V
τ=
Qv
Menghitung volume reaksi dengan faktor kelonggaran atau safety sebesar
20% dari volume cairan.
2. Menghitung Dimensi Reaktor
Penentuan dimensi reaktor dilakukan melalui tahapan-tahapan seperti
menghitung diameter tangki, tinggi cairan, jarak pengaduk dari dasar tangki,
lebar baffle, diameter, lebar dan panjang impeller yang mengacu pada Walas
(1990) dengan desain seperti yang ditunjukkan pada Gambar
Gambar. Dasar Desain Tangki Berpengaduk
Sumber : (Walas 1990)
Dt ¿
√
3 4 Vc
π
Diameter Impeller antara 0,3-0,6 (Walas 1990)
d
=0,40
Dt
H
C =
2
d
i =
8
Dt
W =
12
W
Ou =
6
d
OI =
2
LB = H-Ou-OI
Keterangan:
H = Tinggi cairan
Dt = Diameter tangki
d = Diameter impeller
W = Lebar baffle
C = Jarak impeller ke dasar tangki
B2 = Jarak cairan ke lower radial impeller
i = Tebal lower radial impeller
W = Baffle width
Ou = Offset upper
Ol = Offset lower
LB = Panjang baffle
W=
1
4( √ )
3+
rc
icr
(Brownell and Young 1959)
√ 2
b=r− ( r −icr ) − ( ID2 −icr )
Keterangan :
ts = Tebal dinding shell (in)
P = Tekanan desain (psi)
S = Allowable stress (psi)
E = Faktor sambungan = 0,85 untuk ERW
R = Jari-jari reaktor (in)
th = Tebal dinding head (in)
b = Depth of dish (in)
r = Crown radius (in)
irc = Knuckle radius (in)
ID = Inside diameter (in)
Jumlah Pengaduk
Jumlah pengaduk dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
WELH Hc x sg
Jumlah pengaduk = =
ID ID
Keterangan :
WELH = Water Equivalent Liquid High
ID = diameter dalam tangki (m)
Sg = specific gravity
Hc = tinggi cairan
Penentuan Kecepatan Pengaduk
Kecepatan pengaduk dapat dihitung dengan persamaan berikut :
N =
600
π x Da
x
√
WELH
2 x Da
Da = Diameter Impeller
8. Penentuan Daya Motor
Menghitung Nre
D2 N ❑ ρ
Nre =
μ
Dari nilai nre diplot pada grafik power correlaction . Dari grafik tersebut
didapat Np (power number) untuk menghitung daya motor.
Daya Motor
Penentuan daya motor menggunakan persamaan berikut:
P
Np = (Coulson and Richardson 2005)
D N3 ρ
5
D5 N 3 ρ
P =
Np
Dimana: D = diameter impeller (m)
N = kecepatan pengaduk (rps)
Np= power number
P = daya (watt)
9. Pendingin Vessel
Jenis pendingin untuk vessel dengan atau tanpa pengaduk yang dapat
digunakan adalah jaket pendingin dan internal coil. Dalam penentuan jenis
pendingin, perlu ditinjau luas perpindahan panas yang dibutuhkan sesuai kalor
yang dilepas oleh sistem reaksi. Untuk jaket pendingin, luas perpindahan panas
terbatas pada luas selimut vessel yang terendam oleh cairan. Sementara pendingin
koil internal terbatas pada ketinggian cairan dalam vessel (tinggi koil tidak boleh
melebihi tinggi cairan dalam vessel). Dengan demikian, secara garis besar koil
pendingin mampu memberikan luas perpindahan panas yang lebih tinggi daripada
jaket pendingin (Coulson & Richardson, 2005).
Perancangan koil pendingin secara garis besar melewati beberapa tahap
sebagai berikut ini.
a. Penentuan diameter dan tebal dinding koil (Coulson & Richardson, 2005)
IDcoil = ID reaktor/30
ID koil perlu divalidasi dengan mencek kecepatan linear air pendingin.
Bila kecepatan melebihi erosional velocity (15ft/s), maka diameter harus
diperbesar. Namun, bila di bawah 3 ft/s maka diameter harus diperkecil. Untuk
menghitung tebal dinding koil, perumusan yang digunakan sama seperti
penentuan schdule number pada pipa lurus.
PD
t=
2 ( SE+ PY )
b. Mengitung ∆T LMTD
( T 1−t 2 )−( T 2−t 1 )
LMTD=
ln ( T 1−t 2 ) / ( T 2−t 1 )
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
c. Menetapkan Uo trial dan menghitung A trial
Nilai Uo untuk fluida aqueous solution adalah 400-700 W/m2.oC (Coulson
& Richardson, 2005). Untuk menghitung A trial digunakan persamaan sebagai
berikut.
Q=U o . A . ∆ T LMTD
d. Menghitung tinggi koil
Tinggi koil terpasang merupakan jumlah dari tumpukan koil sesuai dengan
diameter luarnya dan jarak antar koil dalam tumpukan. Tinggi koil terpasang tidak
boleh melebihi tinggi cairan (reaksi) dalam vessel.
H coil = (Nc-1) Jsp + Nc.ODcoil
L
Nc=
Lhe
A trial
L=
keliling penampang koil
1 1
Lhe= π (DH ¿ ¿ 2+ Jsp2 )+ πDH ¿
2 2
DH = 0,8 ID reaktor
Jsp = 2 x OD coil
Keterangan :
H coil = Tinggi tumpukan koil (m)
Nc = Jumlah lengkungan koil
L = Panjang lurus koil (m)
Lhe = Panjang lengkungan 1 koil (m)
DH = Diameter helix (m)
Jsp = Jarak antar koil dalam tumpukan (m)
Karena terdapat tambahan koil, maka volume total akan bertambah dan
berakibat pada tinggi total yang meningkat juga. Tinggi total ini tidak boleh
melebihi tinggi shell yang telah ditetapkan.
e. Validasi nilai Uo trial
Validasi mengikuti rumus yang terdapat pada (Coulson and Richardson
2005). Bila hasil perhitungan Uo lebih dari Uo trial, maka desain koil pendingin
dapat diterima
- Koefisiensi perpindahan panas dalam koil
( )( )
0,8 0,33
( hi pipa lurus ) ID coil ID coil . v . ρ c Cp c . µc
=0,023
k µc k
( )( )
0,62
( )
0,14 1 /3 2
ho . ID reaktor μair Cp μ D impeller . N ρ
=0,087
k μ k μ
- Koefisien perpindahan panas overall (bagian reaktor)
1 1 x w ODkoil ODkoil Ri ODkoil
= + + + Ro+
U o ho k w Dw hi IDkoil IDkoil
√
b=r− ( r −icr ) −
2
( ID2 −icr )
Keterangan :
ts = Tebal dinding shell (in)
P = Tekanan desain (psi)
S = Allowable stress (psi)
E = Faktor sambungan = 0,85 untuk ERW
R = Jari-jari reaktor (in)
th = Tebal dinding head (in)
b = Depth of dish (in)
r = Crown radius (in)
irc = Knuckle radius (in)
ID = Inside diameter (in)
PENDINGIN VESSEL
Jenis pendingin untuk vessel dengan atau tanpa pengaduk yang dapat
digunakan adalah jaket pendingin dan internal coil. Dalam penentuan jenis
pendingin, perlu ditinjau luas perpindahan panas yang dibutuhkan sesuai kalor
yang dilepas oleh sistem reaksi. Untuk jaket pendingin, luas perpindahan panas
terbatas pada luas selimut vessel yang terendam oleh cairan. Sementara pendingin
koil internal terbatas pada ketinggian cairan dalam vessel (tinggi koil tidak boleh
melebihi tinggi cairan dalam vessel). Dengan demikian, secara garis besar koil
pendingin mampu memberikan luas perpindahan panas yang lebih tinggi daripada
jaket pendingin (Coulson & Richardson, 2005).
