Anda di halaman 1dari 86

PENYUSUNAN DRAFT MODUL MATA KULIAH KOMUNIKASI

AUGMENTATIF DAN ALTERNATIF (AAC) ANAK AUTIS PADA


PRODI PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU
PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Laporan Aktualisasi Nilai-Nilai Dasar PNS


Di Program Studi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta

Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil


GOLONGAN III

Disusun oleh:
Nama : Diajeng Tyas Pinru Phytanza
NIP : 199104122019032019
Jabatan : Tenaga Pengajar
Unit Kerja : Universitas Negeri Yogyakarta
Angkatan : 31
Nomor Presensi : 16
Mentor : Dr. Anwar Senen, M.Pd.
Coach : Drs. Suprapto, M.M.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PEGAWAI


KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa memberikan curahan


rahmat dan nikmat-Nya. Shalawat serta salam kita panjatkan pada junjungan
kita Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan
“Laporan Aktualisasi Nilai-nilai Dasar Profesi Pegawai Negeri Sipil Pendidikan
dan Pelatihan Prajabatan Golongan III”.
Laporan Aktualisasi ini dapat terwujud atas bantuan dari berbagai pihak
baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis
ingin mengucapkan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta beserta jajarannya yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis menjadi peserta dalam
penyelenggaraan diklat ini.
2. Ibu Amurwani Dwi Lestariningsih, S.Sos., M.Hum sebagai kepala
Pusdiklat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
3. Bapak Drs. Suprapto, M.M. selaku coach yang senantiasa dengan sabar,
cermat, teliti dan sepenuh hati membimbing penulis dalam menyusun
laporan aktualisasi ini.
4. Bapak Dr. Anwar Senen, M.Pd. sebagai mentor yang telah banyak
membantu dalam memberikan saran dan masukan mengenai perkiraan
program kegiatan dalam pelaksanaan laporan aktualisasi di instansi.
5. Bapak Drs. Dedi Karyana, M.Ed selaku penguji yang telah memberikan
masukan guna perbaikan laporan ini.
6. Bapak/Ibu Widyaiswara yang telah membagi ilmunya, sehingga dapat
memahamkan penulis tentang ANEKA.
7. Orang tua, suami, dan anak tercinta yang senantiasa memberikan
dukungan baik moril maupun material kepada penulis setiap saat
sehingga penulis memiliki kekuatan dalam menyelesaikan semua
kewajiban penulis pada masa latsar.
8. Para panitia dan satgas pelatihan Dasar CPNS tahun 2020 yang telah
bekerja keras dalam mensukseskan penyelenggaraan diklat ini.

iii
9. Teman-teman Pelatihan Dasar CPNS Golongan III Angkatan 31 tahun
2020 yang selalu kompak.

Penulis menyadari bahwa Laporan Aktualisasi ini masih jauh dari sempurna.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan
laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat penulis
realisasikan seluruhnya dengan baik.

Yogyakarta, November 2020


Penulis

Diajeng Tyas Pinru Phytanza

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………. i


LEMBAR PENGESAHAN ………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… v
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… vi
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1
A. Latar Belakang ………………………………………………… 1
B. Tujuan Aktualisasi …………………………………………….. 2
BAB II. PELAKSANAAN AKTUALISASI ……………………………. 5
A. Analisis Dampak Isu Jika Tidak Diselesaikan ……………… 5
B. Pelaksanaan Aktualisasi ……………………………………... 7
C. Pelaksanaan Kegiatan ……………………………………...... 13
D. Kendala dan Strategi Mengatasi …………………………….. 13
BAB III. PENUTUP ……………………………………………………… 14
A. Kesimpulan …………………………………………………….. 14
B. Saran ……………………………………………………………. 14
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………… 15
LAMPIRAN ………………………………………………………………. 16

v
DAFTAR TABEL

Table 2.1. Laporan Kegiatan Aktualisasi ………………......................... 13


Table 2.2 Pelaksanaan Kegiatan ………………………………………... 19
Table 2.3 Kendala dan Strategi Mengatasinya…………………………. 19

vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 untuk mewujudkan tujuan nasional
dibutuhkan pegawai ASN yang dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas
pemerintah, dan tugas pembangunan tertentu. ASN sebagai pelayan masyarakat
harus memiliki nilai-nilai seperti Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik,
Komitmen Mutu, dan Anti Korupsi sebagai acuan dalam melaksanakan tugas
jabatannya.. Kelima nilai-nilai dasar ini untuk selanjutnya diakronimkan menjadi
ANEKA. ASN diharapkan dapat turut serta mengembangkan lingkungan kerja yang
positif untuk membantu pembentukan etika dan aturan perilaku organisasi. Selain
itu, sebagai seorang ASN yang professional dan berintegritas tinggi juga harus
mengoptimalisasi penerapan manajemen ASN. Manajemen ASN lebih
menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu
tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan
perkembangan jaman. Peraturan Pemerintah No 11 tahun 2017 tentang
manajemen ASN menjelaskan bahwa Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah
pengelolaan pegawai negeri sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang
profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih
dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Aktualisasi merupakan sebuah habituasi yang didalam terdapat intervensi.
Dalam prosesnya CPNS diminta untuk membuat Rancangan Aktualisasi yang telah
diseminarkan dalam seminar Rancangan Aktualisasi bersama coach, mentor, dan
penguji untuk menelaah bersama terkait dengan Rancangan Aktualisasi yang
dibuat. Kemudian dilanjutkan dengan melaksanakan aktualisasinya di tempat kerja
CPNS yang disebut dengan proses ‘habituasi”. Hal ini tertuang dalam Laporan
Aktualisasi. Dalam proses habituasi, seluruh peserta CPNS mendapatkan tugas
untuk menjalankan program aktualisasi dengan menerapkan nilai-nilai dasar ASN
yaitu ANEKA (Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti
Korupsi) serta peran dan kedudukan sebagai ASN, kaitannya dengan pendekatan
Whole of Government, Pelayanan Publik, dan Manajemen ASN. Hal ini tertuang
dalam UU ASN No. 5 Tahun 2014. Disamping itu, setiap 2 kegiatan juga dikaitkan
dengan kontribusi terhadap pencapaian visi dan misi organisasi, serta penguatan
nilai-nilai organisasi tempat penulis bekerja.
1
Program kerja yang telah ditentukan saat ini bukan hanya menjalankan
aktivitas rutin sebagai dosen / tenaga administrasi pada unit kerja masing-masing,
tetapi mampu melihat suatu isu / permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan
tugasnya sehingga peserta latihan dasar CPNS diharapkan dapat memberikan
solusi yang relevan. Adapun solusi tersebut dijalankan dalam serangkaian kegiatan
secara rinci sehingga diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang efektif dan
efisien dan meningkatkan kepuasan pelayanan publik kepada pengguna jasa. Hasil
dari kegiatan aktualisasi ini tertuang dalam Laporan Aktualisasi.
Penulis saat ini bertugas sebagai Dosen di Jurusan Pendidikan Luar Biasa
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Jurusan pendidikan luar
biasa merupakan salah satu jurusan yang menjadi wadah ilmu pendidikan yang
akan menghasilkan calon-calon tenaga pendidik maupun tenaga professional
dalam bidang pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Banyak anak
berkebutuhan khusus yang mengalami permasalahan dalam komunikasi sehingga
menyulitkan mereka untuk memahami pesan dari orang lain maupun
mengungkapkan keinginannya. Dengan demikian, para mahasiswa sebagai calon
pendidik harus memiliki keterampilan dalam memahami anak didiknya salah
satunya kemampuan berkomunikasi dan mengetahui alternative yang dapat
dikembangkan dalam rangka peningkatan kemampuan komunikasinya.
Sebagai upaya peningkatan manajemen ASN yang baik maka pemerintah melalui
Perlan Nomor 12 Tahun 2018 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Latihan Dasar
Calon PNS; menjelaskan bahwa Pelatihan Dasar CPNS adalah pendidikan dan
pelatihan dalam Masa Prajabatan yang dilakukan secara terintegrasi untuk
membangun integritas moral, kejujuran, semangat dan motivasi nasionalisme dan
kebangsaan, karakter kepribadian yang unggul dan bertanggung jawab, dan
memperkuat profesionalisme serta kompetensi bidang.

B. Tujuan Aktualisasi
Jurusan Pendidikan Luar Biasa telah melakukan berbagai strategi demi
peningkatan kualitas pengajaran, penelitian dan pengabdian. Sebagai tenaga
pengajar yang telah bekerja selama 1 tahun penulis mengamati beberapa hal yang
menurut penulis perlu diperhatikan untuk perbaikan lebih lanjut. Sebagai ASN yang
menerapkan nilai-nilai ANEKA, penulis harus fokus mengerjakan hal-hal yang
memang penulis pahami dan relevan dengan tugas dan fungsi penulis. Prinsip
2
tersebut membantu penulis memutuskan untuk memilih isu utama yang akan
penulis angkat dalam pelaksanaan aktualisasi, yaitu belum adanya modul
pembelajaran mata kuliah komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC).
Komunikasi memiliki peranan yang sangat penting dalam proses belajar
mengajar salah satunya yaitu mencapai tujuan pendidikan. Adanya komunikasi
antara guru dan murid dalam pembelajaran sangatlah penting. Tanpa adanya
komunikasi, proses belajar mengajar tidak akan bisa berjalan dengan baik. Bentuk
komunikasi yang efektif untuk digunakan dalam kegiatan belajar mengajar adalah
bentuk komunikasi antarpersonal. Karena dalam kedua proses tersebut dapat
menghasilkan feedback (timbal balik) yang dimana dapat mengetahui apakah
komunikasi dapat diterima dengan baik atau tidak. Selain itu kedua proses tersebut
dapat memaksimalkan penyampaian informasi dari guru kepada siswanya. Agar
informasi yang diberikan oleh guru dapat diterima dan dicerna dengan baik oleh
siswanya.
Memang komunikasi sering dipandang sebagai kemampuan bawaan, bukan
kemampuan yang kita peroleh melalui belajar. Namun sebenarnya, komunikasi itu
merupakan hasil belajar. Kita belajar berkomunikasi melalui meniru apa yang
dilakukan orang lain, terutama orang tua kita saat kita masih bayi. Lalu kita belajar
komunikasi dari rekan sebaya. Intinya, kita bisa berkomunikasi karena kita memang
mempelajari komunikasi. Meski bisa saja proses belajarnya sendiri tidak kita sadari,
namun proses belajar tersebut tetap berlangsung dan kita pun memanfaatkan hasil
belajar tersebut untuk kegiatan komunikasi kita. Komunikasi dikatakan efektif
apabila tujuan yang ingin disampaikan dapat diterima oleh penerima pesan yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku.
Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) digunakan oleh orang-orang
yang mengalami kesulitan menghasilkan ucapan lisan karena ucapan yang parah
atau kekurangan bahasa. AAC dapat membantu orang menambah komunikasi
mereka, atau berfungsi sebagai alternatif untuk komunikasi mereka. Dengan kata
lain, tidak ada orang biasa yang mengandalkan AAC. Mereka berasal dari semua
kelompok umur, kelompok sosial ekonomi, dan latar belakang suku dan ras. Satu-
satunya ciri yang dapat diidentifikasi sebagai kebutuhan AAC yaitu kenyataan
bahwa mereka memerlukan bantuan adaptif untuk berbicara dan / atau menulis

3
karena komunikasi gestur, lisan, dan / atau tertulis mereka sementara atau secara
permanen tidak memadai untuk memenuhi semua kebutuhan komunikasi mereka.
Pentingnya pengetahuan mahasiswa tentang materi AAC tersebut akan lebih
optimal jika disertai dengan modul pembelajaran sehingga pemahaman mahasiswa
akan lebih terstruktur yang dimulai dengan brainstorming terkait komunikasi hingga
media atau metode apa saja yang dapat digunakan untuk meningkatkan
komunikasi. Hasil diskusi penulis dengan tim mengajar diperoleh informasi bahwa
jurusan pendidikan luar biasa belum memiliki modul mata kuliah komunikasi
Augmentatif dan Alternatif (AAC). Berdasarkan hal tersebut, penulis melaksanakan
kegiatan aktualisasi dan habituasi di Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu
Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penulis yang sehari-hari bertugas sebagai dosen memiliki tugas untuk
mengaktualisasikan nilai-nilai dasar ASN berdasarkan kegiatan yang sudah
direncanakan sesuai tugas pokok dan fungsi yang telah ditetapkan. Maka tujuan
kegiatan ini adalah:
1. Menerapkan nilai-nilai dasar ASN yaitu Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika publik,
Komitmen mutu dan Anti korupsi (ANEKA) pada unit kerja penulis sesuai dengan
peran dan fungsi PNS serta jabatan sebagai dosen Jurusan Pendidikan Luar
Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Salah satu tugas dosen adalah melaksanakan pendidikan pengajaran
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melaksanakan kegiatan aktualisasi
“Penyusunan Draft Modul Mata Kuliah Komunikasi Augmentatif dan Alternatif
Anak Autis Pada Prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta.”
3. Kegiatan aktualiasi ini juga dilakukan dengan tujuan untuk memberikan manfaat
dalam pengembangan organisasi khususnya dalam mencapai visi misi dan
tujuan Fakultas dan Jurusan.

4
BAB II
PELAKSANAAN AKTUALISASI

A. ANALISIS DAMPAK ISU JIKA TIDAK DISELESAIKAN


Berdasarkan hasil identifikasi isu ataupun permasalahan yang dihadapi di
unit kerja tempat penulis bertugas saat ini, maka permasalahan yang memiliki
tingkat urgency (seberapa mendesak isu tersebut harus dibahas dikaitkan dengan
waktu yang tersedia untuk menyelesaikan permasalahan tersebut); tingkat
seriousness (seberapa serius isu yang ada perlu dibahas dikaitkan dengan akibat
yang timbul dengan penundaan pemecahan masalah yang menimbulkan
permasalahan yang lain bila tidak diselesaikan; serta Growth (seberapa
kemungkinan isu tersebut menjadi berkembang dan memburuk bila dibiarkan)
adalah “belum adanya modul Mata Kuliah Komunikasi Augmentatif dan Alternatif
Anak Autis Pada Prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta.”
Tingkat urgensi yang tinggi menunjukkan bahwa pengadaan modul ini
sangat mendesak karena jika tidak ada dapat memberikan dampak proses
perkuliahan menjadi tidak aksesibel karena materi yang disampaikan tidak runtut
dan contoh yang diberikan dalam referensi yang ada berbasis keadaan di negara
lain dan harus diselesaikan sesegera mungkin agar tidak berlanjut ketahap yang
lebih serius. Tingkat seriousness yang tinggi dapat dilihat jika tidak adanya modul
tersebut, mahasiswa akan kesulitan dalam mendapatkan pengetahuan tentang
pengembangan media komunikasi bagi anak autis. tingkat growth terhadap isu ini
bisa berlarut menjadi ketidaksesuaian media maupun metode pengembangan
komunikasi anak autis sehingga tidak mampu mengoptimalkan kemampuan
komunikasi mereka.
Berangkat dari alasan tersebut aktualisasi yang diusulkan adalah
“Penyusunan Draft Modul Mata Kuliah Komunikasi Augmentatif dan Alternatif
Anak Autis Pada Prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta.”
Untuk menentukan akar penyebab masalah dari isu yang terpilih penulis
mengunakan teknik analisis manajemen fishbone seperti berikut:

5
Apabila isu tidak segera diselesaikan, maka akan ada beberapa dampak
yang akan terjadi, yaitu:
1. Dapat memberikan dampak proses perkuliahan menjadi tidak aksesibel karena
materi yang disampaikan tidak runtut dan contoh yang diberikan dalam
referensi yang ada berbasis keadaan di negara lain.
2. Jika tidak adanya modul tersebut, mahasiswa akan kesulitan dalam
mendapatkan pengetahuan tentang pengembangan media komunikasi bagi
anak autis.
3. Ketidaksesuaian media maupun metode pengembangan komunikasi anak
autis sehingga tidak mampu mengoptimalkan kemampuan komunikasi mereka.
4. Sasaran pembelajaran tidak tercapai
5. Visi misi fakultas dan jurusan tidak tercapai

Penentuan Penyebab Masalah Utama


Masalah utama dari isu prioritas diatas adalah “belum adanya modul Mata
Kuliah Komunikasi Augmentatif dan Alternatif Anak Autis Pada Prodi Pendidikan
Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.”

Gagasan Pemecahan Isu


Berdasarkan hasil identifikasi isu yang telah dilakukan, maka masalah yang
harus dipecahkan adalah “belum adanya modul Mata Kuliah Komunikasi
Augmentatif dan Alternatif Anak Autis Pada Prodi Pendidikan Luar Biasa Fakultas
Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.”. Berangkat dari alasan tersebu,
penulis melakukan suatu kegiatan “Penyusunan Draft Modul Mata Kuliah
Komunikasi Augmentatif dan Alternatif Anak Autis Pada Prodi Pendidikan Luar
Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.”
Dalam melaksanakan aktualisasi ini, maka kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Perencanaan, kegiatannya antara lain Koordinasi dengan tim, Menentukan
garis besar isi modul, Pengumpulan referensi, Mempersiapkan outline,
Mengatur urutan materi
2. Penulisan
3. Review draft modul oleh dosen tim

6
B. PELAKSANAAN AKTUALISASI
1. Unit Kerja : Universitas Negeri Yogyakarta
2. Isu yang diangkat : Belum adanya modul pembelajaran mata kuliah Komunikasi augmentatif dan alternatif Anak
Autis (AAC) dalam jurusan PLB
3. Gagasan Pemecahan Isu : Penyusunan draft modul mata kuliah Komunikasi Augmentatif dan Alternatif Anak Autis
(AAC) dalam Prodi Pendidikan Luar Biasa FIP UNY
Tabel 2.1 Laporan Kegiatan Aktualisasi
No Kegiatan Tahapan kegiatan Output/Hasil Keterkaitan Kontribusi Terhadap Penguatan Nilai Analisis Dampak
Substansi Mata Visi-Misi Organisasi Organisasi Jika Nilai-nilai
pelatihan Dasar PNS tidak
Diterapkan*
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Melakukan 1. Melakukan konsultasi dengan Catatan hasil Agenda II Kegiatan merancang Aktualisasi nilai Apabila
konsultasi dengan pimpinan, coach, mentor konsultasi dengan draft modul dengan dasar ANEKA tanggungjawab,
Akuntabilitas : dalam kegiatan religious,
pimpinan, coach, Aktualisasi: pimpinan, mentor, dan aktualisasi nilai-nilai
tanggung jawab koordinasi musyawarah,
mentor dan rekan - Saya berdoa sebelum rekan kerja ANEKA menjadi wujud
menguatkan nilai sopan, santun
kerja dosen menghubungi mentor Nasionalisme : kontribusi terhadap Visi nilai dasar religious, tidak diterapkan
(8, 10, dan 11 sebagai wujud religious religious, Prodi PLB FIP UNY tanggung jawab, pada
September 2020) - Saya mempersiapkan bahan Bukti fisik : musyawarah yaitu Pada tahun 2020 disiplin, efektif, pelaksanaan
konsultasi agar lebih efektif menjadi program studi sopan, dan santun kegiatan tersebut
- Saya menghubungi mentor 1. Dokumentasi Etika 7eptem : terkemuka di tingkat dalam menguatkan maka koordinasi
melalui Whatsapp untuk kegiatan konsultasi sopan, santun nasional untuk nilai organisasi tidak dapat
berupa WoG yaitu dilaksanakan dan
berkonsultasi terkait rencana menghasilkan tenaga
Komitmen melakukan program tidak
aktualisasi dengan sopan screenshoot zoom pendidik yang humanis
Mutu : efektif, koordinasi dengan dapat dilanjutkan
dan santun dan whatsapp dan profesional di pihak-pihak terkait
efisien
- Beliau menyetujui dan 2. Catatan recording bidang pendidikan (pimpinan, mentor,
bersedia untuk menyediakan masukan dari Anti Korupsi : khusus berdasarkan coach, dan rekan
waktu untuk berdiskusi coach, mentor dan Disiplin ketaqwaan, kerja dosen)
dengan saya tim dosen kemandirian, dan
cendekia

