Oleh:
Nama : Jafar Mukhlis, S.T., M.T.
NIP : 198812102022031004
Jabatan : Asisten Ahli - Dosen
Coach : Dr. Abd. Kadir., S.E., M.A.P
Mentor : Dr. Ir. Hafsah Nirwana, S.T., M.T.
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
BAB I | 1
menjauh satu sama lain dan meminimalisir komunikasi tatap muka.
Manusia menjadi sulit berinteraksi satu dengan lainnya secara langsung.
Sistem belajar mengajar saat ini diarahkan pada pembelajaran jarak jauh
(dalam jaringan) yang masih banyak kekurangan baik dari infrastruktur
maupun pemanfataan media bagi semua kalangan.
Permasalahan seputar dampak pandemi COVID-19 yang membuat
mahasiswa dan dosen harus melakukan pembelajaran jarak jauh sehingga
tidak dapat melakukan kunjungan (study) ke destinasi wisata. Kunjungan
lapangan sangat penting untuk pengalaman mahasiswa dimana
mahasiswa dapat membandingkan situasi nyata dengan teori yang selama
ini dipelajari. Di sisi lain, teknologi dan informasi menjadi perangkat adaptasi
/ penyesuaian kehidupan manusia sekarang. Virtual tour sebagai
komunikasi digital dapat meminimalisir keterbatasan gerak mahasiswa dan
dosen. Virtual tour sebagai miniatur destinasi wisata yang dapat dilihat 3600
sehingga dosen dapat memberikan best practice lokasi wisata untuk
dijadikan sebagai bahan perangkat pembelajaran perencanaan pariwisata
di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Sulawesi
Barat.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan laporan rancangan aktualisasi adalah:
Aktualisasi adalah kegiatan pengaplikasian dan penerapan nilai-nilai dasar
ASN yaitu Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal,
Adaptif, Kolaboratif (BerAKHLAK) dalam menjalankan tugas. Tujuan dari
aktualisasi ini untuk membentuk PNS yang profesional dan berkarakter
serta untuk memahami peran dan kedudukan ASN pada unit kerja. Adapun
penjabaran dari tujuan aktualisasi ini adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan peran sebagai ASN dengan menerapkan nilai – nilai
dasar ASN yaitu Berorientasi pelayanan, Akuntabel, Kompeten,
Harmonis, Loyal, Adaptif, Kolaboratif (BerAKHLAK);
2. Memahami manajemen ASN, melaksanakan Whole of Government
(WoG) dan SMART ASN, serta melakukan pelayanan publik yang baik
dalam menyelesaikan pekerjaan di unit kerja;
3. Membuat perangkat pembelajaran melalui virtual tour pada Mata Kuliah
Perencanaan Pariwisata di Program Studi S1 Perencanaan Wilayah
dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Sulawesi Barat.
1.3 Manfaat
Manfaat kegiatan pengaktualisasian nilai-nilai dasar Pegawai Negeri Sipil
(PNS) adalah sebagai berikut:
1) Bagi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS)
Meningkatkan pemahaman dan kemampuan menggunakan perangkat
pembelajaran sebagai upaya inovasi untuk pembelajaran dengan
mahasiswa serta mampu mengimplementasikan nilai-nilai dasar
BerAKHLAK (Berorientasi pelayanan, Akuntabel. Kompeten, Harmonis,
BAB I | 2
Loyal, Adaptif, Kolaboratif) sebagai landasan dalam menjalankan tugas
dan fungsinya sebagai aparatur sipil negara (ASN) yang profesional.
2) Bagi Satuan Kerja
Sebagai masukan dalam upaya perbaikan serta memberikan informasi
kepada Program Studi mengenai manfaat penggunaan perangkat
pembelajaran melalui virtual tour sebagai bentuk inovasi didalam
proses belajar-mengajar yang saat ini dibatasi mobilitas karena adanya
pandemi Covid-19.
BAB I | 3
BAB II
GAMBARAN UMUM ORGANISASI
BAB II | 3
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Adapun rincian
perkembangan fakultas Teknik universitas Sulawesi barat sebagai berikut:
2013: Penetapan Kembali program-program studi universitas Sulawesi
barat Nomor: 560/E/O/2013. Program studi Teknik Sipil dan program studi
Teknik Informatika
2019: Pembentukan program studi Perencanaan Wilayah dan Kota sesuai
SK Izin pembukaan program studi Perencanaan Wilayah dan Kota program
sarjana pada universitas Sulawesi barat di Kabupaten Majene nomor:
1048/KPT/I/2019.
BAB II | 4
6. Meningkatkan kerjasama di bidang Pendidikan, Penelitian dan
Pengabdian yang saling menguntungkan dengan mitra terkait.
BAB II | 5
Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Universitas
Sulawesi Barat.
a. Dekan
Dekan FT Unsulbar diangkat berdasarkan SK Rektor. No.
0437/UN55/HK/2021, yang mempunyai tugas pelaksana dan
penanggung jawab pelaksanaan tri dharma perguruan tinggi di tingkat
fakultas yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Rektor.
b. Wakil Dekan I (Bidang Akademik dan Kemahasiwaan)
Wakil Dekan I diangkat berdasarkan SK Rektor
No.164/UN55/HK.02/2019, yang mempunyai tugas membantu Dekan
dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang pendidikan,
penelitian, pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan, alumni,
perencanaan, dan kerjasama.
c. Wakil Dekan II (Bidang Umum dan Keuangan)
Wakil Dekan II diangkat berdasarkan SK Rektor No.
165/UN55/HK/2019, yang mempunyai tugas membantu Dekan dalam
memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang umum dan keuangan.
d. Senat Fakultas
Senat Fakultas diangkat berdasarkan SK Rektor yang mempunyai
fungsi penetapan dan pertimbangan pelaksanaan kebijakan akademik
di lingkungan Fakultas.
e. Gugus Penjaminan Mutu (GPM) Fakultas
GPM diangkat berdasarkan SK Rektor No.72/UN55/HK/2020, yang
mempunyai tugas melaksanakan fungsi mutu pada tingkat Fakultas
Teknik UNSULBAR.
f. Koordinator Program Studi
Koordinator Prodi diangkat berdasarkan SK Rektor
No.0108/UN55/HK/2021, yang mempunyai tugas memimpin
penyelenggaraan pendidikan dan pembelajaran, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat, membina mahasiswa pada Program
Studi serta melakukan layanan akademik prima.
g. Bagian Tata Usaha/ Koordinator Akademik dan Umum
Bagian Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan layanan
akademik dan kemahasiswaan, serta urusan perencanaan, keuangan,
kepegawaian, ketatalaksanaan, ketatausahaan, kerumahtanggaan,
kerja sama, pengelolaan barang milik negara, dan pelaporan di
lingkungan Fakultas.
h. Subbagian Akademik dan Kemahasiswaan
Mempunyai tugas melakukan layanan pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat, kemahasiswaan dan alumni,
pengelolaan data, kerjasama, dan evaluasi dan pelaporan Fakultas.
i. Subbagian Umum dan Keuangan
Mempunyai tugas melakukan penyusunan rencana, program, dan
anggaran, urusan ketatausahaan, kerumahtanggaan, ketatalaksanaan,
kepegawaian, dan keuangan, serta pengelolaan barang milik negara di
lingkungan Fakultas.
BAB II | 6
j. Kepala laboratorium
Kepala laboratorium diangkat berdasarkan SK Rektor
No.0727/UN55/HK/2021 yang mempunyai tugas melakukan kegiatan
dalam cabang ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai penunjang
pelaksanaan tugas pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada
masyarakat di lingkungan Fakultas
k. Pengelola Perpustakaan
Pelaksana teknis di bidang kepustakaan dan referensi yang
bertanggung jawab langsung kepada Dekan, dan pembinaannya
dilakukan oleh Wakil Dekan I Mempunyai tugas:
1) Kegiatan perpustakaan dan pelayanan peminjaman buku kepada
dosen dan mahasiswa
2) Menginventarisir buku-buku, membuat katalog dan kartu perpustakaan.
3) Menyusun daftar peminjaman buku dan mengajukan kebutuhan
pengadaan buku, dan menginformasikan perkembangan koleksi buku.
l. Kelompok Dosen
Merupakan kelompok pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas
utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan, penelitian, dan
pengabdian kepada masyarakat.
BAB II | 7
2.2 NILAI- NILAI ORGANISASI
Nilai Organisasi Universitas Sulawesi Barat adalah nilai malaqbi yang
meliputi:
1. Kejujuran
Yaitu merupakan sikap perilaku yang mencerminkan adanya
kesesuaian antara hati, perkataan dan perbuatan.
