Nabi SAW
dengan sabdanya:
Artinya : Dari Abi Sa’id al- Khudri, bahwasanya Rasul SAW bersabda,
“ Janganlah kamu menuliskan sesuatu dariku, dan barang siapa yang
menuliskan sesuatu dariku selain Al-Qur’an maka hendaklah ia
menghapusnya”. (HR. Muslim)4
Tetapi disamping ada hadits yang melarang penulisan ada juga hadits
yang membolehkan penulisan hadits, yaitu sabda Nabi SAW:
Artinya : Dari Anas ibn Malik bahwa dia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, “ Ikatlah ilmu itu dengan tulisan (menuliskannya),”5
7
2. Bahwa larangan menulis hadits itu bersifat umum, sedang
perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki
keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam
menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti
Abdullauh bin Amr bin Ash.
3. Bahwa larangan menulis hadits ditujukan pada orang yang kuat
hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya
diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya.
ِ َأ ْم َر ْي ِن لَنْ ت تَ َر ْكتُ فِي ُك ْم « قَا َل-سو َل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم
َضلُّوا َما ُ عَنْ َمالِ ٍك َأنَّهُ بَلَ َغهُ َأنَّ َر
سنَّةَ نَبِيِّه
ُ َاب هَّللا ِ َو
َ س ْكتُ ْم بِ ِه َما ِكت َّ تَ َم
“Telah aku tinggalkan untuk kalian dua macam, yang tidak akan
tersesat setelah berpegang kepada keduanya, yaitu kitab Allah (Al-Qur’an)
dan sunnahku (Al-Hadist) ” (H.R Malik).
7
Ibid. hlm. 41-46. Lihat juga ash-shiddieqy. Op.cit. 59-69. Barmawie umarie . op.cit. hlm 17-18.
8
Berhati-hati dalam meriwayatkan dan menerima hadits
Periwayatan Hadits dengan Lafadz dan Makna.
Dalam praktiknya, ada dua jalan sahabat dalam meriwayatkan hadits,
yakni :
Abu bakar adalah orang yang sangat ketat dalam pariwayatan hadits.
Misalnya Abu Bakar meminta pengukuhan sahabat lain ketika seorang
nenek datang padanya mengatakan “saya mempunyai hak atas harta yang
ditinggal oleh para anak laki-laki saya” kata Abu Bakar ” saya tidak
melihat ketentuan seperti itu, baik dari Al-Qur’an maupun dari rasul”
maka tampillah Muhammad Bin Maslamah sebagai saksi bahwa seoarang
nenek seperti kasus tersebut mendapat bagian (1/6) harta peninggalan cucu
dari anak laki-lakinya. Hal itu dilakukan Abu Bakar untuk menghindari
kebohongan.
Menurut ibn Qutaibah, Umar Ibn Al-Khattab adalah orang yang paling
keras dalam menentang mereka yang memperbanyak periwayatan Hadits.
Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kekeliruan dalam periwayatan
hadits.9
8
ibid. hlm. 63
9
Ibid. h. 92
10
M.M Abu Syuhbah. Kutubus Sittah.Terjemahan oleh Ahmad Usman. 1999. Surabaya: Pustaka
Progressif. Hlm. 23.
9
Ketelitian serta kehati-hatian dalam menerima sebuah hadits tidak
hanya dilakukan oleh para khulafa’ al-rasyiddin saja, tetapi juga para
sahabat yang lain, seperti Abu Ayyub Al-Anshari. Abu Ayyub pernah
melakukan perjalanan ke Mesir hanya dalam rangka mencocokkan sebuah
hadits yang berasal dari ‘Uqbah ibn Amir.11
Sebagaimana halnya Abu Bakar dan Umar, Utsman bin Affan juga
sangat teliti dan hati-hati dalam menerima Hadits.Ustman melalui
khutbahnya telah menyampaikan kepada umat Islam agar berhati-hati
dalam meriwayatkan hadits. Akan tetapi seruan itu tidak begitu besar
pengaruhnya terhadap para perawi tertentu yang bersikap “longgar” dalam
periwaytan hadits. Hal tersebut terjadi karena selain pribadi ‘Usman tidak
sekeras pribadi ‘Umar, juga karena wilayah Islam telah makin luas.