7
No Kegiatan Tahapan kegiatan Output/Hasil Keterkaitan Kontribusi Terhadap Penguatan Nilai Analisis Dampak
Substansi Mata Visi-Misi Organisasi Organisasi Jika Nilai-nilai
pelatihan Dasar PNS tidak
Diterapkan*
1 2 3 4 5 6 7 8
melalui zoom meeting Agenda III Serta mendukung MISI
untuk efisiensi waktu Prodi PLB FIP UNY
Manajemen
- Sesuai dengan waktu yang yaitu
ASN: Penulis
telah disepakati, saya Menyelenggarakan
menerapkan
secara disiplin melakukan pendidikan dan
kode etik ASN
konsultasi pengembangan program
(disiplin, sopan,
- Saya mencatat hasil diskusi akademik dan/atau
santun, dan
dan melaksanakannya profesi dalam bidang
tanggung jawab)
dengan penuh tanggung pendidikan luar biasa
jawab WoG: adanya guna menghasilkan
2. Melakukan koordinasi dengan komunikasi sarjana dan profesi yang
rekan kerja dosen PLB FIP antara penulis mampu berkompetisi,
UNY dengan bertaqwa kepada Tuhan
Aktualisasi: pimpinan, YME, berkepribadian
coach, mentor
- Saya menghubungi dosen dan berwawasan global,
serta adanya
tim melalui Whatsapp untuk koordinasi mandiri, kreatif, dan
koordinasi terkait rencana penulis dengan mampu bersinergi di
aktualisasi dengan sopan rekan kerja masyarakat dalam
dan santun 8eptem dosen pendidikan khusus.
- Dosen tim membalas pesan
saya dengan inti
percakapan
mempersilahkan saya
untuk melakukan
aktualisasi tersebut sebagai
bentuk hasil musyawarah

8
No Kegiatan Tahapan kegiatan Output/Hasil Keterkaitan Kontribusi Terhadap Visi- Penguatan Nilai Analisis Dampak
Substansi Mata Misi Organisasi Organisasi Jika Nilai-nilai
pelatihan Dasar PNS tidak
Diterapkan*
1 2 3 4 5 6 7 8
2 Mempelajari 1. Merancang garis besar isi 1. Catatan garis Agenda II Kegiatan merancang draft Aktualisasi nilai dasar Apabila nilai jujur,
literatur dan data modul besar isi Akuntabilitas : modul dengan aktualisasi ANEKA dalam religious, cermat,
pendukung terkait 2. Mengumpulkan dan modul jujur, kejelasan nilai-nilai ANEKA menjadi kegiatan koordinasi kejelasan target,
modul mempelajari literatur Komunikasi target Menguatkan nilai-nilai efisiensi,mandiri
wujud kontribusi terhadap
Komunikasi terkait Komunikasi Augmentatif Nasionalisme : dasar religious,kerja tidak diterapkan
Augmentatif dan Augmentatif dan Alternatif dan Alternatif Religious Visi Prodi PLB FIP UNY keras, mandiri, maka komunikasi
Alternatif Anak Anak Autis (AAC) Anak Autis Etika Publik : yaitu Pada tahun 2020 jujur,cermat, efisien, tidak akan
Autis (9 Sept – 18 Aktualisasi: (AAC) Cermat menjadi program studi kejelasan berjalan lancar,
Sept 2020) - Sebelum melakukan 2. Dokumentasi Komitmen Mutu : terkemuka di tingkat target dalam kegiatan
kegiatan, saya berdoa kegiatan ef isien nasional untuk menguatkan nilai aktualisasi tidak
sebagai bentuk nilai pencarian Anti Korupsi : menghasilkan tenaga organisasi akan terwujud
religious modul Kerja Keras, dan tidak adanya
pendidik yang humanis dan
- Saya merancang garis mandiri WoG : adanya sikap
besar isi modul sebagai profesional di bidang Komunikasi antara nasionalisme
bentuk dari kejelasan Agenda III pendidikan khusus penulis dengan rekan karena adanya
target Manajemen ASN: berdasarkan ketaqwaan, kerja tim plagiarism di
- Saya menggunakan Penulis kemandirian, dan cendekia. dalam
berbagai cara untuk menerapkan kode produk/modul
mencari referensi yang etik ASN (cermat) Mendukung MISI Prodi PLB
sesuai sebagai bentuk WoG : adanya yaitu Menyelenggarakan
dari nilai kerja keras. komunikasi antara pendidikan dan
- Saya mencari referensi penulis dengan pengembangan program
secara mandiri rekan
- Saya mencantumkan kerja tim
sumber referensi yang
digunakan dengan jujur
- Saya membaca dan
mencermati literatur
secara cermat dan teliti.
- Saya membuat ringkasan
literatur secara efisien

9
No Kegiatan Tahapan kegiatan Output/Hasil Keterkaitan Kontribusi Terhadap Visi-Misi Penguatan Nilai Analisis
Substansi Mata Organisasi Organisasi Dampak Jika
pelatihan Nilai-nilai
Dasar PNS
tidak
Diterapkan*
1 2 3 4 5 6 7 8
3 Merancang Tahap : Outline modul Nasionalisme : Kegiatan merancang draft modul Aktualisasi nilai Apabila nilai
outline modul Merancang outline modul religious, dengan aktualisasi nilai-nilai dasar ANEKA religious,
(19-22 musyawarah ANEKA menjadi wujud dalam Kegiatan musyawarah,
September Aktualisasi : Etika 10eptem : koordinasi sopan, santun,
kontribusi terhadap Visi Prodi
2020) 1. Sebelum melakukan sopan, menguatkan nilai- efektif, efisien,
PLB FIP UNY yaitu Pada tahun dan disiplin tidak
kegiatan, saya santun nilai dasar
2020 menjadi program studi diterapkan maka
mengawalinya dengan Komitmen Mutu : religious, tanggung
terkemuka di tingkat nasional kegiatan
berdoa kepada Allah SWT efektif, efisien jawab, disiplin,
sebagai bentuk nilai untuk menghasilkan tenaga aktualisasi tidak
Anti Korupsi : efektif, sopan, dan
pendidik yang humanis dan akan berjalan
religious Disiplin santun dalam
profesional di bidang pendidikan 10eptem dan
2. Saya mempersiapkan bahan Agenda III menguatkan nilai
modul tidak akan
rancangan outline modul Manajemen ASN: khusus berdasarkan ketaqwaan organisasi WoG sesuai dengan
yang akan dikonsultasikan menerapkan kode kemandirian, dan cendekia. yaitu melakukan tujuan
dengan bentuk nilai efektif etik ASN (disiplin, koordinasi dengan pembelajaran
3. Saya berkonsultasi dengan sopan, santun, Serta mendukung MISI Prodi pihak- pihak terkait
tim dengan sikap sopan dan dan tanggung PLB FIP UNY yaitu (pimpinan, mentor,
santun jawab Menyelenggarakan pendidikan coach, dan
4. Saya berkonsultasi dengan WoG: adanya dan pengembangan program rekankerja dosen)
tim menggunakan whatsapp komunikasi antara akademik dan/atau profesi
untuk efisiensi waktu penulis dengan dalam bidang pendidikan luar
5. Saya berkoordinasi dengan pimpinan, coach, biasa guna menghasilkan
rekan kerja dosen melalui mentor serta sarjana dan profesi yang mampu
musyawarah adanya koordinasi
berkompetisi, bertaqwa kepada
6. Saya melakukan konsultasi penulis dengan
dan koordinasi secara tepat rekan kerja Tuhan YME, berkepribadian dan
waktu (disiplin) sesuai 10eptem dosen berwawasan global, mandiri,
dengan kesepakatan kreatif, dan mampu bersinergi di
7. Saya melaksanakan masyarakat dalam pendidikan
masukan dari tim dengan khusus
penuh tanggung jawab

10
No Kegiatan Tahapan kegiatan Output/Hasil Keterkaitan Kontribusi Terhadap Penguatan Nilai Analisis
Substansi Mata Visi-Misi Organisasi Organisasi Dampak Jika
pelatihan Nilai-nilai
Dasar PNS
tidak
Diterapkan*
1 2 3 4 5 6 7 8
4. Menyusun draft Penulisan draft modul Komunikasi Draft modul Agenda II Proses telaah literatur Aktualisasi nilai Apabila nilai
modul Komunikasi Augmentatif dan Alternatif Anak Autis (AAC) Komunikasi dengan menerapkan dasar ANEKA jujur, konsisten,
augmentatif dan Akuntabilitas : dalam kegiatan religious,
augmentatif nilai nilai ANEKA akan
alternatif Anak Autis Aktualisasi : jujur, konsisten penyusunan draft tanggung jawab,
dan alternatif berkontribusi pada Misi
(23 September – 17 1. Saya berdoa sebelum mengawali modul menguatkan cermat, inovatif,
Oktober 2020) Anak Autis Nasionalisme : Jurusan Pendidikan nilai dasar disiplin, mandiri
kegiatan sebagai bentuk nilai religious
(AAC) religious Luar Biasa, yaitu kemandirian dalam tidak diterapkan
2. Saya 11enyusun draft modul secara
menyelenggarakan menjalankan maka tidak akan
mandiri Bukti fisik : Etika 11enyus : amanah dan menghasilkan
pendidikan yang
3. Saya memilah referensi yang sesuai tanggung jawab, tugasnya. Selain itu modul yang
Draft modul menuntut dosen
dengan materi secara cermat cermat juga menunjukkan sesuai dengan
Komunikasi untukmengembang-
4. Saya menggunakan outline sebagai nilai inovatif dengan kesepakatan
Augmentatif kan diri dan
panduan penyusunan modul secara Komitmen mengaplikasikan bersama
dan Alternatif mendorongmahasiswa kondisi sekitar
konsisten Mutu : inovasi,
Anak Autis untuk mandiri, kreatif sebagai penguatan
5. Saya mencantumkan pengutipan secara efektif, efisien
(AAC) dan mampu bersinergi contoh
jujur implementasi untuk
Anti Korupsi : di masyarakat dalam
6. Saya memasukkan sumber referensi dapat menambah
mandiri, disiplin pendidikan khusus
sebagai bentuk nilai tanggung jawab wawasan pemikiran
7. Saya mencantumkan contoh dan hasil karya
implementasi berbasis kearifan local
sebagai penguatan isi modul yang Agenda III
merupakan bentuk dari nilai inovasi. Manajemen
8. Saya menyelesaikan draft modul sesuai ASN: taat
jadwal yang telah ditentukan sebagai aturan dalam
wujud dari kedisiplinan pengutipan
9. Saya menyusun draft modul sesuai referensi
kebutuhan peningkatan pengetahuan
mahasiswa, agar modul dapat
digunakan secara efektif dan efisien

11
No Kegiatan Tahapan kegiatan Output/Hasi Keterkaitan Kontribusi Terhadap Penguatan Nilai Analisis
l Substansi Mata Visi-Misi Organisasi Organisasi Dampak Jika
pelatihan Nilai-nilai
Dasar PNS
tidak
Diterapkan*
1 2 3 4 5 6 7 8

5. Review draft Tahap : Hasil : Agenda II Kegiatan merancang draft Aktualisasi nilai Apabila nilai-
modul modul dengan aktualisasi dasar ANEKA nilai dasar ASN
Komunikasi 1. Menyiapkan draft modul Draft modul Akuntabilitas : dalam kegiatan tidak diterapkan
nilai-nilai ANEKA menjadi
Augmentatif 2. Melakukan review draft modul 12eptemb Komunikasi tanggung jawab review draft maka tidak akan
wujud kontribusi terhadap
dan Alternatif dosen tim sebelum dilakukan review ahli Augmentatif modul dihailkan modul
Anak Autis Nasionalisme : menguatkan nilai- yang berkualitas
dan Alternatif Mendukung MISI Prodi
(AAC) (23 religious nilai dasar sesuai tujuan
Aktualisasi : Anak Autis PLB yaitu
Oktober religious,tanggun pembelajaran
2020) 1. Sebelum melakukan kegiatan, penulis (AAC) Etika 12eptem : Menyelenggarakan g jawab, disiplin,
mengawalinya dengan berdoa kepada sopan pendidikan dan efektif, sopan,
Allah SWT sebagai bentuk nilai pengembangan program dan santun dalam
religious Komitmen Mutu : akademik dan/atau menguatkan nilai
Bukti fisik :
2. Menghubungi dosen tim melalui efisien profesi dalam bidang kecendekiaan dan
whatsapp untuk melakukan kesepakatan Catatan hasil pendidikan luar biasa profesionalisme
review dalam Anti Korupsi : dalam organisasi
waktu review dengan tutur kata yang guna menghasilkan
draft, catatan Disiplin
sopan sarjana dan profesi yang
hasil diskusi
3. Melakukan proses review dengan penuh mampu berkompetisi,
tanggung jawab bertaqwa kepada Tuhan
4. Mencatat seluruh masukan dan arahan Agenda III YME, berkepribadian dan
reviewer tanpa harus diinstruksikan agar Manajemen ASN: berwawasan global,
waktu yang digunakan lebih efisien sesuai aturan dalam mandiri, kreatif, dan
Menyelesaikan revisi sesuai dengan menyusun buku mampu bersinergi di
kesepakatan sebagi bentuk nilai masyarakat dalam
kedisiplinan WoG: berkordinasi pendidikan khusus
dengan dosen ahli

12
C. PELAKSANAAN KEGIATAN
Tabel 2.2 Pelaksanaan Kegiatan
No Kegiatan September Minggu ke- Oktober minggu ke-
1 2 3 4 1 2 3 4
1. Melakukan konsultasi dengan pimpinan, coach,
mentor dan rekan kerja dosen
2. Mempelajari literatur dan data pendukung terkait
modul Komunikasi Augmentatif dan Alternatif
Anak Autis
3. Merancang outline modul

4. Menyusun draft modul Komunikasi Augmentatif


dan Alternatif Anak Autis
5. Review draft modul Komunikasi Augmentatif
dan Alternatif Anak Autis (AAC)

D. KENDALA DAN STRATEGI MENGATASI


Tabel 2.3 Kendala dan strategi mengatasinya
No Kendala Strategi mengatasi
1. Adanya kewajiban pelaksanaan Pengajaran selama Pengerjaan kegiatan pada masa habituasi
masa habituasi menyebabkan peserta pelatihan dilaksanakan setelah jam kerja berakhir
mengalami kesulitan dalam pembagian waktu
2. Adanya kesibukan team teaching dalam penentuan Adanya reschedule jadwal diskusi sesuai
schedule diskusi yang menyebabkan penyimpangan dengan kesepakatan
jadwal dengan rencana awal rancangan aktualisasi
3. Adanya kesibukan tim teaching dalam rangka review Saran untuk melakukan review dengan
draft modul dosen lain dengan keahlian yang sama

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari laporan aktualisasi ini yaitu:
1. Melalui penyusunan modul ajar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
sudah ditetapkan dalam kurikulum. Selain itu materi perkuliahan yang akan
diajarkan sesuai dengan keadaan sehingga menjadi dasar pengetahuan awal
mahasiswa terkait materi perkuliahan dapat lebih baik.
2. Modul ajar yang sesuai dengan keadaan dunia kerja dapat dijadikan sebagai
bagian dari kegiatan literasi oleh mahasiswa sehingga pemahaman dan
pengetahuan mahasiswa tentang dunia kerja lebih baik.
3. Modul ajar yang disertai dengan video pembelajaran dapat mengetahui
gambaran materi sebenarnya dalam dunia kerja.
4. Laporan aktualisasi ini dapat menjadi panduan bagi penulis untuk melaksanakan
kegiatan aktualisasi sesuai dengan agenda II nilai Akuntabilitas, Nasionalisme,
Etika Publik, Komitmen Mutu dan Anti Korupsi (ANEKA) ASN dan Agenda III
yang terdiri dari Manajemen ASN, Whole of Government serta Pelayanan Publik.
Semoga dalam implementasi sesuai dengan rancangan aktualisasi yang dibuat
dan dapat terlaksana dengan baik.

B. SARAN
1. Bagi satuan kerja agar lebih memperbanyak pengembangan modul matakuliah
2. Bagi Lembaga Diklat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan diharapkan
dapat memberikan waktu lebih Panjang untuk pelaksanaan habituasi.

14
DAFTAR PUSTAKA

BKLM KEMDIKBUD. 2015. Rencana Strategis Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2015–2019. Jakarta: BKLM KEMDIKBUD.
LAN RI. 2017. Agenda III (Peran dan Kedudukan ASN dalan NKRI): Modul Pelatihan Dasar
Calon PNS. Jakarta: LAN RI.
PUSDIKLAT KEMDIKBUD. 2019. Panduan Peserta: Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan
III. Jakarta: PUSDIKLAT KEMDIKBUD.
PUSDIKLAT KEMDIKBUD. Agenda 2 (ANEKA: Akuntabilitas, Nasionalisme, Etika Publik,
Komitmen Mutu dan Anti Korupsi): Modul Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III.
Jakarta: PUSDIKLAT KEMDIKBUD.
SETJEN KEMDIKBUD. 2015. Rencana Strategis Sekretariat Jenderal Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan 2015–2019. Jakarta: SETJEN KEMDIKBUD.
Peraturan perundang-undangan:
Peraturan Kepala LAN Nomor 25 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelatihan Dasar Calon PNS Golongan III
Permendikbud Nomor 8 Tahun 2015 tentang Uraian Jabatan di Lingkungan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
Permendikbud Nomor 11 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan
UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

15
LAMPIRAN

16
Lampiran 1
Kegiatan : Konsultasi dengan coach, mentor dan koordinasi dengan dosen tim
Tanggal : 8, 10 dan 11 September 2020
Draft Lampiran :
1. Screenshoot komunikasi dengan mentor untuk pembimbingan.dan bukti
screenshoot zoom meeting kegiatan pembimbingan

2. Screenshoot komunikasi dengan coach untuk pembimbingan dan screenshoot


zoom meeting kegiatan pembimbingan

17
3. Screenshoot komunikasi dengan tim dosen

4. Rekaman masukan oleh mentor


Link drive
https://drive.google.com/drive/u/1/folders/1HvhlgL_ExrDtuMNTGuToR4wQS-
waUTTR
5. Rekaman masukan oleh coach
Link drive
https://drive.google.com/drive/u/1/folders/1HvhlgL_ExrDtuMNTGuToR4wQS-
waUTTR

Lampiran 2
Kegiatan : Mempelajari literatur dan data pendukung terkait modul AAC
Tanggal : 9 – 18 September 2020
Draft Lampiran :
1. Catatan garis besar isi modul

18
2. Screenshoot database pencarian referensi

3. Hasil pencarian referensi


https://drive.google.com/drive/u/1/folders/1Qdy67PLNYmMh0oQD1KtMvEsJVG0e
dvI7

19
Lampiran 3
Kegiatan : Merancang Outline Modul
Tanggal : 19-22 September 2020
Lampiran : Outline Modul

Lampiran 4
Kegiatan : Membuat Modul Pembelajaran
Tanggal : 23 September – 17 Oktober 2020
Lampiran : draft modul (terlampir)

Lampiran 5
Kegiatan : Review draft modul Komunikasi Augmentatif dan Alternatif Anak Autis(AAC)
Tanggal : 23 Oktober 2020
Lampiran : hasil review (terlampir)

20
Modul
Komunikasi Augmentatif dan
Alternatif (AAC) Anak Autis
PRAKATA

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan Karunia-
Nya kepada kita sehingga sampai hari ini masih diberi Rahmat dan kemudahan untuk selalu
terbuka akal pikiran, mata, dan hati dalam rangka mencari ilmu sehingga dapat menyusun
modul perkuliahan mata kuliah Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) ini.
Modul ini disusun sebagai penunjang belajar mahasiswa yang dibuat berdasarkan
rincian materi pada rencana pembelajaran semester (RPS). Materi yang disusun dalam modul
ini memperhatikan kejelasan dan kesantunan berbahasa sehingga tujuan dari pembelajaran
tercapai. Materi yang disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami, hal tersebut
diharapkan dapat memberikan hasil yang optimal dalam pencapaian hard skill dan soft skill
pada peserta didik. Dengan modul ini, siswa diharapkan mampu meningkatkan pemahaman
mahasiswa terkait Komunikasi Alternatif dan Augmentatif (AAC).
Penyusun menyadari dan meyakini bahwa modul Komunikasi Augmentatif dan Alternatif
(AAC) ini masih banyak kekurangan sehingga kami mengharap adanya saran atau kritik yang
bersifat membangun dari berbagai pihak dan tidak lupa kami ucapkan terima kasih sebanyak-
banyaknya kepada semua pihak yang membantu atas tersusunnya diktat ini. Semoga semua
yang kita inginkan tercatat sebagai amal ibadah. Aamiin…

Yogyakarta, Oktober 2020

Penyusun,

Diajeng Tyas Pinru Phytanza, M.Pd.

i
HALAMAN PENGESAHAN

MODUL

MATA KULIAH

KOMUNIKASI AUGMENTATIF DAN ALTERNATIF (AAC) ANAK AUTIS

TIM PENYUSUN:

DIAJENG TYAS PINRU PHYTANZA, M.Pd.


NIP 199104122019032019

NUR AZIZAH, Ph.D.