2. Keadilan
Yaitu kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal,
baik menyangkut benda atau orang.
3. Keikhlasan
Yaitu setiap pelayanan publik dilakukan dengan tulus dan
memperoleh kebahagiaan ketika kebutuhan publik telah terpenuhi.
4. Ketegasan
Yaitu merupakan kemampuan untuk menyampaikan dan
melaksanakan hal yang tepat dan pada waktu yang tepat.
5. Kemuliaan
Yaitu merupakan derajat penghargaan kepada institusi dengan
terpenuhinya visi, misi dan nilai-nilai organisasi.
6. Kebijaksanaan
Yaitu merupakan kemampuan menyelesaikan permasalahan
mendasar yang berkaitan dengan perilaku.
2.3 GAMBARAN MATA PELATIHAN
2.3.1 BERAKHLAK DAN INDIKATOR NILAI
2.3.1.1 Berorientasi Pelayanan
Panduan perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan
sebagai pedoman bagi para ASN dalam pelaksanaan tugas sehari-hari,
yaitu:
1. Memahami dan Memenuhi Kebutuhan Masyarakat
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku
Berorientasi Pelayanan yang pertama ini diantaranya:
Mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
Menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
Membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian; dan
Menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerjasama.
Untuk dapat memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat
(customer needs) sebagai salah satu unsur penting dalam
terciptanya suatu pelayanan publik, terlebih dahulu kita melihat
pengertian Masyarakat atau publik sebagai penerima layanan.
Masyarakat dalam UU Pelayanan Publik adalah seluruh pihak, baik
warga negara maupun penduduk sebagai orang-perseorangan,
kelompok, maupun badan hukum yang berkedudukan sebagai
penerima manfaat pelayanan publik, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
BAB II | 8
Zulian Yamit (2010:75) mengemukakan, bahwa: “Pelanggan
adalah orang yang membeli dan menggunakan produk atau jasa.”
Di era global dengan tingkat persaingan yang semakin tinggi,
kinerja organisasi lebih diarahkan pada terciptanya kepuasan
pelanggan. Kepuasan pelanggan antara lain dapat dilihat dari
kesenangannya ketika mendapatkan produk/jasa yang sesuai atau
bahkan melebihi harapannya, sehingga mendorong keinginannya
untuk melakukan pembelian ulang atas produk/jasa yang pernah
diperolehnya, tidak merasa kapok, bahkan mereka akan
menganjurkan kepada pihak lain untuk menggunakan produk/jasa
tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa efektivitas organisasi
tidak hanya diukur dari performans untuk mencapai target (rencana)
mutu, kuantitas, ketepatan waktu, dan alokasi sumberdaya,
melainkan juga diukur dari kepuasan dan terpenuhinya kebutuhan
pelanggan (customers).
Dalam Quality Management Journal, “Customer satisfaction
is defined as a measurement that determines how happy customers
are with a company’s products, services, and capabilities. Customer
satisfaction information, including surveys and ratings, can help a
company determine how to best improve or changes its products
and services. An organization’s main focus must be to satisfy its
customers.” Selanjutnya pendapat Ancok (2014) juga menguatkan
pandangan bahwa kepuasan pelanggan alasan utama pentingnya
pelayanan prima.
Siklus pelayanan itu sendiri menurut A. Imanto dalam Modul
Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil “Pelayanan Publik”
(2017) adalah “Sebuah rangkaian peristiwa yang dilalui pelanggan
sewaktu menikmati atau menerima layanan yang diberikan”.
Dikatakan bahwa siklus layanan dimulai pada saat konsumen
mengadakan kontak pertama kali dengan service delivery system
dan dilanjutkan dengan kontak-kontak berikutnya sampai dengan
selesai jasa tersebut diberikan.
Standar mutu pelayanan yang berbasis kebutuhan dan
kepuasan masyarakat sebagai pelanggan (consumer view or public
view), diarahkan untuk memberikan kesejahteraan kepada setiap
warga negara, misalnya: layanan kesehatan, pendidikan, dan
perlindungan konsumen. Kebutuhan dan harapan tersebut
berbeda-beda sesuai dengan karakteristik individu yang
bersangkutan. Oleh sebab itu konsep mutu dalam konteks ini
menuntut sikap responsif dan empati dari petugas pemberi layanan
kepada harapan individu atau sekelompok individu pengguna
layanan. Aparatur harus menjadi pendengar yang baik atas keluhan
ataupun harapan masyarakat terhadap layanan yang ingin mereka
dapatkan. Dengan demikian kunci pelayanan kesejahteraan adalah
kepuasan para pengguna layanan.
BAB II | 9
Dalam penyelenggaraan pelayanan publik pemerintah wajib
mendengar dan memenuhi tuntutan kebutuhan warga negaranya.
Tidak hanya terkait dengan bentuk dan jenis pelayanan publik yang
mereka butuhkan akan tetapi juga terkait dengan mekanisme
penyelenggaraan layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya
penyelenggaraan pelayanan. Sebagai klien masyarakat, birokrasi
wajib mendengarkan aspirasi dan keinginan masyarakat.
2. Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan
Adapun beberapa Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan
panduan perilaku Berorientasi Pelayanan yang kedua ini
diantaranya:
Memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
Memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan
program pemerintah; dan
Memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap,
cepat, tepat, akurat, berdaya guna, berhasil guna, dan
santun.
Djamaludin Ancok dkk (2014) memberi ilustrasi bahwa perilaku
yang semestinya ditampilkan untuk memberikan layanan prima
adalah:
a) Menyapa dan memberi salam;
b) Ramah dan senyum manis;
c) Cepat dan tepat waktu;
d) Mendengar dengan sabar dan aktif;
e) Penampilan yang rapi dan bangga akan penampilan;
f) Terangkan apa yang Saudara lakukan;
g) Jangan lupa mengucapkan terima kasih;
h) Perlakukan teman sekerja seperti pelanggan; dan
i) Mengingat nama pelanggan.
Dengan penjabaran tersebut, pegawai ASN dituntut untuk
memberikan pelayanan dengan ramah, ditandai senyum, menyapa
dan memberi salam, serta berpenampilan rapi; cekatan ditandai
dengan cepat dan tepat waktu; solutf ditandai dengan mampu
memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk memilih layanan
yang tersedia; dan dapat diandalkan ditandai dengan mampu, akan
dan pasti menyelesaikan tugas yang mereka terima atau pelayanan
yang diberikan.
Untuk menghasilkan mutu dalam pelayanan publik yang bersifat
jasa, sangat membutuhkan kerja sama dan partisipasi masyarakat.
Oleh sebab itu, ASN harus mampu memelihara komunikasi dan
interaksi yang baik dengan masyarakat, bersifat kreatif, proaktif dan
inovatif dalam memenuhi kebutuhan masyarakat yang berbeda
beda. Tidak hanya itu saja, karena kondisi sosial ekonomi yang
terus membaik, masyarakat pun terus menerus menuntut standard
pelayanan yang semakin tinggi dan semakin responsif terhadap
kemampuan dan kebutuhan yang beragam. Pelayanan yang baik
BAB II | 10
harus cepat, tepat, dapat diandalkan, tidak berbelit belit (bertele-
tele), dan tidak ditunda-tunda.
Sehingga kode etik ramah, cepat, solutif, dan dapat diandalkan
sebagai penjabaran dari nilai Berorientasi Pelayanan sangat
diharapkan dapat tercermin dari perilaku Saudara sebagai ASN
bukan hanya yang bertanggung jawab di garis depan (front liner),
melainkan menjadi tanggung jawab semua pegawai ASN pada
setiap level organisasi. Ke depan, citra positif ASN sebagai pelayan
publik terlihat dengan perilaku melayani dengan senyum, menyapa
dan memberi salam, serta berpenampilan rapih; melayani dengan
cepat dan tepat waktu; melayani dengan memberikan kemudahan
bagi Anda untuk memilih layanan yang tersedia; serta melayani
dengan dengan kemampuan, keinginan dan tekad memberikan
pelayanan yang prima.
3. Melakukan Perbaikan Tiada Henti
Nilai Dasar ASN yang dapat diwujudkan dengan panduan perilaku
Berorientasi Pelayanan yang ketiga ini diantaranya:
Mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada
publik;
Mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja
pegawai.
Karakteristik dalam memberikan pelayanan prima ditunjukkan
dengan upaya perbaikan secara berkelanjutan melalui berbagai
cara, antara lain: pendidikan, pelatihan, pengembangan ide kreatif,
kolaborasi, dan benchmark. Alangkah baiknya apabila seluruh ASN
dapat menampilkan kinerja yang merujuk pada nilai dasar orientasi
mutu dalam memberikan layanan kepada publik. Setiap individu
aparatur turut memikirkan bagaimana langkah perbaikan yang
dapat dilakukan dari posisinya masing-masing. Di lain pihak,
pimpinan melakukan pemberdayaan aparatnya secara optimal, dan
memberikan arah menuju terciptanya layanan prima yang dapat
memuaskan stakeholders dengan memberikan superior customer
value.
