Anda di halaman 1dari 93

BAB IV

RANCANGAN DAN SPESIFIKASI ALAT

4. 1. Perancangan Alat Utama


Alat utama pada proses pembuatan kaprolaktam ini meliputi unit proses
dan operasi untuk pemurnian. Peralatan utama yang digunakan meliputi reaktor,
dekanter, evaporator, flash drum, crystallizer dan centrifuge. Pada sub bab berikut
ini akan dipaparkan langkah perancangan alat utama.
4.1.1. Reaktor (R-101)
Reaktor 1 (R-101) merupakan unit untuk mereaksikan CHO dengan
katalasi Oleum untuk membentuk kaprolaktam. Reaktor 1 (R-101) ini
dioperasikan secara kontinyu dengan jenis reaktor continuous stireed tank reactor.
Reaksi berlangsung pada suhu 110oC dan secara eksotermis sehingga reaktor
dilengkapi dengan pendingin untuk menjaga reaksi tetap pada suhu yang
dikehendaki. Media pendingin yang digunakan adalah air pendingin dengan suhu
masuk 30oC dan keluar 50oC. Perancangan pada reaktor 1 meliputi beberapa hal
sebagai berikut.
1. Menentukan Volume Reaksi

V
τ=
Qv
Menghitung volume reaksi dengan faktor kelonggaran atau safety sebesar
20% dari volume cairan.
2. Menghitung Dimensi Reaktor
Penentuan dimensi reaktor dilakukan melalui tahapan-tahapan seperti
menghitung diameter tangki, tinggi cairan, jarak pengaduk dari dasar tangki,
lebar baffle, diameter, lebar dan panjang impeller yang mengacu pada Walas
(1990) dengan desain seperti yang ditunjukkan pada Gambar
Gambar. Dasar Desain Tangki Berpengaduk
Sumber : (Walas 1990)

Dt ¿

3 4 Vc
π
Diameter Impeller antara 0,3-0,6 (Walas 1990)
d
=0,40
Dt
H
C =
2
d
i =
8
Dt
W =
12
W
Ou =
6
d
OI =
2
LB = H-Ou-OI
Keterangan:

H = Tinggi cairan
Dt = Diameter tangki
d = Diameter impeller
W = Lebar baffle
C = Jarak impeller ke dasar tangki
B2 = Jarak cairan ke lower radial impeller
i = Tebal lower radial impeller
W = Baffle width
Ou = Offset upper
Ol = Offset lower
LB = Panjang baffle

3. Menghitung Ketebalan Dinding Tangki


PR
t s=
SE−0,6 P

4. Ketebalan Head dan Bottom

Material shell dan head harus ditentukan terlebih dahulu sebelumnya.


Jenis head dipilih berdasarkan tekanan operasi. Karena pada proses produksi
kaprolaktam ini tekanan operasi secara keseluruhan adalah ±1 atm, maka
dipilih jenis torisphreical dished head (untuk tekanan desain 15-200 psig).
Perancangan dimensi head dihitung melalui beberapa langkah sebagai berikut.
Persamaan intensifikasi stress sebagai berikut.

W=
1
4( √ )
3+
rc
icr
(Brownell and Young 1959)

Dimana : icr : Inside corner radius = 6,5 in


Rc : crown radius = 102 in
Setelah penentuan faktor intensifikasi stress, kemudian dilakukan perhitungan
tebal head dan bottom menggunakan persamaan sebagai berikut
P. r c .W
th = +C (Brownell and Young 1959)
2. f . E−0,2 P
Keterangan:
P = tekanan desain (psig)
Rc = crown radius (in)
F = maxium allowable stress (psi)
E = Efisiensi sambungan
C = corrosion allowance (in)
5. Penentuan Tinggi Head
 Depth of dish (b)

√ 2
b=r− ( r −icr ) − ( ID2 −icr )
Keterangan :
ts = Tebal dinding shell (in)
P = Tekanan desain (psi)
S = Allowable stress (psi)
E = Faktor sambungan = 0,85 untuk ERW
R = Jari-jari reaktor (in)
th = Tebal dinding head (in)
b = Depth of dish (in)
r = Crown radius (in)
irc = Knuckle radius (in)
ID = Inside diameter (in)

 Tinggi head (Hhead)


Hhead = th + sf + b
Dimana sf yaitu straight flange didapat dari tabel 5.8 Brownell and Young
hal. 88

6. Penentuan Tinggi Shell dan Tinggi Reaktor


 Tinggi Shell ( Hs )
V shell = ¼ x π x Dt2 x Hs
4 x V shell
Hs =
π x Dt 2
 Tinggi Reaktor (Ht)
Ht = H shell + H head + H bottom
7. Penentuan Jenis Pengaduk, Jumlah Pengaduk dan Kecepatan Putar
 Jenis Pengaduk
Berdasarkan nilai viskositas fluida dan volume tangki dapat diketahui jenis
agitator yang digunakan dengan memplotkan pada Gambar

Gambar . Pedoman Pemilihan Jenis Agitator


Sumber : (Coulson and Richardson 2005)

 Jumlah Pengaduk
Jumlah pengaduk dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :
WELH Hc x sg
Jumlah pengaduk = =
ID ID
Keterangan :
WELH = Water Equivalent Liquid High
ID = diameter dalam tangki (m)
Sg = specific gravity
Hc = tinggi cairan
 Penentuan Kecepatan Pengaduk
Kecepatan pengaduk dapat dihitung dengan persamaan berikut :
N =
600
π x Da
x

WELH
2 x Da
Da = Diameter Impeller
8. Penentuan Daya Motor
 Menghitung Nre
D2 N ❑ ρ
Nre =
μ

Dari nilai nre diplot pada grafik power correlaction . Dari grafik tersebut
didapat Np (power number) untuk menghitung daya motor.
 Daya Motor
Penentuan daya motor menggunakan persamaan berikut:
P
Np = (Coulson and Richardson 2005)
D N3 ρ
5

D5 N 3 ρ
P =
Np
Dimana: D = diameter impeller (m)
N = kecepatan pengaduk (rps)
Np= power number
P = daya (watt)
9. Pendingin Vessel

Jenis pendingin untuk vessel dengan atau tanpa pengaduk yang dapat
digunakan adalah jaket pendingin dan internal coil. Dalam penentuan jenis
pendingin, perlu ditinjau luas perpindahan panas yang dibutuhkan sesuai kalor
yang dilepas oleh sistem reaksi. Untuk jaket pendingin, luas perpindahan panas
terbatas pada luas selimut vessel yang terendam oleh cairan. Sementara pendingin
koil internal terbatas pada ketinggian cairan dalam vessel (tinggi koil tidak boleh
melebihi tinggi cairan dalam vessel). Dengan demikian, secara garis besar koil
pendingin mampu memberikan luas perpindahan panas yang lebih tinggi daripada
jaket pendingin (Coulson & Richardson, 2005).
Perancangan koil pendingin secara garis besar melewati beberapa tahap
sebagai berikut ini.
a. Penentuan diameter dan tebal dinding koil (Coulson & Richardson, 2005)
IDcoil = ID reaktor/30
ID koil perlu divalidasi dengan mencek kecepatan linear air pendingin.
Bila kecepatan melebihi erosional velocity (15ft/s), maka diameter harus
diperbesar. Namun, bila di bawah 3 ft/s maka diameter harus diperkecil. Untuk
menghitung tebal dinding koil, perumusan yang digunakan sama seperti
penentuan schdule number pada pipa lurus.
PD
t=
2 ( SE+ PY )
b. Mengitung ∆T LMTD
( T 1−t 2 )−( T 2−t 1 )
LMTD=
ln ( T 1−t 2 ) / ( T 2−t 1 )
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
c. Menetapkan Uo trial dan menghitung A trial
Nilai Uo untuk fluida aqueous solution adalah 400-700 W/m2.oC (Coulson
& Richardson, 2005). Untuk menghitung A trial digunakan persamaan sebagai
berikut.
Q=U o . A . ∆ T LMTD
d. Menghitung tinggi koil
Tinggi koil terpasang merupakan jumlah dari tumpukan koil sesuai dengan
diameter luarnya dan jarak antar koil dalam tumpukan. Tinggi koil terpasang tidak
boleh melebihi tinggi cairan (reaksi) dalam vessel.
H coil = (Nc-1) Jsp + Nc.ODcoil
L
Nc=
Lhe
A trial
L=
keliling penampang koil
1 1
Lhe= π (DH ¿ ¿ 2+ Jsp2 )+ πDH ¿
2 2
DH = 0,8 ID reaktor
Jsp = 2 x OD coil
Keterangan :
H coil = Tinggi tumpukan koil (m)
Nc = Jumlah lengkungan koil
L = Panjang lurus koil (m)
Lhe = Panjang lengkungan 1 koil (m)
DH = Diameter helix (m)
Jsp = Jarak antar koil dalam tumpukan (m)
Karena terdapat tambahan koil, maka volume total akan bertambah dan
berakibat pada tinggi total yang meningkat juga. Tinggi total ini tidak boleh
melebihi tinggi shell yang telah ditetapkan.
e. Validasi nilai Uo trial
Validasi mengikuti rumus yang terdapat pada (Coulson and Richardson
2005). Bila hasil perhitungan Uo lebih dari Uo trial, maka desain koil pendingin
dapat diterima
- Koefisiensi perpindahan panas dalam koil