NIP 197612022005012001

Telah diterima dan disahkan oleh,


Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) untuk
dipergunakan pada perkuliahan tahun ajaran 2020/2021
di Program Studi Pendidikan Luar Biasa

Yogyakarta, Oktober 2020


Mengesahkan,

Dekan FIP

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
PRAKATA ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................. v

MODUL I. PEMBELAJARAN LITERASI


A. Pendahuluan ........................................................................... 1
B. Definisi Pembelajaran Literasi .................................................... 2
C. Tujuan Literasi ......................................................................... 2
D. Teori Perkembangan Literasi ..................................................... 3
E. Faktor yang Mempengaruhi Literasi ........................................... 7
F. Literasi dan Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) ............ 9
G. Ringkasan Materi ..................................................................... 10
H. Tugas Latihan .......................................................................... 11

MODUL II. KOMUNIKASI AUGMENTATIF DAN ALTERNATIF (AAC)


A. Pendahuluan ........................................................................... 12
B. Konsep Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) .................. 13
C. Jenis Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) ..................... 14
D. Manfaat Penggunaan AAC ......................................................... 16
E. Komponen AAC ........................................................................ 16
F. Prinsip Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) ................... 17
G. Ringkasan Materi ..................................................................... 19
H. Tugas Latihan .......................................................................... 20

MODUL III. ASESMEN KEBUTUHAN DALAM AAC


A. Pendahuluan ........................................................................... 21
B. Pengertian Asesmen AAC .......................................................... 21
C. Tujuan Asesmen AAC ............................................................... 23
D. Ruang Lingkup Asesmen AAC .................................................... 24
E. Siapa yang terlibat? .................................................................. 29

iii
F. Komponen Dasar dan Prinsip dalam Asesmen AAC ...................... 32
G. Tahapan Asesmen .................................................................... 35
H. Ringkasan Materi ..................................................................... 38
I. Tugas Latihan .......................................................................... 38

MODUL IV. PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM (PECS)


SEBAGAI ALAT KOMUNIKASI ANAK AUTIS
A. Pendahuluan ........................................................................... 39
B. Konsep dasar Picture Exchange Communication System (PECS) ..... 39
C. Fase Picture Exchange Communication System (PECS)? ............... 41
D. Implementasi PECS dalam Meningkatkan Komunikasi Anak Autis .. 44
E. Ringkasan Materi ..................................................................... 47
F. Tugas Latihan .......................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 48

iv
DAFTAR TABEL

Table 3.1. Elemen bahasa yang digunakan dalam asesmen ...................... 22


Table 3.2. Personil dan tugas dalam pengembangan AAC ......................... 29
Table 4.1 Penelitian relevan implementasi PECS untuk anak autis .............. 45

v
MODUL I
PEMBELAJARAN LITERASI

A. Pendahuluan
Modul pembelajaran literasi merupakan penjabaran dari pembelajaran literasi
dan keterkaitannya dengan komunikasi augmentative dan alternatif atau
Augmentative Alternative Communication (AAC). Pembelajaran literasi mengenalkan
siswa pada jenjang tertentu dimulai dari tingkat paling dasar hinggi tingkatan tinggi
dalam hal literasi seperti membaca,menulis, serta memupuk kesadaran bahasa dan
motivasi untuk selalu belajar.
Dalam modul ini, Anda akan mengkaji secara khusus terkait materi AAC diakhir
bahasan yaitu analisis tentang literasi dengan AAC. Materi kajian dalam modul ini,
secara terperinci mencakup Definisi Pembelajaran Literasi, Tujuan Literasi, Teori
Perkembangan Literasi, Faktor yang Mempengaruhi Literasi, serta Literasi dan AAC.
Setelah menyelesaikan modul ini, anda diharapkan mampu mengembangkan
dan mengimplementasikan pembelajaran literasi. Secara khusus, anda diharapkan
mampu melakukan hal-hal berikut.
1. Menjelaskan definisi literasi
2. Menjelaskan tujuan literasi
3. Menganalisis teori Perkembangan literasi
4. Menganalisis faktor yang mempengaruhi literasi
5. Menganalisisi literasi dan AAC
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, modul ini terdiri dari kegiatan belajar
sebagai berikut.

Kegiatan belajar 1.
Bacalah uraian di dalam modul ini dengan seksama dan tangkaplah pokok-pokok
materi dari uraian tersebut! Kerjakan tugas-tugas yang tercantum dalam setiap
kegiatan belajar agar Anda lebih memahami pokok-pokok materi! Di dalam
mengerjakan tugas, Anda boleh berdiskusi dengan teman sejawat. Jika petunjuk
di atas diikuti dengan benar, Anda pasti berhasil.
- Selamat Belajar! -

1
B. Definisi Pembelajaran Literasi
Literasi didefinisikan dalam laporan ini sebagai kemampuan untuk menggunakan
bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis,
mendengarkan, berbicara, melihat, mewakili, dan berpikir kritis tentang ide (Grabe &
Kaplan, 1992; Teale & Sulzby, 1986). Ini memungkinkan kita untuk berbagi informasi,
berinteraksi dengan orang lain, dan membuat makna. Literasi merupakan suatu proses
kompleks yang melibatkan pengembangan pengetahuan, budaya, dan pengalaman
sebelumnya untuk mengembangkan pengetahuan baru dan pemahaman yang lebih
dalam (Ontario Ministry of Education, 2004). Ini menghubungkan individu dan
komunitas, dan merupakan alat penting untuk pertumbuhan pribadi dan partisipasi
aktif dalam masyarakat demokratis (Ontario Ministry of Education, 2004; Richardson,
2006).
Pada tahun-tahun awal sekolah, pembelajaran literasi memperkenalkan anak-
anak pada dasar-dasar membaca dan menulis serta memupuk kesadaran bahasa dan
motivasi untuk belajar. Pembelajaran literasi di kelas tingkat dasar membawa siswa
lompatan besar lain ke depan dengan melibatkan mereka secara sengaja dengan
berbagai teks dan teknologi yang akan membantu siswa berkembang sebagai
komunikator yang aktif, kritis, bertanggung jawab, dan kreatif untuk abad-21 (Ontario
Ministry of Education, 2004). Sebagai siswa yang mempunyai tantangan untuk dapat
melek huruf, siswa terus mengeksplorasi teks baru dan cara baru untuk memahami
teks yang sudah dikenal. Sepanjang jalan, mereka mengembangkan dan
menyempurnakan kapasitas untuk membuat dan berbagi teks dari semua jenis,
menggunakan teknologi waktu dan tempat mereka sebaik mungkin. Mereka
menemukan cara baru untuk mengakses sumber daya dunia multimedia yang
multikultural (Ontario Ministry of Education, 2004; Spinner, 2019).

C. Tujuan Literasi
Literasi sesungguhnya bisa dilakukan dimana saja oleh siswa, baik di dalam kelas
maupun di luar kelas. Tujuan literasi adalah mendapatkan dan melatih keterampilan
informasi, di antaranya yaitu pengumpulan, pengolahan, dan pengkomunikasian
informasi. Kecakapan dalam menggali dan menemukan informasi menjadi suatu
keterampilan penting untuk dikuasi siswa. Keterampilan dalam menemukan informasi
ditunjukkan melalui kemampuan melakukan identifikasi informasi, kemampuan dalam
mengakses dan penemukan infromasi, kemampuan evaluasi dalam informasi dan
penggunaan informasi etis dan efektif (Grabe & Kaplan, 1992; Kern, 2000).

2
Literasi dapat mengembangkan kepribadian diri dalam hal etika dan sikap.
Apabila kepribadian diri dalam etika dan sikap sudah muncul dan termapankan pada
setiap individu, kecakapan hidup menjadi lebih mudah diimplementasikan. Tiap
individu akan mampu mengontrol diri untuk melakukan kehidupan dengan sebaik-
baiknya. Oleh karenanya kegiatan literasi sebaiknya menjadi rutinitas yang ada di
setiap jenjang pendidikan formal, mulai dari jenjang pendidikan usia dini hingga
pendidikan tinggi (Grabe & Kaplan, 1992; Kern, 2000).
Banyak individu dengan gangguan bicara dan fisik yang parah mengalami
kesulitan besar dalam belajar membaca dan menulis secara fungsional. Meskipun
besar potensi manfaat dari pengembangan literasi ini, namun kesulitan di area ini
menjadi sangat signifikan. Keterampilan literasi yang efektif dapat membuka pintu ke
sistem komunikasi yang fleksibel dan berpotensi tidak ada batasan (McNaughton,
Light, & Gulla, 2003). Kesulitan terkait literasi saat ini salah satunya dalam membaca
yaitu bahwa sebagian besar berasal dari meningkatnya permintaan/tuntutan akan
literasi, bukan dari penurunan tingkat literasi absolut (Snow, Burns, & Griffin, 1998).
Bagi mereka yang berjuang untuk memenuhi tuntutan akan keterampilan literasi yang
lebih tinggi, konsekuensi dari kegagalan tersebut semakin signifikan.

D. Teori Perkembangan Literasi


Perkembangan literasi mengacu pada perkembangan berkelanjutan atas
keterampilan yang dibutuhkan untuk berhasil berkomunikasi melalui komunikasi
tertulis (Morrow, 2001). Pengembangan Literasi mencakup perspektif yang inklusif di
antara para ahli teori selama 80 tahun terakhir, dari tahun 1930-an hingga sekarang.
Beberapa terdapat teori perkembangan yang berbeda antara lain: Teori
Perkembangan Kognitif Piaget (1969), Teori Maturasi (1931), Teori Perkembangan
Literasi Holdaway (1969), Model-Model Panggung Membaca (1983), Teori Keaksaraan
Emergent (1985), dan Teori Literasi Keluarga (1983). Puncak dari teori ini adalah
relevan dengan perkembangan anak karena berdampak pada pengetahuan dan
pemahaman guru tentang perkembangan anak. Bidang pengetahuan ini penting dalam
memberikan instruksi keaksaraan yang sesuai (Pate & Grote-Garcia, 2011).
Pada prinsipnya terdapat tiga (3) tahap teori perkembangan literasi yaitu
tahapan perkembangan dalam membaca, tahapan perkembangan ejaan, dan
pengembangan penulisan (Smith, 2005).

3
1. Tahapan perkembangan dalam membaca
Model tahap pengembangan literasi menggambarkan perubahan yang dapat
diamati dalam perilaku anak-anak saat mereka berkembang dalam membaca dan
menulis. Salah satu model tersebut berasal dari karya Ehri (Ehri, 1991, 2000). Ehri
menyarankan empat tahap perkembangan membaca dalam ortografi alfabet.
Dengan sedikit modifikasi, urutan yang disarankan adalah sebagai berikut.
a. Tahap Pra-Abjad
Pada Tahap 1, tahap pra-abjad atau muncul, "keterampilan literasi latar
belakang" dikembangkan. Anak-anak memsiswai gagasan-gagasan kunci
tentang membaca: cetakan membawa pesan; buku dan cetakan memiliki
orientasi tertentu dan harus dibaca dalam urutan tertentu — depan ke belakang,
kata demi kata, kiri ke kanan, atau atas ke bawah; pembaca menggunakan
cetakan dan gambar secara berbeda; kosakata tertentu digunakan untuk
berbicara tentang membaca dan mencetak (misalnya, "halaman" dan "kata");
dan bahasa buku kadang-kadang berbeda dari bahasa lisan (Ehri, 1991, 2000).
Pada tahap ini, membaca kata melalui penglihatan adalah logografis berdasarkan
isyarat visual yang menonjol, contoh klasiknya adalah misalnya garis atau
lengkungan pada logo organisasi tertentu. Jadi, seluruh kata adalah fokus utama
perhatian, biasanya dari kumpulan terbatas, termasuk kalimat “filsafat” dalam
logo tersebut.
b. Decoding atau Tahap Abjad
Pada Tahap 2, tahap decoding, hubungan antara grafem tertentu dan elemen
fonem dibuat. Pembacaan kata penglihatan mulai memperhitungkan huruf
daripada isyarat visual lainnya, menandakan awal tahap isyarat alfabet atau
fonemik dari penguraian kata. Awalnya, hanya sedikit isyarat huruf yang
digunakan dalam identifikasi kata. Nama huruf mungkin lebih unggul daripada
informasi fonemegrafem, sehingga, misalnya, kata “tahu” dapat dibaca sebagai
makna “mengerti” dan “makanan”. Secara bertahap, pembaca (yang baru
berlatih) menjadi mampu membaca kata-kata "dengan menyimpan dalam
memori asosiasi lengkap antara ejaan tertentu dan pengucapannya" (Ehri, 1991,
2000).
c. Tahap Kefasihan
Selama Tahap 3, tahap kefasihan, keterampilan dikonsolidasikan dan diperluas.
Perhatian kembali beralih ke unit yang lebih besar, karena kata-kata penglihatan
diproses sebagai unit tunggal. Pola dalam kata-kata, mungkin berdasarkan suku

4
kata atau pembagian morfologis, adalah dasar untuk identifikasi kata dalam "fase
ortografik" ini. bacaan. Secara dangkal, tahap ortografik mungkin tampak serupa
dengan tahap membaca logografis awal ketika perhatian difokuskan pada unit
besar atau seluruh kata. Namun, sifat informasi ortografik yang digunakan untuk
mendukung identifikasi kata sangat berbeda dalam dua tahap. Kemajuan yang
berhasil ke tahap ortografi memungkinkan anak-anak untuk membaca dengan
analogi, menggunakan pola ejaan bersama dalam kata-kata sebagai dasar untuk
mengidentifikasi kata-kata asing (Ehri, 1991, 2000). Keterampilan alfabet terus
diperlukan untuk memecahkan kode beberapa kata yang tidak dikenal.
d. Tahap “Membaca untuk Belajar”
Pada Tahap 4, tahap membaca untuk belajar, keterampilan tahap sebelumnya
telah menjadi otomatis dan cepat, sehingga proses membaca berada di bawah
tujuan membaca. Meskipun keterampilan membaca terus berkembang,
berpotensi sepanjang umur, hanya ada sedikit kesadaran akan perkembangan
ini, karena fokusnya adalah pada pembelajaran konten yang diakses melalui
membaca (Ehri, 1991, 2000).
2. Tahapan perkembangan ejaan
Keterampilan mengeja berubah seiring dengan perkembangan wawasan
anak-anak tentang hubungan antara bahasa lisan dan tulisan, sama seperti
perubahan keterampilan membaca mereka. Memang, banyak penulis telah
menyarankan bahwa proses membaca dan menulis jauh lebih terkait erat daripada
yang diakui secara tradisional (Kamhi, A., & Hinton, 2000; Templeton et al., 2000;
Treiman & Bourassa, 2000)
a. Ejaan Pra-Abjad dan Semi-Abjad
Ejaan paling awal mungkin tidak ada hubungannya dengan suara dalam kata
target — terkadang disebut tahap pra-komunikatif atau pra alfabet. Anak-anak
mungkin menulis urutan huruf acak atau campuran huruf dan pola seperti huruf
lainnya. Dengan perkembangan wawasan alfabet, upaya ejaan awal sangat
bergantung pada nama huruf dan informasi alfabet yang tidak lengkap. Huruf
tunggal dapat digunakan untuk mewakili seluruh kata, dalam apa yang disebut
fase semi-fonetik awal. Contoh "truck" yang dieja sebagai h-r-k (Templeton et
al., 2000).
b. Ejaan Alfabet
Dalam tahap abjad, peningkatan informasi abjad disertakan, dengan penyertaan
vokal yang nyata, sehingga ejaan sering masuk akal dan akurat secara fonetik,

5
meskipun tidak benar secara konvensional (misalnya, “O” berusia 5 tahun dan 5
bulan dieja "tyrannosaurus" sebagai chranusris) . Dalam ortografi alfabet murni
atau transparan, mencapai tahap ejaan ini menandai tonggak penting, dengan
sedikit pembelajaran ejaan tambahan untuk diikuti (Kamhi, A., & Hinton, 2000;
Treiman & Bourassa, 2000). Namun, ejaan bahasa Inggris telah berkembang
sedemikian rupa sehingga arti kata memiliki pengaruh penting pada ejaan. Jauh
dari sistem "tidak logis" atau "tidak efisien" yang masih disesali oleh banyak
orang, hubungan logis di seluruh arti kata menentukan pola ejaan bersama,
sehingga "define" dan "definition" berbagi definisi ejaan yang memiliki makna
sama yaitu definisi, meskipun ada perbedaan dalam pengucapan. Kata yang
berarti tautan sangat penting untuk memahami logika sistem ejaan bahasa,
logika yang nantinya dapat mendukung kosa kata serta pengembangan ejaan
(Templeton et al., 2000).
c. Ejaan Ortografik / Semikonvensional
Seiring dengan kemajuan keterampilan cetak umum anak-anak, pola ortografik
dalam kata muncul dalam ejaan mereka, sehingga "rain" dapat dieja sebagai
rane. Untuk menghasilkan ejaan semacam ini, anak-anak harus mengabstraksi
dan menyimpan pola ortografik yang melampaui informasi fonetik belaka,
menyadari bahwa unit ortografik tertentu dapat “diam”. Pentingnya informasi
ortografik lebih jauh disorot oleh fakta bahwa, bahkan pada tahap ini, upaya
ejaan tertulis anak-anak lebih akurat daripada upaya lisan mereka (Treiman &
Bourassa, 2000).
d. Ejaan Hubungan Derivasional
Seiring waktu, pengejaan magang mulai menyadari bahwa pola ejaan juga dapat
berasal dari susunan morfologis sebuah kata. Seiring dengan meningkatnya
pengaruh informasi morfologis terhadap upaya ejaan, disebut sebagai keteguhan
turunan muncul — morfologis akar dihormati sebagai penentu utama ejaan
(Templeton et al., 2000). Penguasaan akhirnya dicapai karena ejaan
konvensional dan luar biasa dimasukkan ke dalam sistem pengetahuan.
3. Pengembangan penulisan
Selain meningkatkan kecanggihan mereka dalam menghubungkan suara dengan
cetakan pada tingkat kata tunggal, anak yang belajar menulis juga menghasilkan
teks yang semakin canggih. Model pengembangan bahasa tertulis, diuraikan dalam
empat fase utama (Singer, 1995).

6
a. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan, bahasa lisan dan tulisan tetap bersifat otonom satu sama
lain. Misalnya, seperti yang dikemukakan sebelumnya, Orla merasa ingin menulis
tetapi tidak membaca catatannya. Keterampilan khusus seperti mengenali nama
huruf, menulis alfabet, dan mendekode dikuasai sebagai tugas yang terpisah dari
keterampilan bahasa lisan, meskipun mungkin ada beberapa yang saling terkait
(Singer, 1995).
b. Fase Konsolidasi
Fase konsolidasi biasanya terjadi sekitar usia 6 hingga 7 tahun. Dalam fase ini
anak-anak menulis sebagaimana mereka akan berbicara. Bentuk konvensional
yang terpisah dari bahasa tertulis belum dikuasai, tetapi peningkatan
otomatisitas dikembangkan dalam keterampilan tingkat yang lebih rendah
seperti decoding dan aspek teknis menulis (Singer, 1995).
c. Fase Diferensiasi
Saat anak-anak mendekati usia sekitar 10 tahun, mereka secara bertahap
membedakan bentuk bahasa lisan dan tulisan. Secara tradisional, bentuk bahasa
lisan dan tulisan telah dikontraskan pada dimensi formal-informal. Namun,
dengan munculnya email dan pesan teks, kontras seperti itu berubah dengan
cepat (Singer, 1995). Banyak jenis bentuk bahasa sekarang dibutuhkan baik
untuk bahasa lisan maupun tulisan.
d. Fase Integrasi Sistematis
Dalam fase terakhir perkembangan ini, menjelang akhir tahun sekolah dasar,
anak-anak mengintegrasikan bahasa lisan dan tulisan, dan mampu secara
fleksibel menerapkan aturan dan gaya dari kedua mode tersebut. Dengan
demikian, berbicara, membaca, dan menulis berkembang sebagai proses yang
saling melengkapi, mengalami proses diferensiasi dan integrasi bertahap, terkait
erat dengan konteks, materi, dan tujuan dari setiap kegiatan literasi (Singer,
1995). Perbedaan modalitas antara bahasa lisan dan tulisan menjadi lebih
penting dan kendala-kendala konseptual, linguistik, dan mekanis unik yang
ditimbulkan oleh bahasa tertulis diakomodasi dengan semakin canggihnya.

E. Faktor yang Mempengaruhi Literasi


Faktor-faktor yang mempengatuhi literasi ada dua yaitu faktor eksogen dan
faktor indogen (Smith, 2005), yang dijelaskan secara rinci sebagai berikut.