Hal ini berarti bahwa memberikan layanan yang bermutu tidak
boleh berhenti ketika kebutuhan masyarakat sudah dapat
terpenuhi, melainkan harus terus ditingkatkan dan diperbaiki agar
mutu layanan yang diberikan dapat melebihi harapan pengguna
layanan. Layanan hari ini harus lebih baik dari hari kemarin, dan
layanan hari esok akan menjadi lebih baik dari hari ini (doing
something better and better). Dalam perkembangannya budaya
pelayanan harus dipandang sebagai sebuah proses belajar yang
menghasilkan bentuk baru serta pengetahuan dan kepandaian
yang baru. Sebagai sebuah proses belajar budaya pelayanan harus
dapat melakukan perubahan kebiasaan, perubahan nilai, dan
perubahan pola pikir atau paradigma pelayanan.
BAB II | 11
Dalam Richard L. Daft dalam Tita Maria Kanita (2010: 8), “demikian
juga halnya inovasi dalam layanan publik mestinya mencerminkan
hasil pemikiran baru yang konstruktif, sehingga akan memotivasi
setiap individu untuk membangun karakter dan mind-set baru
sebagai apartur penyelenggara pemerintahan, yang diwujudkan
dalam bentuk profesionalisme layanan publik yang berbeda dari
sebelumnya, bukan sekedar menjalankan atau menggugurkan
tugas rutin”. Sebagaimana dikemukakan oleh Christopher dan Thor
(2001: 65), “They can also organize to encourage and support
creativity and innovation, to do things differently.” Demikian juga di
lingkungan lembaga pemerintahan, aparatur dapat
mengembangkan daya imajinasi dan kreativitasnya, untuk
melahirkan terobosan- terobosan baru dalam meningkatkan
efektivitas dan efisiensi layanan, sepanjang tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan.
2.3.1.2 Akuntabel
Akuntabilitas sering diartikan sebagai responsibility atau
pertanggungjawban. Akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap
individu, kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab yang
menjadi amanahnya. Menurut Bovens (2007), Akuntabilitas publik
memiliki tiga fungsi utama yaitu: untuk menyediakan kontrol demokratis
(peran demokrasi); untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan (peran konstitusional); dan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektifitas (peran belajar). Amanah seorang PNS adalah menjamin
terwujudnya nilai-nilai publik. Nilai-nilai publik tersebut antara lain
adalah:
1) Mampu mengambil pilihan yang tepat dan benar ketika terjadi
konflik kepentingan, publik dengan kepentingan sektor, kelompok
dan pribadi.
2) Memiliki pemahaman dan kesadaran untuk menghindari dan
mencegah keterlibatan PNS dalam politik praktis.
3) Memperlakuka warga negara secara sama dan adil dalam
penyelenggaraan sikap dan perilaku yang konisten dan dapat
diandalkan sebagai peneyelenggara pemerintahan.
1. Aspek-aspek Akuntabilitas
Aspek-aspek dalam akuntabilitas terdiri dari:
1) Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a
relationship);
2) Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is
resultsoriented);
3) Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability
requiers reporting);
4) Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is
meaningless without consequences);
5) Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves
BAB II | 12
performance);
2. Tingkatan Akuntabilitas
Akuntabilitas memiliki beberapa tingkatan antara lain yaitu:
1) Akuntabilitas Personal (Personal Accountability);
2) Akuntabilitas Individu;
3) Akuntabilitas Kelompok;
4) Akuntabilitas Organisasi, dan
5) Akuntabilitas Stakeholder.
2.3.1.3 Kompeten
Terkait dengan perwujudan kompetensi ASN dapat diperhatikan
dalam Surat Edaran Menteri PANRB Nomor 20 Tahun 2021 dalam poin
4, antara lain, disebutkan bahwa panduan perilaku (kode etik)
kompeten yaitu: a. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab
tantangan yang selalu berubahi; b. Membantu orang lain belajar; dan c.
Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik. Perilaku kompeten ini
sebagaiamana dalam poin 5 Surat Edaran Menteri PANRB menjadi
bagian dasar penguatan budaya kerja di instansi pemerintah untuk
mendukung pencapaian kinerja individu dan tujuan organisasi/instansi.
1. Meningkatkan kompetensi diri
BAB II | 13
Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang
selalu berubah adalah keniscayaan. Melaksanakan belajar sepanjang
hayat merupakan sikap yang bijak. Setiap orang termasuk ASN
selayaknya memiliki watak sebagai pembelajar sepanjang hayat, yang
dapat bertahan dan berkembang dalam oreintasi Ekonomi Pengetahuan
(Knowledge Economy). Pembelajar yang relevan saat ini adalah
mereka yang memiliki kemampuan untuk secara efektif dan kreatif
menerapkan keterampilan dan kompetensi ke situasi baru, di dunia
yang selalu berubah dan kompleks.
Orientasi atau ketergantungan pada pendekatan pengembangan
pedagogis, bahkan andragogis, tidak lagi sepenuhnya cukup dalam
mempersiapkan kita untuk berkembang di tempat kerja. Pendekatan
yang lebih mandiri dan ditentukan sendiri diperlukan, yang bersumber
dari berbagai sumber pembelajaran yang tersebar luas dalam dunia
internet, di mana sebagai pembelajar merefleksikan apa yang
dipelajari, dan bagaimana sesuatu yang dipelajari tersebut diwujudkan
dalam konteks pekerjaan. Kemandirian untuk belajar sejalan dengan
perkembangan teknologi yang telah menciptakan kebutuhan metode
pengajaran baru, sumber belajar, dan media digital yang lebih luas dan
masif (Wheeler, 2011 dalam Blaschke, 2014). Pendekatan
pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau disebut juga
sebagai teori “net-centric”, yang merupakan pengembangan berbasis
pada sumber pembelajaran utama dari Internet (Anderson, 2010, hlm.
33; Wheeler, 2011 dalam Blaschk,2014)
Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks),
yang mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam
organisasi. Komunitas yang disatukan oleh minat yang sama, biasanya
berbicara bersama secara langsung, seperti melalui telepon, dan
melalui email untuk berbagi keahlian dan memecahkan masalah
bersama. Ketika jaringan semacam ini berbagi cukup pengetahuan
yang sama untuk dapat berkomunikasi dan berkolaborasi secara
efektif, percakapan komunitas pegawai yang berkelanjutan sering kali
menghasilkan pengetahuan baru bagi organisasi.
Meskipun cara jejaring mungkin sulit untuk dikodifikasi, proses ini
dapat menambah pengetahuan bagi organisasi. Oleh karena itu untuk
mengoptimalkan pelaksanaannya, sering kali membutuhkan bantuan
profesional atau fasilitator jaringan, yang dapat merekam pengetahuan
yang seharusnya tetap berada dalam kepala para ahli. Pemanfaatan
media teknologi dapat diadopsi untuk fasilitasi interaksi berbagi
pengetahuan pekerjaan. Dengan cara itu, praktik ini dapat menjadi
bagian dari modal pengetahuan aktif instansi.
Sebagai ASN pembelajar, ASN juga diharapkan mengalokasikan
dirinya dalam waktu dan ruang yang memadai, yang dikhususkan untuk
penciptaan atau perolehan pengetahuan. Dalam kaitan ini ASN dapat
terlibat dalam aktivitas seperti laboratorium dan perpustakaan di
lingkungan kantornya, di tempat penemuan pengetahuan baru dapat
BAB II | 14
dihasilkan, tetapi juga aktivitas laboratorium dan perpustakaan juga
sebagai tempat pertemuan di mana ASN berkumpul dan berbagai
pengetahuan
“Tips dan Trik Meningkatkan Motivasi Belajar Untuk Diri Sendiri”
sebagai berikut:
1) Membuat Agenda Belajar, untuk mengatur waktu dan materi apa
yang harus dipelajari.
2) Menentukan Gaya Belajar, setiap orang memiliki gaya
belajarnya masing-masing. Tentukan apakah Saudara termasuk
seseorang yang bertipe visual, auditori, atau kinestetik. Dengan
mengetahui gaya belajar bisa menyesuaikan diri dengan materi
yang ingin dipelajari.
3) Istirahat, istirahat termasuk salah satu faktor penting dalam
proses belajar. Ketika tubuh lelah, proses belajar tidak akan
maksimal.