( )( )
0,8 0,33
( hi pipa lurus ) ID coil ID coil . v . ρ c Cp c . µc
=0,023
k µc k

hi coil=hi pipalurus 1+ 3,5( ID


DH )
- Koefisien perpindahan panas luar koil (bagian reaktor)

( )( )
0,62

( )
0,14 1 /3 2
ho . ID reaktor μair Cp μ D impeller . N ρ
=0,087
k μ k μ
- Koefisien perpindahan panas overall (bagian reaktor)
1 1 x w ODkoil ODkoil Ri ODkoil
= + + + Ro+
U o ho k w Dw hi IDkoil IDkoil

Tebal SHELL and Head


Material shell dan head harus ditentukan terlebih dahulu sebelumnya. Jenis
head dipilih berdasarkan tekanan operasi. Karena pada proses produksi
kaprolaktam ini tekanan operasi secara keseluruhan adalah ±1 atm, maka dipilih
jenis torisphreical dished head (untuk tekanan desain 15-200 psig). Perancangan
tebal shell dan dimensi head dihitung melalui beberapa langkah sebagai berikut.
a. Tebal dinding shell
PR
t s=
SE−0,6 P
b. Penentuan outside diameter standar
Diameter luar reaktor dipilih berdasarkan standar diameter luar untuk head
dan tebal dinding untuk shell (Brownell & Young, 1959).
c. Tebal head
th = 1,767 ts
d. Depth of dish (b)


b=r− ( r −icr ) −
2
( ID2 −icr )
Keterangan :
ts = Tebal dinding shell (in)
P = Tekanan desain (psi)
S = Allowable stress (psi)
E = Faktor sambungan = 0,85 untuk ERW
R = Jari-jari reaktor (in)
th = Tebal dinding head (in)
b = Depth of dish (in)
r = Crown radius (in)
irc = Knuckle radius (in)
ID = Inside diameter (in)

PENDINGIN VESSEL
Jenis pendingin untuk vessel dengan atau tanpa pengaduk yang dapat
digunakan adalah jaket pendingin dan internal coil. Dalam penentuan jenis
pendingin, perlu ditinjau luas perpindahan panas yang dibutuhkan sesuai kalor
yang dilepas oleh sistem reaksi. Untuk jaket pendingin, luas perpindahan panas
terbatas pada luas selimut vessel yang terendam oleh cairan. Sementara pendingin
koil internal terbatas pada ketinggian cairan dalam vessel (tinggi koil tidak boleh
melebihi tinggi cairan dalam vessel). Dengan demikian, secara garis besar koil
pendingin mampu memberikan luas perpindahan panas yang lebih tinggi daripada
jaket pendingin (Coulson & Richardson, 2005).
Perancangan koil pendingin secara garis besar melewati beberapa tahap
sebagai berikut ini.
f. Penentuan diameter dan tebal dinding koil (Coulson & Richardson, 2005)
IDcoil = ID reaktor/30
ID koil perlu divalidasi dengan mencek kecepatan linear air pendingin.
Bila kecepatan melebihi erosional velocity (15ft/s), maka diameter harus
diperbesar. Namun, bila di bawah 3 ft/s maka diameter harus diperkecil. Untuk
menghitung tebal dinding koil, perumusan yang digunakan sama seperti
penentuan schdule number pada pipa lurus.
PD
t=
2 ( SE+ PY )
g. Mengitung ∆T LMTD
( T 1−t 2 )−( T 2−t 1 )
LMTD=
( T 1−t 2 )
ln
( T 2−t 1 )
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
h. Menetapkan Uo trial dan menghitung A trial
Nilai Uo untuk fluida aqueous solution adalah 250-500 W/m2.oC (Coulson
& Richardson, 2005). Untuk menghitung A trial digunakan persamaan sebagai
berikut.
Q=U o . A . ∆ T LMTD
i. Menghitung tinggi koil
Tinggi koil terpasang merupakan jumlah dari tumpukan koil sesuai dengan
diameter luarnya dan jarak antar koil dalam tumpukan. Tinggi koil terpasang tidak
boleh melebihi tinggi cairan (reaksi) dalam vessel.
H coil = (Nc-1) Jsp + Nc.ODcoil
L
Nc=
Lhe
A trial
L=
keliling penampang koil
1 1
Lhe= π (DH ¿ ¿ 2+ Jsp2 )+ πDH ¿
2 2
DH = 0,8 ID reaktor
Jsp = 2 x OD coil
Keterangan :
H coil = Tinggi tumpukan koil (m)
Nc = Jumlah lengkungan koil
L = Panjang lurus koil (m)
Lhe = Panjang lengkungan 1 koil (m)
DH = Diameter helix (m)
Jsp = Jarak antar koil dalam tumpukan (m)
Karena terdapat tambahan koil, maka volume total akan bertambah dan
berakibat pada tinggi total yang meningkat juga. Tinggi total ini tidak boleh
melebihi tinggi shell yang telah ditetapkan.
j. Validasi nilai Uo trial
Bila hasil perhitungan Uo memiliki penyimpangan ±30% terhadap Uo
trial, maka desain koil pendingin dapat diterima
- Koefisiensi perpindahan panas dalam koil

( )( )
0,8 0,33
( hi pipa lurus ) ID coil ID coil . v . ρ c Cp c . µc
=0,023
k µc k

(
hi coil=hi pipalurus 1+ 3,5
ID
DH )
ID
hio=hi coil
OD

4.1.2. Reaktor (R-102)


Reaktor 2 (R-102) merupakan unit untuk menetralkan asam sulfat oleh gas
amoniak. Oleh karena itu, jenis reaktor yang digunakan merupakan reaktor 2 fasa
(gas-cair). Reaktor 2 (R-102) ini dioperasikan secara kontinu dengan umpan cair
memasuki reaktor melalui atas kolom sementara umpan gas melalui sparger pada
bagian bawah kolom sebagai distributor gas. Reaksi berlangsung pada suhu 90 oC
dan secara eksotermis sehingga reaktor dilengkapi dengan pendingin untuk
menjaga reaksi tetap pada suhu yang dikehendaki. Media pendingin yang
digunakan adalah air pendingin dengan suhu masuk 30oC dan keluar 50oC.
Perancangan pada reaktor gas cair meliputi beberapa hal sebagai berikut.
1. Pemilihan material reaktor
Material dipilih berdasarkan korosifitas fluida dalam reaktor. Untuk R-102
fluida yang terlibat termasuk korosif (asam sulfat). Oleh karena itu dipilih
stainless steel 316L.
2. Pemilihan jenis reaktor
Reaksi pada reaktan fasa gas-cair selalu terjadi pada fasa cairnya. Dengan
kata lain, gas akan berdifusi ke lapisan cairan dan bereaksi dengan reaktan fasa
cair. Tempat terjadinya reaksi dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu pada
lapisan (film) cairan atau di dalam (bulk) cairan. Bilangan hatta dapat digunakan
untuk menentukan tempat terjadinya reaksi. Bilangan hatta dapat didefinisikan
sebagai hasil pembagian atas konversi maksimum yang mungkin terjadi pada film
terhadap difusi maksimum gas melalui film. Perumusan dan ketentuan yang
berlaku untuk bilangan hatta adalah sebagai berikut.

β=
√ k .C AL. D BL (Coulson & Richardson, 2017)
k BL
Bila :
β > 2, reaksi terjadi pada lapisan (film) cairan (region I)
0,02 < β < 2, reaksi terjadi pada daerah transisi (region II)
0,02 < β < 2, reaksi berlangsung lambat dan terjadi di dalam (bulk) cairan (region
III)
Bila suatu reaksi fasa gas-cair memiliki bilangan hatta yang tinggi, perlu
dipilih reaktor yang mampu menyediakan luas permukaan (interfacial area) yang
tinggi karena reaksi terjadi pada lapisan cairan seperti, kolom ber-packing.
Sementara itu, untuk reaksi dengan bilangan hatta yang rendah, diperlukan
volume cairan yang besar. Pada kondisi ini reaktor bubble atau agitated tank
reactor dapat digunakan (Levenspiel, 1999; Coulson & Richardson, 2017).
a. Difusivitas gas pada fasa cair
−13 0.5
1,173× 10 ( ∅ . Mr ) T
D BL = 0,6 (Coulson & Richardson, 2005)
μV m

b. Koefisien transfer massa gas di fase cair

( )( )
1 1
g. μ D BL . ρ 2
k BL=0,42 3
(Froment & Bischoff, 1979)
ρ μ
Keterangan :
β = Bilangan Hatta
k = Konstanta kecepatan laju reaksi
CAL = Konsentrasi reaktan cair (kmol/m3)
DBL = Difusivitas gas (m2/s)
kBL = Koefisien transfer massa gas B di fase cair (m.s)
g = Gravitasi bumi = 9,8 m/s2
∅ = Faktor asosiasi untuk pelarut = 2,6 atau 2,26 (untuk air)
Mr = Massa molekul relatif (kg/kmol)
T = Temperatur (K)
Vm = Volume molar solut pada titik didihnya = 0,0258 m 3/kmol (untuk gas
amoniak)
ρ = Densitas fluida cair (kg/m3)
μ = Viskositas fluida cair (cP)