7
1. Faktor Eksogen
Di sisi konteks eksogen, atau eksternal, sejumlah faktor dapat memberikan
pengaruh penting pada seberapa mudah dan efektif seseorang belajar membaca
dan menulis.
a. Konteks
Konteks sosio-budaya dari keaksaraan dalam pengalaman penulis pembaca
magang mungkin secara fundamental mempengaruhi konteks pembelajarannya.
Dalam konteks yang luas ini, pertimbangan seperti apakah keaksaraan adalah
pencapaian yang sangat dihargai, dan fungsi yang dianggap berasal dari
keaksaraan mungkin berdampak pada persepsi diri individu sebagai pembaca-
penulis, serta motivasi untuk menjadi pembaca ahli– penulis (Clay, 1985; Teale
& Sulzby, 1986).
b. Petunjuk
Instruksi keaksaraan yang diberikan juga merupakan pengaruh kunci yang
potensial. Fokus (seluruh kata atau analisis komponen dalam kata), intensitas,
dan durasi dari instruksi dapat mempengaruhi kemajuan ke arah penguasaan
membaca dan menulis, juga sebagai strategi yang digunakan dalam membaca
dan menulis (McBride-Chang & Suk-Han Ho, 2000; Smith, 2005).
c. Peluang
Belajar membaca dan menulis membutuhkan waktu dan latihan. Kesempatan
yang tersedia untuk berpartisipasi dalam kegiatan literasi (Share, 1995) mungkin
sangat penting dalam menentukan kesuksesan akhir (Share, 1995).
d. Sifat Ortografi
Sifat ortografi yang dihadapi dan hubungannya dengan bahasa lisan target juga
dapat berdampak pada proses pembelajaran (McBride-Chang & Suk-Han Ho,
2000; Share, 1995).
2. Faktor Endogen
Di sisi endogen, sumber daya yang dibawa oleh seorang anak dapat dikelompokkan
dalam tiga sub-judul utama.
a. Keterampilan Sensorik, Perseptual, dan Motorik
Membaca dan menulis menggambar pada keterampilan visual, auditori, dan
moto-kinestetik. Stimuli harus dipahami sebelum dapat diterjemahkan untuk
dibaca; simbol harus dikodekan melalui beberapa bentuk aktivitas motorik
(Smith, 2005).

8
b. Kemampuan kognitif
Belajar membaca dan menulis membutuhkan penerapan sumber daya meta-
kognitif ke ruang masalah, keterlibatan aktif dengan tugas oleh pembaca-
penulis (Smith, 2005).
c. Keterampilan Linguistik
Membaca dan menulis membutuhkan pemetaan bahasa lisan (atau isyarat)
menjadi modalitas alternatif. Oleh karena itu, bahasa lisan menyediakan
landasan penting untuk pengembangan keterampilan bahasa tertulis. Banyak
aspek keterampilan bahasa lisan anak-anak telah disiswai dan diterapkan dalam
kinerja bahasa tertulis, termasuk sintaksis, kosa kata, keterampilan fonologis,
dan keterampilan metalinguistik (Smith, 2005).

F. Literasi dan Komunikasi Augmentative & Alternatif (AAC)


Salah satu masalah yang hampir seluruhnya disetujui adalah bahwa tidak ada
pengguna "biasa" dari komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC). Bahkan di antara
individu dengan tingkat kemampuan fisik yang tampaknya serupa, profil individu dan
unik dari kemampuan perseptual, kognitif, linguistik, dan sosiokomunikatif, belum lagi
preferensi perhatian, motivasi, dan minat pribadi bergabung untuk menggagalkan
upaya membuat generalisasi (Smith, 2005). Selain itu, jumlah individu dengan
gangguan bicara bawaan yang parah relatif kecil, sehingga banyak dari apa yang telah
kita siswai tentang tantangan dan keberhasilan pengalaman literasi individu tersebut
didasarkan pada studi terhadap sejumlah kecil individu atau studi kasus individu.
Temuan studi seringkali bertentangan, yang semakin memperkeruh air.
Beberapa temuan studi menjelaskan tentang pengaruh potensial pada
pembelajaran literasi bagi individu yang menggunakan AAC. Pengaruh ini bersifat
intrinsik dan ekstrinsik bagi individu yang menggunakan AAC, di lingkungan rumah dan
belajar mereka. Banyak pengalaman pengguna muda AAC yang berbeda dari rekan-
rekan mereka yang berbicara secara alami (Smith, 2005). Namun, penting untuk
menghilangkan mitos bahwa kesulitan bicara yang parah menghalangi perkembangan
keterampilan literasi dan, juga, mitos bahwa kesulitan bicara yang parah tidak
mempengaruhi proses pembelajaran literasi. Jelas, tidak mungkin untuk memprediksi
jalur tipikal yang diikuti oleh pengguna AAC yang belajar membaca dan menulis.
Pengembangan keterampilan literasi pada individu yang menggunakan
komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC) membutuhkan upaya kolektif tim literasi
kolaboratif yang memiliki keahlian dalam bahasa, literasi, dan AAC (Fallon, Ph, Katz, &

9
Ph, n.d.). Tim literasi yang bertanggung jawab untuk mengajarkan keterampilan
membaca dan menulis kepada siswa dengan kebutuhan komunikasi yang kompleks
menghadapi banyak tantangan termasuk siswa yang sering tidak dapat berpartisipasi
dalam kegiatan keaksaraan konvensional (misalnya, membaca dengan lantang),
kurangnya bahan dan sumber daya, dan persiapan profesional yang buruk di bidang
AAC dan literasi (Fallon et al., n.d.; Light & McNaughton, 1993). Dalam upaya
berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan keaksaraan yang
diberikan kepada siswa pengguna AAC, penting untuk mengevaluasi keahlian
profesional personel yang terlibat dalam penilaian dan intervensi literasi (Fallon et al.,
n.d.).
Berdasarkan hasil temuan penelitian saat ini memberikan pembahasan tentang
beberapa masalah dan tantangan yang dihadapi oleh tim literasi berbasis sekolah yang
menyediakan layanan membaca dan menulis kepada siswa dengan kebutuhan
komunikasi yang kompleks (Fallon et al., n.d.). Tujuan dan arahan masa depan bagi
tim keaksaraan yang berupaya menyediakan layanan membaca dan menulis yang
efektif juga dieksplorasi dalam diskusi yang bertujuan untuk memajukan layanan
keaksaraan berbasis sekolah bagi siswa yang menggunakan AAC (Fallon et al., n.d.;
Light & McNaughton, 1993).

G. Ringkasan Materi
1. Literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar
dalam bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan,
berbicara, melihat, mewakili, dan berpikir kritis tentang ide.
2. Tujuan dari literasi adalah mendapatkan dan melatih keterampilan informasi, di
antaranya yaitu pengumpulan, pengolahan, dan pengkomunikasian informasi.
Literasi juga dapat mengembangkan kepribadian diri dalam hal etika dan sikap.
3. Pada prinsipnya terdapat tiga (3) tahap teori perkembangan literasi yaitu tahapan
perkembangan dalam membaca, tahapan perkembangan ejaan, dan
pengembangan penulisan.
4. Faktor-faktor yang mempengatuhi literasi ada dua yaitu faktor eksogen (dari luar)
dan faktor indogen (dari dalam).
5. Tujuan dan arahan kedepan bagi tim literasi yaitu menyediakan layanan yang efektif
yang bertujuan untuk memajukan layanan bagi siswa yang menggunakan AAC

10
H. Tugas Latihan
1. Apa Definisi Literasi?
2. Mengapa literasi itu penting? Jelaskan tujuan literasi!
3. Jelaskan bagaimana tahapan-tahapan teori perkembangan literasi?
4. Jelaskan bagaimana faktor yang mempengaruhi literasi?
5. Menurut Anda bagaimana pembelajaran literasi di sekolah/ kelas?
6. Jelaskan bagaimana keterkaitan antara literasi dengan AAC?

11
MODUL II
KOMUNIKASI AUGMENTATIF DAN ALTERNATIF (AAC)

A. Pendahuluan
Modul komunikasi augmentatif dan alternatif merupakan penjabaran dari makna
atau pengertian dasar dan komunikasi augmentative dan alternatif (AAC) yang
dikemukakan oleh Shewan & Blake. Komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
adalah semua bentuk komunikasi (selain ucapan lisan) yang digunakan untuk
mengekspresikan pikiran, kebutuhan, keinginan, dan ide (Shewan & Blake, 1991).
Dalam modul ini, Anda akan mengkaji secara khusus terkait materi komunikasi
Augmentatif dan Alternatif (AAC). Materi kajian dalam modul ini, secara terperinci
mencakup konsep komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC), tipe komunikasi
augmentatif dan alternatif (AAC), manfaat penggunaan AAC, komponen komunikasi
augmentatif dan alternatif (AAC), serta prinsip komunikasi augmentatif dan alternatif
(AAC).
Setelah menyelesaikan modul ini, anda diharapkan mampu mengembangkan
dan mengimplementasikan komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC). Secara
khusus, anda diharapkan mampu melakukan hal-hal berikut.
6. Menjelaskan konsep komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
7. Menganalisis tipe komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
8. Menjelaskan manfaat penggunaan AAC
9. Menganalisis komponen komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
10. Mengembangkan media komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC) berdasarkan
prinsip komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, modul ini terdiri dari kegiatan belajar
sebagai berikut.

Kegiatan belajar 2.
Bacalah uraian di dalam modul ini dengan seksama dan tangkaplah pokok-pokok
materi dari uraian tersebut! Kerjakan tugas-tugas yang tercantum dalam setiap
kegiatan belajar agar Anda lebih memahami pokok-pokok materi! Di dalam
mengerjakan tugas, Anda boleh berdiskusi dengan teman sejawat. Jika petunjuk
di atas diikuti dengan benar, Anda pasti berhasil.
- Selamat Belajar! -

12
B. Konsep Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC)
Komunikasi augmentatif dan alternatif, atau AAC, didefinisikan sebagai "semua
bentuk komunikasi (selain ucapan lisan) yang digunakan untuk mengekspresikan
pikiran, kebutuhan, keinginan, dan ide" (Shewan & Blake, 1991). Definisi lain
diungkapkan bahwa komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC) adalah bidang usaha
dengan tujuan untuk mengoptimalkan komunikasi individu dengan gangguan
komunikasi yang signifikan (HILL, 2006). Sistem yang sama dapat digunakan untuk
komunikasi augmentatif atau komunikasi alternatif, ada perbedaan di antara
keduanya. Sistem augmentatif digunakan oleh orang-orang yang sudah memiliki
beberapa kemampuan berbicara tetapi tidak dapat dipahami, atau memiliki
kemampuan berbicara yang terbatas. Komunikasi alternatif adalah istilah yang
digunakan ketika seseorang tidak memiliki ucapan. Orang-orang ini harus sepenuhnya
bergantung pada metode lain untuk membuat semua ide, keinginan, atau kebutuhan
mereka diketahui. Pada dasarnya, AAC dapat berupa alat, sistem, perangkat atau
strategi. Alat-alat ini membantu seseorang berkomunikasi, ketika mereka tidak dapat
mengandalkan ucapan.
Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC) digunakan oleh orang-orang yang
mengalami kesulitan menghasilkan ucapan lisan karena ucapan yang parah atau
kekurangan bahasa. AAC dapat membantu orang menambah komunikasi mereka, atau
berfungsi sebagai alternatif untuk komunikasi mereka. Mereka yang memanfaatkan
AAC dapat menggunakannya untuk sementara atau jangka panjang, tergantung pada
keadaan individu. Secara umum, penyebab ketidakmampuan berbicara dapat
dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu : 1) Kecacatan perkembangan dan
kondisi genetik (misalnya, autisme, sindrom Down, cerebral palsy.); 2) Gangguan yang
didapat (misalnya, cedera otak traumatis, stroke, disartria.); 3) Gangguan progresif
(misalnya, penyakit Parkinson, penyakit neuron motorik, sklerosis lateral amiotrofik.);
4) Gangguan komunikasi kognitif (misalnya demensia, afasia)(Beukelman, R. David,
Mirenda, 2013).
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa AAC merupakan alat,
sistem, perangkat atau strategi yang digunakan untuk mengekspresikan pikiran,
kebutuhan, keinginan, dan ide sebagai wujud komunikasi dari seseorang yang
mengalami kesulitan komunikasi. Dengan kata lain, tidak ada orang biasa yang
mengandalkan AAC. Mereka berasal dari semua kelompok umur, kelompok sosial
ekonomi, dan latar belakang suku dan ras. Satu-satunya ciri yang dapat diidentifikasi
sebagai kebutuhan AAC yaitu kenyataan bahwa mereka memerlukan bantuan adaptif

13
untuk berbicara dan / atau menulis karena komunikasi gestur, lisan, dan / atau tertulis
mereka sementara atau secara permanen tidak memadai untuk memenuhi semua
kebutuhan komunikasi mereka.

C. Jenis Komunikasi Augmentatif dan Alternatif


Jenis sistem AAC yang digunakan oleh individu dapat mencakup satu metode
spesifik yang digunakan sepanjang waktu atau dapat menggabungkan sistem
multimoda tergantung pada kebutuhan atau situasi orang tersebut. Ada dua tipe
utama AAC (AssistiveWare, 2020) yaitu aided communication dan unaided
communication. Aided communication merupakan Metode AAC menggunakan alat
bantu luar untuk komunikasi selain tubuh pengguna. Ada beberapa jenis sistem AAC
aided communication :
No-Tech: Alat yang tidak membutuhkan teknologi atau sumber listrik. Contoh dari AAC
tanpa teknologi termasuk menulis atau menggambar dengan pena dan kertas,
menunjuk atau menukar gambar dan simbol, menggunakan benda nyata, bagian dari
benda atau benda miniatur (misalnya memberikan sikat gigi kepada seseorang untuk
memberi tahu mereka bahwa Anda ingin menyikat gigi ).

Gambar 1. Contoh aided communication-no tech


Low-Tech: Alat bantu AAC yang membutuhkan sumber daya tetapi sederhana dan
mudah diprogram (biasanya sistem yang dioperasikan dengan baterai). Contoh
peralatan berteknologi rendah termasuk sakelar satu tombol yang dapat menghasilkan
satu pesan atau memanipulasi mainan, buku audio, dan bingkai foto digital.

Gambar 2. Contoh aided communication-low tech

14
Mid-Tech: Alat yang memerlukan sumber daya (sering kali dioperasikan dengan
baterai) dan agak rumit, oleh karena itu diperlukan beberapa pelatihan untuk
memprogram dan menggunakan peralatan tersebut. Contoh AAC berteknologi
menengah termasuk perangkat keluaran suara yang memiliki beberapa simbol atau
gambar per halaman dan papan pesan berurutan.

Gambar 3. Contoh aided communication-mid tech


High-Tech: Perangkat yang memanfaatkan teknologi komputer dan sangat kompleks,
membutuhkan pelatihan ekstensif untuk memprogram dan menggunakannya. Contoh
perangkat berteknologi tinggi termasuk komputer, tablet, dan Speech Generating
Devices (SGDs).

Gambar 4. Contoh aided communication-high tech


Unaided Communication merupakan metode AAC tidak menggunakan alat atau
alat bantu luar untuk komunikasi. Ketika seseorang menggunakan AAC tanpa bantuan,
mereka menggunakan berbagai bagian tubuh mereka untuk berkomunikasi dan tidak
ada yang lain. Selain itu, karena "AAC tanpa bantuan tidak memerlukan bahan
tambahan, ini sering dianggap sebagai mode komunikasi yang lebih nyaman dan
portabel" (Sutherland, Sigafoos, Schlosser, O’Reilly, & Lancioni, 2010). Contoh metode
AAC tanpa bantuan meliputi bahasa isyarat, gerak tubuh (misalnya menunjuk),
ekspresi wajah, gerakan tubuh, gerakan kepala, gerakan mata & tatapan mata,
vokalisasi (yaitu suara non-ucapan).

15
D. Manfaat Penggunaan AAC
Saat memilih bentuk AAC, penting untuk mempertimbangkan teknologi saat ini
serta fungsi dan manfaat sistem AAC (Gosnell, Costello, & & Shane, 2011).
Menggunakan perangkat AAC memiliki banyak manfaat yang telah ditunjukkan baik
dalam penelitian maupun dalam kisah sukses yang diceritakan oleh pengguna
perangkat dan keluarganya. Manfaat yang paling langsung dan nyata adalah
komunikasi yang lebih baik. Ketika seseorang tidak dapat berbicara, memberi mereka
banyak alat untuk mengkomunikasikan pikiran dan ide mereka menjadi manfaat yang
sangat kuat. Banyak pengguna AAC mendefinisikan manfaat dari AAC antara lain :
1. Persahabatan yang lebih kuat dan hubungan yang lebih dalam
2. Interaksi sosial yang lebih kaya dan lebih sering
3. Peran sosial yang lebih dalam: anggota keluarga, teman, profesional, siswa
4. Peningkatan otonomi dan kekuasaan pengambilan keputusan atas kehidupan
mereka sendiri
5. Peningkatan kemandirian
6. Lebih banyak rasa hormat dari orang lain
7. Partisipasi yang lebih besar dalam kehidupan keluarga dan komunitas mereka
8. Meningkatkan berbagi informasi dengan dokter
9. Peningkatan keamanan pribadi dalam berbagai pengaturan perawatan, seperti
rumah sakit atau fasilitas jangka Panjang
10. Lebih banyak kesempatan kerja dan sukarela
11. Meningkatkan kesehatan fisik dan mental
Terapis wicara, pendidik, dan keluarga sering kali melaporkan manfaat
tambahan. Ini termasuk peningkatan produksi ucapan atau upaya mengucapkan kata-
kata, hubungan yang lebih kuat dengan anggota keluarga dan pengasuh, peningkatan
pemahaman bahasa reseptif, dan banyak lagi.

E. Komponen AAC
Komponen AAC meliputi: (1) Teknik komunikasi; (2) Sistem symbol; dan (3)
Kemampuan berkomunikasi. (McCormick & Shane, 1990 dalam Kuder, 2003). a. Teknik
Komunikasi (1) Teknik komunikasi tanpa bantuan; dan (2) Teknik Komunikasi dengan
bantuan). b. Sistem Simbol, dan c. Kemampuan berkomunikasi.
1. Teknik Komunikasi
a. Teknik komunikasi tanpa bantuan artinya tidak memerlukan alat selain diri
sendiri seperti gerak tubuh, mimik wajah, dan isyarat. Keuntungan Sistem

16
Komunikasi Tanpa Bantuan antara lain: 1) Pengguna selalu memiliki alat
komunikasi mereka meliputi wajah, tangan, dan tubuh; 2) Tidak memerlukan
biaya, mudah dan bersifat tetap karena berasal dari diri sendiri. Sedangkan,
kekurangan sistem komunikasi tanpa bantuan, antara lain: 1) Tidak semua
orang memahami mereka; 2) Penggunaan teknik ini tergantung ingatan
pengguna, dan partner komunikasi juga harus memsiswai terlebih dahulu
teknik ini; 3) Bahasa isyarat tidak mudah untuk disiswai.
b. Teknik komunikasi menggunakan alat bantu baik alat yang paling sederhana
seperti kartu, buku dan papan komunikasi atau yang menggunakan teknologi
tinggi yang menggunakan software atau aplikasi yang dimuat dalam sebuah
hardware yang canggih (Mirenda, 2003).
2. Sistem Simbol
Setiap perangkat AAC harus memiliki semacam sistem simbol sebagai mode
komunikasi. Untuk individu dengan gangguan motorik berat tetapi kemampuan
literasi yang baik, huruf dan kata dapat menjadi mode simbolik. Tetapi banyak
pengguna sistem AAC tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh keterampilan
literasi atau memiliki disabilitas kognitif yang mengganggu penguasaan bahasa
tertulis mereka. Berbagai sistem simbol mulai dari objek nyata hingga foto hingga
sistem simbol abstrak telah dikembangkan untuk membantu orang-orang ini dalam
berkomunikasi dengan sistem AAC.
3. Kemampuan Komunikasi
Prosedur dan perangkat AAC menghadirkan peluang bagus bagi orang yang tidak
bisa berbicara untuk berkomunikasi dengan orang lain. Namun, jika sistem tidak
digunakan atau tidak digunakan secara efektif, intervensi tidak ada gunanya, tidak
peduli seberapa tinggi perangkat tersebut. Selain memperhatikan prosedur
penggunaan komunikasi Alternatif dan Augmentatif,dalam pembuatan alat bantu
bagi anak yang memiliki hambatan komunikasi perlu juga disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan yang dimiliki anak (Barker dkk., 2012).