Luasnya wilayah Islam mengakibatkan bertambahnya kesuliatan
pengendalian kegiatan periwayatan hadits secara ketat.
Khalifah Ali bin Abi Thalib pun tidak jauh berbeda dengan sikap para
khalifah pendahulunya dalam periwayatan hadits. Secara umum, Ali
barulah bersedia menerima riwayat hadits Nabi setelah periwayat hadits
yang bersangkutan mengucapkan sumpah, bahwa hadits yang
disampaikannya itu benar-benar dari Nabi saw. hanyalah terhadap yang
benar-benar telah diparcayainya. Dengan demikian dapat dinyatakan,
bahwa fungsi sumpah dalam periwayatan hadits bagi ‘Ali tidaklah sebagai
syarat muthlak keabsahan periwayatan hadits. Sumpah dianggap tidak
perlu apabila orang yang menyampaikan riwayat hadits telah benar-benar
tidak mungkin keliru.
Pada masa ini juga belum ada usaha secara resmi untuk menghimpun
hadits dalam suatu kitab halnya Al-Qur’an, hal ini disebabkan karena :
11
Ibid.,h.129-130. Lihat juga Abu Abdullah al-Hakim al-Naisaburi, Ma’rifat Ulum aal-Hadits
(Madinah: Al-Maktabatal-‘Ilmiyah, 1397 H/1977 M), h. 8-9
10
2. Para sahabat yang banyak menerima hadits dari Rasulullah telah
tersebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam
3. Soal membukukan hadits dikalangan sahabat sendiri terjadi
perselisihan pendapat. Belum lagi terjadinya perselisihan soal
lafadz dan kesahihannya.
Para sahabat kecil dan tabi’in yang ingin mengetahui hadits-hadits Nabi
SAW. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah
untuk menanyakan hadits kepada sahabat-sahabat besar yang sudah
tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping
tersebarnya periwayatan hadits ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab,
perlawatan untuk mencari hadits pun menjadi ramai.
11
6. Abu Sa’id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadits.13
Sejalan dengan pendirian dan sikap para Sahabat, yaitu ada yang pro
dan ada yang kontra terhadap penulisan Hadits, karena adanya hadits-hsdits
yang melarang penulisannya dan ada yang membolehkannya, maka sikap
para Tabi’in juga demikian, yaitu ada yang pro dan kontra. Diantara
mereka yang menentang penulisan Hadits adalah ‘Ubaidah Ibn Amar al-
Salmani (w. 72 H ), Ibrahim Ibn Yazid al-Taimi (w.92 H), Jabir Ibn Zaid
(w.93 H), dan Ibrahim al-Nakha’I (w.96 H).15
13
Soetari. op.cit. hlm. 48
14
Ibid. hlm. 48-49. Lihat juga Ash-Shiedieqy. Op.cit. hlm. 74-76.
15
Ibid. h. 166
12
Ketika kekhawatiran akan terjadinya percampuran antara penulisan
hadits dengan pendapat perawinya telah dapat diatasi, maka sebagian besar
Tabi’in memberikan kelonggaran bahkan mendorong murid-murid mereka
untuk menulis Hadits-hadits yang mereka ajarkan. Kegiatan penulisan
Hadits, dimasa Tabi’in semakin meluas pada akhir abad pertama dan awal
abad kedua Hijriah.
BAB III
13
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Masa para tabi’in disebut juga ‘Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-
Amshar (masa berkembangnya dan meluasnya periwayatan hadits).16
Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak,
Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol.
16
Ibid. hlm. 47-54. Lihat juga Ash-Shiddieqy. Op.cit. hlm. 69-78.
14
DAFTAR PUSTAKA
15