3. Penentuan volume, diameter, dan tinggi shell


Penentuan diameter reaktor bubble dilakukan di awal perhitungan
berdasarkan volume reaksi (sebelum pertimbangan holdup gas). Di akhir
perhitungan, diameter reaktor perlu dikoreksi dengan diameter vessel standar.
Persamaan yang terlibat adalah sebagai berikut.
a. Menghitung volume reaksi
V
τ=
Qv
b. Menentukan diameter shell
Pada penerapan bubble reactor skala industri, rasio tinggi dan diameter
pada umumnya adalah 1,5 – 20 (Green & Perry, 2008). Bergantung pada
kebutuhan perpindahan panas. Maka,
2
π .D ( )
V= H
4
Diameter reaktor sesungguhnya akan disesuaikan dengan diameter kolom
standar yang tersedia di pasaran. Oleh karena itu, pada akhir hitungan akan
dihitung spesifikasi reaktor beserta parameternya dengan koreksi diameter reaktor.
c. Menentukan volume shell
'
V =V ( 1−ε G )
'
V shell=V ( 1−f k )
d. Menentukan tinggi shell
V shell= Ar . H shell
V shell
H shell=
()
1
4
π D2

Keterangan :
τ = waktu tinggal rata-rata (jam)
Qv = Laju alir volumetrik produk (m3/jam)
D = Diameter reaktor (m)
H = Tinggi reaksi (m)
εG = holdup gas
fk = Faktor kelonggaran (20%)
V = Volume reaksi (m3)
V’ = Volume reaksi dengan pertimbangan holdup gas (m3)
V reaktor = Volume reaktor (m3)
Ar = Luas penampang reaktor (m2)

4. Penentuan dimensi sparger


Sparger berfungsi sebagai pendispersi gas pada kolom bubble. Sparger
yang dipilih adalah perforated plate dengan rentang diameter 3-12 mm. Desain
sparger tidak terlalu diperhatikan untuk kecepatan superficial gas di atas 5 – 10
cm/s (Green & Perry, 2008). Perforated plate yang digunakan dapat diambil dari
vendor seperti Arrow Metal.
5. Perhitungan parameter operasi reaktor (kecepatan superfisial gas,
kecepatan terminal gas (bubble rise velocity), luas permukaan
interface, gas holdup)
a. Kecepatan superfisial gas (Treybal, 1981)
Qg
v sg =
Ar

b. Diameter gelembung (Perry & Green, 2008)

( )
db 6σ 1
= 2 3
d o d o ( ρ L −ρg )

c. Kecepatan terminal gas (Treybal, 1981)

[( )]
1

)(
2σ g . Db 2
v t= +
d b ρL 2

d. Gas holdup (Froment & Bischoff, 1979)


( 18 ) v 34
( )( )
1
μL 4 σ L.g −
ε G=1,2 sg
σL ρL

e. Luas permukaan interface (Treybal, 1981)


6 εG
a=
Db
Keterangan :
vsg = Kecepatan superfisial gas (m/s)
Qg = Laju alir volumetrik gas (m3/s)
db = Diameter bubble (m)
do = Diameter hole sparger (m)
σ = Tegangan permukaan cairan (N/m)
vt = Kecepatan terminal gelembung [bubble rise velocity] (m/s)
a = Luas permukaan interface (/m)

6. Penentuan tebal shell dan dimensi head


Perancangan tebal reaktor dan head pada reaktor bubble ini dilakukan
seperti pada tahap perancangan tebal reaktor dan head pada CSTR (R-101).

7. Menghitung pressure drop reaktor


Pressure drop pada reaktor bubble merupakan total dari dry pressure
drop, hydraulic head, dan residual gas pressure drop.
a. Dry pressure drop (∆ P D )
Dry pressure drop merupakan penurunan tekanan aliran gas akibat friksi
pada hole sparger. Untuk menentukan head (hD) dapat diselesaikan melalui
persamaan sebagai berikut (Treybal, 1981).

[ ( ) ( )]
2
V .ρ A 4. L. f A
h D = o g Co 0,4 1,25− o + + 1− o
2. g . ρL An do An

( )
0,25
do
C o=109
L
0,25
0,079
f=

d o . V o . ρg
ℜ=
μg
∆ P D= ρ. g . h D
Keterangan :
hD = head dry pressure drop (m)
Vo = Laju alir gas tiap hole sparger
Co = Koefisien hole sparger
Ao = Luas penampang hole sparger (m2)
An = Luas penampang sparger (m2)
L = Tebal sparger (m)
do = Diameter hole sparger (m)
f = friksi
Re = Bilangan Reynold

b. Hydraulic pressure drop (∆ P L)


Hydraulic head merupakan total head yang diakibatkan oleh gaya
hidrostatis cairan dalam reaktor. Tinggi yang digunakan merupakan tinggi gas
terdispersi atau tinggi reaksi (hl).
∆ P L =hl ( ε G . ρG +ε L ρ L ) g
Keterangan :
hl = Ketinggian reaksi (setelah mempertimbangkan gas holdup) (m)
c. Residual gas pressure drop (∆ P R ¿
Penurunan tekanan akibat pembentukan gelembung gas dalam reaktor
(Treybal, 1981).
6. σ L
h R=
ρ L . do . g
∆ P R= ρ. g . hR

d. Total pressure drop


∆ Ptot =∆ PD + ∆ P L +∆ P R

8. Penentuan spesifikasi pendingin reaktor


Langkah perancangan spesifikasi pendingin pada R-102, mengikuti
perancangan pada CSTR (R-101). Namun, persamaan yang digunakan untuk
perhitungan koefisien perpindahan panas bagian kolom reaktor bubble adalah
sebagai berikut (Shah, et al., 1982).
−1
ho
=0,1 ( ℜ . F r G . Pr )
' 2 4
ρL Cp v sg
v sg . d b . ρ L
ℜ=
μL
2
' v sg
F r G=
g . db
Cp. μ L
Pr=
k
Sementara itu, untuk menghitung koefisien perpindahan panas overall
digunakan persamaan di bawah ini. Nilai fouling factor untuk air pendingin dari
cooling tower adalah 3.000 – 6.000 (J/m2.s.oC) sedangkan untuk aqueous salt
solution adalah 3.000 – 5.000 (J/m2.s.oC) (Coulson & Richardson, 2005).

1 1 1
= + +
OD ln ( OD
ID ) OD 1 OD 1
+ × + ×
U o ho h od 2 kw ID h id ID hio

Keterangan :
Uo = Koefisien transfer panas overall (J/m2.s.oC)
hi, hio = Koefisien perpindahan panas dalam koil (J/m2.s.oC)
hid = Fouling factor bagian kolom (J/m2.s.oC)
hod = Fouling factor bagian koil (J/m2.s.oC)
v = Kecepatan linear fluida dalam koil (m/s)
ho = Koefisien perpindahan panas pada kolom (J/m2.s.oC)
db = Diameter gelembung (m)
Cp = Kapasitas panas cairan (J/kg.oC)
k = Koefisien konduktivitas termal (J/m.s.oC)
Re = Bilangan Reynold
Fr’G = Bilangan Froude untuk fasa gas
Pr = Bilangan Prandtl

k. Pressure drop aliran air pendingin dalam koil (Coulson & Richardson,
2005)
Langkah perhitungan pressure drop untuk koil pendingin mengikuti
perhitungan pada CSTR (R-101).

9. Penentuan insulator reaktor


Langkah perancangan insulator untuk R-102 mengikuti perancangan
insulator pada reaktor CSTR R-101.