F. Prinsip Komunikasi Augmentatif dan Alternatif (AAC)


Blackstone, Williams, & Wilkins (2007) telah menulis tentang prinsip-prinsip di
bidang AAC melalui serangkaian penelitiannya, yaitu:
1. Orang yang mengandalkan AAC berpartisipasi secara aktif dalam penelitian dan
praktik AAC. Ketika memikirkan tentang merancang dan meningkatkan teknologi
AAC dan strategi instruksional, penting untuk mencari masukan dari semua

17
kelompok yang memiliki kepentingan yang relevan. Individu dengan kebutuhan
komunikasi yang kompleks memiliki kepentingan pribadi yang kuat dalam
penelitian AAC dan praktik klinis.
2. Konstruksi teoritis yang diterima secara luas secara khusus ditujukan dalam desain
dan pengembangan teknologi AAC dan strategi pembelajaran. Konstruksi teoritis
diperlukan untuk mengumpulkan informasi, termasuk masukan stakeholders, dan
menentukan bukti empiris yang relevan dan bagaimana bukti tersebut
diinterpretasikan sebagai kebutuhan dasar dalam melakukan penelitian dan praktik
AAC.
3. Teknologi AAC dan strategi instruksional dirancang untuk mendukung dan
menumbuhkan kemampuan, preferensi, dan prioritas individu dengan kebutuhan
komunikasi yang kompleks, dengan mempertimbangkan keterampilan motorik,
sensorik, kognitif, psikologis, linguistik, dan perilaku, kekuatan, dan tantangan.
4. Teknologi AAC dan strategi instruksional dirancang sedemikian rupa untuk
mengenali peran unik yang dimainkan mitra komunikasi selama interaksi. Dengan
melihat interaksi komunikatif antara pasangan saat mereka berusaha untuk
menetapkan makna, orang lebih cenderung melihat bagaimana teknologi AAC dan
strategi instruksional dapat mendukung proses komunikasi. Karena perspektif ini,
pasangan komunikasi yang aktual dan potensial merupakan pertimbangan utama
dalam desain dan pengembangan sistem dan intervensi AAC.
5. Teknologi AAC dan strategi instruksional memungkinkan individu dengan
kebutuhan komunikasi yang kompleks untuk memelihara, memperluas, dan
memperkuat jaringan dan hubungan sosial yang ada dan untuk memenuhi peran
sosial.
6. Hasil AAC diwujudkan dalam bentuk praktis, seperti pedoman untuk praktik klinis,
spesifikasi desain, dan produk komersial. Validitas sosial dari hasil ini ditentukan
oleh individu dengan kebutuhan komunikasi yang kompleks, anggota keluarga
mereka, produsen AAC, dan komunitas AAC yang lebih luas.

Prinsip AAC juga ditetapkan oleh Pemerintah Skotlandia (2012) antara lain: 1.
Layanan yang mendukung orang yang menggunakan AAC menyediakan berbagai
intervensi termasuk yang universal, bertarget dan spesifik. 2. Semua anak, remaja dan
dewasa dengan kesulitan komunikasi adalah pengguna potensial AAC. 3. Semua
individu dengan kesulitan komunikasi memiliki kesempatan untuk mengakses asesmen
AAC spesialis. 4. Layanan nasional tersedia untuk semua pengguna AAC yang potensial

18
jika kebutuhan telah diidentifikasi. 5. Semua individu dengan kesulitan komunikasi
memiliki informasi dan akses ke jalur kualitas lokal untuk AAC. 6. Jalur AAC lokal
mencakup penilaian, penyediaan dan dukungan untuk AAC. 7. Jalur lokal konsisten
dengan waktu tunggu lokal dan, jika memungkinkan, panduan nasional tentang waktu
tunggu maksimum. 8. Individu dalam jalur perawatan AAC lokal memiliki koordinator
AAC bernama. 9. Individu yang menggunakan AAC dapat mengharapkan layanan
dipusatkan pada kebutuhan mereka dan difokuskan pada hasil. 10. Individu yang
menggunakan AAC dapat mengharapkan layanan diberikan oleh staf yang tepat dari
tim multi-lembaga yang terintegrasi. 11. Layanan yang mendukung orang-orang yang
perlu menggunakan AAC menggunakan serangkaian indikator kualitas nasional dan
lokal untuk mengevaluasi layanan mereka

G. Ringkasan Materi
1. Komunikasi augmentative dan alternatif (AAC) merupakan alat, sistem, perangkat
atau strategi yang digunakan untuk mengekspresikan pikiran, kebutuhan,
keinginan, dan ide sebagai wujud komunikasi dari seseorang yang mengalami
kesulitan komunikasi.
2. Tujuan penggunaan komunikasi alternatif dan augmentatif adalah untuk
meningkatkan kemampuan bicara anak yang memiliki hambatan dalam
komunikasi.
3. Tipe utama komunikasi augmentative dan alternatif (AAC) yaitu aided
communication dan unaided communication. Aided communication merupakan
Metode AAC menggunakan alat bantu luar untuk komunikasi selain tubuh
pengguna. Sedangkan Unaided Communication merupakan metode AAC tidak
menggunakan alat atau alat bantu luar untuk komunikasi.
4. Menggunakan perangkat AAC memiliki banyak manfaat, utamanya yaitu
meningkatkan komunikasi yang lebih baik.
5. Prinsip yang diterapkan dalam penggunaan AAC antara lain: a)pengguna berperan
aktif dalam praktik AAC; b) konstruksi teoritis menjadi kebutuhan dasar dalam
pengembangan AAC; c) teknologi AAC dirancang dengan mempertimbangkan
keterampilan motorik, sensorik, kognitif, psikologis, linguistik, dan perilaku,
kekuatan, dan tantangan; d) melihat bagaimana teknologi AAC dan strategi
instruksional dapat mendukung proses komunikasi; e) teknologi AAC dirancang
untuk memperkuat jaringan dan hubungan sosial dan peran sosial; f) hasil AAC
diwujudkan dalam bentuk praktis.

19
H. Tugas Latihan
Untuk mempermudah pemahaman Anda mengenai materi diatas, kerjakan Latihan
berikut!
1. Jelaskan konsep komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC) menurut
pemahaman Anda!
2. Seseorang telah mengembangkan sebuah alat AAC bernama i-talk. Dalam alat
tersebut, pengembang membuat kotak tombol pemanggil didasarkan pada
kesulitan subjek dalam melakukan gerakan berpindah untuk mendekati orang
disekitarnya ketika ia membuthkan bantuan. Kotak ini berbentuk balok dengan
ukuran 20cm x 9 cm x 9 cm, bahan yang digunakan ialah acrylic. Pemilihan bahan
acrylic karena bahan ini tidak mudah pecah dan dapat menahan pukulan ketika
subjek tidak mampu mengontrol gerakan tangannya. Selain itu terdapat pula
papan bergambar yang berfungsi untuk menunjukan keinginan dan kebutuhan
subjek. Ketika orang disekitar subjek mendekat, subjek dapat menunjuk salah satu
gambar. Papan gambar ini berbahan duplek yang memiliki ketebalan 5 mm dan
berukuran 41cm x 30cm.
Berdasarkan uraian di atas, lakukan analisis tipe komunikasi augmentatif dan
alternatif (AAC) yang diterapkan!
3. Jelaskan manfaat penggunaan AAC menurut pendapat Anda!
4. Buatlah sebuah media AAC dengan menerapkan prinsip pengembangan alat
komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)!

20
MODUL III
ASESMEN KEBUTUHAN DALAM AAC

A. Pendahuluan
Modul asesmen kebutuhan dalam AAC merupakan penjabaran dari pentingnya
memahami kebutuhan dasar pengguna AAC dalam rangka mengembangkan
media,alat maupun strategi komunikasi augmentatif dan alternatif yang tepat sesuai
dengan kebutuhan. Dalam modul ini, Anda akan mengkaji secara khusus terkait materi
konsep asesmen dalam AAC, tujuan asesmen AAC, Ruang Lingkup Asesmen AAC,
Komponen Dasar dan Prinsip dalam Asesmen AAC.
Setelah menyelesaikan modul ini, anda diharapkan mampu melakukan asesmen
dalam rangka menganalisis kebutuhan dalam pengembangan media komunikasi
augmentatif dan alternatif (AAC). Secara khusus, anda diharapkan mampu melakukan
hal-hal berikut.
1. Menjelaskan konsep asesmen dalam komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
2. Menjelaskan tujuan asesmen komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
3. Menjelaskan ruang lingkup asesmen komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
4. Menganalisis komponen dasar dan prinsip dalam asesmen AAC.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, modul ini terdiri dari kegiatan belajar
sebagai berikut.

Kegiatan belajar 3.
Bacalah uraian di dalam modul ini dengan seksama dan tangkaplah pokok-pokok
materi dari uraian tersebut! Kerjakan tugas-tugas yang tercantum dalam setiap
kegiatan belajar agar Anda lebih memahami pokok-pokok materi!
- Selamat Belajar! -

B. Pengertian Asesmen dalam AAC


Seperti halnya intervensi apa pun, pengembangan sistem AAC dimulai dengan
asesmen. Identifikasi kesulitan bahasa dapat memungkinkan guru untuk melakukan
intervensi dengan cepat untuk mengatasi masalah yang mungkin menghalangi anak-
anak untuk berhasil secara akademis dan / atau sosial. Tetapi beberapa anak mungkin
tidak merespon atau mungkin memiliki kelainan yang lebih signifikan. Untuk anak-
anak ini, rujukan untuk asesmen yang lebih rinci dan komprehensif mungkin
diperlukan.

21
Taylor (2000) mendefinisikan asesmen sebagai proses pengumpulan informasi
atau data tentang penampilan individu yang relevan untuk pembuatan keputusan, baik
yang dilakukan oleh guru umum, guru pendidikan khusus, psikolog pendidikan,
spesialis, terapis dan personal lain yang berkepentingan dengan program pendidikan
anak. Jenis asesmen yang paling berguna adalah yang bersifat ekologis, yaitu, yang
mensurvei lingkungan komunikatif dan kebutuhan komunikatif di mana individu akan
berfungsi. Tujuan asesmen adalah untuk mengidentifikasi peralatan komunikasi yang
paling tepat untuk memenuhi tujuan dan aspirasi komunikasi orang tersebut, dengan
mempertimbangkan keterampilan dan strategi yang diperlukan. Asesmen biasanya
multidisiplin, dengan penilaian awal dilakukan oleh staf yang memiliki kompetensi yang
diperlukan dari tim lokal, dengan melibatkan spesialis jika diperlukan. Asesmen dapat
dilakukan di lingkungan dan aktivitas berbeda yang dialami orang tersebut, misalnya.
rumah, sekolah / perguruan tinggi, tempat kerja, penitipan anak, rumah sakit, atau
komunitas yang lebih luas. Orang yang memberikan dukungan akan memahami bahwa
komunikasi yang berhasil bergantung pada berbagai keterampilan dan faktor lainnya.
Asesmen harus mencakup proses pengumpulan informasi, observasi, konsultasi dan
diskusi dengan orang dan dengan orang-orang kunci, dengan cara yang terkoordinasi.
Apa yang harus dimasukkan dalam asesmen bahasa yang komprehensif? Inti
dari setiap penilaian bahasa adalah lima elemen dasar bahasa yaitu: fonologi,
morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Berikut adalah elemen bahasa yang
digunakan dalam asesmen (Kuder, 2018) yaitu:
Table 3.1. Elemen bahasa yang digunakan dalam asesmen
Elemen Ekspresif Reseptif
Fonologi Artikulasi suara ucapan Kesadaran fonologis: sajak,
Kesalahan fonologis: pengurangan, pembagian kata menjadi suara
penghapusan, devoicing, pengganti menambahkan/menghapus suara
awal dan akhir
Morfologi Penggunaan morfem tata bahasa Identifikasi morfem tata bahasa
dengan kata-kata yang nyata dan
tidak masuk akal
Sintak - Penggunaan elemen kalimat dasar Pemahaman dan interpretasi jenis
(misalnya, kata benda, kata kerja) kalimat dan aturan
- Penggunaan jenis kalimat transformasional
(sederhana, kompleks)
- Penggunaan aturan
transformasional (pertanyaan,
pasif)
Semantik - Penggunaan kosakata: jumlah, - Identifikasi kata
jenis - Pemahaman tentang humor /
- Kecepatan pengambilan kata peribahasa
- Penggunaan bahasa kiasan
Pragmatik - Penggunaan tindak tutur: Memahami tindak tutur langsung
meminta, salam, menjawab dan tidak langsung

22
- Penggunaan aturan percakapan:
giliran, mengambil, perbaikan,
pengaturan topik

Penilaian bahasa yang komprehensif mungkin juga mencakup evaluasi dasar


sosial, kognitif, dan fisiologis bahasa. Pengamatan terhadap rutinitas ini dapat
dimasukkan dalam penilaian anak yang tidak berbicara. Evaluasi tingkat
perkembangan kognitif anak dapat memberikan informasi yang berguna tentang
apakah anak tersebut terlibat dalam permainan simbolik atau apakah konsep
ketetapan objek tampaknya ditetapkan. Dengan demikian, tujuan dari asesmen AAC
adalah untuk memfasilitasi komunikasi yang paling efektif di berbagai lingkungan
komunikasi, situasi atau kerangka kerja

C. Tujuan Asesmen AAC


Asesmen dan rekomendasi yang komprehensif dari sistem komunikasi
augmentatif dan alternatif (AAC) yang tepat merupakan faktor penting dalam
keberhasilan intervensi untuk individu dengan kebutuhan komunikasi yang kompleks
(Shelley K Lund, Quach, Weissling, McKelvey, & Dietze, 2017). Namun, menilai anak-
anak untuk sistem AAC bisa sangat membingungkan bagi ahli patologi bahasa wicara
(SLP) yang tidak melakukan asesmen secara teratur (Dietz, Quach, Lund, & McKelvey,
2012). Berbagai faktor berkontribusi terhadap tantangan dalam menyelesaikan
asesmen ini antara lain: heterogenitas individu yang membutuhkan AAC (Light,
McNaughton, & Caron, 2019), banyaknya informasi yang harus dikumpulkan dan
diintegrasikan (Beukelman, R. David, Mirenda, 2013), perubahan teknologi yang cepat,
dan penelitian terbatas tentang pengambilan keputusan klinis dalam penilaian AAC
(Schlosser & Raghavendra, 2004). Asesmen dalam komunikasi augmentatif dan
alternatif (AAC) disediakan untuk menentukan dan merekomendasikan metode,
perangkat, alat bantu, teknik, simbol, dan/atau strategi yang tepat untuk
mengoptimalkan komunikasi. Orang-orang dengan kebutuhan komunikasi yang
kompleks untuk menyadari manfaat penuh dari AAC, mereka harus terlebih dahulu
memiliki penilaian AAC yang komprehensif, yang mengharuskan dokter untuk
mengintegrasikan berbagai informasi untuk membuat rekomendasi yang sesuai
mengenai sistem AAC tertentu yang akan diterapkan. Dengan demikian asesmen
dalam AAC harus menjawab pertanyaan tentang cara terbaik mengakses strategi
komunikasi, sistem bahasa apa yang cocok, serta perangkat AAC apa yang sesuai
dengan kebutuhan pengguna.

23
Dalam arti luas, tujuan intervensi komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC)
adalah 1) untuk membantu individu memenuhi kebutuhan komunikasi mereka saat ini
dan 2) untuk mempersiapkan mereka untuk memenuhi kebutuhan komunikasi masa
depan mereka. Penilaian AAC melibatkan pengumpulan dan analisis informasi sehingga
orang-orang dengan kebutuhan komunikasi kompleks (CCN) dan mereka yang
mendukung mereka dapat membuat keputusan yang tepat tentang 1) kecukupan
komunikasi saat ini, 2) kebutuhan komunikasi individu saat ini dan masa depan, 3)
teknik AAC yang tampaknya paling tepat, 4) bagaimana memberikan instruksi tentang
penggunaan teknik-teknik ini, dan 5) bagaimana mengevaluasi hasil. Salah satu
variabel yang berkontribusi terhadap kompleksitas penilaian AAC adalah keragaman
klien yang dapat memanfaatkan strategi AAC sehingga asesmen AAC perlu disesuaikan
dengan kebutuhan dan keterampilan spesifik individu, membuat protokol standar
untuk penilaian AAC sulit untuk dikembangkan dan digunakan.
Intervensi AAC biasanya berlangsung dalam jangka panjang karena individu
yang membutuhkannya biasanya tidak dapat berbicara karena gangguan fisik, kognitif,
bahasa, dan sensorik yang bertahan dari waktu ke waktu. Seiring bertambahnya usia
orang yang mengandalkan AAC, kebutuhan dan kemampuan komunikasi mereka
sering berubah. Beberapa orang mengalami dunia yang berkembang dengan peluang
yang meningkat, sedangkan yang lain menjadi kurang dapat berpartisipasi seiring
bertambahnya usia atau karena kecacatan mereka menjadi lebih parah. Dengan
demikian, asesmen dan intervensi AAC adalah proses yang dinamis.

D. Ruang Lingkup Asesmen AAC


Beberapa domain biasanya memerlukan investigasi sebagai bagian dari penilaian
AAC. Domain ini meliputi penilaian posisi dan tempat duduk; kemampuan motorik
untuk pemilihan arah dan / atau pemindaian; kemampuan kognitif / linguistik;
keterampilan literasi; dan keterampilan sensorik / persepsi (Beukelman, R. David,
Mirenda, 2013).
1. Asesmen Posisi dan Tempat Duduk
Asesmen posisi dan tempat duduk sangat penting bagi individu dengan berbagai
gangguan motorik. Orang yang memiliki disabilitas motorik (misalnya, cerebral
palsy, cedera tulang belakang, amyotrophic lateral sclerosis) memerlukan banyak
waktu untuk melakukan posisi duduk, oleh karena itu mereka harus dapat
melakukannya dengan aman dan tanpa mengorbankan efektivitas komunikasi
fungsional. Akibatnya, penting untuk berkonsultasi dengan dokter seperti ahli

24
terapi okupasi dan fisik, yang berspesialisasi dalam kontrol motorik dan dapat
membantu menilai tempat duduk dan posisi, sebagai langkah awal menuju
penilaian kemampuan secara umum.
Gangguan Neuromotor
Beberapa jenis gangguan neurologis dan motorik dapat memengaruhi posisi dan
gerakan. Beberapa orang mengalami peningkatan atau penurunan tonus otot;
terlalu banyak nada membuat gerakan sukarela menjadi sulit, sedangkan nada
yang terlalu sedikit menimbulkan masalah dengan menjaga postur,
keseimbangan, dan kekuatan. Kebanyakan orang dengan gangguan neuromotor
cenderung menggunakan perangkat AAC mereka saat berada dalam posisi duduk
di kursi roda, di sekolah atau meja kerja, atau di rumah. Positioning yang tidak
tepat dan tidak memadai dapat memengaruhi tingkat kelelahan dan kenyamanan
seseorang, keadaan emosi, dan kemampuan untuk bergerak dan melakukan
tugas. Oleh karena itu, langkah pertama dalam penilaian harus melibatkan
pengoptimalan posisi individu sehingga tim AAC dapat menilai kemampuan
kognitif, bahasa, dan motorik secara akurat. Sejumlah prinsip harus menjadi
panduan dalam pemosisian dan tempat duduk.
a. Gunakan diri Anda sebagai referensi.
Hampir secara otomatis, penyandang disabilitas memposisikan diri untuk
kenyamanan, stabilitas, dan pergerakan fungsional selama menjalankan
tugas. Oleh karena itu, dalam mengevaluasi posisi seseorang dengan
gangguan motorik, menggunakan diri Anda sebagai referensi biasanya
merupakan ide yang bagus. Misalnya Bagaimana Saya memposisikan kepala,
lengan, dan kaki saya? Jawabannya kemudian dapat digunakan sebagai
pedoman untuk mengoptimalkan pemosisian bagi individu yang kebutuhan
AAC-nya sedang dinilai.
b. Pastikan basis dukungan yang stabil.
Tidak mungkin bagi seseorang untuk bergerak secara fungsional jika tubuh
dan ekstremitasnya tidak cukup stabil. Misalnya, jika Anda letakkan selembar
kertas di atas meja dan cobalah menulis tanpa meletakkan lengan Anda di atas
permukaan meja, Anda mungkin akan menemukan tugas yang cukup sulit. Ini
karena lengan bawah menstabilkan lengan, bahu, tubuh bagian atas, dan
pergelangan tangan, jadi untuk menggunakan salah satu bagian tubuh
tersebut, lengan bawah harus ditopang. Demikian pula, kaki menstabilkan
bagian bawah tubuh dan batang, itulah sebabnya sulit untuk duduk dalam