4) Hindari Gangguan Belajar, aturlah waktu untuk bermain gadget,
bermain sosial medua, melihat televisi, dan game online agar
tidak mengganggu waktu belajar. Jangan berada di kumpulan
orang atau keramaian.
5) Cari Suasana yang Tepat, semua suasana menjadi tepat jika
kamu berhasil mengontrol diri sendiri. Tentukan suasana yang
tepat untuk diri sendiri.
Belajar/sharing Bersama Teman/jejaring, selain akan menjadi
motivasi belajar dan penyemangat, teman akan membantu saat kamu
menemukan kesulitan. Belajar dengan sistem diskusi biasanya
membuat kita lebih mudah memahami sesuatu.
2. Membantu orang lain belajar
Sosialisasi dan Percakapan melalui kegiatan morning tea/coffee
termasuk bersiolisai di ruang istirahat atau di kafetaria kantor sering kali
menjadi ajang transfer pengetahuan. ASN pembelajar dapat
meluangkan dan memanfaatkan waktunya untuk bersosialisasi dan
bercakap pada saat morning tea/c offee ataupun istirahat kerja. Cara
ini selayaknya tidak dianggap membuang-membuang waktu.
Kendatipun pembicaraan seringkali mengalir tanpa topik terfokus,
namun di dalamnya banyak terselip berbagi pengalaman kegiatan
kerja, yang dihadapi masing-masing pihak. Para pihak saling bertanya
tentang pekerjaan, mereka memantulkan ide satu sama lain, sekaligus
mendapatkan saran tentang bagaimana memecahkan masalah. Hal ini
sejalan dengan apa yang ditekankan Alan Webber (dalam Thomas H &
Laurence, 1998), dalam ekonomi baru (knowledge economy era),
percakapan adalah bentuk pekerjaan yang paling penting. Percakapan
adalah cara pekerja menemukan apa yang mereka ketahui,
membagikannya dengan rekan kerja mereka, dan dalam prosesnya
menciptakan pengetahuan baru bagi organisasi.
Perilaku berbagi pengetahuan bagi ASN pembelajar yaitu aktif
dalam “pasar pengetahuan” (Thomas H.& Laurence, 1998) atau forum
BAB II | 15
terbuka (Knowledge Fairs and Open Forums). Dalam forum tersebut
merupakan kesempatan bagi pegawai untuk berinteraksi secara
informal. Seperti kegiatan piknik pegawai memberikan kesempatan
untuk pertukaran informasi antara ASN yang tidak memiliki banyak
kesempatan berbicara satu sama lain dalam pekerjaan sehari-hari di
kantor. Sementara itu Pameran pengetahuan seperti pameran/bursa
buku, pameran pendidikan dan seminar penelitian, adalah forum untuk
mendorong pertukaran pengetahuan.
ASN pembelajar dalam beragam profesi seperti guru, dokter,
sekretaris, arspiaris dan lain-lain adalah pengelola dan sumber
pengetahuan yang penting. Mereka semua perlu membuat, berbagi,
mencari, dan menggunakan pengetahuan dalam rutinitas sehari-hari
mereka. Dalam pengertian ini, bekerja dan mengelola pengetahuan
harus menjadi bagian dari pekerjaan setiap orang (Thomas H.&
Laurence, 1998). Mengambil pengetahuan yang terkandung dalam
dokumen kerja seperti memo, laporan, presentasi, artikel, dan
sebagainya dan memasukkannya ke dalam repositori di mana ia dapat
dengan mudah disimpan dan diambil (Knowledge Repositories). Berikut
di bawah ini contoh kasus Inspiratif seorang guru bernama Taufik Noor
tentang motifnya berbagi pengalaman.
Cara lain untuk membantu orang lain melalui kegiatan aktif untuk
akses dan transfer Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer),
dalam bentuk pengembangan jejaring ahli (expert network),
pendokumentasian pengalamannya/ pengetahuannya, dan mencatat
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman (lessons learned)
(Thomas H.& Laurence, 1998). ASN pembelajar dapat juga
berpartisipasi untuk aktif dalam jaringan para ahli sesuai dengan bidang
kepakarannya dalam proses transfer pengetahuan keahlian. Jadi ASN
dapat aktif dalam jejaring pengetahuan tersebut untuk memutakhirkan
pengetahuannya dan dapat juga menyediakan dirinya sebagai
ahli/sumber pengetahuan itu sendiri, yang dapat mentrasfer
pengetahuannya kepada pihak lain yang membutuhkannya.
3. Melaksanakan Tugas terbaik
Khoo & Tan (2004) menekankan beberapa upaya membangun
keyakinan diri untuk bekerja terbaik, yaitu:
Pertama, pikirkan saat di masa lalu ketika Anda merasa benar-
benar Percaya Diri;
Kedua, berdirilah seperti Anda akan berdiri jika Anda merasa
benar-benar Percaya Diri;
Ketiga, bernapaslah seperti Anda akan bernapas jika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri;
Keempat, miliki ekspresi wajah, fokus di mata Anda ketika Anda
merasa benar-benar Percaya Diri;
Kelima, beri isyarat seperti yang Anda lakukan jika Anda merasa
benar-benar Percaya Diri; dan
BAB II | 16
Terakhir, katakan apa yang kamu mau, katakan pada diri sendiri
jika Anda merasa benar-benar percaya diri (gunakan volume,
nada, dan nada suara yang sama).
Hal yang penting dalam melaksnakan tugas terbaik adalah
a. Pengetahuan menjadi karya sejalan dengan kecenderungan
setiap organisasi bai instansi pemerintah maupun swasta, bersifat
dinamis, hidup dan berkembang melalui berbagai perubahan
lingkungan dan karya manusia.
b. Pentingnya berkarya terbaik dalam pekerjaan selayaknya tidak
dilepaskan dengan apa yang menjadi terpenting dalam hidup
seseorang.
2.3.1.4 Harmonis
Dalam Kamus Mariam Webster Harmonis (Harmonious)
diartikaan sebagai having a pleasing mixture of notes. Sinonim dari
kata harmonious antara lain canorous, euphonic, euphonious,
harmonizing, melodious, musical, symphonic, symphonious, tuneful.
Sedangkan lawan kata dari harmonious adalah discordant,
disharmonious, dissonant, inharmonious, tuneless, unmelodious,
unmusical. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna
dan tulisan kata ‘harmonis’ yang benar:
har·mo·nis a bersangkut paut dng (mengenai) harmoni; seia
sekata;
meng·har·mo·nis·kan v menjadikan harmonis;
peng·har·mo·nis·an n proses, cara, perbuatan
mengharmoniskan;
ke·har·mo·nis·an n perihal (keadaan) harmonis;
keselarasan; keserasian: ~ dl rumah tangga perlu dijaga.
Ada tiga hal yang dapat menjadi acuan untuk membangun
budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif. Ketiga hal
tersebut adalah
a. Membuat tempat kerja yang berenergi
b. Memberikan keleluasaan untuk belajar dan memberikan
kontribusi
c. Berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi
BAB II | 17
dan alat evaluasi.
c. Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan
tindakan faktual.
BAB II | 18
Republik Indonesia
BAB II | 19
menciptakan suasana kondusif yang harmonis bukan usaha yang
dilakukan sekali dan jadi untuk selamanya. Upaya menciptalkan dan
menjaga suasana harmonis dilakukan secara terus menerus.
Mulai dari mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari
jenjang terbawah sampai yang paling tinggi, memelihara suasana
harmonis, menjaga diantara personil dan stake holder. Kemudian
yang tidak boleh lupa untuk selalu menyeseuaikan dan
meningkatkan usaha tersebut, sehingga menjadi habit/kebiasaan
dan menjadi budaya hidup harmonis di kalangan ASN dan seluruh
pemangku kepentingannya. Upaya menciptakan budaya harmonis
di lingkungan bekerja tersebut dapat menjadi salah satu kegiatan
dalam rangka aktualisasi penerapannya.
2.3.1.5 Loyal
Dalam rangka penguatan budaya kerja sebagai salah satu strategi
transformasi pengelolaan ASN menuju pemerintahan berkelas dunia
(World Class Government), pemerintah telah meluncurkan Core Values
(Nilai-Nilai dasar) ASN BerAKHLAK dan Employer Branding (Bangga
Melayani Bangsa). Nilai “Loyal” dianggap penting dan dimasukkan
menjadi salah satu core values yang harus dimiliki dan
diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN dikarenakan oleh
faktor penyebab internal dan eksternal.