4.1.3. Dekanter (DC-201)


Unit dekanter digunakan untuk memisahkan produk keluaran unit R-102
berupa kaprolaktam mentah dan amonium sulfat. Proses pemisahan berlangsung
pada temperatur 90°C dengan tekanan 1,01 bar. Jenis separator yang digunakan
adalah vertical decanter yang ditempatkan setelah R-102 dan sebelum EV-201.
Perhitungan detail mengenai rancangan dekanter terlampir pada Lampiran B.
Tahapan perhitungan dimensi alat atau perancangan dekanter adalah sebagai
berikut:
1. Penentuan dimensi bejana
Penentuan dimensi bejana mengacu pada Chemical Process Equipment
oleh Couper, dkk. (2012) dan Chemical Engineering, Vol. 6 : Chemical
Engineering Design oleh Coulson & Richardson (2005) sedangkan penentuan
tebal bejana mengacu pada Process Equipment Design oleh Llyod E. oleh
Brownell & Young (1959).
a. Fase terdispersi

( )
0,3
QL ρ L μH
Ψ=
Q H ρH μL

Keterangan:
QL = laju alir volumettik light stream (m3/jam)
QH = laju alir volumettik heavy stream (m3/jam)
L = densitas light stream (kg/m3)
H = densitas heavy stream (kg/m3)
L = viskositas light stream (Ns/m2)
H = viskositas heavy stream (Ns/m2)

b. Settling velocity dari droplets


d 2d g ( ρd - ρc )
ud =
18 μc
Keterangan:
ud = settling (terminal) velocity fasa terdispersi (m/s)
dd = diameter droplet (m)
g = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
d = densitas fasa terdispersi (kg/m3)
c = densitas fasa terdispersi (kg/m3)
c = viskositas fasa kontinyu (Ns/m2)

c. Laju alir volumetrik fasa kontinyu


Q C 1 jam
Lc =
ρc 3600 s
Keterangan:
LC = laju alir volumettik fasa kontinyu (m3/s)

d. Area interface
Berdasarkan prinsip perancangan dekanter, velocity fasa kontinyu harus
lebih kecil dari velocity fasa terdispersi
LC
Uc= < U d , maka:
Ai
LC
Ai =
Ud
Keterangan:
Ai = laju alir volumettik fasa kontinyu (m3/s)

e. Diameter bejana
π 2
Ai = D , maka
4

D =
√ 4 Ai
π
f. Tinggi bejana
Tinggi bejana yang biasanya digunakan pada perancangan silinder
dekanter adalah sebesar dua kali dari diameternya, sehingga :
H = 2D
g. Waktu tinggal
Ketentuan waktu tinggal (τ ¿ cairan dalam DC adalah selama 2 – 5 menit
dengan asumsi spersion band (HD) sebesar 10% dari tinggi bejana (Coulson &
Richardson, 2005).
HD
τ=
ud
h. Droplets fase kontinyu
LD
UD=
Ai

dd =
√ ud 18 μc
g ( ρd - ρc )
i. Pipe arrangement
Untuk meminimalkan entrainment dari cairan yang memasuki bejana,
inlet velocity untuk decanter dijaga di bawah 1 m/s.
1 jam
Flow rate = [ Q L+Q H ¿
3600 s
flow rate
Luas penampang pipa =
inlet velocity

Diameter pipa =
√ 4 luas penampang pipa
π
2. Penentuan dimensi head bejana
Penentuan dimensi head bejana meliputi penentuan jenis head, penentuan
outside diameter (ODstandar) standar dan koreksi inside diameter (IDkoreksi), dan
penentuan standard straight flange (sf) mengacu yang pada Rules of Thumb for
Chemical Engineers oleh Branan (2005).
a. Head Bejana
Jenis head yang dipilih disesuaikan dengan tekanan operasi dan jenis
fluida yang berada dalam bejana.

Gambar 4. 1 Dimensi Torispherical Dished Head


Sumber: (Brownell & Young, 1959)

b. Tebal Head
Jika icr/r = 11/170 = 6% maka persamaan yang digunakan adalah :
0,885p r c v
th = +c
fE – 0,1p
Tabel 5.6 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan
th,standar.
c. Penentuan Outside Diameter Standar dan Koreksi Inside Diameter Head
(ODstandar dan IDkoreksi)
OD = ID + (2th,standar)
IDkoreksi = ODstandar - (2th,standar)
Tabel 5.7 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan
ODstandar.
d. Penentuan Standard Straight Flange (sf)
Tabel 5.6 dalam Brownell dan Edwin (1959) digunakan pada penentuan
strandard straight flange (sf). Pemilihan ini dipengaruhi oleh th,standar yang
diperoleh.

3. Tinggi head dan tinggi total dekanter


a. Tinggi Head
Perhitungan mengacu pada dimensi head yang ditampilkan pada Gambar
4.1, maka:
BC = r - (icr)
ID
AB = – (icr)
2
AC = √ (BC)2 – (AB)2
b = r – √ (BC)2 – (AB)2
OA = t + b + sf
b. Tinggi Head Ruang Cair
Tinggi separator total = Tinggi bejana + OA
Keterangan :
H = Tinggi bejana (mm)
OA = Tinggi head ruang uap (mm)

4.1.4. Evaporator (EV-201 dan EV-202)


Evaporator pada paabrik kaprolaktam ini berfungsi untuk memekatkan
kaprolaktam hingga kadar air mencapai 3,73% (EV-201) dan berfungsi untuk
memekatkan recovery kaprolaktam dari mother liquor dan produk atas EV-201
(EV-202). Unit evaporator pada produksi kaprolaktam yang digunakan berjenis
Vertical-Tube Evaporator. Aliran umpan evaporator ini akan mengalir di dalam
pipa sementara steam akan mengalir di dalam shell. Jenis evaporator ini dipilih
karena memiliki keunggulan dalam perpindahan panas yang baik karena terjadi
secara komveksi alami selain itu endapan juga akan terbentuk di permukaan
dalam pipa sehingga memudahkan pembersihan. Perancangan evaporator
menggunakan pendekatan rumus dari perancangan Shell and Tube Heat
Exchanger dengan mengacu pada literatur Coulson dan Kern.
Tahapan perancangan evaporator dengan pendekatan dari perancangan
Shell and Tube Heat Exchanger, disajikan pada sub bab 4.3.5 mengenai Shell and
Tube Heat Exchanger.

4.1.5. Flash Drum (FD-201)


Unit flash drum digunakan untuk memisahkan fasa uap dari aliran
keluaran unit evaporator 1 (EV-201). Proses pemisahan berlangsung pada
temperatur 117,85°C dengan tekanan 0,9 bar. Jenis separator yang digunakan
adalah separator vertical flash drum dengan adanya perbedaan diameter ruang uap
dan ruang cair untuk memenuhi waktu tinggal ideal cairan di dalam separator.
Dengan adanya perbedaan diameter ruang uap dan cair juga dapat memperkecil
kemungkinan terbawanya aliran uap pada cairan dan sebaliknya sehingga proses
pemisahan dapat berjalan lebih baik. Perhitungan detail mengenai rancangan alat
flash drum terlampir pada Lampiran B. Tahapan perhitungan dimensi flash drum
adalah sebagai berikut:
1. Penentuan densitas cairan dan uap
a. Densitas cairan
n

ρL = A x B-(1-T/ T )
c

b. Densitas uap
P x Mrcamp
ρV =
RxT
Keterangan:
ρL = densitas fluida cair (g/mL)
A, B, n = Koefisien regresi untuk senyawa kimia (Yaws, 1999)
Tc = Temperatur kritis (K)
ρV = densitas fluida gas dalam kg/m3
P = Tekanan operasi (atm)
R = Konstanta gas ideal (0,0820574 atm.L/mol.K)
T = Temperatur operasi (K)

2. Penentuan dimensi bejana


Penentuan dimensi bejana meliputi penentuan diameter ruang uap, ruang
cair, tinggi bejana, dan tebal bejana. Penentuan diameter ruang uap, ruang cair,
dan tinggi bejana yang mengacu pada Rules of Thumb for Chemical Engineers
oleh Branan (2005) sedangkan penentuan tebal bejana mengacu pada Process
Equipment Design oleh Llyod E. oleh Brownell & Young (1959).
a. Faktor Kapasitas Pemisahan/Separation Factor (Kv)

S=
L ρV
V ρL √
Kv = exp (B + DX + EX2 + FX3 + GX4)
Keterangan:
L = Laju alir massa liquid (kg/jam)
V = Laju alir massa vapour (kg/jam)
dengan,
B = -1,877478097
D = -0,8145804597
E = -0,1870744085
F = -0,0145228667
G = -0,0010148518
X = Ln S

a. Kecepatan uap maksimum (vmax)

vmax = 0,3048 K v
√ ρL – ρV
ρV
b. Laju Alir Volumetrik Uap (QV)
V
QV =
ρV

c. Luas Penampang Ruang Uap (AV)


Qv
AV =
V max
d. Diameter Ruang Uap (DV)

DV =
√ 4 AV
π

e. Tinggi Bejana (H)

Perbandingan tinggi bejana (H) terhadap diameter (D) biasa diambil antara
2 dan 5 (Branan, 2005). Rasio yang dgunakan dalam perhitungan adalah H = 2D.
f. Tinggi Cairan (hL)
Tinggi bejana terdiri dari tinggi cairan dalam bejana (hL), jarak permukaan
cairan terhadap umpan, dan tinggi ruang uap (HV). Jarak permukaan cairan
terhadap umpan umumnya sebesar 3D/8 dan HV sebesar D (Branan, 2005).
g. Laju Alir Volumetrik Cairan (QL)

L
QL =
ρL

h. Diameter Ruang Cair (DL)


Ketentuan waktu tinggal (τ ¿ cairan dalam FD adalah selama 5 – 10 menit.
Asumsi lamanya cairan yang tinggal dalam FD adalah selama 7 menit sehingga
diameter ruang cair dapat dihitung dari persamaan berikut.