25
waktu lama tanpa mengistirahatkan kaki Anda di lantai. Untuk individu yang
menjalani penilaian AAC, stabilitas ini dapat dicapai melalui penggunaan sabuk
pengaman, palang, harness, baki pangkuan, dan perangkat adaptif lainnya
yang dirancang untuk pemosisian statis.
c. Mengurangi pengaruh tonus otot atipikal.
Seorang individu dengan tonus otot rendah sering membutuhkan dukungan
eksternal untuk mencapai posisi duduk yang tepat untuk penilaian AAC.
Misalnya, seseorang yang tidak bisa menjaga kepalanya dalam posisi tegak
mungkin membutuhkan sandaran kepala atau leher, baik untuk sementara
atau selamanya.
d. Mengakomodasi deformitas tetap dan mengoreksi deformitas fleksibel.
Seperti disebutkan sebelumnya, posisi duduk yang ideal adalah yang simetris
dan stabil. Dengan menerapkan prinsip pertama ("gunakan diri Anda sebagai
referensi"), anggota tim AAC dapat memperbaiki deformitas paling fleksibel
melalui penggunaan perangkat pemosisian yang tepat. Dalam banyak kasus,
deformitas tetap dapat mencegah pencapaian kesimetrisan, dan individu
tersebut mungkin memerlukan akomodasi untuk mempertahankan pergerakan
sisa, memaksimalkan kenyamanan, mengurangi kelelahan, dan meminimalkan
upaya yang diperlukan untuk pergerakan. Misalnya, seorang individu dengan
skoliosis parah atau kelainan bentuk lain mungkin tidak dapat duduk dalam
posisi tegak, dan tim perlu menggunakan dukungan sementara atau permanen
untuk mencapai keselarasan dalam posisi fungsional mungkin.
e. Berikan intervensi sesedikit mungkin yang diperlukan untuk mencapai tingkat
fungsi terbesar.
Penting agar individu tersebut tidak ditopang secara kaku dalam posisi duduk
sehingga dia tidak dapat bergerak. Saat pusat gravitasi seseorang berubah
dengan pergeseran tubuh bagian atas (misalnya, mencondongkan tubuh ke
depan, meraih, bersandar ke belakang), kaki dan lengannya harus bebas
bergerak dan memberi kompensasi. Selain itu, kebanyakan orang menikmati
dan perlu mengambil berbagai posisi sepanjang hari.
f. Berikan dukungan untuk istirahat.
Penting untuk memastikan bahwa orang yang menjadi lelah saat
menggunakan sistem AAC mereka dapat beristirahat dengan dukungan fisik
yang sesuai. Misalnya, individu dengan kelemahan akibat penyakit degeneratif

26
seperti amyotrophic lateral sclerosis perlu istirahat jika mereka tidak secara
aktif menggunakan teknologi AAC
2. Menilai Kemampuan Motorik
Seperti halnya penilaian tempat duduk dan posisi, keterlibatan fisik dan/atau
terapis okupasi dalam penilaian akses motorik sangat penting bagi individu dengan
gangguan motorik berat. Asesmen motorik meliputi sejauh mana siswa dapat
menggunakan tangan untuk menandatangani, menunjuk, dan mengetik; dapatkah
siswa mengontrol gerakan kepala, pandangan mata, atau motorik lainnya gerakan
untuk berkomunikasi (Kuder, 2018). Ada dua masalah penilaian motorik terkait:
mengidentifikasi teknik motorik yang dapat digunakan individu selama proses
penilaian dan mengidentifikasi teknik yang dapat digunakan individu untuk akses
alternatif dalam jangka panjang. Tim AAC mungkin memilih teknik motorik yang
sama untuk penilaian dan untuk akses jangka panjang, atau tim mungkin memilih
dua teknik yang cukup berbeda, tergantung individu dengan CCN. Terlepas dari
itu, penting untuk diingat bahwa tujuan dari penilaian motor AAC adalah untuk
menemukan kemampuan motorik, bukan untuk mendeskripsikan masalah motorik.
Identifikasi Keterampilan Motorik untuk Asesmen
Proses asesmen AAC memerlukan identifikasi sejumlah keterampilan kognitif,
simbolik, bahasa, literasi, dan keterampilan lain yang terkait dengan komunikasi.
Oleh karena itu, siapa pun yang terlibat dalam penilaian harus memastikan bahwa
individu tersebut memiliki cara yang andal dan cukup efisien untuk menjawab
pertanyaan dan memberikan informasi lain selama proses penilaian itu sendiri.
Identifikasi Keterampilan Motorik Jangka Panjang
Setelah tim mengidentifikasi teknik respons sementara, penilaian dapat dilanjutkan
untuk menentukan teknik jangka panjang terbaik. Ada dua pendekatan untuk
menunjukkan item dalam tampilan yang dipilih yaitu pemilihan langsung dan
pemindaian. Pemilihan langsung dapat lebih efisien untuk individu dengan kontrol
motorik yang memadai, namun jika teknik seleksi langsung terbukti tidak akurat,
sangat lambat, atau melelahkan bagi individu yang dinilai, tim kemudian akan
memulai penilaian pemindaian. Karena banyak perangkat AAC elektronik
diproduksi dengan opsi pemindaian dan pemilihan langsung, individu dapat
menggabungkan kedua teknik pemilihan ke dalam sistem mereka sesuai
kebutuhan, sambil menggunakan representasi simbol yang sama atau serupa,
formulasi pesan, dan strategi keluaran untuk keduanya.

27
3. Menilai Kemampuan Kognitif / Linguistik
Pada tahap proses penilaian ini, kita dapat menggunakan penilaian tambahan
untuk mengumpulkan informasi yang relevan tentang kognitif, bahasa, dan
keterampilan terkait tertentu. Penilaian kognitif / linguistik termasuk bahasa
reseptif dan perkembangan kognitif (Kuder, 2018). Tujuan dari penilaian kognitif /
komunikasi di AAC adalah untuk menentukan bagaimana individu memahami dunia
dan bagaimana tim AAC dapat memfasilitasi komunikasi dengan baik dalam
pemahaman ini. Rowland dan Schweigert (2003) mengemukakan enam aspek
perkembangan kognitif / komunikasi yang sangat relevan dengan AAC: kesadaran,
niat komunikatif, pengetahuan dunia, memori, representasi simbolik, dan
metakognisi. Beberapa instrumen tersedia untuk menilai setidaknya keterampilan
kognitif dan komunikasi dasar seperti kesadaran kontingensi, intensionalitas
komunikatif, representasi simbolik, dan konsep dasar yang terkait dengan
pengetahuan dunia, baik menggunakan metode observasi, wawancara, atau
penilaian langsung. Meskipun berbagai teknik AAC memerlukan tipe dan derajat
kemampuan kognitif yang berbeda, persyaratan ini hanya dijelaskan secara
minimal dalam literatur klinis dan penelitian. Dengan demikian, dalam banyak
kasus, tim AAC harus menganalisis persyaratan kognitif dari pendekatan tertentu,
memperkirakan sejauh mana setiap individu akan dapat memenuhi persyaratan
ini, dan kemudian melakukan uji intervensi dengan satu atau lebih teknik atau
perangkat AAC untuk menentukan pertandingan yang optimal.
4. Menilai Keterampilan Literasi
Penilaian literasi sangat penting bagi orang-orang yang mengandalkan AAC karena
pengembangan keterampilan literasi seringkali merupakan tujuan penting.
Penilaian literasi termasuk pengenalan fonem, pengenalan kata, pemahaman
bacaan, dan ejaan. Penting untuk menilai kekuatan dan kelemahan di sejumlah
bidang keterampilan dasar yang membentuk dasar untuk literasi. Banyak dari
strategi penilaian ini berasal dari kurikulum Access Literacy Learning (ALL) (Light
& McNaughton, 2012) yang secara khusus dikembangkan untuk mengajarkan
keterampilan literasi kepada individu yang bergantung pada AAC.
5. Menilai Keterampilan Sensorik / Perseptual
Banyak gangguan yang menyertai dari kemampuan komunikasi seseorang,
misalnya gangguan penglihatan dan gangguan pendengaran. Gangguan
penglihatan menyertai banyak dari kecacatan perkembangan dan yang didapat
yang umum terjadi pada orang yang mengandalkan AAC, penilaian penglihatan

28
yang akurat sangat penting. Keputusan tentang jenis, ukuran, penempatan, jarak,
dan warna simbol sering kali dipandu oleh hasil penilaian semacam itu. Penilaian
kemampuan pendengaran, meskipun kurang kritis, juga akan memungkinkan tim
AAC untuk membuat keputusan tentang pilihan keluaran (misalnya, jenis ucapan
sintetik atau digital yang dapat didengar orang tersebut) serta pilihan yang terkait
dengan masukan bahasa (misalnya, apakah akan melengkapi ucapan dengan
tanda atau simbol manual).
Selain itu faktor lingkungan juga menjadi salah satu ruang lingkup AAC.
Lingkungan termasuk kegiatan kurikuler dan sosial apa yang dapat diakses siswa
dengan menggunakan sistem AAC. Asesmen harus mencakup hal-hal berikut:
Preferensi komunikatif dan keterampilan calon mitra; hambatan potensial dalam
lingkungan seperti sikap, keterampilan, dan pengetahuan guru, staf pendukung, dan
teman sebaya; peluang untuk menggunakan sistem AAC di lingkungan alami

E. Siapa yang terlibat?


Dalam pengembangan sistem AAC perlu adanya sebuah tim yang mengakomodir
pengembangan tersebut mulai dari pengguna, praktisi maupun ahli yang kreatif dan
inovatif yang dapat menemukan dan mengembangkan ide dalam pembuatan alat,
media, strategi dan system AAC yang tepat sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Selain itu dalam tim juga diperlukan orang yang berada dalam lingkungan pengguna
sebagai sumber informasi tentang kondisi kemampuan, hambatan serta kebutuhan
pengguna. Tim AAC yang melayani individu dengan gangguan komunikasi yang
kompleks biasanya terdiri dari sekelompok orang yang memandu proses pengambilan
keputusan intervensi AAC dan melaksanakan dukungan komunikasi. Biasanya, individu
ini termasuk orang dengan gangguan komunikasi yang kompleks itu sendiri, anggota
keluarga dan / atau pengasuhnya, dan profesional yang memainkan berbagai peran.
Semua orang yang memiliki peran penting dalam mencapai hasil yang positif bagi
orang-orang yang mengandalkan AAC (Beukelman, Ball, & Fager, 2008; Beukelman &
Ray, 2010) dirangkum dalam table berikut :
Table 3.2. personil dan tugas dalam pengembangan AAC
Personil Peran
Orang dengan Memberikan masukan terkait kebutuhan komunikasi dan
kebutuhan komunikasi keputusan tentang perawatan pribadi dan medis, pilihan
kompleks (CCN) dan tujuan hidup, hubungan sosial, dan sistem komunikasi
augmentatif dan alternatif (AAC) dan preferensi intervensi
Fasilitator AAC Memberikan bantuan setiap hari kepada orang-orang
dengan CCN; mendukung implementasi intervensi

29
multimoda; mendukung mitra komunikatif yang tidak
dikenal; memelihara teknologi AAC; menyiapkan bahan
berteknologi rendah; membantu orang dengan CCN untuk
memilih dan memprogram kata dan pesan di perangkat
AAC mereka; berfungsi sebagai penghubung dengan
personel AAC dan produsen perangkat lainnya
Pencari AAC (AAC Identifikasi orang dengan CCN; waspadai opsi komunikasi
Finders) terkini yang sesuai untuk individu dengan CCN;
mempersiapkan calon pembuat keputusan; mengatur
proses pengambilan keputusan untuk mencari penilaian
AAC; rujuk ke penyedia intervensi AAC yang sesuai;
sertifikasi resep AAC (jika sesuai)
Dokter atau pendidik Menerapkan intervensi multimoda; mengintegrasikan
bahan AAC berteknologi rendah dalam intervensi restoratif
/ perkembangan dan kompensasi; menerapkan opsi AAC
berteknologi rendah yang sesuai; menerapkan opsi AAC
berteknologi tinggi rutin; memantau dampak intervensi
AAC individu; mempersiapkan dan mendukung fasilitator
AAC; menginstruksikan mitra komunikasi
Spesialis AAC Menerapkan intervensi multimoda; mengintegrasikan
bahan AAC berteknologi rendah dalam intervensi restoratif
/ perkembangan dan kompensasi; menerapkan opsi AAC
berteknologi rendah yang sesuai; menerapkan opsi AAC
hightech yang kompleks atau unik; memantau dampak
intervensi AAC individu; mendapatkan dana untuk
teknologi intervensi; mempersiapkan dan mendukung
fasilitator AAC; mendukung dokter praktik umum;
menginstruksikan mitra komunikasi; memberikan
pendidikan berkelanjutan kepada fasilitator AAC; bekerja
sama untuk mendukung transfer teknologi; berkolaborasi
untuk mendukung penelitian AAC; mendukung organisasi
dan kegiatan profesional AAC; memberikan kesaksian ahli
untuk proses hukum dan kebijakan
Ahli AAC Mempromosikan, mempertahankan, dan meningkatkan
layanan AAC di tingkat program atau lembaga;
menyediakan persiapan praprofesional untuk pencari AAC,
spesialis intervensi, dan ahli; memberikan pendidikan
berkelanjutan bagi para pencari AAC; memberikan
pendidikan berkelanjutan untuk dokter praktek umum,
spesialis intervensi AAC, dan ahli; mengembangkan
kebijakan AAC; melaksanakan penelitian AAC; bekerja
sama untuk mendukung transfer teknologi; menyiapkan
materi pendidikan AAC; berpartisipasi dalam
kepemimpinan dan manajemen organisasi profesional AAC;
mendukung organisasi dan kegiatan profesional AAC;
memberikan kesaksian ahli untuk proses hukum dan
kebijakan

30
Selama proses asesmen, Beukelman & Mirenda (2012) menjelaskan bahwa
anggota tim AAC harus menyelesaikan pekerjaan berikut ini:
1. Identifikasi pola partisipasi dan kebutuhan komunikasi
Ketika awalnya menilai seseorang dengan komunikasi yang kompleks
membutuhkan beberapa faktor yang perlu diperhitungkan untuk menemukan
sistem AAC yang paling tepat untuk individu tersebut. Untuk mengidentifikasi pola
partisipasi dan kebutuhan komunikasi, tim AAC harus terlebih dahulu mendapatkan
informasi khusus untuk orang yang berpotensi menggunakan AAC antara lain:
a. Apa yang dibutuhkan orang dengan CCN untuk dapat melakukannya yang sulit
atau tidak mungkin dilakukan secara mandiri pada saat ini?
b. Apa kebutuhan khusus yang berkontribusi terhadap masalah ini?
c. Kemampuan apa yang dimiliki saat ini terkait dengan masalah ini?
d. Apa hal yang diinginkan untuk dapat membantunya?
2. Mengidentifikasi hambatan partisipasi
Ada dua jenis hambatan yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang untuk
menggunakan sistem AAC mereka dan berpartisipasi dalam komunikasi antara lain:
a. Hambatan peluang
Jenis hambatan ini adalah yang dikenakan pada orang yang menggunakan AAC
oleh sumber luar seperti kebijakan dan praktik yang ditetapkan, sikap keluarga,
teman, terapis dan mitra komunikasi lainnya, serta terapis dan mitra
komunikasi pengetahuan dan keterampilan.
b. Hambatan akses
Hambatan jenis ini termasuk yang bersifat internal bagi orang yang
menggunakan AAC seperti sikap, kemampuan dan kendala (misalnya
keterampilan motorik, literasi, kognitif-linguistik, dan sensorik-persepsi)
(Beukelman & Mirenda, 2012). Untuk menemukan hambatan akses, tim AAC
harus identifikasi tugas yang perlu diselesaikan. Tugas tersebut mencakup apa
yang sebenarnya terjadi dalam setiap lingkungan, dan harapan yang
diperlukan dari orang yang menggunakan AAC dapat memengaruhi akses ke
suatu tugas. Misalnya, jika tujuan seseorang menggunakan AAC adalah
"komunikasi", penting untuk menentukan apa yang sebenarnya dibutuhkan.
Apakah saat ini mereka hanya perlu berkomunikasi di tingkat kata atau dapat
berkomunikasi dalam percakapan? Bergantung pada tugasnya, hambatan
akses akan berubah dan oleh karena itu dapat memengaruhi jenis alat yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas.

31
3. Merencanakan dan melaksanakan intervensi
Setelah memeriksa semua faktor yang relevan, tim AAC akan bekerja sama untuk
menentukan alat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan lingkungan, tugas,
dan kemampuan orang yang menggunakan AAC. Alat dapat berupa perangkat,
layanan, dan strategi - segala sesuatu yang diperlukan untuk membantu [orang
yang menggunakan AAC] berhasil.
4. Evaluasi efektivitas intervensi
Setelah evaluasi awal selesai dan strategi intervensi telah diterapkan, asesmen
tindak lanjut yang berkelanjutan harus dilakukan untuk menilai apakah intervensi
telah efektif. Tim AAC harus mengidentifikasi apa yang berhasil untuk orang yang
menggunakan AAC dan apa yang tidak bekerja dengan memeriksa kembali semua
faktor yang terlibat dan membuat penyesuaian pada rencana intervensi sesuai
kebutuhan.

F. Komponen Dasar dan Prinsip dalam Asesmen AAC


Menurut speech pathologist, asesmen komunikasi augmentatif dan alternatif
dilakukan sesuai dengan Komponen Dasar dan Prinsip Panduan sebagai berikut
Individu Yang Menyediakan Layanan
Penilaian AAC dilakukan oleh ahli patologi bahasa wicara yang terpercaya dan terlatih.
Ahli patologi bahasa wicara dapat melakukan penilaian ini secara individu atau sebagai
anggota tim kolaboratif yang mungkin termasuk individu yang dinilai, keluarga /
pengasuh, dan orang lain yang relevan (misalnya, tenaga pendidikan, kejuruan, dan
medis).
Hasil yang diharapkan
WHO mendefinisikan asesmen dilakukan untuk mengidentifikasi, mengukur, dan
mendeskripsikan antara lain :
1. Kekuatan dan kekurangan struktural / fungsional terkait dengan faktor ucapan dan
bahasa yang memengaruhi kinerja komunikasi dan membenarkan kebutuhan
perangkat, peralatan, materi, strategi, dan / atau layanan AAC untuk
meningkatkan produksi atau pemahaman ucapan, untuk mendukung dan
mempromosikan bahasa lisan dan tulisan belajar, atau untuk memberikan cara
komunikasi alternatif;
2. Efek gangguan bicara-bahasa dan komunikasi pada aktivitas dan partisipasi
individu (kapasitas dan kinerja dalam konteks komunikasi sehari-hari), dan
bagaimana sistem AAC akan mendukung aktivitas dan partisipasi tersebut;

32
3. Faktor kontekstual yang berfungsi sebagai penghalang atau fasilitator komunikasi
dan partisipasi yang berhasil bagi individu yang membutuhkan sistem AAC.
Individu dari segala usia, kategori diagnostik, dan tingkat keparahan yang
membutuhkan sistem AAC dibantu dalam memilih dan mendapatkan komponen
(misalnya, alat bantu, teknik, simbol, strategi) untuk mengoptimalkan komunikasi dan
aktivitas / partisipasi. Asesmen dapat menghasilkan rekomendasi untuk sistem AAC,
untuk intervensi AAC, untuk tindak lanjut, dan untuk rujukan untuk pemeriksaan atau
layanan lain.
Indikasi Klinis
Layanan penilaian AAC disediakan untuk individu dari segala usia sesuai kebutuhan,
permintaan, atau mandat atau ketika bukti lain menunjukkan bahwa individu memiliki
gangguan komunikasi terkait dengan struktur / fungsi tubuh dan / atau aktivitas /
partisipasi yang mungkin membenarkan kebutuhan akan sistem AAC.
Proses Klinis
Asesmen mungkin statis (yaitu, menggunakan prosedur yang dirancang untuk
menggambarkan tingkat fungsi saat ini dalam domain yang relevan) atau dinamis
(yaitu, menggunakan prosedur pengujian hipotesis untuk mengoptimalkan pemilihan
dan penggunaan sistem AAC), dan mencakup hal berikut:
1. Review dari pendengaran, visual, neuromotor, kemampuan bahasa, dan status
kognitif, termasuk pengamatan postur, koordinasi motorik kasar dan halus, dan
perangkat adaptif dan / atau ortotik yang ada saat ini digunakan oleh pasien / klien
(misalnya, kursi roda, kawat gigi , perangkat komunikasi dan / atau teknik,
peralatan khusus lainnya).
2. Informasi riwayat kasus yang relevan, termasuk status medis, pendidikan,
panggilan, dan latar belakang sosial ekonomi, budaya dan bahasa terkait aktivitas
di mana orang tersebut membutuhkan sistem AAC untuk mendukung komunikasi.
3. Metode standar dan / atau tidak standar untuk menilai penggunaan dan
penerimaan individu atas berbagai perangkat AAC, alat bantu, sistem simbol,
teknik, dan strategi.
4. Pemeriksaan aspek tertentu dari suara, ucapan, bahasa (misalnya, sampel bahasa
lisan dan tulisan, tingkat membaca), kognisi, serta pilihan dan kemampuan
komunikasi yang ada.
5. Metode untuk mengidentifikasi hambatan dan fasilitator terkait yang dibahas
dalam rencana intervensi.