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis
yaitu “Loial” yang artinya mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai
Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai kesetiaan, paling tidak
terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang
dapat digunakan oleh organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya,
antara lain:
1. Taat pada Peraturan.
2. Bekerja dengan Integritas
3. Tanggung Jawab pada Organisasi
4. Kemauan untuk Bekerja Sama.
5. Rasa Memiliki yang Tinggi
6. Hubungan Antar Pribadi
7. Kesukaan Terhadap Pekerjaan
8. Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan
9. Menjadi teladan bagi Pegawai lain
Loyal, merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values
ASN yang dimaknai bahwa setiap ASN harus berdedikasi dan
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, dengan panduan
perilaku:
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta
pemerintahan yang sah.
BAB II | 20
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara;
serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk
mengaktualisasikan panduan perilaku loyal tersebut di atas diantaranya
adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan pengabdian,
yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.
Secara umum, untuk menciptakan dan membangun rasa setia
(loyal) pegawai terhadap organisasi, hendaknya beberapa hal berikut
dilakukan:
1. Membangun Rasa Kecintaaan dan Memiliki
2. Meningkatkan Kesejahteraan
3. Memenuhi Kebutuhan Rohani
4. Memberikan Kesempatan Peningkatan Karir
5. Melakukan Evaluasi secara Berkala
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan
negara, pemerintah, dan martabat pegawai negeri sipil, serta
senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap
bangsa dan negara. Agar para ASN mampu menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan lainnya
dibutuhkan langkah-langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan
Wawasan Kebangsaan. Selain memantapkan Wawasan Kebangsaan,
sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan cara terus
meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.
Sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang ASN, ASN sebagai
profesi berlandaskan pada prinsip Nilai Dasar (pasal 4) serta Kode Etik
dan Kode Perilaku (Pasal 5, Ayat 2) dengan serangkaian Kewajibannya
(Pasal 23). Untuk melaksanakan dan mengoperasionalkan ketentuan-
ketentuan tersebut maka dirumuskanlah Core Value ASN BerAKHLAK
yang didalamnya terdapat nilai Loyal dengan 3 (tiga) panduan perilaku
(kode etik)- nya.
Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa
dan negaranya dapat diwujudkan dengan mengimplementasikan Nilai-
Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu:
1. Cinta Tanah Air
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara
4. Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Kemampuan Awal Bela Negara
2.3.1.6 Adaptif
Adaptif adalah karakteristik alami yang dimiliki makhluk hidup untuk
bertahan hidup dan menghadapi segala perubahan lingkungan atau
BAB II | 21
ancaman yang timbul. Dengan demikian adaptasi merupakan
kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan tetapi
juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri).
Sejatinya tanpa beradaptasi akan menyebabkan makhluk hidup tidak
dapat mempertahankan diri dan musnah pada akhirnya oleh perubahan
lingkungan. Sehingga kemampuan adaptif merupakan syarat penting
bagi terjaminnya keberlangsungan kehidupan.
Kebutuhan kemampuan beradaptasi ini juga berlaku juga bagi
individu dan organisasi dalam menjalankan fungsinya. Dalam hal ini
organisasi maupun individu menghadapi permasalahan yang sama,
yaitu perubahan lingkungan yang konstan, sehingga karakteristik
adaptif dibutuhkan, baik sebagai bentuk mentalitas kolektif maupun
individual. Dalam KBBI diuraikan definisi adaptif adalah
mudah menyesuaikan (diri) dengan keadaan. Sedangkan dalam
kamus Bahasa Inggris, seperti Cambridge menyebutkan bahwa adaptif
adalah “having an ability to change to suit changing conditions”, atau
kemampuan untuk berubah dalam sitauasi yang berubah. Sedangkan
dalam Collins dictionary disebutkan bahwa “adaptive means having the
ability or tendency to adapt to different situations”1, atau adaptif adalah
kemampuan atau kecenderungan untuk menyesuaikan diri pada situasi
yang berbeda . Ini artinya bahwa sebagian besar kamus bahasa
memberi penekanan dalam pengertian adaptif pada hal kemampuan
(ability) untuk menyesuaikan diri.
Soekanto (2009) memberikan beberapa batasan pengertian dari
adaptasi, yakni:
1. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan.
2. Penyesuaian terhadap norma-norma untuk menyalurkan
3. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang
berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
5. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk
kepentingan lingkungan dan sistem.
6. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi
alamiah.
Organisasi maupun individu dituntut untuk menyesuaikan diri
dengan apa yang menjadi tuntutan perubahan. Di dunia usaha hal ini
lebih mudah dimengerti ketika terjadi perubahan pada selera pasar
akan memaksa pelaku usaha untuk menyesuaikan produk mereka agar
sesuai dengan apa yang menjadi keinginan pasar.
Adaptif sebagai nilai dan budaya ASN
Budaya adaptif dalam pemerintahan merupakan budaya organisasi
di mana ASN memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk
penyelarasan organisasi yang berkelanjutan dengan lingkungannya,
juga perbaikan proses internal yang berkesinambungan.
Dalam konteks budaya organisasi, maka nilai adaptif tercermin dari
BAB II | 22
kemampuan respon organisasi dalam mengadaptasi perubahan.
Mengutip dari Management Advisory Service UK4, maka “An Adaptive
(Corporate) Culture is one that enables the organisation to adapt quickly
and effectively to internal and external pressures for change”. Ini
menjelaskan bahwa budaya adaptif bisa menjadi penggerak organisasi
dalam melakukan adaptasi terhadap perubahan-perubahan internal
maupun eksternal. Budaya menjadi faktor yang memampukan
organisasi dalam berkinerja secara cepat dan efektif.
Daya tahan organisasi juga dipengaruhi oleh pengetahuan, seperti
yang digagas oleh Peter F. Drucker pada tahun 1959 melalui istilah
terkenalnya yaitu knowledge worker, sebagai sebutan terhadap anggota
organisasi yang berkontribusi signifikan terhadap keunggulan
organisasi karena pengetahuan yang dimilikinya. Lebih lanjut, Peter
Drucker mengatakan ”bahaya terbesar sewaktu organisasi menghadapi
goncangan, bukanlah pada besarnya goncangan yang dihadapi,
melainkan pada penggunaan pengetahuan yang sudah kadaluarsa”.
Peter Senge selanjutnya memperkenalkan paradigma organisasi
yang disebutnya Learning Organization, yaitu untuk menggambarkan
bahwa organisasi itu seperti manusia yang butuh pengetahuan yang
perlu terus diperbaharui untuk bertahan hidup, bahkan leading dalam
kehidupan. Untuk memastikan agar organisasi terus mampu memiliki
pengetahuan yang mutakhir, maka organisasi dituntut untuk melakukan
lima disiplin, yaitu:
1. Pegawainya harus terus mengasah pengetahuannya hingga ke
tingkat mahir (personal mastery
2. Pegawainya harus terus berkomunikasi hingga memiliki persepsi
yang sama atau gelombang yang sama terhadap suatu visi atau cita-
cita yang akan dicapai bersama (shared vision);
3. Pegawainya memiliki mental model yang mencerminkan realitas
yang organisasi ingin wujudkan (mental model);
4. Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan-
kegiatan untuk mewujudkan visinya (team learning);
5. Pegawainya harus selalu berpikir sistemik, tidak kaca mata kuda,
atau bermental silo (systems thinking).
Lima disiplin ini sangat aplikatif dalam konteks pelaksanaan tugas
dan fungsi ASN di lingkungan kerjanya masing-masing. Dengan
mempraktikkan kelima disiplin tersebut, ada jalan bagi organisasi untuk
selalu mendapat pengetahuan baru. Tanpa pengetahuan yang selalu
diperbarui maka organisasi cenderung menggunakan pengetahuan
lama, atau kadaluwarsa, yang justeru akan menjadi racun bagi
organisasi tersebut.
Tantangan yang berpotensi menjadi penyebab gagalnya organisasi
memperoleh pengetahuan baru adalah tantangan yang sifatnya adaptif.
Karena sifat tantangan ini yang baru yaitu baru pertama kali dihadapi
oleh organisasi, maka tentu saja organisasi belum memiliki
pengetahuan untuk mengatasinya. Dalam situasi ketiadaan
BAB II | 23
pengetahuan dan mendesaknya pengambilan keputusan, maka
organisasi cenderung menggunakan pengetahuan yang selama ini
dipergunakan untuk mengatasi tantangan teknis. Penggunaan
pengetahuan yang tidak tepat ini menyebabkan terjadinya kesalahan
dalam pengambilan keputusan, kesalahan dalam strategi, yang
akhirnya berujung pada gugurnya organisasi.