τ QL
A L=
hL

DL =
√ 4 AL
π

i. Tebal Bejana

t s= ( p ri
fE - 0,6p
+c )
Keterangan:
P = tekanan desain (psig)
E = welded-joint efficiency (%)
F = maximum allowable stress (psig)
ri = jari-jari dalam shell/dinding (in)
c = corrosion allowance (in)
Untuk bahan bahan konstruksi stainless steels, nilai c yang biasa dipakai
adalah 0 mm. Tabel 5.6 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada
penentuan ts,standar.
j. Outside Diameter (ODstandar) Standar dan Koreksi Inside Diameter (IDkoreksi)
OD = ID + (2ts,standar)
IDkoreksi = ODstandar - (2ts,standar)
Keterangan:
ID = inside diameter hasil perhitungan
Tabel 5.7 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan ODstandar.
3. Penentuan dimensi head bejana
Penentuan dimensi head bejana meliputi penentuan jenis head, penentuan
outside diameter (ODstandar) standar dan koreksi inside diameter (IDkoreksi), dan
penentuan standard straight flange (sf) mengacu yang pada Rules of Thumb for
Chemical Engineers oleh Branan (2005).
e. Head Bejana
Jenis head yang dipilih disesuaikan dengan tekanan operasi dan jenis
fluida yang berada dalam bejana.

Gambar 4. 2 Dimensi Torispherical Dished Head


Sumber: (Brownell & Young, 1959)
f. Tebal Head
Jika icr/r = 11/170 = 6% maka persamaan yang digunakan adalah :
0,885p r c v
th = +c
fE – 0,1p
Tabel 5.6 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan
th,standar.
g. Penentuan Outside Diameter Standar dan Koreksi Inside Diameter Head
(ODstandar dan IDkoreksi)
OD = ID + (2th,standar)
IDkoreksi = ODstandar - (2th,standar)
Tabel 5.7 dalam Brownell & Young (1959) digunakan pada penentuan
ODstandar.
h. Penentuan Standard Straight Flange (sf)
Tabel 5.6 dalam Brownell dan Edwin (1959) digunakan pada penentuan
strandard straight flange (sf). Pemilihan ini dipengaruhi oleh th,standar yang
diperoleh.
4. Tinggi head dan tinggi total FD
a. Tinggi Head
Perhitungan mengacu pada dimensi head yang ditampilkan pada Gambar
4.1, maka:
BC = r - (icr)
ID
AB = – (icr)
2
AC = √ (BC)2 – (AB)2
b = r – √(BC)2 – (AB)2
OA = t + b + sf
b. Tinggi Head Ruang Cair
Tinggi separator total = Tinggi bejana + OAV + OAL
Keterangan :
H = Tinggi bejana (mm)
OAV = Tinggi head ruang uap (mm)
OAL = Tinggi head ruang cair (mm)
4.1.6. Crystallizer (CR-201)
Unit kristalisasi kaprolaktam (CR-201) yang digunakan adalah crystallizer
berjenis scraped surface heat exchanger. Scraped surface HE dipilih karena
memiliki konfigurasi yang sederhana dan cocok untuk kristalisasi larutan viskos.
Jenis alat crystallizer ini menyerupain alat penukar panas double pipe dengan
tambahan rotor dan blade (scraper) pada pipa dalam. Aliran larutan CPL pekat
akan dialirkan melalui pipa, sedangkan chilled water melalui bagian anulus.
Untuk perancangan CR-201, digunakan pendekatan perancangan double pipe heat
exchanger. Diameter dan panjang pipa serta luas perpindahan panas heat
exchanger diperoleh dari vendor (Armstrong Chemtec Group, 2021).
Langkah perancangan unit crystallizer adalah sebagai berikut.
5. Penentuan diameter optimum dan schedule number pipa
6. Penentuan jumlah pipa (meliputi; LMTD, mass velocity, koefisien
perpindahan panas, luas perpindahan panas, dan penentuan jumlah pipa)
7. Penentuan pressure drop
8. Penentuan tekanan dan suhu desain serta material alat
9. Penentuan dimensi kristal
10. Penentuan HP motor

Persamaan yang digunakan pada langkah 1 hingga 3 tersaji pada sub bab
4.2 bagian perancangan double pipe heat exchanger. Sedangkan, untuk
menentukan dimensi kristal kaprolaktam dan HP motor (Frank, et al., 2007) untuk
rotor scraper pada unit CR-201 tersaji pada persamaan berikut.
dL
G=
dt
Keterangan :
G = Crystal growth rate (10-7 m/s (Jansens, et al., 1995))
dt = Waktu tinggal (s)
dL = Panjang kristal (mm)
P=ωbFR
2 πn
ω=
60
' 2
F=W R ω
Keterangan :
P = Daya motor (kW)
w = kecepatan angular
F = Gaya sentrifugal (N)
R = Jari-jari blade (m)
b = Jumlah blade
n = Kecepatan putar (rps)
W’ = Massa tiap lenght

4. 2. Perancangan Alat Pendukung


Peralatan pendukung pada produksi kaprolaktam ini meliputi unit tangki
pengaduk (mixer), alat penukar panas (HE), sistem perpipaan dan pompa.
4.2.1. Storage
Pada pabrik kaproplaktam ini memiliki lima tangki bahan baku dan dua
tangki penyimpanan produk. Tangki penyimpanan bahan baku berupa oleum, air,
NH3 dan dua buah tangki penyimpanan produk. Tangki penyimpanan
cyclohexanone oxime, oleum, NH3 dan air disimpan pada S-101, T-101, T-102,
dan T-103. Tangki penyimpanan produk disimpan pada S-102. Perancangan
tangki penyimpanan tersebut menggunakan literatur dari Brownell & Young
(1959) dan Couper (2010).
4.3.1.1 Tangki penyimpanan
Tangki yang digunakan pada parik kaprolaktam digunakan sebagai tempat
penyimpanan bahan baku liquid seperti oleum (T-101), NH3 (T-102), dan air (T-
103) untuk kebutuhan proses. Bahan baku oleum dan NH3 disimpan dalam tangki
dengan waktu penyimpanan selama 7 hari sedangkan air disimpan dengan waktu
penyimpanan 1 hari. Kondisi penyimpanan air dan oleum berada pada tekanan 1
atm dan suhu penyimpanan pada 250C sedangkan NH3 disimpan pada tekanan
10,8 bar dan suhu penyimpanan pada 270C.
Bahan konstruksi yang dipilih untuk merancang tangki adalah Carbon
Steel SA 283 grade A untuk tangki penyimpanan air dan Stainless Steel SA 187
Grade 304 untuk tangki penyimpanan NH3 dan oleum. Pertimbangan dalam
pemilihan bahan konstruksi didasarkan pada sifat bahan yang disimpan dan
kondisi operasi yang digunakan.
Jenis pengelasan konstruksi tangki yang digunakan berupa Double-
Welded Butt Joint dengan efisiensi 80%. Bahan yang disimpan di dalam tangki
bersifat nonkorosif memiliki nilai toleransi bahan terhadap korosi (corrosion
allowance) sebesar 0,0625 in sedangkan untuk bahan yang memiliki sifat korosif
maka nilai toleransi bahan terhadap korosi (corrosion allowance) sebesar 0,125 in.
Nilai toleransi bahan terhadap korosi ini perlu dipertimbangkan untuk
menghindari terjadinya korosi pada tangki penyimpanan.
Jenis head yang digunakan pada tangki penyimpanan dipilih berdasarkan
karakteristik sifat fluida dan tekanan yang digunakan pada saat penyimpanan.
Untuk penyimpanan air dipilih head jenis conical karena sifat fluida yang tidak
mudah menguap dan tekanan yang digunakan merupakan tekanna atmosferik.
Untuk penyimpanan NH3 menggunakan head dengan jenis Ellipsoidal Dished
Head karena tekanan desain penyimpanan berada pada tekanan 15-25 atm.
Penyimpanan oleum menggunakan head dengan jenis Flanged Standard Dished
Head karena aman jika terjadi kenaikan tekanan karena penguapan bahan.
Tahapan desain Tangki mengacu pada literatur Brownell & Young (1959)
dan Coulson (2010). Berikut adalah tahapan-tahapan dalam merancang Tangki
penyimpanan:
a. Volume Tangki.
Untuk menjaga keamanan tangki didesain dengan mempertimbangkan
volume ruang kosong. Volume bahan yang disimpan di dalam tangki diasumsikan
90% dari volume tangki sehingga volume ruang kosongnya sebesar 10%. Tetapi
pada penyimpanan oleum volume bahan yang disimpan pada tangki tidak lebih
dari 70% dari volume tangki (Ashar dan G) sedangkan untuk NH 3 volume bahan
yang disimpan pada tangki sebesar 85% dari volume tangki (). Berdasarkan
Coulson, volume tangki setidaknya 1,5 kali dari volume bahan. Tangki yang
didesain berbentuk silinder. Perhitungan besarnya volume bahan yang disimpan
pada waktu tertentu ditunjukkan sebagai berikut :
Laju alir massa bahan
Volume Bahan= x waktu penyimpanan
massa jenis bahan
Volume bahan
Volume tangki= x 1,5
90 %
b. Diameter Tangki
Nilai dari tinggi silinder diasumsikan sama dengan diameternya. Maka
perhitungan untuk menentukan diameter tangki ditunjukkan sebagai berikut :