33
6. Parameter penilaian AAC yang bervariasi (misalnya, tes, bahan) yang bergantung
pada tingkat keparahan, apakah pasien / klien adalah anak-anak atau orang
dewasa, dan apakah gangguan komunikasi ekspresif atau reseptif itu bawaan atau
didapat.
7. Pemilihan ukuran untuk penilaian AAC dengan pertimbangan validitas ekologi,
lingkungan di mana sistem AAC secara rutin akan digunakan, fitur teknologi dan
perangkat, dan preferensi pasien / klien dan mitra komunikasi (misalnya, keluarga/
pengasuh, pendidik, penyedia layanan).
8. Penilaian berbagai sistem AAC potensial dalam berbagai konteks terkontrol dan
alami.
9. Layanan tindak lanjut untuk memantau individu dengan gangguan bicara dan
komunikasi yang teridentifikasi yang membenarkan kebutuhan akan sistem AAC.
a. Status komunikasi kognitif dan Bahasa
b. Intervensi dan dukungan yang tepat
c. Penggunaan optimal dari sistem AAC yang direkomendasikan
d. Penyesuaian dalam sistem AAC sesuai kebutuhan
10. Evaluasi kemampuan individu untuk menggunakan sistem AAC secara efektif
dalam berbagai konteks, dengan penyesuaian sistem yang diperlukan.
Pengaturan, Spesifikasi Peralatan, Tindakan Pencegahan Keselamatan dan
Kesehatan
Tempat: Penilaian dilakukan di lingkungan klinis atau alami (misalnya, rumah atau
ruang kelas) yang kondusif untuk mendapatkan sampel yang representatif dari
kemampuan bahasa dan komunikasi pasien / klien.
Spesifikasi Peralatan: Penilaian mungkin memerlukan penyesuaian dan / atau fabrikasi
item untuk mengoptimalkan penggunaan sistem AAC atau memberikan metode akses
alternatif yang optimal.
Alat penilaian, metode, dan berbagai sistem AAC dipilih sehubungan dengan:
1. Bukti reliabilitas dan validitas yang memadai, termasuk validitas ekologi;
2. Kesesuaian untuk orang-orang dari komunitas budaya dan bahasa, usia kronologis,
dan usia perkembangan individu.
Kewaspadaan Keselamatan dan Kesehatan: Semua layanan memastikan keselamatan
pasien / klien dan dokter dan mematuhi kewaspadaan kesehatan universal (misalnya,
pencegahan cedera tubuh dan penularan penyakit menular).

34
Dokumentasi
Setelah menyelesaikan asesmen AAC awal, profesional meninjau hasil dari setiap
percobaan asesmen dinamis, menjelaskan dan memberikan dasar pemikiran untuk
komponen sistem AAC yang disukai, menjelaskan program intervensi AAC yang
direkomendasikan, dan menunjukkan pasien menanggapi sistem dan program yang
direkomendasikan. Dokumentasi mencakup informasi latar belakang, hasil,
interpretasi, prognosis, dan rekomendasi terkait. Rekomendasi mungkin termasuk
kebutuhan untuk penilaian lebih lanjut, tindak lanjut, atau rujukan. Ketika intervensi
direkomendasikan, informasi diberikan mengenai frekuensi, perkiraan durasi, dan jenis
layanan. Hasil asesmen dilaporkan ke individu dan keluarga / pengasuh, jika sesuai.
Laporan didistribusikan ke sumber rujukan dan profesional lainnya jika sesuai dan
dengan persetujuan tertulis.

G. Tahapan Asesmen
Asesmen dan intervensi AAC biasanya terdiri dari empat tahapan umum
(Beukelman, R. David, Mirenda, 2013) sebagai berikut :
1. Rujukan untuk asesmen komunikasi augmentatif dan alternatif
Selama fase ini orang dengan gangguan komunikasi memulai rujukan untuk
penilaian AAC. Selama fase ini, para finder memainkan beberapa peran penting:
1) mereka menyadari bahwa individu memiliki kebutuhan komunikasi yang
kompleks dan bahwa intervensi AAC mungkin merupakan solusi yang tepat, 2)
mereka membantu orang yang akan menggunakan AAC dan keluarganya untuk
memulai rujukan ke sumber daya yang sesuai, dan 3) mereka dapat mendukung
aplikasi pendanaan AAC dengan menyatakan diagnosis medis dan / atau
menandatangani resep untuk layanan yang direkomendasikan.
2. Asesmen dan intervensi awal
Selama fase ini, tim yang terdiri dari satu atau lebih spesialis AAC menilai
kebutuhan interaksi komunikasi individu saat ini dan kemampuan fisik, kognitif,
bahasa, dan sensoriknya sehingga upaya untuk mendukung interaksi dan
komunikasi dapat dimulai sesegera mungkin setelah waktu tersebut. dari rujukan.
Dengan demikian, tujuan dari fase ini adalah mengumpulkan informasi untuk
merancang intervensi awal agar sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
individu yang ada. Intervensi AAC awal biasanya berfokus pada memungkinkan
interaksi komunikatif antara orang dengan CCN dan fasilitator AAC yang sudah
dikenal. Intervensi AAC biasanya mengalami perbaikan terus menerus dari waktu

35
ke waktu saat individu belajar tentang persyaratan operasional sistem AAC dan
saat tim AAC mengumpulkan informasi tambahan.
3. Asesmen dan intervensi untuk hari esok
Tujuan penilaian untuk hari esok adalah untuk mengembangkan sistem komunikasi
yang kuat yang akan mendukung individu dengan CCN dalam berbagai lingkungan
di luar lingkungan yang mereka kenal, baik saat ini maupun di masa depan.
Lingkungan ini akan mencerminkan gaya hidup individu dan dengan demikian
dapat mencakup lingkungan sekolah, pekerjaan, perumahan (mandiri, terbantu,
pensiun), rekreasi, dan rekreasi. Pengaturan tersebut memerlukan komunikasi
percakapan dasar serta komunikasi khusus yang sesuai dengan persyaratan
partisipasi dari setiap pengaturan. Misalnya, seorang anak di ruang kelas harus
memiliki akses ke sistem yang memungkinkan pendidikan serta partisipasi sosial.
Dengan demikian, fase ini membutuhkan penilaian yang cermat terhadap pola
partisipasi individu saat ini serta penilaian untuk menyempurnakan sistem AAC
guna mengakomodasi partisipasi di masa mendatang. Fase ini juga akan
membutuhkan keterlibatan fasilitator AAC tambahan, seperti guru, asisten
komunikasi, petugas perawatan pribadi, dan staf pendukung lembaga perumahan/
kejuruan.
4. Asesmen tindak lanjut
Tindak lanjut, secara umum, melibatkan pemeliharaan sistem AAC yang
komprehensif yang mengakomodasi kemampuan dan gaya hidup individu yang
berubah. Penilaian dalam fase ini mungkin melibatkan pemeriksaan peralatan
komunikasi secara berkala untuk mendeteksi penggantian dan kebutuhan
perbaikan, menilai kebutuhan dan kemampuan mitra komunikasi dan fasilitator
baru, dan menilai kembali kemampuan individu jika mereka berubah. Untuk
individu yang gaya hidup dan kemampuannya relatif stabil, penilaian tindak lanjut
dapat dilakukan secara tidak teratur dan jarang; untuk orang lain, seperti orang-
orang dengan penyakit degeneratif, penilaian tindak lanjut cenderung menjadi
bagian utama dari perencanaan intervensi.

Nawawi, dkk (2009) menjelaskan langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam


rangka pelaksanaan program komunikasi alternatif dan augmentatif (AAC) meliputi: 1.
Identifikasi dan Asesmen Awal 2. Menetapkan Tujuan 3. Pemilihan Model dalam
Komunikasi 4. Pemilihan Sistem Simbol 5. Pemilihan bahan dan prosedur penggunaan
Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi 6. Melaksanakan Latihan 7.

36
Melaksanakan Evaluasi. Langkah tersebut dilakukan dengan tujuan untuk
mempermudah kegiatan pengembangan komunikasi augmentatif dan alternatif (AAC).
Selain itu, Langkah dalam melakukan asesmen AAC secara rinci dijelaskan sebagai
berikut (Dietz et al., 2012):
Tahap Pre-Asesmen
1. Sejarah kasus
Referensi ke kumpulan informasi latar belakang individu yang menggunakan AAC.
2. Waktu persiapan
Referensi waktu yang dihabiskan oleh dokter untuk mengumpulkan informasi dan
menyiapkan materi untuk asesmen.
Tahap Asesmen
1. Penilaian bahasa dan komunikasi. Referensi ke penilaian bahasa reseptif dan
ekspresif dan / atau keterampilan komunikasi umum.
2. Penilaian symbol. Referensi ke evaluasi kemampuan individu untuk
mengidentifikasi dan menggunakan berbagai simbol untuk mengakses makna;
termasuk strategi navigasi.
3. Uji coba perangkat. Referensi upaya dokter untuk memberikan individu yang
menggunakan AAC kesempatan diperpanjang untuk menggunakan sistem AAC
dalam pertimbangan dalam interaksi sehari-hari.
4. Metode akses. Referensi untuk penilaian cara alternatif pemilihan pesan bagi
mereka yang tidak dapat menggunakan pemilihan langsung.
5. Pendekatan multi-modalitas. Referensi ke upaya dokter untuk mengidentifikasi
berbagai strategi (tanpa teknologi, berteknologi rendah, dan berteknologi tinggi)
untuk memaksimalkan komunikasi individu.
6. Instruksi AAC. Referensi ke (1) mengajar individu (dan pengasuh) bagaimana
menggunakan sistem AAC dan (2) penyediaan informasi kepada individu (dan
pengasuh) mengenai pemilihan dan penggunaan sistem AAC.
7. Personalisasi. Referensi ke penciptaan peluang komunikasi yang relevan dengan
kebutuhan pribadi individu.
Berdasarkan banyaknya pendapat tentang langkah maupun tahapan dalam
melakukan asesmen dalam rangka analisis kebutuhan pengembangan AAC, penulis
menyimpulkan bahwa pada prinsipnya langkah yang akan dilakukan adalah dapat
mempermudah pekerjaan dalam mengembangkan komunikasi augmentatif dan
alternatif seseorang secara lebih optimal. Langkah tersebut dapat diadopsi maupun
dimodifikasi sesuai dengan kondisi yang ada di lingkungan.

37
H. Ringkasan Materi
1. Asesmen dalam AAC mencakup proses pengumpulan informasi, observasi,
konsultasi dan diskusi dengan orang dan dengan orang-orang kunci, dengan cara
yang terkoordinasi untuk mendapatkan informasi tentang hambatan, potensi dan
kebutuhan sebagai dasar pengembangan AAC.
2. Ruang lingkup asesmen AAC meliputi asesmen posisi dan tempat duduk;
kemampuan motorik untuk pemilihan arah dan / atau pemindaian; kemampuan
kognitif / linguistik; keterampilan literasi; dan keterampilan sensorik / persepsi
3. Individu yang terlibat dalam AAC termasuk orang dengan gangguan komunikasi
yang kompleks itu sendiri, anggota keluarga dan / atau pengasuhnya, dan
profesional yang memainkan berbagai peran. Semua orang yang memiliki peran
penting dalam mencapai hasil yang positif bagi orang-orang yang mengandalkan
AAC.
5. Tugas tim pengembang AAC yaitu: a. identifikasi pola partisipasi dan kebutuhan
komunikasi; b. Mengidentifikasi hambatan partisipasi; c. Merencanakan dan
melaksanakan intervensi; d. Evaluasi efektivitas intervensi
6. Komponen Dasar dan Prinsip Panduan asesmen AAC yaitu individu yang
menyediakan layanan; hasil yang diharapkan; indikasi klinis; proses klinis;
Pengaturan, Spesifikasi Peralatan, Tindakan Pencegahan Keselamatan dan
Kesehatan; dokumentasi.
7. Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam rangka pelaksanaan program
komunikasi alternatif dan augmentatif (AAC) meliputi: a. Identifikasi dan Asesmen
Awal b. Menetapkan Tujuan c. Pemilihan Model dalam Komunikasi d. Pemilihan
Sistem Simbol e. Pemilihan bahan dan prosedur penggunaan Untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi f. Melaksanakan Latihan g. Melaksanakan evaluasi.

I. Tugas Latihan
1. Jelaskan menurut pendapat Anda apa yang dimaksud asesmen dalam AAC?
2. Jelaskan keterlibatan individu dalam tim AAC!
3. Lakukan Langkah-langkah asesmen terhadap permasalahan gangguan komunikasi
berdasarkan ruang lingkup asesmen AAC!.

38
MODUL IV

PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM (PECS) SEBAGAI ALAT


KOMUNIKASI ANAK AUTIS

A. Pendahuluan
Modul Picture Exchange Communication System (PECS) sebagai alat komunikasi
anak autis merupakan penjabaran dari pentingnya memahami intervensi yang tepat
dalam mengembangkan komunikasi anak autis. Dalam modul ini, Anda akan mengkaji
secara khusus terkait materi konsep dasar Picture Exchange Communication System
(PECS), tahapan Picture Exchange Communication System (PECS), mengembangkan
media Picture Exchange Communication System (PECS) untuk anak autis.
Setelah menyelesaikan modul ini, anda diharapkan mampu memahami tahapan
dalam implementasi serta dapat mengembangkan Picture Exchange Communication
System (PECS) untuk anak autis. Secara khusus, anda diharapkan mampu melakukan
hal-hal berikut.
1. Menjelaskan konsep dasar PECS
2. Menjelaskan tahapan PECS
3. Mengembangkan media PECS
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, modul ini terdiri dari kegiatan belajar
sebagai berikut.

Kegiatan belajar 4.
Amati video pada link berikut https://www.youtube.com/watch?v=Knrs-wTCAIk
lakukanlah analisis fase-fase implementasi PECS pada video tersebut!
- Selamat Belajar! -

B. Konsep dasar Picture Exchange Communication System (PECS)


PECS adalah sistem komunikasi alternatif / augmentatif unik yang dikembangkan
di AS pada tahun 1985 oleh Andy Bondy, PhD, dan Lori Frost, MS, CCC-SLP. PECS
pertama kali diterapkan dengan siswa prasekolah yang didiagnosis autisme di Program
Autisme Delaware (A. S. Bondy & Frost, 1998). Sejak saat itu, PECS telah berhasil
diimplementasikan di seluruh dunia dengan ribuan peserta didik dari segala usia yang
memiliki berbagai tantangan kognitif, fisik dan komunikasi. Tujuan utama PECS adalah
untuk mengajarkan komunikasi fungsional. Picture Exchange Communication System
(PECS) diajarkan sebagai keterampilan pertama dalam repertoar komunikatif

39
seseorang karena keterampilan seperti kontak mata, imitasi, orientasi wajah,
pencocokan sampel, atau pelabelan tidak diperlukan sebagai prasyarat (A. Bondy,
2002). Dalam PECS, peserta didik diajari untuk menukar simbol dengan item yang
diinginkan daripada menunjuknya pada tampilan komunikasi; mitra komunikasi
kemudian memberikan item atau aktivitas yang diminta.
PECS adalah batu loncatan menuju komunikasi yang efektif. Seseorang akan
belajar bahwa ketika dia menyerahkan gambar dengan segelas jus jeruk di atasnya,
dia akan menerima jus. Ini membangun fondasi untuk komunikasi. Secara bertahap,
anak dapat belajar menggunakan kartu untuk merangkai kata-kata dan membentuk
kalimat, yang cocok untuk perkembangan komunikasi verbal. Protokol pengajaran
PECS didasarkan pada buku B.F. Skinner, Verbal Behavior, dan analisis perilaku
terapan spektrum luas (Schunk, 2012). Strategi dorongan dan penguatan khusus yang
akan mengarah pada komunikasi independen digunakan di seluruh protokol. Protokol
juga mencakup prosedur koreksi kesalahan sistematis untuk mendorong pembelajaran
jika terjadi kesalahan. Perintah verbal tidak digunakan, sehingga membangun inisiasi
langsung dan menghindari ketergantungan yang cepat.
PECS dapat digunakan dengan anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai
Kebutuhan Berbicara, Bahasa dan Komunikasi. Hampir setiap orang dapat menerapkan
PECS seperti profesional, orang tua, pengasuh, guru, saudara kandung, dan teman
sebaya, namun mereka perlu mendapatkan pelatihan PECS secara efektif dan
menghargai peran mereka sebagai Mitra Komunikasi. PECS dapat digunakan dimana
saja; di rumah, sekolah, dan selama kegiatan komunitas. Media PECS dapat dibuat
portabel sehingga dapat sering digunakan dalam berbagai pengaturan. PECS dapat
digunakan untuk tujuan membantu mengembangkan komunikasi, mengurangi
perilaku negatif atau menantang yang disebabkan oleh frustrasi, meningkatkan
kesempatan untuk berinteraksi dan belajar, mengembangkan keterampilan sosial dan
kemampuan untuk membangun hubungan yang bermakna, meningkatkan
keterampilan Bahasa Lisan (Frost & Bondy, 2002).
Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa siswa yang menggunakan PECS
juga mengembangkan kemampuan bicara. Orang lain dapat beralih ke perangkat
penghasil suara (SGD). Badan penelitian yang mendukung keefektifan PECS sebagai
praktik berbasis bukti sangat besar dan terus berkembang, Sistem menggunakan kartu
bergambar untuk komunikasi (Frost & Bondy, 2002). Ini adalah salah satu metode
yang dapat digunakan anak dengan gangguan bicara parah untuk menunjukkan

40
kebutuhan dan keinginan dasarnya. Hal ini mengurangi frustrasi anak dan isolasi
sosialnya.
PECS terdiri dari enam fase dan dimulai dengan mengajar individu untuk
memberikan satu gambar dari item atau tindakan yang diinginkan kepada "mitra
komunikatif" yang segera menghormati pertukaran sebagai permintaan. Sistem
selanjutnya mengajarkan diskriminasi gambar dan bagaimana menyusunnya dalam
kalimat. Pada fase yang lebih lanjut, individu diajarkan untuk menggunakan pengubah,
menjawab pertanyaan dan komentar. Dengan demikian, sistem Komunikasi
Pertukaran Gambar (Picture Exchange Communication System / PECS) adalah sistem
untuk membantu orang dalam komunikasi yang tidak dapat melakukannya melalui
ucapan.

C. Fase Picture Exchange Communication System (PECS)


Tahapan Pengajaran PECS. Ada enam fase utama dalam protokol PECS (Frost &
Bondy, 2002).
1. Fase 1 Bagaimana berkomunikasi (How to Communicate)
Pada fase ini, individu belajar menukar gambar tunggal dengan barang atau
aktivitas yang benar-benar mereka inginkan. Tujuan akhir dalam Fase 1 adalah
bahwa siswa belajar untuk mengambil kartu bergambar secara mandiri dan
menyerahkannya kepada mitra komunikatif dengan imbalan barang, makanan,
atau aktivitas yang disukai (Frost & Bondy, 2002).
Langkah aktivitas
a. Satu instruktur duduk atau berdiri di belakang siswa, bertindak sebagai
prompter, dan yang lainnya duduk atau berdiri di depan siswa, berfungsi
sebagai mitra komunikatif.
b. Mitra komunikatif menempatkan kartu bergambar di depan siswa dan
membujuk siswa, seperti dengan menunjukkan siswa item yang disukai, dan
memegang item tersebut ke arah siswa.
c. Prompter menunggu siswa menunjukkan minat atau motivasi untuk
menerimanya. Siswa dapat melakukannya dengan meraih objek, melihatnya
dan condong ke arahnya, atau bersuara.
d. Jika siswa tidak menunjukkan minat pada item tersebut, mitra komunikatif
menukar item tersebut dengan item pilihan lainnya dan mengganti kartu
gambar dengan kartu gambar yang sesuai.