Perancangan koil pendingin secara garis besar melewati beberapa tahap
sebagai berikut ini.
f. Penentuan diameter dan tebal dinding koil (Coulson & Richardson, 2005)
IDcoil = ID reaktor/30
ID koil perlu divalidasi dengan mencek kecepatan linear air pendingin.
Bila kecepatan melebihi erosional velocity (15ft/s), maka diameter harus
diperbesar. Namun, bila di bawah 3 ft/s maka diameter harus diperkecil. Untuk
menghitung tebal dinding koil, perumusan yang digunakan sama seperti
penentuan schdule number pada pipa lurus.
PD
t=
2 ( SE+ PY )
g. Mengitung ∆T LMTD
( T 1−t 2 )−( T 2−t 1 )
LMTD=
( T 1−t 2 )
ln
( T 2−t 1 )
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
h. Menetapkan Uo trial dan menghitung A trial
Nilai Uo untuk fluida aqueous solution adalah 250-500 W/m2.oC (Coulson
& Richardson, 2005). Untuk menghitung A trial digunakan persamaan sebagai
berikut.
Q=U o . A . ∆ T LMTD
i. Menghitung tinggi koil
Tinggi koil terpasang merupakan jumlah dari tumpukan koil sesuai dengan
diameter luarnya dan jarak antar koil dalam tumpukan. Tinggi koil terpasang tidak
boleh melebihi tinggi cairan (reaksi) dalam vessel.
H coil = (Nc-1) Jsp + Nc.ODcoil
L
Nc=
Lhe
A trial
L=
keliling penampang koil
1 1
Lhe= π (DH ¿ ¿ 2+ Jsp2 )+ πDH ¿
2 2
DH = 0,8 ID reaktor
Jsp = 2 x OD coil
Keterangan :
H coil = Tinggi tumpukan koil (m)
Nc = Jumlah lengkungan koil
L = Panjang lurus koil (m)
Lhe = Panjang lengkungan 1 koil (m)
DH = Diameter helix (m)
Jsp = Jarak antar koil dalam tumpukan (m)
Karena terdapat tambahan koil, maka volume total akan bertambah dan
berakibat pada tinggi total yang meningkat juga. Tinggi total ini tidak boleh
melebihi tinggi shell yang telah ditetapkan.
j. Validasi nilai Uo trial
Bila hasil perhitungan Uo memiliki penyimpangan ±30% terhadap Uo
trial, maka desain koil pendingin dapat diterima
- Koefisiensi perpindahan panas dalam koil
( )( )
0,8 0,33
( hi pipa lurus ) ID coil ID coil . v . ρ c Cp c . µc
=0,023
k µc k
(
hi coil=hi pipalurus 1+ 3,5
ID
DH )
ID
hio=hi coil
OD
β=
√ k .C AL. D BL (Coulson & Richardson, 2017)
k BL
Bila :
β > 2, reaksi terjadi pada lapisan (film) cairan (region I)
0,02 < β < 2, reaksi terjadi pada daerah transisi (region II)
0,02 < β < 2, reaksi berlangsung lambat dan terjadi di dalam (bulk) cairan (region
III)
Bila suatu reaksi fasa gas-cair memiliki bilangan hatta yang tinggi, perlu
dipilih reaktor yang mampu menyediakan luas permukaan (interfacial area) yang
tinggi karena reaksi terjadi pada lapisan cairan seperti, kolom ber-packing.
Sementara itu, untuk reaksi dengan bilangan hatta yang rendah, diperlukan
volume cairan yang besar. Pada kondisi ini reaktor bubble atau agitated tank
reactor dapat digunakan (Levenspiel, 1999; Coulson & Richardson, 2017).
a. Difusivitas gas pada fasa cair
−13 0.5
1,173× 10 ( ∅ . Mr ) T
D BL = 0,6 (Coulson & Richardson, 2005)
μV m
( )( )
1 1
g. μ D BL . ρ 2
k BL=0,42 3
(Froment & Bischoff, 1979)
ρ μ
Keterangan :
β = Bilangan Hatta
k = Konstanta kecepatan laju reaksi
CAL = Konsentrasi reaktan cair (kmol/m3)
DBL = Difusivitas gas (m2/s)
kBL = Koefisien transfer massa gas B di fase cair (m.s)
g = Gravitasi bumi = 9,8 m/s2
∅ = Faktor asosiasi untuk pelarut = 2,6 atau 2,26 (untuk air)
Mr = Massa molekul relatif (kg/kmol)
T = Temperatur (K)
Vm = Volume molar solut pada titik didihnya = 0,0258 m 3/kmol (untuk gas
amoniak)
ρ = Densitas fluida cair (kg/m3)
μ = Viskositas fluida cair (cP)
Keterangan :
τ = waktu tinggal rata-rata (jam)
Qv = Laju alir volumetrik produk (m3/jam)
D = Diameter reaktor (m)
H = Tinggi reaksi (m)
εG = holdup gas
fk = Faktor kelonggaran (20%)
V = Volume reaksi (m3)
V’ = Volume reaksi dengan pertimbangan holdup gas (m3)
V reaktor = Volume reaktor (m3)
Ar = Luas penampang reaktor (m2)
( )
db 6σ 1
= 2 3
d o d o ( ρ L −ρg )
[( )]
1
)(
2σ g . Db 2
v t= +
d b ρL 2
[ ( ) ( )]
2
V .ρ A 4. L. f A
h D = o g Co 0,4 1,25− o + + 1− o
2. g . ρL An do An
( )
0,25
do
C o=109
L
0,25
0,079
f=
ℜ
d o . V o . ρg
ℜ=
μg
∆ P D= ρ. g . h D
Keterangan :
hD = head dry pressure drop (m)
Vo = Laju alir gas tiap hole sparger
Co = Koefisien hole sparger
Ao = Luas penampang hole sparger (m2)
An = Luas penampang sparger (m2)
L = Tebal sparger (m)
do = Diameter hole sparger (m)
f = friksi
Re = Bilangan Reynold
1 1 1
= + +
OD ln ( OD
ID ) OD 1 OD 1
+ × + ×
U o ho h od 2 kw ID h id ID hio
Keterangan :
Uo = Koefisien transfer panas overall (J/m2.s.oC)
hi, hio = Koefisien perpindahan panas dalam koil (J/m2.s.oC)
hid = Fouling factor bagian kolom (J/m2.s.oC)
hod = Fouling factor bagian koil (J/m2.s.oC)
v = Kecepatan linear fluida dalam koil (m/s)
ho = Koefisien perpindahan panas pada kolom (J/m2.s.oC)
db = Diameter gelembung (m)
Cp = Kapasitas panas cairan (J/kg.oC)
k = Koefisien konduktivitas termal (J/m.s.oC)
Re = Bilangan Reynold
Fr’G = Bilangan Froude untuk fasa gas
Pr = Bilangan Prandtl
k. Pressure drop aliran air pendingin dalam koil (Coulson & Richardson,
2005)
Langkah perhitungan pressure drop untuk koil pendingin mengikuti
perhitungan pada CSTR (R-101).