H=D =

3 4.Vtangki
π
c. Tinggi tangki
Tinggi tangki didapatkan setelah menentukan diameter tangki.
d. Pemantauan level tangki
High High Liquid Level =90% x H
High Liquid Level = 80% x H
Low Liquid Level = 20% x H
Low Low Liquid Level = 10% x H
e. Tebal Shell dan Head Tangki
Penentuan tebal pada tangki merujuk pada referensi dari Coulson, 2005.
Perhitugan untuk menentukan tebal shell ditunjukkan sebagai berikut :
Tekanan hidrostatik (Ph) = ρ.g.HHLL
P xr
ts= +CA
f . E−0,6. P
ts = tebal shell (in)
P = design pressure total (psig) (Pdesain + Ph)
r = jari-jari tangki (in)
f = maximum allowable in working stress (psia)
E = Efisiensi sambungan
C = Corrosion Allowance (in)

f. Penentuan tinggi tangki


Tinggi tangki merupakan penjumlahan tinggi tangki silinder dan tinggi
head.
4.3.1.2 Silo
Tangki yang digunakan pada parik kaprolaktam digunakan sebagai tempat
penyimpanan bahan baku dan produk berupa padatan seperti Cyclohexanone
Oxime (S-101) dan produk kaprolaktam (S-102). Bahan baku Cyclohexanone
Oxime (CHO) dan kaprolaktam disimpan dalam tangki dengan waktu
penyimpanan selama 30 hari dengan kondisi penyimpanan berada pada tekanan 1
atm dan suhu penyimpanan pada 250C.
Bahan konstruksi yang dipilih untuk merancang tangki adalah Carbon
Steel SA 283 grade A untuk tangki penyimpanan CHO dan Stainless Steel SA 187
Grade 316 untuk penyimpanan produk kaprolaktam. Pertimbangan dalam
pemilihan bahan konstruksi didasarkan pada sifat bahan yang disimpan dan
kondisi operasi yang digunakan.
Jenis pengelasan konstruksi tangki yang digunakan berupa Double-
Welded Butt Joint dengan efisiensi 80%. Bahan yang disimpan di dalam tangki
bersifat nonkorosif memiliki nilai toleransi bahan terhadap korosi (corrosion
allowance) sebesar 0,0625 in sedangkan untuk bahan yang memiliki sifat korosif
maka nilai toleransi bahan terhadap korosi (corrosion allowance) sebesar 0,125 in.
Nilai toleransi bahan terhadap korosi ini perlu dipertimbangkan untuk
menghindari terjadinya korosi pada tangki penyimpanan.
Jenis head yang digunakan pada tangki penyimpanan dipilih berdasarkan
karakteristik sifat fluida dan tekanan yang digunakan pada saat penyimpanan.
Jenis roof yang dipilih adalah jenis conical roof karena sifat fluida yang tidak
mudah menguap dan tekanan yang digunakan merupakan tekanna atmosferik.
Tahapan desain silo mengacu pada literatur Brownell & Young (1959) dan
Coulson (2010). Berikut adalah tahapan-tahapan dalam merancang silo :
a. Volume Silo
Untuk menjaga keamanan tangki didesain dengan mempertimbangkan
volume ruang kosong. Volume bahan yang disimpan di dalam tangki diasumsikan
90% dari volume tangki sehingga volume ruang kosongnya sebesar 10%. Silo
yang didesain berbentuk silinder dengan adanya cone terpancung di bagian bawah
silo sehingga volume silo terdiri dari volume silinder dan volume cone terpancung
Perhitungan besarnya volume bahan yang disimpan pada waktu tertentu
ditunjukkan sebagai berikut :
Laju alir massa bahan
Volume Bahan= x waktu penyimpanan
massa jenis bahan
Volume bahan
Volume tangki=
90 %
b. Diameter Silo
Nilai dari tinggi silinder diasumsikan sama dengan diameternya. Maka
perhitungan untuk menentukan diameter tangki ditunjukkan sebagai berikut :

H=D =

3 4.Vtangki
π
Untuk menghitung diameter untuk cone terpancung, digunakan asumsi
sudut kemiringan sebesar 600 dengan diameter cone terpancung sebesar sepertiga
dari diameter silinder (Dc=1/3D). Berdasarkan hasil perhitungan, persamaan
untuk memenentukan diameter cone terpancung ditunjukkan sebagai berikut

H=D= 3
√ Volume Cone terpancung
0,040123 . π . tan 60
0

c. Tebal Shell Silo


Penentuan tebal shell merujuk pada referensi dari Coulson, 2005.
Perhitugan untuk menentukan tebal shell ditunjukkan sebagai berikut :

P xr
ts= +CA
f . E−0,6. P
ts = tebal shell (in)
P = design pressure total (psig) (Pdesain)
r = jari-jari tangki (in)
f = maximum allowable in working stress (psia)
E = Efisiensi sambungan
C = Corrosion Allowance (in)
d. Tebal cone terpancung
Dc
Px
2
ts= +CA
f . E−0,6. P
ts = tebal shell (in)
P = design pressure total (psig) (Pdesain)
Dc = diameter cone terpancung (in)
f = maximum allowable in working stress (psia)
E = Efisiensi sambungan
C = Corrosion Allowance (in)
e. Tebal head
Berdasarkan Gambar 4.__ di bawah, perhitungan tinggi head dapat
dihitung menggunakan beberapa persamaan sebagai berikut.

Gambar 4. __ Conical Head (Brownell & Young, 1959)

D
min sin θ =
430 th
6D
r=
sin θ
Dengan :
θ = sudut elemet konis dengan horizontal
D = diameter tangki (ft)
th = tebal konis (in)
Setelah penentuan sudut elemen konis, dilakukan pemeriksaan
compressive stress yang diizinkan menggunakan persamaan berikut.
t 1
f allowable = 1,5 . 106 . ≤ yield point
r 3
f. Tinggi silo
Tinggi silo didapatkan dari total tinggi head, tinggi silinder dan tinggi cone
terpancung.
- Tinggi head
tan θ
H head =
D/2
- Tinggi cone terpancung
Hcone =H – Hc dengan nilai Hc = Dc/2. tan 600
- Tinggi silo = Hhead + Hcone terpancung + Hsilinder
4.2.2. Melter (ML-101)
Melter (ML-101) merupakan unit yang berfungsi untuk melelehkan bahan
baku cyclohexanone oxime (CHO). Perancangan melter ini didekati dengan
perancangan melter untuk sulfur dengan vendor Sulphurnet. Melter yang
digunakan merupakan tangki yang dilengkapi koil pemanas dan agitator. CHO
diumpankan dengan conveyor memasuki bagian melter. Media pemanas yang
digunakan adalah saturated steam 8 bar. Penambahan agitator berfungsi untuk
mempercepat proses pelelehan dengan homogenisasi panas dalam melter. Jenis
agitator yang digunakan adalah agitator turbin karena dapat menangani larutan
viskos (Coulson & Richardson, 1999). Perancangan pada melter CHO ini secara
umum menyerupai perancangan melter CSTR (R-101) dengan koil pendingin dan
agitator. Tahapan perancangan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Pemilihan material
Material dipilih berdasarkan korosifitas fluida. CHO merupakan bahan
yang tak korosif, maka dapat digunakan material carbon steel grade B.
2. Penentuan volume, diameter, dan tinggi shell
Penentuan diameter melter dilakukan di awal perhitungan berdasarkan
waktu tinggal. Di akhir perhitungan, diameter melter perlu dikoreksi dengan
diameter tangki standar. Perumusan yang terlibat adalah sebagai berikut.
a. Menghitung volume CHO
V
τ=
Qv
b. Menentukan diameter shell
Penetapan diameter shell ditentukan berdasarkan pada kebutuhan
perpindahan panas. Untuk melter ini, ditetapkan rasio H/D adalah 3. Maka,
π . D2 ( )
V= H
4
c. Menentukan tinggi shell
V shell= Ar . H shell
V shell
H shell= 2
(1 /4)π D
Keterangan :
τ = waktu tinggal rata-rata (jam)
Qv = Laju alir volumetrik produk (m3/jam)
D = Diameter melter (m)
H = Tinggi reaksi (m)
fk = Faktor kelonggaran (20%)
V = Volume CHO (m3)
V ML = Volume melter (m3)
Ar = Luas penampang melter (m2)

3. Penentuan tebal shell dan dimensi head


Material shell dan head harus ditentukan terlebih dahulu sebelumnya. Jenis
head dipilih berdasarkan tekanan operasi. Karena pada proses produksi
kaprolaktam ini tekanan operasi secara keseluruhan adalah ±1 atm, maka dipilih
jenis torisphreical dished head (untuk tekanan desain 15-200 psig). Perancangan
tebal shell dan dimensi head dihitung melalui beberapa langkah sebagai berikut.
a. Tebal dinding shell
PR
t s=
SE−0,6 P
b. Penentuan outside diameter standar
Diameter luar tangki dipilih berdasarkan standar diameter luar untuk head
dan tebal dinding untuk shell (Brownell & Young, 1959).
c. Tebal head
th = 1,767 ts
d. Depth of dish (b)


b=r− ( r −icr ) −
2
( ID2 −icr )
Keterangan :
ts = Tebal dinding shell (in)
P = Tekanan desain (psi)
S = Allowable stress (psi)
E = Faktor sambungan = 0,85 untuk ERW
R = Jari-jari tangki (in)
th = Tebal dinding head (in)
b = Depth of dish (in)
r = Crown radius (in)
irc = Knuckle radius (in)
ID = Inside diameter (in)