41
e. Saat siswa benar-benar menunjukkan minat pada item tersebut, prompter,
yang tidak terlibat dalam komunikasi dengan siswa, memberikan dorongan fisik
penuh untuk membantu siswa dalam mengambil kartu bergambar,
menyerahkannya kepada mitra komunikatif, dan meletakkannya di tangan
mitra komunikatif.
Strategi utama selama Fase 1 mencakup rangkaian mundur (backward
chaining) yaitu, memudarkan petunjuk dari akhir urutan — menempatkan gambar
di tangan mitra komunikatif — ke awal, memperkenalkan lebar berbagai kartu
bergambar dan item terkait, menargetkan instruksi PECS di berbagai konteks dan
pengaturan, dan termasuk berbagai mitra komunikatif. Dorongan fisik ini dengan
cepat memudar sampai siswa secara mandiri dan spontan mengambil gambar dan
menempatkannya di tangan mitra komunikatif dengan imbalan item yang disukai.
2. Fase 2 Jarak dan Ketekunan (Distance and Persistence)
Fase 2 PECS merupakan perpanjangan dari Fase 1 (Frost & Bondy, 2002).
Masih menggunakan gambar tunggal, individu belajar untuk menggeneralisasi
keterampilan baru ini dengan menggunakannya di tempat yang berbeda, dengan
orang yang berbeda dan jarak yang jauh. Mereka juga diajari untuk menjadi
komunikator yang lebih tekun. Hasil akhir untuk fase 2 adalah bahwa siswa akan
mengambil pengikat komunikasi PECS-nya, mengambil gambar yang diinginkan
dari bagian depan buku, dan membawanya ke mitra komunikatif, mungkin di
ruangan lain atau jarak yang jauh. Dua instruktur diperlukan di fase 2.
Langkah aktivitas
a. Pada tahap awal, prompter tetap berada di belakang siswa.
b. Buku komunikasi siswa tetap dalam jangkauan tangan siswa dan mitra
komunikatif membujuk siswa dengan item pilihan sementara bergerak di luar
jangkauan.
c. Mitra komunikatif memulai instruksi Tahap 2 dengan jarak cukup jauh
sehingga siswa harus mengambil satu atau dua langkah untuk meletakkan
kartu bergambar di tangannya.
d. Siswa dapat berdiri sendiri dan membawa kartu bergambar ke mitra
komunikatif; namun, jika dia mengambil kartu, tetapi tidak mendekat,
prompter mendorong atau memberikan petunjuk fisik lainnya untuk
membantu siswa dalam bergerak menuju pasangan komunikatif.

42
e. Mitra komunikatif berangsur-angsur menjauh, kemudian secara bertahap
memindahkan buku komunikasi lebih jauh sampai siswa secara mandiri
bertukar gambar melintasi jarak yang luas.
3. Fase 3 Diskriminasi Gambar (Picture Discrimination)
Dalam Tahap 3, siswa diajarkan untuk membedakan di antara gambar untuk
memilih salah satu dari berbagai item yang disukai (Frost & Bondy, 2002). Individu
belajar memilih dari dua atau lebih gambar untuk menanyakan hal-hal favorit
mereka yang ditempatkan dalam Buku Komunikasi PECS. Pada akhir instruksi
Tahap 3, siswa harus dapat memilih gambar yang benar dari banyak gambar yang
ditempatkan melalui buku komunikasinya.
Langkah aktivitas
Fase 3 memiliki dua tahap yaitu:
Fase 3a
a. Dua kartu bergambar ditempatkan di depan buku komunikasi, salah satu item
yang disukai dan satu item yang tidak disukai siswa.
b. Mitra komunikatif membujuk siswa dengan item yang disukai.
c. Jika siswa meraih gambar yang salah, mitra komunikatif memblokir siswa,
kemudian melakukan prosedur koreksi kesalahan, yang mencakup pemodelan
respons yang benar dengan mengangkat gambar yang benar dan menamainya,
mendorong siswa untuk memberikan gambar yang benar dengan menunjuk ke
itu atau secara fisik membisikkan, memasukkan gangguan dengan membalik
buku atau meminta siswa untuk mengikuti tugas cepat, yang sebelumnya
dikuasai, dan menyajikan item itu lagi.
Fase 3b
a. Melibatkan penyajian dua gambar atau lebih dari item yang disukai, yang
akhirnya mengarahkan pada anak memilih dari banyak gambar di dalam atau
di sampul buku komunikasi.
b. Instruksi Fase 3b identik dengan Tahap 3a, dengan tambahan pemeriksaan
korespondensi berkala. Pemeriksaan korespondensi melibatkan penentuan
apakah siswa secara akurat membedakan gambar yang tersedia atau tidak.
Ketika siswa membuat kesalahan, Frost dan Bondy (2002) merekomendasikan
prosedur koreksi kesalahan terstruktur.

43
4. Fase 4 Struktur kalimat (Sentence Structure)
Individu belajar membuat kalimat sederhana pada Strip Kalimat yang dapat dilepas
menggunakan gambar "Saya ingin" diikuti dengan gambar item yang diminta (A.
Bondy, 2012; Frost & Bondy, 2002).
Langkah aktivitas
a. Siswa membuat permintaan dengan membangun dan menukar strip kalimat
dua urutan gambar dengan simbol "Saya ingin" ditambah simbol gambar untuk
item yang disukai.
b. Setelah anak meminta dengan memberikan strip kalimat, rekan komunikasi
memberikan model verbal "Saya ingin" dan menggunakan jeda waktu sebelum
memberi label pada item yang diminta dan menyerahkan strip kalimat dan item
yang diminta kembali kepada anak tersebut.
5. Fase 5 Permintaan Responsif (Responsive Requesting)
Individu belajar menggunakan PECS untuk menjawab pertanyaan seperti "Apa
yang Anda inginkan?". Dalam fase ini, mitra komunikatif memperkenalkan prompt
verbal "Apa yang Anda inginkan?" Saat intervensi Fase V berlanjut, penundaan
waktu disisipkan di antara prompt verbal dan prompt gestur tambahan menuju
simbol gambar "Saya ingin". Akhirnya, anak tersebut mulai menjawab pertanyaan
sebelum pasangan komunikatifnya menggunakan isyarat isyarat.
6. Fase 6 Berkomentar (Commenting)
Siswa diajarkan untuk berkomentar dalam menanggapi pertanyaan seperti, "Apa
yang Anda lihat?", "Apa yang Anda dengar?" dan apa ini?." Mereka belajar
membuat kalimat yang dimulai dengan "Saya melihat", "Saya mendengar", "Saya
merasa", "Ini adalah", dll.

D. Implementasi PECS dalam Meningkatkan Komunikasi Anak Autis


Ciri khas anak autis adalah kesulitan mereka dalam menguasai keterampilan
komunikasi fungsional lisan. Metodologi pelatihan komunikasi tradisional untuk anak
autis meliputi peniruan ucapan, bahasa isyarat, dan sistem titik gambar (A. S. Bondy
& Frost, 1998). Pertukaran Gambar (Picture Exchange Communication System - PECS),
dikembangkan sebagai sarana untuk menghindari keterbatasan ini. Meskipun PECS
hanya satu jenis AAC berbasis gambar, dengan bantuan teknologi rendah, namun
PECS melibatkan protokol instruksional yang berbeda, dikembangkan secara khusus
untuk orang dengan ASD, dan telah menerima perhatian yang signifikan dalam dekade

44
terakhir (A. Bondy, 2012; Ganz, J. B., Davis, J. L., Lund, E. M., Goodwyn, F. D.,
Simpson, 2012).
PECS dikembangkan untuk individu dengan gangguan spektrum autisme dan
kebutuhan komunikasi yang kompleks, yaitu individu yang tidak dapat menggunakan
ucapan sebagai sarana utama komunikasi fungsional mereka (A. Bondy, 2012). PECS
adalah jenis sistem komunikasi alternatif dan augmentatif (AAC). PECS dianggap
sebagai sistem AAC berteknologi rendah yang terdiri dari pengikat dengan strip Velcro
terpasang dan ikon, atau kartu bergambar, yang disimpan di dalam penjilid. Ikon-ikon
tersebut digunakan oleh individu dengan ASD untuk berkomunikasi (A. Bondy, 2012;
Frost & Bondy, 2002). Orang tersebut memberikan gambar atau gambar kepada rekan
komunikasi, seringkali orang dewasa atau rekan, untuk membuat permintaan,
berkomentar, menjawab pertanyaan, atau terlibat dalam percakapan.
Implementasi PECS didasarkan pada analisis perilaku terapan (Bondy 2012).
Artinya, prosedur pengajaran berbasis bukti dan diskrit digunakan untuk mengajarkan
keterampilan komunikasi baru, berdasarkan analisis Skinner tentang teori behaviour
khususnya pada perilaku verbal dan komunikatif lainnya (Schunk, 2012). Teknik-teknik
ini termasuk prompting dan prompt-fading (mis., Prompt fisik penuh, prompt fisik
parsial), rantai mundur (mis., Prompt fading yang dimulai dengan langkah terakhir
dalam rantai perilaku) (A. Bondy, 2012).
Beberapa penelitian yang mendukung tentang penggunaan PECS terhadap
komunikasi anak autis dapat dilihat pada table berikut.
Table 4.1 Penelitian relevan implementasi PECS untuk anak autis
No Peneliti Partisipan Metode Hasil
1. (Septiari, Satu siswa autis Eksperimen metode pembelajaran
Suarni, & dengan dengan subjek terstruktur dengan
JampelL, permasalahan penelitian tunggal media PECS dapat
2015) komunikasi (Single Subject meningkatkan
Research), kencenderungan
menggunakan komunikasi yang positif
desain A-B-A pada anak autis
2. (Heryati & dua orang anak metode Hasil penelitian oada
Ratnengsih, autis yang eksperimen kedua subjek tersebut
2017) mengalami dengan yaitu terdapat
menggunakan peningkatan

45
masalah dalam pendekatan keterampilan
komunikasi Single Subject komunikasi anak autis
Research di kedua mata
dengan desain pelajaran.
penelitian A-B-A
3. (Goa & 4 anak Autis metode Pre- Metode PECS dapat
Derung, dengan masalah Eksperimental menjadi salah satu
2017) komunikasi Design dalam acuan untuk
bentuk one- meningkatkan
group pretest- komunikasi ekspresif
posttest design. anak dengan autis.
Bentuk
4. (Vistasari & dua orang anak metode Adanya peningkatan
Patria, 2019) dengan diagnosis eksperimen dalam kemampuan
autisme single case berbicara terstruktur
dengan desain pada kedua partisipan
A-B-A melalui program PECS
yang telah dilakukan
5. (Nurlathifah Satu siswa autis Metode Media PECS dapat
& Damri, jenjang TKLB penelitian Single meningkatkan
2019) Subjek Research kemampuan
(SSR) mengenal anggota
keluarga bagi anak
autisme di kelas TKLB

Berikut contoh media PECS:

46
E. Ringkasan Materi
1. PECS adalah sistem komunikasi alternatif/ augmentatif unik yang dikembangkan
di AS pada tahun 1985 oleh Andy Bondy, digunakan pada anak-anak hinggaorang
dewasa dengan berbagai Kebutuhan Berbicara, Bahasa dan Komunikasi yang
terdiri dari enam fase.
2. Fase Picture Exchange Communication System (PECS) terdiri dari enam fase. Ke-
enam fase tersebut adalah Fase 1 Bagaimana berkomunikasi (How to
Communicate), Fase 2 Jarak dan Ketekunan (Distance and Persistence), Fase 3
Diskriminasi Gambar (Picture Discrimination), Fase 4 Struktur kalimat (Sentence
Structure), Fase 5 Permintaan Responsif (Responsive Requesting), dan Fase 6
Berkomentar (Commenting).
3. Implementasi PECS dalam Meningkatkan Komunikasi Anak Autis didasarkan pada
analisis perilaku terapan. Artinya, prosedur pengajaran berbasis bukti dan diskrit
digunakan untuk mengajarkan keterampilan komunikasi baru tentang perilaku
verbal dan komunikatif lainnya.

F. Tugas Latihan
1. Jelaskan yang Anda ketahui tentang PECS!
2. Carilah video yang berkaitan dengan fase PECS kemudian lakukanlah analisis
terhadap video tersebut!
3. Buatlah rancangan media PECS untuk meningkatkan komunikasi anak autis!
4. Buatlah video penerapan PECS berdasarkan fase-fase yang ada dalam materi!

47
DAFTAR PUSTAKA

AssistiveWare. (2020). tipe AAC. Retrieved September 21, 2020, from


https://www.assistiveware.com/learn-aac/what-is-aac
Beukelman, R. David, Mirenda, P. (2013). Augmentative & Alternative Communication:
Supporting Children & Adults with Complex Communication Needs .
Blackstone, S. W., Williams, M. B., & Wilkins, D. P. (2007). Key principles underlying
research and practice in AAC. AAC: Augmentative and Alternative Communication,
23(3), 191–203. https://doi.org/10.1080/07434610701553684
Bondy, A. (2002). Using the picture exchange communication system (pecs) with children
with autism: assessment of pecs acquisition, speech, social-communicative
behavior, and problem behavior. 3(3), 213–231.
Bondy, A. (2012). The unusual suspects: Myths and misconceptions associated with PECS.
Psychological Record, 62(4), 789–816. https://doi.org/10.1007/BF03395836
Bondy, A. S., & Frost, L. A. (1998). THE PICTURE EXCHANGE COMMUNICATION SYSTEM.
19(4).
Clay, M. M. (1985). The early detection of reading difficulties. Portsmouth, NH:
Heinemann.
Dietz, A., Quach, W., Lund, S. K., & McKelvey, M. (2012). AAC assessment and clinical-
decision Making: The impact of experience. AAC: Augmentative and Alternative
Communication, 28(3), 148–159. https://doi.org/10.3109/07434618.2012.704521
Ehri, L. C. (1991). Dyslexia: Integrating theory and practice. In The development of
reading and spelling in children: An overview (pp. 63–79). London: Whurr.
Ehri, L. C. (2000). Learning to read and learning to spell: two sides of a coin. Topics in
Language Disorders, 20(3), 19–36. https://doi.org/10.1097/00011363-200020030-
00005
Fallon, K. A., Ph, D., Katz, L. A., & Ph, D. (n.d.). Augmentative and Alternative
Communication and Literacy Teams : Facing the Challenges , Forging Ahead .
https://doi.org/10.1055/s-2008-1079125.
Frost, L., & Bondy, A. (2002). PECS: The Picture Exchange Communication System.
Ganz, J. B., Davis, J. L., Lund, E. M., Goodwyn, F. D., Simpson, R. L. (2012). Research in
Developmental Disorders, 33 , 406-418 . Research in Development Disorders, 33(1),
406–418. https://doi.org/10.1016/j.ridd.2011.09.023.Running
Goa, L., & Derung, T. N. (2017). Komunikasi Ekspresif Dengan Metode Pecs Bagi Anak
Dengan Autis. Jurnal Nomosleca, 3(2).
https://doi.org/10.26905/nomosleca.v3i2.2037
Gosnell, J., Costello, J., & & Shane, H. (2011). pengantar manfaat. Perspectives on
Augmentative and Alternative Communication, 20(1).
https://doi.org/https://doi.org/10.1044/aac20.1.7
Grabe, W., & Kaplan, R. (1992). Introduction to Applied Linguistics . New York: Addison-
Wesley Publishing Company.

48
Heryati, E., & Ratnengsih, E. (2017). Penggunaan metode PECS (Picture Exchange
Communication System) untuk meningkatkan kemampuan komunikasi anak autis.
Pedagogia, 15(1), 30. https://doi.org/10.17509/pedagogia.v15i1.6558
HILL, K. (2006). Augmentative and Alternative Communication (AAC) Research and
Development: The Challenge of Evidence-based Practice. International Journal of
Computer Processing of Languages, 19(04), 249–262.
https://doi.org/10.1142/s0219427906001505
Kamhi, A., & Hinton, L. N. (2000). Explaining individual differences in spelling ability.
Topics in Language Disorders, 20(3), 37–49. https://doi.org/10.1097/00011363-
200020030-00006
Kern, R. (2000). Literacy and Language Teaching. Oxford: Oxford University Press.
Kuder, S. J. A. Y. (2018). Teaching Students with Language and Communication
Disabilities.
Light, J., & McNaughton, D. (1993). Literacy and augmentative and alternative
communication (AAC): The expectations and priorities of parents and teachers.
Topics in Language Disorders, 13(2), 33–46. https://doi.org/10.1097/00011363-
199302000-00005
Light, J., & McNaughton, D. (2012). Supporting the communication, language, and
literacy development of children with complex communication needs: State of the
science and future research priorities. Assistive Technology, 24(1), 34–44.
https://doi.org/10.1080/10400435.2011.648717
Light, J., McNaughton, D., & Caron, J. (2019). New and emerging AAC technology
supports for children with complex communication needs and their communication
partners: State of the science and future research directions. AAC: Augmentative
and Alternative Communication, 35(1), 26–41.
https://doi.org/10.1080/07434618.2018.1557251
McBride-Chang, C., & Suk-Han Ho, C. (2000). Predicting beginning reading in Chinese
and English: A two-year longitudinal study of Chinese kindergartners. Paper
Presented at the 27th International Congress of Psychology. Stockholm, Sweden.
McNaughton, D., Light, J., & Gulla, S. (2003). Opening Up a ‘ Whole New World ’:
Employer and Co-Worker Perspectives on Working with Individuals who use
Augmentative and Alternative Communication. Augmentative and Alternative
Communication, 19(4), 235–253. https://doi.org/10.1080/07434610310001595669
Morrow, L. M. (2001). Literacy development in the early years (4th ed.). Boston: Allyn &
Bacon.
Nurlathifah, & Damri. (2019). Meningkatkan Kemampuan Mengenal Anggota Keluarga
melalui Media PECS ( Picture Exchange Communication System ) pada Anak Autisme
Kelas TKLB di SLB Luak Nan Bungsu Payakumbuh. Jurnal Penelitian Pendidikan
Kebutuhan Khusus, 7(2), 84–90.
Ontario Ministry of Education. (2004). Literacy for learning: The report of the expert panel
on literacy in grades 4 to 6 in Ontario. Ontario: Ontario Education.
Pate, R. S., & Grote-Garcia, S. A. (2011). Literacy Development. In Encyclopedia of Child
Behavior and Development (Goldstein). https://doi.org/10.1007/978-0-387-79061-
9

49
Richardson, P. (2006). Literacy , Learning and Teaching. (October 2014), 37–41.
https://doi.org/10.1080/0013191980500204
Schlosser, R. W., & Raghavendra, P. (2004). Evidence-Based Practice in Augmentative
and Alternative Communication. AAC: Augmentative and Alternative
Communication, 20(1), 1–21. https://doi.org/10.1080/07434610310001621083
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories an Educational Perspective (6th ed.). London:
Pearson Education.
Septiari, N., Suarni, M., & JampelL, M. (2015). Pengaruh Metode Pembelajaran
Terstruktur Dengan Media Pecs Untuk Meningkatkan Komunikasi Pada Anak Autis
Di Slb C1 Negeri Denpasar Tahun Ajaran 2014/2015. Jurnal Ilmiah Pendidikan Dan
Pembelajaran Ganesha, 5(1), 207503. https://doi.org/10.23887/jpepi.v5i1.1585
Share, D. L. (1995). Phonological recoding and self-teaching : sine n o n of reading
acquisition. 55, 151–218.
Shelley K Lund, Quach, W., Weissling, K., McKelvey, M., & Dietze, A. (2017). Assessment
With Children Who Need Augmentative and Alternative Communication (AAC):
Clinical Decisions of AAC Specialists. American Journal of Speech-Language
Pathology, 48(January), 56–68. https://doi.org/10.1044/2016_LSHSS-15-0086
Shewan, C. M., & Blake, A. (1991). Augmentative and alternative communication. Asha,
33(5), 46. Retrieved from https://www.asha.org/public/speech/disorders/aac/
Singer, B. D. (1995). Written language development and disorders. Topics in Language
Disorders, 16(1), 83–98. https://doi.org/Singer, B. D. (1995). Written language
development and disorders. Topics in Language Disorders, 16(1), 83.
doi:10.1097/00011363-199511000-00007
Smith, M. (2005). Literacy and Augmentative and Alternative Communication. Burlington:
Elsevier Academic Press.
Snow, C., Burns, M. S., & Griffin, P. E. (1998). Preventing reading difficulties in young
children. Washington, DC: National Academy Press.
Spinner, K. H. (2019). Literary learning. Film Education Journal, 2(2), 159–174.
https://doi.org/10.18546/FEJ.02.2.06
Sutherland, D., Sigafoos, J., Schlosser, R. W., O’Reilly, M. F., & Lancioni, G. E. (2010).
aided unaided. In Computer synthesized speech technologies : tools for aiding
impairment (pp. 161–176). Retrieved from doi: 10.4018/978-1-61520-725-1.ch010
Teale, W. H., & Sulzby, E. (1986). Emergent Literacy:Writing and Reading. Minnesota:
Ablex Publication Corp. University of Minnesota.
Templeton, S., Morris, D., Kamil, M. ., Rosenthal, P. ., Pearson, P. ., & Barr, R. (2000).
Handbook of reading research. Pearson.
Treiman, R., & Bourassa, D. (2000). The development of spelling skill. Topics in Language
Disorders, 20(3), 1–18.
Vistasari, R., & Patria, B. (2019). Program PECS (Picture Exchange Communication
System) untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara Terstruktur pada Anak Autis.
Gadjah Mada Journal of Professional Psychology (GamaJPP), 5(1), 94.

50

Anda mungkin juga menyukai