( )
0,3
QL ρ L μH
Ψ=
Q H ρH μL
Keterangan:
QL = laju alir volumettik light stream (m3/jam)
QH = laju alir volumettik heavy stream (m3/jam)
L = densitas light stream (kg/m3)
H = densitas heavy stream (kg/m3)
L = viskositas light stream (Ns/m2)
H = viskositas heavy stream (Ns/m2)
d. Area interface
Berdasarkan prinsip perancangan dekanter, velocity fasa kontinyu harus
lebih kecil dari velocity fasa terdispersi
LC
Uc= < U d , maka:
Ai
LC
Ai =
Ud
Keterangan:
Ai = laju alir volumettik fasa kontinyu (m3/s)
e. Diameter bejana
π 2
Ai = D , maka
4
D =
√ 4 Ai
π
f. Tinggi bejana
Tinggi bejana yang biasanya digunakan pada perancangan silinder
dekanter adalah sebesar dua kali dari diameternya, sehingga :
H = 2D
g. Waktu tinggal
Ketentuan waktu tinggal (τ ¿ cairan dalam DC adalah selama 2 – 5 menit
dengan asumsi spersion band (HD) sebesar 10% dari tinggi bejana (Coulson &
Richardson, 2005).
HD
τ=
ud
h. Droplets fase kontinyu
LD
UD=
Ai
dd =
√ ud 18 μc
g ( ρd - ρc )
i. Pipe arrangement
Untuk meminimalkan entrainment dari cairan yang memasuki bejana,
inlet velocity untuk decanter dijaga di bawah 1 m/s.
1 jam
Flow rate = [ Q L+Q H ¿
3600 s
flow rate
Luas penampang pipa =
inlet velocity
Diameter pipa =
√ 4 luas penampang pipa
π
2. Penentuan dimensi head bejana
Penentuan dimensi head bejana meliputi penentuan jenis head, penentuan
outside diameter (ODstandar) standar dan koreksi inside diameter (IDkoreksi), dan
penentuan standard straight flange (sf) mengacu yang pada Rules of Thumb for
Chemical Engineers oleh Branan (2005).
a. Head Bejana
Jenis head yang dipilih disesuaikan dengan tekanan operasi dan jenis
fluida yang berada dalam bejana.
b. Tebal Head
Jika icr/r = 11/170 = 6% maka persamaan yang digunakan adalah :
0,885p r c v
th = +c
fE – 0,1p
Tabel 5.6 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan
th,standar.
c. Penentuan Outside Diameter Standar dan Koreksi Inside Diameter Head
(ODstandar dan IDkoreksi)
OD = ID + (2th,standar)
IDkoreksi = ODstandar - (2th,standar)
Tabel 5.7 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan
ODstandar.
d. Penentuan Standard Straight Flange (sf)
Tabel 5.6 dalam Brownell dan Edwin (1959) digunakan pada penentuan
strandard straight flange (sf). Pemilihan ini dipengaruhi oleh th,standar yang
diperoleh.
ρL = A x B-(1-T/ T )
c
b. Densitas uap
P x Mrcamp
ρV =
RxT
Keterangan:
ρL = densitas fluida cair (g/mL)
A, B, n = Koefisien regresi untuk senyawa kimia (Yaws, 1999)
Tc = Temperatur kritis (K)
ρV = densitas fluida gas dalam kg/m3
P = Tekanan operasi (atm)
R = Konstanta gas ideal (0,0820574 atm.L/mol.K)
T = Temperatur operasi (K)
S=
L ρV
V ρL √
Kv = exp (B + DX + EX2 + FX3 + GX4)
Keterangan:
L = Laju alir massa liquid (kg/jam)
V = Laju alir massa vapour (kg/jam)
dengan,
B = -1,877478097
D = -0,8145804597
E = -0,1870744085
F = -0,0145228667
G = -0,0010148518
X = Ln S
vmax = 0,3048 K v
√ ρL – ρV
ρV
b. Laju Alir Volumetrik Uap (QV)
V
QV =
ρV
DV =
√ 4 AV
π
Perbandingan tinggi bejana (H) terhadap diameter (D) biasa diambil antara
2 dan 5 (Branan, 2005). Rasio yang dgunakan dalam perhitungan adalah H = 2D.
f. Tinggi Cairan (hL)
Tinggi bejana terdiri dari tinggi cairan dalam bejana (hL), jarak permukaan
cairan terhadap umpan, dan tinggi ruang uap (HV). Jarak permukaan cairan
terhadap umpan umumnya sebesar 3D/8 dan HV sebesar D (Branan, 2005).
g. Laju Alir Volumetrik Cairan (QL)
L
QL =
ρL
τ QL
A L=
hL
DL =
√ 4 AL
π
i. Tebal Bejana
t s= ( p ri
fE - 0,6p
+c )
Keterangan:
P = tekanan desain (psig)
E = welded-joint efficiency (%)
F = maximum allowable stress (psig)
ri = jari-jari dalam shell/dinding (in)
c = corrosion allowance (in)
Untuk bahan bahan konstruksi stainless steels, nilai c yang biasa dipakai
adalah 0 mm. Tabel 5.6 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada
penentuan ts,standar.
j. Outside Diameter (ODstandar) Standar dan Koreksi Inside Diameter (IDkoreksi)
OD = ID + (2ts,standar)
IDkoreksi = ODstandar - (2ts,standar)
Keterangan:
ID = inside diameter hasil perhitungan
Tabel 5.7 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan ODstandar.
3. Penentuan dimensi head bejana
Penentuan dimensi head bejana meliputi penentuan jenis head, penentuan
outside diameter (ODstandar) standar dan koreksi inside diameter (IDkoreksi), dan
penentuan standard straight flange (sf) mengacu yang pada Rules of Thumb for
Chemical Engineers oleh Branan (2005).
e. Head Bejana
Jenis head yang dipilih disesuaikan dengan tekanan operasi dan jenis
fluida yang berada dalam bejana.