4. Penentuan spesifikasi agitator


Agitator digunakan untuk homogenisasi CHO agar proses pelelehan dapat
berlangsung lebih cepat. Dalam penentuan agitator ini digunakan referensi
Coulson & Richardson (2005). Berikut dibawah ini merupakan tahapan
perancangan agitator.
a. Jenis agitator
Jenis agitator ditentukan berdasarkan volume tangki dan viskositas dari
fluida. Penentuan dilakukan dengan memplot pada figure 10.57. Agitator selection
guide pada buku Coulson & Richardson (2005). Berdasarkan pemilihan pada
agitator dapat digunakan agitator turbin atau propeller untuk ML-201. Tetapi
karena viskositas fluida di atas 1 cP, maka dipilih agitator turbin.
b. Dimensi agitator
Penentuan dimensi agitator digunakan rujukan buku McCabe (1993) yang
ditampilkan dengan gambar seperti berikut ini.

c. Jumlah pengaduk
Jumlah pengaduk ditentukan berdasarkan ketinggian cairan dalam vessel.
Hc x sg
Jumlah pengaduk =
ID
d. Kecepatan putar agitator (slurry)
Dalam perhitungan kecepatan putar, digunakan persamaan kecepatan putar
untuk larutan dengan suspensi padatan (McCabe, et al., 1993).
( )
0,45
0,85 0,1 0,2 ∆ρ 0,13
nc D a =S v D p g B
ρ
e. Daya motor
Daya motor untuk NRe di atas 10.000 menggunakan persamaan berikut
(McCabe, et al., 1993).
Np = KT
5. Penentuan spesifikasi pemanas melter
Referensi yang digunakan dalam perancangan koil pemanas ini adalah
Coulson & Richardson (2005). Secara garis besar, perancangan dihitung melewati
beberapa tahap sebagai berikut ini.
f. Penentuan diameter dan tebal dinding koil (Coulson & Richardson, 2005)
IDcoil = ID tangki/30
Untuk menghitung tebal dinding koil, perumusan yang digunakan sama
seperti penentuan schdule number pada pipa lurus.
PD
t=
2 ( SE+ PY )
g. Mengitung ∆T LMTD
( T 1−t 2 )−( T 2−t 1 )
LMTD=
ln ( T 1−t 2 ) / ( T 2−t 1 )
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
h. Menetapkan Uo trial dan menghitung A trial
Nilai Uo untuk fluida senyawa hidrokarbon adalah 200-400 W/m2.oC
(Coulson & Richardson, 2005). Untuk menghitung A trial digunakan persamaan
sebagai berikut.
Q=U o . A . ∆ T LMTD
i. Menghitung tinggi koil
Tinggi koil terpasang merupakan jumlah dari tumpukan koil sesuai dengan
diameter luarnya dan jarak antar koil dalam tumpukan. Tinggi koil terpasang tidak
boleh melebihi tinggi cairan CHO dalam vessel.
H coil = (Nc-1) Jsp + Nc.ODcoil
L
Nc=
Lhe
A trial
L=
keliling penampang koil
1 1
Lhe= π (DH ¿ ¿ 2+ Jsp2 )+ πDH ¿
2 2
DH = 0,8 ID tangki
Jsp = 2 x OD coil
Keterangan :
H coil = Tinggi tumpukan koil (m)
Nc = Jumlah lengkungan koil
L = Panjang lurus koil (m)
Lhe = Panjang lengkungan 1 koil (m)
DH = Diameter helix (m)
Jsp = Jarak antar koil dalam tumpukan (m)
Karena terdapat tambahan koil, maka volume total akan bertambah dan
berakibat pada tinggi total yang meningkat juga. Tinggi total ini tidak boleh
melebihi tinggi shell yang telah ditetapkan.
j. Validasi nilai Uo trial
Bila hasil perhitungan Uo memiliki penyimpangan ±30% terhadap Uo
trial, maka desain koil pendingin dapat diterima
- Koefisiensi perpindahan panas dalam koil

( )( )
0,8 0,33
( hi pipa lurus ) ID ID . v . ρc Cp c . µ c
=0,023
k µc k

(
hi coil=hi pipalurus 1+ 3,5
ID
DH )
ID
hio=hi coil
OD
- Koefisien perpindahan panas luar koil (bagian melter)

( ) ( )( )
0.14 1/ 3 2 0,62
ho . dv μc Cp μ L Nρ
=0,87
k μ k μ
- Koefisien perpindahan panas overall (bagian melter)
Nilai fouling factor untuk steam adalah 4.000 – 10.000 (J/m2.s.oC)
sedangkan untuk senyawa organik cair adalah 5.000 (J/m2.s.oC) (Coulson
& Richardson, 2005).

1 1 1
= + +
OD ln ( OD
ID ) OD 1 OD 1
+ × + ×
U o ho h od 2 kw ID h id ID hio
Keterangan :
ID = Diameter dalam koil (m)
OD = Diameter luar koil (m)
v = Kecepatan linear fluida dalam koil (m/s)
ρc = Densitas fluida dalam koil (kg/m3)
ρ = Densitas fluida dalam vessel (kg/m3)
µc = Viskositas fluida dalam koil (kg/m.s)
µ = Viskositas fluida dalam vessel (kg/m.s)
k = Koefisien konduktivitas termal (J/m.s.oC)
ho = Koefisien perpindahan panas pada vessel (J/m2.s.oC)
hi, hio = Koefisien perpindahan panas dalam koil (J/m2.s.oC)
dv = Diameter vessel (m)
Cp = Kapasitas panas cairan (J/kg.oC)
N = Kecepatan putar agitator (rps)
Uo = Koefisien transfer panas overall (J/m2.s.oC)
hid = Fouling factor bagian koil (J/m2.s.oC)
hod = Fouling factor bagian vessel (J/m2.s.oC)
kw = Konduktuvitas termal material melter (J/m.s.oC)

k. Pressure drop aliran air pendingin dalam koil (Coulson & Richardson,
2005)
Batas maksimum pressure drop yang berlaku untuk untuk steam adalah 5
psi.

( )( )
2
L ρ.v
∆ P=8 j f
ID coil 2
Keterangan :
∆P = Pressure drop (Pa)
4.2.3. Double Pipe Heat Exchanger (DPHE)
Unit yang dirancang dengan design DPHE adalah heater 1, 2, 4, 5, dan
cooler 1 (E-101, E-102, E-104, E-201, dan C-201). Kondisi proses perpindahan
panas yang terjadi pada unit HE berbeda-beda sesuai dengan proses sebelum
maupun setelah unit HE. Perancangan DPHE mengacu pada Process Heat
Transfer oleh Kern (1983). Perhitungan detail mengenai rancangan DPHE
terlampir pada Lampiran B. Tahapan perhitungan perancangan DPHE adalah
sebagai berikut:
1. Dimensi tube dan anulus
Dimensi tube dan anulus ditentukan melalui plotting pada gambar 4.__
dengan laju alir dan viskositas yang sesuai dengan fluida yang mengalami proses
perpindahan panas.
Gambar 4. 3 Penentuan diameter optimum pipa
Sumber : (Kern, 1983)
2. Long Mean Temperature Diferent (ΔTLMTD)
Keterangan
LMTD = Long Mean Temperature Diferent (oF)
T1 = Temperatur fluida panas masuk (oF)
T2 = Temperatur fluida panas keluar (oF)
t1 = Temperatur fluida dingin masuk (oF)
t2 = Temperatur fluida dingin keluar (oF)
3. Temperatur kalorik (Tc & tc)
Untuk viskositas di bawah 1 cp dan beda temperatur di bawah 50oF :
( T 1 +T 2 ) ( t 1+t 2 )
Tc= dan tc=
2 2
Untuk viskositas di atas 1 cp :
Tc=T 2 + Fc ( T 1−T 2) dantc=t 2+ Fc ( t 2−t 1 )
Tc = Temperatur kalorik fluida panas (oF)
tc = Temperatur kalorik fluida dingin (oF)
Fc = Faktor temperatur kalorik
4. Luas penampang laju alir
Pipa dalam :
π ID2
a p= ............................................................... (4.13a)
4
Pipa Luar :
π ( D 2−D 1 )
2 2

a a= ............................................................... (4.13b)
4
D22−D21
De=
D1
ID = Inside diameter pipa bagian dalam (ft)
D2 = Inside diameter pipa bagian luar (ft)
D1 = Outside diameter pipa bagian dalam (ft)
De = Diameter ekuivalen (ft)
5. Mass velocity (G)
w
G=
a
G = Mass velocity (lb/jam.ft2)
w = Laju alir massa (lb/jam)
a = Luas penampang (ft2)
6. Bilangan Reynold (NRe) & Bilangan Prandlt (Pr)
D .G
NRe= ............................................................... (4.15a)
μ
D = Diameter (disesuaikan, De untuk anulus dan ID untuk pipa dalam)
Bilangan Reynold akibat pengadukan (NRe)
n . ρ. D
NRe= ............................................................... (4.15b)
μ
Bilangan Prandlt akibat pengadukan (Pr)