Di sektor publik, budaya adaptif dalam pemerintahan ini dapat
diaplikasikan dengan tujuan untuk memastikan serta meningkatkan
kinerja pelayanan publik. Adapun ciri-ciri penerapan budaya adaptif
dalam lembaga pemerintahan antara lain sebagai berikut:
1. Dapat mengantisipasi dan beradaptasi dengan perubahan
lingkungan
2. Mendorong jiwa kewirausahaan
3. Memanfaatkan peluang-peluang yang berubah-ubah
4. Memperhatikan kepentingan-kepentingan yang diperlukan antara
instansi mitra, masyarakat dan sebagainya.
5. Terkait dengan kinerja instansi.
Penerapan budaya adaptif dalam organisasi pemerintahan
akan membawa konsekuensi adanya perubahan dalam cara
pandang, cara berpikir, mentalitas dan tradisi pelayanan publik yang
lebih mampu mengimbangi perubahan atau tuntutan jaman. ciri-ciri
orang yang memiliki kemampuan atau karakter adaptif, yang
beberapa diantaranya dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Eksperimen orang yang beradaptasi
2. Melihat peluang di mana orang lain melihat kegagalan
3. Memiliki sumberdaya
4. Selalu berpikir ke depan
5. Tidak mudah mengeluh
6. Orang yang mudah beradaptasi tidak menyalahkan.
7. Tidak mencari popularitas
8. Memiliki rasa ingin tahu
9. Beradaptasi.
10. Memperhatikan sistem.
11. Membuka pikiran.
12. Memahami apa yang sedang diperjuangkan
2.3.1.7 Kolaboratif
Berkaitan dengan definisi, akan dijelaskan mengenai beberapa
definisi kolaborasi dan collaborative governance. Dyer and Singh
(1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa kolaborasi
adalah “ value generated from an alliance between two or more firms
aiming to become more competitive by developing shared routines”.
Sedangkan Gray (1989) mengungkapkan bahwa :
Collaboration is a process though which parties with different
expertise, who see different aspects of a problem, can
constructively explore differences and find novel solutions to
BAB II | 24
problems that would have been more difficult to solve without the
other’s perspective (Gray, 1989).
Lindeke and Sieckert (2005) mengungkapkan bahwa kolaborasi
adalah:
Collaboration is a complex process, which demands planned,
intentional knowledge sharing that becomes the responsibility of all
parties (Lindeke and Sieckert, 2005).
1. Kolaborasi Pemerintahan (Collaborative Governance)
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya
yang juga perlu dijelaskan yaitu collaborative governance. Irawan (2017
P 6) mengungkapkan bahwa “ Collaborative governance “sebagai
sebuah proses yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling
menguntungkan antar aktor governance .
Ansen dan gash (2012) mengungkapkan bahwa collaborative
governance adalah:
A governing arrangement where one or more public agencies
directly engage non-state stakeholders in a collective decision-making
process that is formal, consensus-oriented, and deliberative and that
aims to make or implement public policy or manage public programs or
assets.
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan
kelompok aktor dan fungsi. Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan
Collaborative governance mencakup kemitraan institusi pemerintah
untuk pelayanan publik. Sebuah pendekatan pengambilan keputusan,
tata kelola kolaboratif, serangkaian aktivitas bersama di mana mitra
saling menghasilkan tujuan dan strategi dan berbagi tanggung jawab
dan sumber daya (Davies Althea L Rehema M. White, 2012).
Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan
keputusan, implementasi sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk
kolaborasi lainnya atau interaksi stakeholders bahwa organisasi lain
dan individu berperan sebagai bagian strategi kebijakan, collaborative
governance menekankan semua aspek yang memiliki kepentingan
dalam kebijakan membuat persetujuan bersama dengan “berbagi
kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de Loe, 2012).
Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting
untuk kolaborasi yaitu:
1) forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2) peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3) peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan
bukan hanya '‘dikonsultasikan’ oleh agensi publik;
4) forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
5) forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus
BAB II | 25
(bahkan jika konsensus tidak tercapai dalam praktik), dan
6) fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Tata kelola kolaboratif ada di berbagai tingkat pemerintahan, di
seluruh sektor publik dan swasta, dan dalam pelayanan berbagai
kebijakan (Ghose 2005; Davies dan White 2012; Emerson et al. 2012).
Disini tata kelola kolaboratif lebih mendalam pelibatan aktor kebijakan
potensial dengan meninggalkan mestruktur kebijakan tradisional.
Matarakat dan komunitas dianggap layak untuk inovasi kebijakan,
komunitas yang sering kali kehilangan hak atau terisolasi dari
perdebatan kebijakan didorong untuk berpartisipasi dan dihargai bahkan
dipandang sebagai menambah wawasan diagnostik dan pengobatan
kritis (Davies dan White 2012).
Kondisi ini akan mungkin bila didukung kepemimpinan yang kuat
(Weber 2009). Tapi, di sini juga, tidak sembarang gaya kepemimpinan
bisa digunakan. Mereka yang memimpin harus bakat dan keterampilan
yang lebih kompleks daripada mereka yang memimpin entitas top-
down. "Kepemimpinan fasilitatif" mengandung perbedaan tugas dan
kewajiban (Bussu dan Bartels, 2011).
Pemimpin fasilitatif terutama mementingkan pembangunan dan
pemeliharaan hubungan. Pemimpin dalam konteks kolaboratif fokus
pada perekrutan perwakilan yang tepat, membantu memulihkan
ketegangan yang mungkin ada di antara mitra, mempromosikan dialog
yang efektif dan saling menghormati antara pemangku kepentingan dan
menjaga reputasi kolaboratif di antara para peserta dan pendukungnya.
Ini adalah tugas pemimpin fasilitatif, untuk menjaga legitimasi dan
kredibilitas kolaboratif antara mitra. Untuk itu, pemimpin fasilitatif harus
membantu mitra tidak hanya untuk merancang strategi untuk mencapai
yang substantif konsensus tetapi juga untuk mengidentifikasi
bagaimana mengelola kolaboratif. Peran pentingnya harus mampu
klarifikatif, membangun transparansi dan menyusun strategi
berkelanjutan untuk evaluasi dan menyelesaikan ketidaksesuaian di
antara pemangku kepentingan.
Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus
tepat yang mampu membantu mengarahkan kolaboratif dengan cara
yang akan mempertahankan tata kelola stuktur horizontal sambil
mendorong pembangunan hubungan dan pembentukan ide. Selain itu,
Kolaboratif harus memberikan kesempatan kepada berbagai pihak
untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama dalam menghasilkan
nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai sumber daya
untuk tujuan bersama
Ratner (2012) mengungkapkan terdapat mengungkapkan tiga
tahapan yang dapat dilakukan dalam melakukan assessment terhadap
tata kelola kolaborasi yaitu :
1) mengidentifikasi permasalahan dan peluang;
BAB II | 26
2) merencanakan aksi kolaborasi; dan
3) mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.
BAB II | 27
Gambar 2.3 Model Collaborative Governance
Sumber: Ansen dan gash (2012 p 550)
BAB II | 28
formal and informal. They can focus on policy development,
program management and service delivery” (Shergold & others,
2004).
Dalam pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau
menjelaskan bagaimana instansi pelayanan publik bekerja lintas batas
atau lintas sektor guna mencapai tujuan bersama dan sebagai respon
terpadu pemerintah terhadap isu-isu tertentu. Untuk kasus Australia
berfokus pada tiga hal yaitu pengembangan kebijakan, manajemen
program dan pemberian layanan.
Dari definisi ini diketahui bahwa WoG merupakan pendekatan yang
menekankan aspek kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat
sektoral yang selama ini terbangun dalam model NPM. Bentuk
pendekatannya bisa dilakukan dalam pelembagaan formal atau
pendekatan informal. Definisi lain yang juga mempunyai kesamaan fitur
dari United States Institute of Peace (USIP) menjelaskannya sebagai
berikut: “An approach that integrates the collaborative efforts of the
departments and agencies of a government to achieve unity of effort
toward a shared goal. Also known as interagency approach. The terms
unity of effort and unity of purpose are sometimes used to describe
cooperation among all actors, government and otherwise” (“Whole-of-
government approach (Glossary of Terms for Conflict Management and
Peacebuilding,” n.d.).
Dalam pengertian USIP, WoG ditekankan pada pengintegrasian
upaya-upaya kementerian atau lembaga pemerintah dalam mencapai
tujuan-tujuan bersama. WoG juga dipandang sebagai bentuk
kerjasama antar seluruh aktor, pemerintah dan sebaliknya. Pengertian
dari USIP ini menunjukkan bahwa WoG tidak hanya merupakan
pendekatan yang mencoba mengurangi sekat-sekat sektor, tetapi juga
penekanan pada kerjasama guna mencapai tujuan-tujuan bersama.