Persamaan yang digunakan pada langkah 1 hingga 3 tersaji pada sub bab
4.2 bagian perancangan double pipe heat exchanger. Sedangkan, untuk
menentukan dimensi kristal kaprolaktam dan HP motor (Frank, et al., 2007) untuk
rotor scraper pada unit CR-201 tersaji pada persamaan berikut.
dL
G=
dt
Keterangan :
G = Crystal growth rate (10-7 m/s (Jansens, et al., 1995))
dt = Waktu tinggal (s)
dL = Panjang kristal (mm)
P=ωbFR
2 πn
ω=
60
' 2
F=W R ω
Keterangan :
P = Daya motor (kW)
w = kecepatan angular
F = Gaya sentrifugal (N)
R = Jari-jari blade (m)
b = Jumlah blade
n = Kecepatan putar (rps)
W’ = Massa tiap lenght
H=D =
√
3 4.Vtangki
π
c. Tinggi tangki
Tinggi tangki didapatkan setelah menentukan diameter tangki.
d. Pemantauan level tangki
High High Liquid Level =90% x H
High Liquid Level = 80% x H
Low Liquid Level = 20% x H
Low Low Liquid Level = 10% x H
e. Tebal Shell dan Head Tangki
Penentuan tebal pada tangki merujuk pada referensi dari Coulson, 2005.
Perhitugan untuk menentukan tebal shell ditunjukkan sebagai berikut :
Tekanan hidrostatik (Ph) = ρ.g.HHLL
P xr
ts= +CA
f . E−0,6. P
ts = tebal shell (in)
P = design pressure total (psig) (Pdesain + Ph)
r = jari-jari tangki (in)
f = maximum allowable in working stress (psia)
E = Efisiensi sambungan
C = Corrosion Allowance (in)
H=D =
√
3 4.Vtangki
π
Untuk menghitung diameter untuk cone terpancung, digunakan asumsi
sudut kemiringan sebesar 600 dengan diameter cone terpancung sebesar sepertiga
dari diameter silinder (Dc=1/3D). Berdasarkan hasil perhitungan, persamaan
untuk memenentukan diameter cone terpancung ditunjukkan sebagai berikut
H=D= 3
√ Volume Cone terpancung
0,040123 . π . tan 60
0
P xr
ts= +CA
f . E−0,6. P
ts = tebal shell (in)
P = design pressure total (psig) (Pdesain)
r = jari-jari tangki (in)
f = maximum allowable in working stress (psia)
E = Efisiensi sambungan
C = Corrosion Allowance (in)
d. Tebal cone terpancung
Dc
Px
2
ts= +CA
f . E−0,6. P
ts = tebal shell (in)
P = design pressure total (psig) (Pdesain)
Dc = diameter cone terpancung (in)
f = maximum allowable in working stress (psia)
E = Efisiensi sambungan
C = Corrosion Allowance (in)
e. Tebal head
Berdasarkan Gambar 4.__ di bawah, perhitungan tinggi head dapat
dihitung menggunakan beberapa persamaan sebagai berikut.
D
min sin θ =
430 th
6D
r=
sin θ
Dengan :
θ = sudut elemet konis dengan horizontal
D = diameter tangki (ft)
th = tebal konis (in)
Setelah penentuan sudut elemen konis, dilakukan pemeriksaan
compressive stress yang diizinkan menggunakan persamaan berikut.
t 1
f allowable = 1,5 . 106 . ≤ yield point
r 3
f. Tinggi silo
Tinggi silo didapatkan dari total tinggi head, tinggi silinder dan tinggi cone
terpancung.
- Tinggi head
tan θ
H head =
D/2
- Tinggi cone terpancung
Hcone =H – Hc dengan nilai Hc = Dc/2. tan 600
- Tinggi silo = Hhead + Hcone terpancung + Hsilinder
4.2.2. Melter (ML-101)
Melter (ML-101) merupakan unit yang berfungsi untuk melelehkan bahan
baku cyclohexanone oxime (CHO). Perancangan melter ini didekati dengan
perancangan melter untuk sulfur dengan vendor Sulphurnet. Melter yang
digunakan merupakan tangki yang dilengkapi koil pemanas dan agitator. CHO
diumpankan dengan conveyor memasuki bagian melter. Media pemanas yang
digunakan adalah saturated steam 8 bar. Penambahan agitator berfungsi untuk
mempercepat proses pelelehan dengan homogenisasi panas dalam melter. Jenis
agitator yang digunakan adalah agitator turbin karena dapat menangani larutan
viskos (Coulson & Richardson, 1999). Perancangan pada melter CHO ini secara
umum menyerupai perancangan melter CSTR (R-101) dengan koil pendingin dan
agitator. Tahapan perancangan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Pemilihan material
Material dipilih berdasarkan korosifitas fluida. CHO merupakan bahan
yang tak korosif, maka dapat digunakan material carbon steel grade B.
2. Penentuan volume, diameter, dan tinggi shell
Penentuan diameter melter dilakukan di awal perhitungan berdasarkan
waktu tinggal. Di akhir perhitungan, diameter melter perlu dikoreksi dengan
diameter tangki standar. Perumusan yang terlibat adalah sebagai berikut.
a. Menghitung volume CHO
V
τ=
Qv
b. Menentukan diameter shell
Penetapan diameter shell ditentukan berdasarkan pada kebutuhan
perpindahan panas. Untuk melter ini, ditetapkan rasio H/D adalah 3. Maka,
π . D2 ( )
V= H
4
c. Menentukan tinggi shell
V shell= Ar . H shell
V shell
H shell= 2
(1 /4)π D
Keterangan :
τ = waktu tinggal rata-rata (jam)
Qv = Laju alir volumetrik produk (m3/jam)
D = Diameter melter (m)
H = Tinggi reaksi (m)
fk = Faktor kelonggaran (20%)
V = Volume CHO (m3)
V ML = Volume melter (m3)
Ar = Luas penampang melter (m2)
√
b=r− ( r −icr ) −
2
( ID2 −icr )
Keterangan :
ts = Tebal dinding shell (in)
P = Tekanan desain (psi)
S = Allowable stress (psi)
E = Faktor sambungan = 0,85 untuk ERW
R = Jari-jari tangki (in)
th = Tebal dinding head (in)
b = Depth of dish (in)
r = Crown radius (in)
irc = Knuckle radius (in)
ID = Inside diameter (in)
c. Jumlah pengaduk
Jumlah pengaduk ditentukan berdasarkan ketinggian cairan dalam vessel.
Hc x sg
Jumlah pengaduk =
ID
d. Kecepatan putar agitator (slurry)
Dalam perhitungan kecepatan putar, digunakan persamaan kecepatan putar
untuk larutan dengan suspensi padatan (McCabe, et al., 1993).
( )
0,45
0,85 0,1 0,2 ∆ρ 0,13
nc D a =S v D p g B
ρ
e. Daya motor
Daya motor untuk NRe di atas 10.000 menggunakan persamaan berikut
(McCabe, et al., 1993).
Np = KT
5. Penentuan spesifikasi pemanas melter
Referensi yang digunakan dalam perancangan koil pemanas ini adalah
Coulson & Richardson (2005). Secara garis besar, perancangan dihitung melewati
beberapa tahap sebagai berikut ini.
f. Penentuan diameter dan tebal dinding koil (Coulson & Richardson, 2005)
IDcoil = ID tangki/30
Untuk menghitung tebal dinding koil, perumusan yang digunakan sama
seperti penentuan schdule number pada pipa lurus.
PD
t=
2 ( SE+ PY )
g. Mengitung ∆T LMTD
( T 1−t 2 )−( T 2−t 1 )
LMTD=
ln ( T 1−t 2 ) / ( T 2−t 1 )
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
h. Menetapkan Uo trial dan menghitung A trial
Nilai Uo untuk fluida senyawa hidrokarbon adalah 200-400 W/m2.oC
(Coulson & Richardson, 2005). Untuk menghitung A trial digunakan persamaan
sebagai berikut.
Q=U o . A . ∆ T LMTD
i. Menghitung tinggi koil
Tinggi koil terpasang merupakan jumlah dari tumpukan koil sesuai dengan
diameter luarnya dan jarak antar koil dalam tumpukan. Tinggi koil terpasang tidak
boleh melebihi tinggi cairan CHO dalam vessel.
H coil = (Nc-1) Jsp + Nc.ODcoil
L
Nc=
Lhe
A trial
L=
keliling penampang koil
1 1
Lhe= π (DH ¿ ¿ 2+ Jsp2 )+ πDH ¿
2 2
DH = 0,8 ID tangki
Jsp = 2 x OD coil
Keterangan :
H coil = Tinggi tumpukan koil (m)
Nc = Jumlah lengkungan koil
L = Panjang lurus koil (m)
Lhe = Panjang lengkungan 1 koil (m)
DH = Diameter helix (m)
Jsp = Jarak antar koil dalam tumpukan (m)
Karena terdapat tambahan koil, maka volume total akan bertambah dan
berakibat pada tinggi total yang meningkat juga. Tinggi total ini tidak boleh
melebihi tinggi shell yang telah ditetapkan.
j. Validasi nilai Uo trial
Bila hasil perhitungan Uo memiliki penyimpangan ±30% terhadap Uo
trial, maka desain koil pendingin dapat diterima
- Koefisiensi perpindahan panas dalam koil
( )( )
0,8 0,33
( hi pipa lurus ) ID ID . v . ρc Cp c . µ c
=0,023
k µc k
(
hi coil=hi pipalurus 1+ 3,5
ID
DH )
ID
hio=hi coil
OD
- Koefisien perpindahan panas luar koil (bagian melter)
( ) ( )( )
0.14 1/ 3 2 0,62
ho . dv μc Cp μ L Nρ
=0,87
k μ k μ
- Koefisien perpindahan panas overall (bagian melter)
Nilai fouling factor untuk steam adalah 4.000 – 10.000 (J/m2.s.oC)
sedangkan untuk senyawa organik cair adalah 5.000 (J/m2.s.oC) (Coulson
& Richardson, 2005).
1 1 1
= + +
OD ln ( OD
ID ) OD 1 OD 1
+ × + ×
U o ho h od 2 kw ID h id ID hio
Keterangan :
ID = Diameter dalam koil (m)
OD = Diameter luar koil (m)
v = Kecepatan linear fluida dalam koil (m/s)
ρc = Densitas fluida dalam koil (kg/m3)
ρ = Densitas fluida dalam vessel (kg/m3)
µc = Viskositas fluida dalam koil (kg/m.s)
µ = Viskositas fluida dalam vessel (kg/m.s)
k = Koefisien konduktivitas termal (J/m.s.oC)
ho = Koefisien perpindahan panas pada vessel (J/m2.s.oC)
hi, hio = Koefisien perpindahan panas dalam koil (J/m2.s.oC)
dv = Diameter vessel (m)
Cp = Kapasitas panas cairan (J/kg.oC)
N = Kecepatan putar agitator (rps)
Uo = Koefisien transfer panas overall (J/m2.s.oC)
hid = Fouling factor bagian koil (J/m2.s.oC)
hod = Fouling factor bagian vessel (J/m2.s.oC)
kw = Konduktuvitas termal material melter (J/m.s.oC)
k. Pressure drop aliran air pendingin dalam koil (Coulson & Richardson,
2005)
Batas maksimum pressure drop yang berlaku untuk untuk steam adalah 5
psi.
( )( )
2
L ρ.v
∆ P=8 j f
ID coil 2
Keterangan :
∆P = Pressure drop (Pa)
4.2.3. Double Pipe Heat Exchanger (DPHE)
Unit yang dirancang dengan design DPHE adalah heater 1, 2, 4, 5, dan
cooler 1 (E-101, E-102, E-104, E-201, dan C-201). Kondisi proses perpindahan
panas yang terjadi pada unit HE berbeda-beda sesuai dengan proses sebelum
maupun setelah unit HE. Perancangan DPHE mengacu pada Process Heat
Transfer oleh Kern (1983). Perhitungan detail mengenai rancangan DPHE
terlampir pada Lampiran B. Tahapan perhitungan perancangan DPHE adalah
sebagai berikut:
1. Dimensi tube dan anulus
Dimensi tube dan anulus ditentukan melalui plotting pada gambar 4.__
dengan laju alir dan viskositas yang sesuai dengan fluida yang mengalami proses
perpindahan panas.
Gambar 4. 3 Penentuan diameter optimum pipa
Sumber : (Kern, 1983)
2. Long Mean Temperature Diferent (ΔTLMTD)
Keterangan
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
3. Temperatur kalorik (Tc & tc)
Untuk viskositas di bawah 1 cp dan beda temperatur di bawah 50oF :
( T 1 +T 2 ) ( t 1+t 2 )
Tc= dan tc=
2 2
Untuk viskositas di atas 1 cp :
Tc=T 2 + Fc ( T 1−T 2) dantc=t 2+ Fc ( t 2−t 1 )
Tc = Temperatur kalorik fluida panas (oF)
tc = Temperatur kalorik fluida dingin (oF)
Fc = Faktor temperatur kalorik
4. Luas penampang laju alir
Pipa dalam :
π ID2
a p= ............................................................... (4.13a)
4
Pipa Luar :
π ( D 2−D 1 )
2 2
a a= ............................................................... (4.13b)
4
D22−D21
De=
D1
ID = Inside diameter pipa bagian dalam (ft)
D2 = Inside diameter pipa bagian luar (ft)
D1 = Outside diameter pipa bagian dalam (ft)
De = Diameter ekuivalen (ft)
5. Mass velocity (G)
w
G=
a
G = Mass velocity (lb/jam.ft2)
w = Laju alir massa (lb/jam)
a = Luas penampang (ft2)
6. Bilangan Reynold (NRe) & Bilangan Prandlt (Pr)
D .G
NRe= ............................................................... (4.15a)
μ
D = Diameter (disesuaikan, De untuk anulus dan ID untuk pipa dalam)
Bilangan Reynold akibat pengadukan (NRe)
n . ρ. D
NRe= ............................................................... (4.15b)
μ
Bilangan Prandlt akibat pengadukan (Pr)
( )
1
c. μ
Pr= 3
k
n = Kecepatan putar pengaduk (rph)
ρ = Densitas fluida (lb/ft3)
μ = Viskositas fluida (lb/ft.jam)
Pr = Bilangan Prandlt
NRe = Bilangan Reynold
c = kapasitas panas (BTU/lb.oF)
k = konduktivitas termal (BTU/ft2.jam(oF/ft))
7. Koefisiensi perpindahan panas (hi dan ho)
k
h= j H . . Pr .θ
D
( )
0,14
μ
θ=
μw
Koreksi untuk h pipa dalam :
ID
hio=hi.