Dari dua pengertian di atas, dapat diketahui bahwa karakteristik
pendekatan WoG dapat dirumuskan dalam prinsip-prinsip kolaborasi,
kebersamaan, kesatuan, tujuan bersama, dan mencakup keseluruhan
aktor dari seluruh sektor dalam pemerintahan.
Dalam banyak literatur lainnya, WoG juga sering disamakan atau
minimal disandingkan dengan konsep policy integration, policy
coherence, cross-cutting policy- making, joined- up government,
concerned decision making, policy coordination atau cross government.
WoG memiliki kemiripan karakteristik dengan konsep-konsep tersebut,
terutama karakteristik integrasi institusi atau penyatuan pelembagaan
baik secara formal maupun informal dalam satu wadah. Ciri lainnya
adalah kolaborasi yang terjadi antar sektor dalam menangani isu
tertentu. Namun demikian terdapat pula perbedaannya, dan yang
paling nampak adalah bahwa WoG menekankan adanya penyatuan
keseluruhan (whole) elemen pemerintahan, sementara konsep-konsep
BAB II | 29
tadi lebih banyak menekankan pada pencapaian tujuan, proses
integrasi institusi, proses kebijakan dan lainnya, sehingga penyatuan
yang terjadi hanya berlaku pada sektor-sektor tertentu saja yang
dipandang relevan.
BAB II | 30
Sedangkan PPPK berhak memperoleh
a. Gaji dan tunjangan
b. Cuti
c. Perlindungan
d. Pengembangan kompetensi
Berdasarkan pasal 92 UU ASN Pemerintah
juga wajib memberikanperlindungan berupa :
a. Jaminan kesehatan
b. Jaminan kecelakaan kerja
c. Jeminan kematian
d. Bantuan hukum
Setelah mendapatkan haknya maka ASN juga berkewajiban
sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya berdasarkan UU
ASN sebagai berikut:
1) Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI dan
Pemerintah yang sah
2) Menjaga Persatuan dan kesatuan bangsa
3) Melaksanakan kebijan yang dirumuskan pejabat
pemerintah yang berwenang
4) Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan
5) Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh
pengabdian,kejujuran, kesadaran,dan tanggungjawwab
6) Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,
perilaku, ucapan dantindakan kepada setiap orang, baik
di dalam maupun di luar kedinasan
7) Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat
mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan
8) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam UU ASN disebutkan bahwa ASN sebagai profesi
berlandaskan pada kode etik dan kode perilaku. Kode etik dan
kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan
kehormatan ASN. Kode etik dan kode perilaku yang diatur
dalam UU ASN menjadi acuan bagi para ASN dalam
penyelenggaraan birokrasi pemerintah.
BAB II | 31
sebuah sistem pengelolaan SDM yang baik. SIstem merit
berdasarkan pada objektifitas dalan pengelolaan ASN menjadi
pilihan bagi berbagai organisasi untuk mengelola SDMnya.
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi dan memberikan
ruang bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga
keadilan. Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk
menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan
yang berupa transparansi dan jangkauan penginformasian
kepasa masyarakat maupun jaminan obyektifitasnya dalam
pelaksanaan seleksi sehingga instansi pemerintah mendapatkan
pegaway yang tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan
misinya.
Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem
pengelolaan pegawai harus mencerminkan prinsip merit yang
sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada
prinsip-prinsip yang obyektif dan adil bagi pegawai. Jaminan
sistem merit pada semua aspek pengelolaan pegawai akan
menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan
kinerja. Pegawai diberikan penghargaan dan pengakuan atas
kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui
dimana kelemahan dan juga diberikan bantuan dari organisasi
untuk meningkatkan kinerja.
3. Mekanisme Pengelolaan ASN
Pengelolaan atau manajemen ASN pada dasarnya adalah
kebijakan dan praktek dalam mengelola aspek sumber daya
manusia dalam organisasi termasuk dalam hal ini adalah
pengadaan, penempatan, mutasi, promosi, pengembangan,
penilaian dan penghargaan. Manajemen ASN terdiri dari
Manajemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen PNS
meliputi penyusunan dan penetapankebutuhan, pengadaan,
pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier,
promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan hari
tua, dan perlindungan. Manajemen PPPK meliputi penetapan
kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan
tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian
penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja;
dan perlindungan.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada
kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga
nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan
kompetitif di kalangan PNS dengan memperhatikan syarat
kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan dan latihan,
rekam jejakjabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang
dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
BAB II | 32
undangan. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti
Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak
pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan
Tinggi tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-
undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang
ditentukan. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan
madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan setelah
mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya
dapat diduduki paling lama 5 (lima) tahun.
Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat
Pembina Kepegawaian memberikan laporan proses
pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan pengawasan
pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi baik berdasarkan laporan
yang disampaikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian maupun
atas inisiatif sendiri. Pegawai ASN dapat menjadi pejabat
Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi Pejabat
Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak
kehilangan status sebagai PNS. Pegawai ASN berhimpun dalam
wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps
profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan:
menjaga kode etik profesi dan standar pelayanan profesi ASN;
dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan
keputusan dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi
ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan secara nasional
dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah. Sengketa Pegawai
ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya
administrasi terdiri dari keberatan dan banding administratif.
BAB II | 33
mempertimbangkan, dan mengembangkan tata kelola etika digital
(netiquette) dalam kehidupan sehari-hari. Budaya bermedia digital
meliputi kemampuan individu dalam membaca, menguraikan,
membiasakan, memeriksa, dan membangun wawasan kebangsaan,
nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika dalam kehidupan sehari-
hari. Keamanan bermedia digital meliputi kemampuan individu
dalam mengenali, mempolakan, menerapkan, menganalisis,
menimbang dan meningkatkan kesadaran keamanan digital dalam
kehidupan sehari-hari. Sementara itu, kecakapan bermedia digital
meliputi Kemampuan individu dalam mengetahui, memahami, dan
menggunakan perangkat keras dan piranti lunak TIK serta sistem
operasi digital dalam kehidupan sehari-hari.
1) Dalam Cakap di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
Pengetahuan dasar menggunakan perangkat keras digital
(HP, PC)
Pengetahuan dasar tentang mesin telusur (search engine)
dalam mencari informasi dan data, memasukkan kata kunci
dan memilah berita benar.
Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi chat dan
media sosial untuk berkomunikasi dan berinteraksi,
mengunduh dan mengganti Settings
Pengetahuan dasar tentang beragam aplikasi dompet
digital dan e- commerce untuk memantau keuangan dan
bertransaksi secara digital.
2) Dalam Etika di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
Pengetahuan dasar akan peraturan, regulasi yang berlaku,
tata krama, dan etika berinternet (netiquette)
Pengetahuan dasar membedakan informasi apa saja yang
mengandung hoax dan tidak sejalan, seperti: pornografi,
perundungan, dll.
Pengetahuan dasar berinteraksi, partisipasi dan kolaborasi
di ruang digital yang sesuai dalam kaidah etika digital dan
peraturan yang berlaku
Pengetahuan dasar bertransaksi secara elektronik dan
berdagang di ruang digital yang sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
3) Dalam Budaya di Dunia Digital perlu adanya penguatan pada:
Pengetahuan dasar akan Pancasila dan Bhineka Tunggal
Ika sebagai landasan kehidupan berbudaya, berbangsa dan
berbahasa Indonesia
Pengetahuan dasar membedakan informasi mana saja yang
tidak sejalan dengan nilai Pancasila di mesin telusur, seperti
perpecahan, radikalisme, dll.
Pengetahuan dasar menggunakan Bahasa Indonesia baik
dan benar dalam berkomunikasi, menjunjung nilai Pancasila,
Bhineka Tunggal Ika
BAB II | 34
Pengetahuan dasar yang mendorong perilaku konsumsi
sehat, menabung, mencintai produk dalam negeri dan
kegiatan produktif lainnya.
4) Dalam Aman Bermedia Digital perlu adanya penguatan pada:
Pengetahuan dasar fitur proteksi perangkat keras (kata
sandi, fingerprint) Pengetahuan dasar memproteksi identitas
digital (kata sandi)
Pengetahuan dasar dalam mencari informasi dan data yang
valid dari sumber yang terverifikasi dan terpercaya,
memahami spam, phishing.
Pengetahuan dasar dalam memahami fitur keamanan
platform digital dan menyadari adanya rekam jejak digital
dalam memuat konten sosmed
Pengetahuan dasar perlindungan diri atas penipuan (scam)
dalam transaksi digital serta protokol keamanan seperti PIN
dan kode otentikasi.