OD
h(i) = koefisiensi perpindahan panas pipa dalam (BTU/jam.ft2.oF)
h(o) = koefisiensi perpindahan panas pipa luar (BTU/jam.ft2.oF)
μw = viskositas fluida pada tw dan Tw ( lb/ft.jam)
8. Untuk mencari temperatur dinding pipa (Tw dan tw)
hio
θp
Tw=Tc+ ( Tc−tc ) ............................................................. (4.17a)
hio ho
+
θp θa
ho
θa
tw=tc+ ( Tc−tc ) ............................................................... (4.17b)
hio ho
+
θp θa
Tw = Temperatur dinding pipa dalam (oF)
tw = Temperatur dinding pipa luar (oF)
9. Koefisien perpindahan panas bersih (Uc)
hio . ho
Uc= ............................................................... (4.18)
hio +ho
10. Koefisien perpindahan panas desain (UD)
1 1
= + Rd ............................................................... (4.19)
U D Uc
11. Luas perpindahan panas (A)
Q=U D . A . ∆ t ............................................................... (4.20)
∆ Pr =
4 n V 2 62,5
.
sg 2 g 144 ( )
Keterangan :
ΔPT = pressure drop pada tube (psi)
f = friction factor (ft/in2) berasal dari hasil plotting pada Fig. 26 Kern (1983)
sg = spesific gravity
V = velocity (ft/s)
g = percepatan gravitasi (32,174 ft/s2)
b. Pressure drop pada shell
2
f . G s . Ds. ( N +1 )
∆ P S= 10
5,22.10 . De . sg . ϕ
dengan :
12 L
N +1=
B
Keterangan :
ΔPS = pressure drop pada shell (psi)
f = friction factor (ft/in2) berasal dari hasil plotting pada Fig. 29 Kern (1983)
B = baffle spacing (in)
Ds = diameter shell (ft)
De = diameter ekuivalen (ft)
METODE COULSON
1. Dimensi tube
Dimensi tube ditentukan dengan mengacu pada Coulson & Richardson
(2005), pemilihan diameter pipa yang biasa digunakan pada tube STHE adalah
sebesar 5/8 – 2 in. Besar diameter luar tube (Do) dan diameter dalam tube (Di)
bergantung pada ketebalan pipa yang dipilih (BWG number). Sedangkan panjang
tube (L) yang umum digunakan pada STHE adalah 6 – 24 ft.
2. Long Mean Temperature Diferent (ΔTLMTD)
Perhitungan ΔTLMTD menggunakan persamaan 4.__ dengan satuan
temperatur dalam K.
3. Faktor koreksi (Ft)
Perhitungan Ft dilakukan sesuai pada design STHE metode Kern
sebelumnya.
4. ΔTM
Perhitungan ΔTM dilakukan sesuai pada design STHE metode Kern
sebelumnya.
5. Luas area luar pipa
Q
A=
U trial . ∆T m
Keterangan :
A = luas area luar pipa (m2)
Utrial = koefisien perpindahan panas total (W/m2 oC) (tabel 12.2 dalam Coulson
& Richardson (2005))
6. Jumlah tube (Nt)
A
Nut =
π . L . Do
7. Dimensi shell
a. Tube pitch (Pt)
Jenis pitch yang biasa dipilih adalah square atau tringular pitch dengan
besar :
Pt = 1,25 . Do
b. Diameter bundle (Db)
( )
1
Nt n1
Db = Do
K1
[ ]
1/3
ρ L ( ρ L−ρ v ) g
hc = 0,95 . kL
µ L. Γ h
Nr -1/6
Wc
Γh =
L. Nt
2 Db
Nr = ( )
3 Pt
Keterangan :
Wc = laju alir kondensat total (kg/s)
Nr = Jumlah rata rata tube pada baris tube vertical
Nilai hctrial dapat diterima apabila nilainya tidak berbeda jauh dengan nilai
hctrial.
2) Tube Side Coefficient (kondensasi di Tube)
[ ]
1/3
ρ L ( ρ L−ρ v ) g
hcs = 0,76. kL
µ L. Γ h
2. Menentukan nilai Kv
Nilai Kv merupakan salah satu parameter penting dalam perancangan dan
pemilihan valve. Kv merupakan laju alir volumetrik spesifik pada valve. Untuk
fluida cair digunakan persamaan 4.1, sementara itu fluida gas menggunakan
persamaan 4.2a dan 4.2b.
Kv=Q
√ ρ
1000 ×∆ P
......................................................................... (4.1)
Bila ∆ P <
P1
2
Q
maka, Kv= N
514
QN
√ ρN ( T 1 +273,15 )
∆ P × P2
................................. (4.2a)
P1
Bila ∆ P >
2
maka, Kv= √ ρ ( T +273,15 ) ................... (4.2b)
257× P2 N 1
Keterangan
Kv = Koefisien laju alir fluida pada valve (m3/jam)
Q = Laju alir volumetrik pada kondisi operasi (m3/jam)
QN = Laju alir volumetrik pada kondisi normal (m3/jam)
ρ = Densitas pada aliran masuk (kg/m3)
ρN = Densitas pada kondisi normal (kg/m3)
∆P = Perbedaan tekanan (bar)
P1 = Tekanan aliran masuk (bar)
P2 = Tekanan aliran keluar (bar)
T1 = Temperatur masuk (oC)
D=
√ 4A
π
tm =t+c
PD
t=
2 ( SE+PY )
Keterangan :
tm = tebal pipa minimum (mm)
t = tebal pipa berdasarkan tekanan desain
c = total corrosion allowance (cm + cc)
cm = mechanical allowance = 0,02 in
cc = corrosion allowance = 1/8 in untuk aliran korosif; 1/16 in untuk
aliran non-korosif
P = tekanan desain (psi)
D = diameter pipa (mm)
S = Allowable stress (psi)
E = faktor sambungan (ERW = 0,85; EFW = 0,95)
Y = koefisisen (disesuaikan dengan bahan konstruksi dan ketebalan)
4.2.7. Pompa
Pompa adalah alat yang digunakan untuk memindahkan fluida dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menaikkan tekanan dari fluida. Pemilihan pompa
dilakukan dengan pemilihan jenis pompa, pemilihan pompa berdasarkan total
head dan kapasitas. Jenis pompa yang dipilih adalah pompa dinamik yaitu pompa
sentrifugal yang mengubah energi kinetik (kecepatan) fluida menjadi energi
potensial (dinamis) melalui sutau impeller yang berputar dalam casing. Pompa
sentrifugal digunakan karena kecepatan dan aliran yang dihasilkan fluida halus
(hampir konstan), dan biaya perawatannya tidak mahal.
Terdapat delapan pompa yang digunakan dalam proses produksi, dan
pemilihan pompa dilakukan dengan tahapan berikut :
1) Laju Alir Volumetrik Fluida (Q)
Laju alir volumetrik fluida dapat ditentukan menggunakan persamaan
berikut ;
F
Q=
ρ
Keterangan :
F = laju alir massa fluida (kg/jam)
ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
2) Laju Alir Linear Fluida (v)
Pompa terhubung dengan sistem perpipaan dan fluida yang mengalir
menuju pompa menyesuaikan dengan laju alir fluida yang masuk pada pompa
tergantung dari luas penampang pipa dan laju alir volumetrik fluida. Luas
penampang pipa (A) ditentukan menggunakan persamaan berikut :
A = ¼. π .ID
Keterangan : ID = Diameter dalam pipa (m)
Inside diameter pipa (ID) didapatkan dari perancangan pipa, sementara lajur
alir linear fluida dihitung menggunakan persamaan berikut :
Q
v=
3600. A
3) Total Head Pompa (H)
Total head pompa adalah perbedaan tekanan pada bagian discharge dan
suction pompa yang memiliki satuan meter (m) (McAllister, 2002). Total head
terdiri dari pressure head, static head, velocity heade, dan friction heard.
a) Pressure head (Hp)
Pressure head merupakan perbedaan tekanan pada discharge point dan
suction point pompa. Perhitungannya menggunakan persamaan berikut :
P 2−P1
HP =
g. ρ
Keterangan : g = percepatan gravitas (9,8 m/s2)
b) Static Head (Hz)
Static head adalah perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perbedaan
ketinggian dari titik tertinggi discharge dan suction terhadap pompa.
Perhitungannya menggunakan persamaan berikut :
Hz = z2-z1
Keterangan : z = ketinggian pipa (m)
c) Velocity Head (Hv)
Velocity head adalah tekanan yang disebabkan oleh perbedaan kecepatan
laju alir discharge point dan suction point pompa. Perhitungannya
menggunakan persamaan berikut :
v 22−v 21
Hv =
g
d) Friction Head (Hf)
Friction head adalah tekanan yang dihasilkan dari gesekan fluida dengan
sistem perpipaan. Tahapan perhitungannya adalah
Menghitung Panjang Pipa Total (∆ L)
Panjang pipa lurus dan panjang ekuivalen (Le) dari valve dan sambungan
dihitung untuk mendapatkan nilai. Tabel __ menunjukkan Le/D untuk
fitting atau valve pada sistem perpipaan denga jenis aliran turbulen.
Tabel 4. 3. Friction loss untuk Aliran Turbulen yang Melewati Fitting atau Valve
Tipe Fitiing dan Valve Equivalen Length of
Straight Pipe in Pipe
(Le/ID)
Elbow, 45 17
Elbow, 90 35
Tee 50
Return Bend 75
Coupling 2
Union 2
Gate Valve
Wide Open 9
Half Open 225
Globe Valve
Wide Open 300
Half Open 475
Angle valve, wide open 100
Check Valve
Ball 3500
Swing 100
Water meter, disk 350
(sumber : (Geankoplis, 1993))
Menghitung Nre
Bilangan Reynold (Nre) digunakan untuk menentukan jenis aliran. Aliran
laminar memiliki Nre< 2.100, aliran transisi memiliki 2.100<Nre<4.000,
sedangkan aliran turbulen memiliki nilai Nre>4.000. Perhitungan Nre
dilakukan untuk memastikan bahwa aliran fluida pada pipa turbulen dan
tidak terjadi fouling. Perhitungan nilai Nre dapat dihitung menggunakan
persamaan :
ID . v . ρ
Nre=
μ
Menghitung Relative Roughness
Relative roughness dapat dihitung menggunakan persamaan :
ε
Relative Roughness¿
IDp
Keterangan : ε = equivalent roughness dari pipa baru (m)
Menentukan fanning friction factor ( f )
Nilai friction factor ( f ) yang dihitung berdasarkan jenis aliran fluida,
untuk aliran fluida turbulen, nilai f dituntukan menggunakan moddy chart,
yang ditunjukkan pada Tabel__, dengan memplot Nre dan relative
roughness.
Gambar 4. 4. Fanning Friction Factor untuk Fluida pada Pipa (Moody Chart)
(sumber : (Geankoplis, 1993))
( )
2
A1
Kex = 1−
A2
Head loss untuk kontraksi (hc) atau pengecilan tiba-tiba pada aliran dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut (Geankoplis Christie, et al.,
2018):
2
v
hc = Kc 2
2g
( )
2
A2
Kc = 0,55 1−
A1
Keterangan :
Kex = Koefisien expansion-loss
Kc = Koefisien contraction-loss
Menghitung Friction Head (Hf)
Friction head dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
(Geankoplis Christie, et al., 2018):
2 2 2
v v
Hf = 4 f ∆ L v + K ex 1 + K c 2
IDp 2 g 2g 2g
Hf = Ff + hex + hc
Keterangan : Hf = Friction head (m)
e) Menghitung Total Head (H)
Perhitungan total head (H) untuk pompa menggunakan persamaan berikut :
H = Hp + Hz + Hv + Hf
4) Pemilihan Pompa
Pompa dipilih dengan memlotkan kebutuhan proses yaitu laju alir
volumetrik dan total head pada kurva katalog pompa, yang disediakan oleh
vendor. Data yang akan didapatkan adalah diameter suction dan discharge
pompa, dan diameter impeller.
5) Penentuan Efisienvsi, Daya dan Kecepatan Rotasi Pompa
Pompa yang dipilih memiliki kurva karaktertik pompa. Efisiensi, daya dan
RPM pompa yang digunakan didapatkan dari kurva karakteristik pompa dengan
memplot total head dan laju alur volumetrik fluida.
6) Pemilihan Jenis Impeller
Jenis impeller ditentukan dengan mencari nilai kecepatan spesifik (Ns) pada
kondisi best efficiency point (BEP). Ns dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut :
N √QBEP
Ns = ( 34 )
H BEP
Keterangan :
N = Kecepatan rotasi impeller (RPM)
Q = Kapasitas pada BEP (GPM)
H = Head pada BEP (ft)
Nilai Ns yang telah dihitung, diplotkan pada Gambar__ untuk mendapatkan
jenis impeller yang sesuai.