2.3.3 TEKNIK ANALISIS
Berdasarkan pengamatan/observasi secara komprehensif, maka
dapat diperoleh isu-isu antara lain:
• Belum optimalnya Implementasi Good Governance di Lingkungan
Fakultas Teknik.
• Belum tersedianya Open Journal System untuk publikasi jurnal
ilmiah di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK)
Universitas Sulawesi Barat.
• Belum adanya pedoman penulisan proposal dan skripsi di Program
Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Sulawesi
Barat.
• Belum adanya buku pedoman praktikum Studio III di Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Sulawesi Barat.
• Belum tersedianya perangkat pembelajaran berbasis virtual tour
pada mata kuliah pariwisata di Program Studi Perencanaan Wilayah
dan Kota (PWK) Universitas Sulawesi Barat.
• Belum Optimalnya website Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota (PWK) Universitas Sulawesi Barat.
BAB II | 35
Problematik, artinya isu yang menyimpang dari kondisi yang
seharusnya, standar ketentuan yang menimbulkan kegelisahan yang
perlu dicari penyebab dan pemecahannya.
Kekhalayakan, artinya isu yang secara langsung menyangkut hajat
hidup orang banyak.
Kelayakan, artinya isu bersifat logis dan patut dibahas sesuai dengan
tugas dan tanggung jawab.
Adapun dalam penentuan penilaian terbagi menjadi 5 antara lain:
5 = Sangat kuat pengaruhnya
4 = kuat pengaruhnya
3 = sedang
2 = kurang
1 = sangat kurang
BAB II | 36
1) Belum tersedianya Open Journal System untuk publikasi jurnal
ilmiah di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK)
UNSULBAR.
2) Belum tersedianya perangkat pembelajaran berbasis virtual tour
pada mata kuliah pariwisata di Program Studi Perencanaan Wilayah
dan Kota (PWK) UNSULBAR.
3) Belum Optimalnya website Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota (PWK) UNSULBAR.
Dalam menentukan prioritas masalah, juga menggunakan analisis
USG sebagai alat untuk mengetahui isu mana yang menjadi paling prioritas.
USG merupakan kependekan dari Urgency, Seriousness, Growth
merupakan salah satu alat untuk menyusun urutan prioritas isu yang harus
diselesaikan. Cara menggunakan USG adalah dengan menentukan tingkat
urgensi, keseriusan dan perkembangan isu dengan menentukan skala nilai
(likert). Isu yang meiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas. Analisa
USG menggunakan rentang nilai berupa matriks skor yaitu 1 – 5, yang
menandakan bahwa semakin tinggi skor berarti isu tersebut bersifat
mendesak untuk segera dicari penyelesaiannya:
Urgency, maksudnya seberapa mendesak isu tersebut harus
dibahas dikaitkan dengan waktu yang tersedia serta seberapa keras
tekanan waktu tersebut untuk memecahkan masalah yang
menyebabkan isu tadi
Seriousness, maksudnya seberapa serius isu tersebut perlu
dibahas dikaitkan dengan akibat yang timbul dengan penundaan
pemecahan masalah yang menimbulkan isu tersebut atau akibat
yang menimbulkan masalah-masalah lain jika masalah penyebab isu
tidak dipecahkan.
Growth, maksudnya seberapa besar kemungkinan isu tersebut
menjadi berkembang dikaitkan dengan kemungkinan masalah
penyebab isu akan semakin memburuk kalau dibiarkan
BAB II | 37
Score
No Isu Total Rank
U S G
Wilayah dan Kota (PWK)
Universitas Sulawesi Barat.
3 Belum Optimalnya website
Program Studi Perencanaan
4 5 5 14 III
Wilayah dan Kota (PWK)
Universitas Sulawesi Barat.
Dari hasil analisis USG diperoleh satu isu utama (Core Issue) yaitu
Belum Tersedianya Perangkat Pembelajaran Berbasis Virtual
Tour Pada Mata Kuliah Pariwisata Di Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Sulawesi
Barat.
BAB II | 38
BAB III
RANCANGAN AKTUALISASI
1. Unit kerja :
Fakultas Teknik, Universitas Sulawesi Barat
2. Identifikasi Isu:
a) Belum optimalnya Implementasi Good Governance di Lingkungan
Fakultas Teknik.
b) Belum tersedianya Open Journal System untuk publikasi jurnal
ilmiah di Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK)
Universitas Sulawesi Barat.
c) Belum adanya pedoman penulisan proposal dan skripsi di Program
Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Sulawesi
Barat.
d) Belum adanya buku pedoman praktikum Studio III di Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Sulawesi Barat.
e) Belum tersedianya perangkat pembelajaran berbasis virtual
tour pada Mata Kuliah Parwisata pada Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Universitas Sulawesi
Barat.
f) Belum Optimalnya website Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota (PWK) Universitas Sulawesi Barat.
3. Isu yang diangkat :
Belum tersedianya perangkat pembelajaran berbasis virtual tour pada
Mata Kuliah Pariwisata pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota (PWK) Universitas Sulawesi Barat.
4. Gagasan Pemecahan Isu :
Tersedianya Perangkat Pembelajaran Berbasis Virtual Tour Pada Mata
Kuliah Pariwisata Pada Program Studi Perencanaan Wilayah Dan Kota
(PWK) Universitas Sulawesi Barat.
5. Tujuan Gagasan Pemecahan Isu :
Pemanfaaatan virtual tour sebagai perangkat pembelajaran pada mata
kuliah pariwisata pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota
(PWK) Universitas Sulawesi Barat
BAB III | 41
6. Rencana Kegiatan Aktualisasi
BAB III | 42
Keterkaitan Substansi Kontribusi terhadap visi misi Penguatan nilai
No Kegiatan Tahapan Kegiatan Output/Hasil
Mata Pelatihan organisasi organisasi
2 Melakukan kajian a. Melakukan kajian a. Dokumen yang Kompeten Mewujudkan institusi yang 1. Keadilan
dan mencari perangkat pembelajaran berhubungan Melakukan memiliki tata pamong dan tata kondisi kebenaran
referensi terkait berbasis virtual tour tentang pencarian sumber kelola yang Kredibel, ideal secara moral
perangkat b. Mengumpulkan referensi perangkat atau referensi terkait Transparan, Akuntabel, mengenai sesuatu
pembelajaran perangkat pembelajaran pembelajaran Bertanggung Jawab, Adil, dan
untuk meningkatkan hal,baik menyangkut
berbasis Virtual berbasis virtual tour berbasis virtual berbasis digital
Tour c. Mengkompilasikan tour sebelumnya kompetensi diri benda atau orang
referensi perangkat b. Hasil telahaan Kolaboratif
pembelajaran berbasis dokumen Mengumpulkan 2. Kebijaksanaan
virtual tour perangkat informasi tentang Merupakan
pembelajaraN konsep virtual tour kemampuan
berbasis virtual dari berbagai menyelesaikan
tour sebelumnya permasalahan
sumber
mendasar yang
Adaptif
Bertindak proaktf berkaitan dengan
dalam perilaku
mengumpulkan
informasi
BAB III | 43
Keterkaitan Substansi Kontribusi terhadap visi misi Penguatan nilai
No Kegiatan Tahapan Kegiatan Output/Hasil
Mata Pelatihan organisasi organisasi
BAB III | 44
Keterkaitan Substansi Kontribusi terhadap visi misi Penguatan nilai
No Kegiatan Tahapan Kegiatan Output/Hasil
Mata Pelatihan organisasi organisasi
BAB III | 45
Keterkaitan Substansi Kontribusi terhadap visi misi Penguatan nilai
No Kegiatan Tahapan Kegiatan Output/Hasil
Mata Pelatihan organisasi organisasi
3. Keikhlasan
setiap pelayanan
publik dilakukan
dengantulus dan
memperoleh
kebahagiaan ketika
kebutuhan publik
telah terpenuhi.
BAB III | 46
Keterkaitan Substansi Kontribusi terhadap visi misi Penguatan nilai
No Kegiatan Tahapan Kegiatan Output/Hasil
Mata Pelatihan organisasi organisasi
3. Keikhlasan
setiap pelayanan
publik dilakukan
dengantulus dan
memperoleh
kebahagiaan ketika
kebutuhan publik
telah terpenuhi.
BAB III | 47
Keterkaitan Substansi Kontribusi terhadap visi misi Penguatan nilai
No Kegiatan Tahapan Kegiatan Output/Hasil
Mata Pelatihan organisasi organisasi
BAB III | 48
3.1 MATRIKS JADWAL KEGIATAN
Adapun adwal kegiatan aktualisasi selama 30 hari sebagai berikut:
No Kegiatan Tanggal
29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1
BAB III | 49
DAFTAR PUSTAKA