Anulus
Outside diameter (mm) 273,05
Tebal dinding pipa (mm) 13,97
Pipa
Outside diameter (mm) 219,08
Tebal dinding pipa (mm) 16,36
Scraper
Diameter rotor 73,787
Jumlah blade 2
Blade gap (mm) 15
Daya Motor (kW) 15
NOZZEL
A 1 ½ in Umpan
B 1 ½ in Produk Ket. dimensi tercantum dalam milimeter
4.3.6. Heater (E-101, E-102, E-103, E-104, E-105, dan E-201)
Tabel 4. 6. Hasil Perancangan E-101
HEATER
Nama alat Heater 1
Kode alat E-101
Fungsi Memanaskan larutan umpan CHO sebelum masuk ke Reaktor
(R-101)
Jenis Double Pipe Heat Exchanger
Beban panas 455.805,21kJ/jam
Luas perpindahan panas 49,76 ft2
Pipe
Fluida Umpan CHO Sch No. 40
Laju alir 6.774,4 kg/jam Diameter dalam 52,5 mm
Temperatur masuk 83,7 oC Luas Permukaan 0,0022 m2
Temperatur keluar 110 oC Pressure drop 0,063 bar
Tekanan masuk 1 atm Bahan Stainless Steel
Anulus
Fluida steam Sch No. 40
Laju alir 491 kg/jam Hair Pin 2
Temperatur masuk 170,4 C
o
Diameter dalam 77,93 mm
Temperatur keluar 170,4 C
o
Diameter luar 88,9 mm
Tekanan masuk 8 bar Pressure drop 0,049 bar
Panjang tube 6.096 mm Bahan Carbon steel
Nozzle and Manways
A Masukkan CHO
B Keluaran CHO
C Masukkan
steam
D Keluaran steam
4.3.2.
Tabel 4. 23 Lembar Spesifikasi Desain V-103
EXPANSION VALVE (V-103)
Jenis Pressure Reducing Valve
Kode V-103
Fungsi Menurunkan tekanan pada aliran amoniak
KONDISI OPERASI
Fasa fluida Dominan cair
Laju alir volumetrik (m /jam)
3
5,72
Kvs (m3/jam) 5,06
Temperatur masuk ( C)
o
-15
Temperatur keluar ( C)
o
-33
Tekanan masuk (bar) 2,5
Tekanan keluar (bar) 1,2
SPESIFIKASI
Vendor Mankenberg
Kode produk DM-152
Material CrNiMo-steel
Kvs (m /jam)
3
6
Nominal diameter 40
Kapasitas tekanan masuk (bar) <8
Setting pressure (bar) 0,8-2,5
Nominal Pressure 10/6
Berat (kg) 2,5
DIMENSI (mm)
AE1 120
AE2 120
C 200
D 138
4.3.3.
Tabel 4. 24 Lembar Spesifikasi Desain V-201
EXPANSION VALVE (V-201)
Jenis Pressure Reducing Valve
Kode V-201
Fungsi Menurunkan tekanan pada aliran umpan FD-201
KONDISI OPERASI
Fasa fluida Dominan
gas
Laju alir volumetrik 26,82
(m3/jam)
Kvs (m3/jam) 17,13
Temperatur masuk (oC) 120
Tekanan masuk (bar) 0,993
Tekanan keluar (bar) 0,912
SPESIFIKASI
Vendor Mankenberg
Kode produk DM-152
Material Stainless
steel 316L
Kvs (m3/jam) 22
Nominal diameter 40
Kapasitas tekanan masuk
<8
(bar)
Setting pressure (bar) 0,3-1,1
Nominal Pressure 10/2,5
Berat (kg) 6,5
DIMENSI (mm)
AE 115
C 230
D 200
4.3.5. Pompa (P-101, P-102, P-103, P-104, P-105, P-106, P-107, P-201, P-202,
P-203)
Tabel B. 1. Hasil Perancangan P-101, P-102, P-103
Kode Alat P-101 P-102 P-103
Fungsi Mengalirkan CHO Mengalirkan Mengalirkan air
dari ML-101 menuju Oleum dari T-101 dari T-103 menuju
R-101 menuju ke R-101 MX-101
Tipe Pompa Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal
KONDISI OPERASI
Laju Volumetrik (Q) 7,042 m /jam
3
4,766 m3/jam 20,878 m3/jam
Head Total (H) 8,130 m 13,451 m 11,92 m/s
KARAKTERISTIK POMPA
Vendor MILANO MILANO MILANO
Jenis 50-32-160 50-32-200 65-40-200
Diameter Suction 50 mm 50 mm 65 mm
Diameter Discharge 32 mm 32 mm 40 mm
Diameter Impeller 160 mm 200 mm 200 mm
Kecepatan Impeller 9.600 rpm 9.900 rpm 12.360 rpm
Efisiensi 54% 50% 59%
Daya 0,39 kW 0,27 kW 1,1 kW
NPSHr 2,0 m 3,5 m 1,3 m
QBEP 10,50 m /jam
3
11,5 m /jam
3
19,5 m3/jam
HBEP 8,25 m 11,5 m 13,4 m
Jenis Impeller Mixed Flow Mixed Flow Mixed Flow
Tabel B. 2. Hasil Perancangan P-104, P-105, P-106
Kode Alat P-104 P-105 P-106 P-107
Fungsi Mengalirkan Mengalirkan produk Mengalirkan Mengalirkan
NH3 dari T-103 R-101 menuju produk MX-101 Produk R-102
menuju V-101 MX-101 menuju R-102 menuju DC-201
Tipe Pompa Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal
KONDISI OPERASI
Laju Volumetrik (Q) 5,369 m3/jam 12,065 m3/jam 33,13 m3/jam 34,89 m3/jam
Head Total (H) 16,090 m 10,15 m 16,510 m 3,37 m
KARAKTERISTIK POMPA
Vendor MILANO MILANO MILANO PEDROLLO
Jenis 50-32-200 50-32-200 80-50-250 F4 50/125
Diameter Suction 50 mm 50 mm 80 mm 65 mm
Diameter Discharge 32 mm 32 mm 50 mm 50 mm
Diameter Impeller 200 mm 200 mm 250 250 mm
Kecepatan Impeller 13.020 rpm 11.700 rpm 14.040 rpm 1450 rpm
Efisiensi 39% 50,5% 66,2% 59%
Daya 0,57 kW 0,675 kW 2,5 kW 0,59 kW
NPSHr 3,5 m 2,0 m 1,4 m 4,7 m
QBEP 13,7 m /jam
3
11,8 m /jam
3
35,5 m3/jam 27 m3/jam
HBEP 14,5 m 11,50 m 19,80 m 4,75 m
Jenis Impeller Mixed Flow Mixed Flow Axial Flow Francis vane
Tabel B. 3. Tabel Hasil Perancangan P-201, P-202, P-203
Kode Alat P-201 P-202 P-203
Fungsi Mengalirkan produk Mengaliran cairan Mengalirkan cairan
atas DC-201 menuju dari MP-2 menuju dari MP-1 menuju
EV-201 EV-202 CR-201
Tipe Pompa Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal
KONDISI OPERASI
Laju Volumetrik (Q) 9,62 m3/jam 1,63 m3/jam 8,24 m3/jam
Head Total (H) 8,425 m 18,640 m 12,827 m
KARAKTERISTIK POMPA
Vendor MILANO CALPEDA MILANO
Jenis 50-32-160 NM-1 50-32-200
Diameter Suction 50 mm 33,25 mm 50 mm
Diameter Discharge 32 mm 33,25 mm 32 mm
Diameter Impeller 160 mm 144 m 200 mm
Kecepatan Impeller 10380 rpm 2900 rpm 10980 rpm
Efisiensi 56% 32,5% 47,5%
Daya 0,43 kW 0,31 kW 0,575 kW
NPSHr 1,6 m 1,1 m 2,25
QBEP 10,5 m /jam
3
2,6 m /jam
3
11,4 m /jam
3