( )
1
c. μ
Pr= 3
k
n = Kecepatan putar pengaduk (rph)
ρ = Densitas fluida (lb/ft3)
μ = Viskositas fluida (lb/ft.jam)
Pr = Bilangan Prandlt
NRe = Bilangan Reynold
c = kapasitas panas (BTU/lb.oF)
k = konduktivitas termal (BTU/ft2.jam(oF/ft))
7. Koefisiensi perpindahan panas (hi dan ho)
k
h= j H . . Pr .θ
D

( )
0,14
μ
θ=
μw
Koreksi untuk h pipa dalam :
ID
hio=hi.
OD
h(i) = koefisiensi perpindahan panas pipa dalam (BTU/jam.ft2.oF)
h(o) = koefisiensi perpindahan panas pipa luar (BTU/jam.ft2.oF)
μw = viskositas fluida pada tw dan Tw ( lb/ft.jam)
8. Untuk mencari temperatur dinding pipa (Tw dan tw)
hio
θp
Tw=Tc+ ( Tc−tc ) ............................................................. (4.17a)
hio ho
+
θp θa
ho
θa
tw=tc+ ( Tc−tc ) ............................................................... (4.17b)
hio ho
+
θp θa
Tw = Temperatur dinding pipa dalam (oF)
tw = Temperatur dinding pipa luar (oF)
9. Koefisien perpindahan panas bersih (Uc)
hio . ho
Uc= ............................................................... (4.18)
hio +ho
10. Koefisien perpindahan panas desain (UD)
1 1
= + Rd ............................................................... (4.19)
U D Uc
11. Luas perpindahan panas (A)
Q=U D . A . ∆ t ............................................................... (4.20)

Uc = Koefisien perpindahan panas bersih (BTU/jam.ft2.oF)


UD = Koefisien perpindahan panas desain (BTU/jam.ft2.oF)
Q = Laju kalor (BTU/jam)
∆t = LMTD (oF)
A = Luas perpindahan panas (ft2)
12. Pressure Drop
a. Friksi
0,264
f =0,0035+ ..................................................... (4.21)
NRe 0,42
2
4f G L
∆ F= 2 ......................................................................... (4.22)
2g ρ D
f = friksi
b. Pressure drop untuk aliran pipa
∆ Fp . ρ
∆ Pp= ............................................................... (4.23)
144
c. Pressure drop untuk aliran anulus
( ∆ Fa+ ∆ Fl ) . ρ
∆ Pa= ............................................................... (4.23a)
144
2
V
∆ Fl= ............................................................... (4.23b)
2g
∆ Pp = pressure drop pipa dalam (psi)
∆ Pa = pressure drop anulus (psi)

4.2.4. Shell and Tube Heat Exchanger (STHE)


Unit yang dirancang dengan design STHE adalah heater 3, 6, dan unit
kondensor (E-103, E-105, COND-201, COND 202, dan COND 203). Unit heater
berfungsi sebagai pemanas NH3 sebelum diumpankan pada R-102. Sedangkan unit
kondensor digunakan untuk mengembunkan dan mendinginkan produk atas
evaporator dan flash drum. Perancangan E-103 mengacu pada Process Heat
Transfer oleh Kern (1983) sedangkan perancangan E-105 dan kondensor mengacu
pada Chemical Engineering Design oleh Coulson & Richardson (2005).
Perhitungan detail mengenai rancangan STHE terlampir pada Lampiran B.
Tahapan perhitungan perancangan STHE adalah sebagai berikut:
METODE KERN
1. Dimensi pipa optimum
Penentuan diameter pipa optimum dilakukan melalui gambar 4.__ seperti
pada penentuan dimensi pipa dalam sub bab DPHE.
2. Jumlah tube
A
Nt=
α' t
dengan :
π
A= . D op2
4
π 2
α ' t= . ID
4
Keterangan :
Nt = jumlah tube (buah)
A = flow area (ft2)
α't = flow area per tube (ft2)
Dop = diameter optimum pipa berdasarkan gambar 4.__ (ft)
3. Dimensi shell
Pemilihan diameter dan jumlah tube yang digunakan didasarkan pada hasil
perhitungan Nt dan disesuaikan dengan jumlah pass tube yang dipilih. Untuk
susunan tube jenis square pitch, pemilihan dapat dilihat pada tabel 4.__
Tabel 4. 1 Spesifikasi Jenis Shell dalam Pemilihan Dimensi Shell

Sumber : (Kern, 1983)


4. Long Mean Temperature Diferent (ΔTLMTD)
Perhitungan ΔTLMTD menggunakan persamaan 4.__ dengan satuan
temperatur dalam K.
5. Faktor koreksi (Ft)
Faktor koreksi didapatkan melalui plotting pada kurva dalam gambar 4.__
dengan R dan S adalah :
( T 1 - T 2)
R =
(t 2 - t 1 )
( t 2 - t 1)
S=
(T 1 - t 1 )

Sumber : (Coulson & Richardson, 2005)


6. ΔTM
∆Tm = ∆TLMTD . Ft
7. Temperatur kalorik (Tc & tc)
Perhitungan Tc dan tc dilakukan melalui persamaan 4.__ seperti pada
penentuan temperatur kalorik dalam sub bab DPHE.
8. Flow area
Tube :
N t ait
a t=
144 n
Shell :
ID C 'B ID . ( OD−PT ) . Baffle
a s= =
144 PT 144. PT
Keterangan :
αt = flow area pada tube (ft2)
αs = flow area pada shell (ft2)
n = jumlah pass
ID = diameter dalam shell yang dipilih (in)
C’B =
9. Mass velocity
Perhitungan mass velocity dilakukan melalui persamaan 4.__ seperti pada
penentuan mass velocity dalam sub bab DPHE.

10. Bilangan Reynold (NRe)


Perhitungan Nre dilakukan melalui persamaan 4.__ seperti pada penentuan
Nre dalam sub bab DPHE. Pada penentuan Nre shell, nilai De disesuaikan pada
diameter tube yang digunakan.
13. Koefisiensi perpindahan panas (hi dan ho)
Perhitungan hi dan ho dilakukan melalui persamaan 4.__ seperti pada
penentuan hi dan ho dalam sub bab DPHE.
14. Koefisien perpindahan panas bersih (Uc)
Perhitungan Uc dilakukan melalui persamaan 4.__ seperti pada penentuan
Uc dalam sub bab DPHE.
15. Koefisien perpindahan panas desain (UD)
Q
U D=
A x ∆Tm
dengan :
A=a L NtKeterangan :
Ud = koefisien perpindahan panas desain (BTU/ft2 oF.h)
Q = kalor pemanasan/pendinginan (BTU/h)
A = luas perpindahan panas total (ft2)
L = panjang tube (ft)
16. Dirt factor (Rd)
Untuk mengetahui design dapat diterima atau tidak, dilakukan
pembandingan Rd ketentuan dan Rd perhitungan. Design HE dapat diterima
ketika Rd perhitungan lebih besar dari Rd ketentuan. Rd ketentuan dapat dilihat
pada tabel 12 Appendix Kern (1983) sedangkan Rd perhitungan didapatkan dari
persamaan berikut.
U C −U D
Rd=
U ❑C x U D
17. Pressure drop
a. Pressure drop pada tube
∆ PT =∆ Pt +∆ Pr
Dengan :
2
f .G t . L. n
∆ Pt = 10
5,22.10 . D . sg . ϕ

∆ Pr =
4 n V 2 62,5
.
sg 2 g 144 ( )
Keterangan :
ΔPT = pressure drop pada tube (psi)
f = friction factor (ft/in2) berasal dari hasil plotting pada Fig. 26 Kern (1983)
sg = spesific gravity
V = velocity (ft/s)
g = percepatan gravitasi (32,174 ft/s2)
b. Pressure drop pada shell
2
f . G s . Ds. ( N +1 )
∆ P S= 10
5,22.10 . De . sg . ϕ
dengan :
12 L
N +1=
B
Keterangan :
ΔPS = pressure drop pada shell (psi)
f = friction factor (ft/in2) berasal dari hasil plotting pada Fig. 29 Kern (1983)
B = baffle spacing (in)
Ds = diameter shell (ft)
De = diameter ekuivalen (ft)

METODE COULSON
1. Dimensi tube
Dimensi tube ditentukan dengan mengacu pada Coulson & Richardson
(2005), pemilihan diameter pipa yang biasa digunakan pada tube STHE adalah
sebesar 5/8 – 2 in. Besar diameter luar tube (Do) dan diameter dalam tube (Di)
bergantung pada ketebalan pipa yang dipilih (BWG number). Sedangkan panjang
tube (L) yang umum digunakan pada STHE adalah 6 – 24 ft.
2. Long Mean Temperature Diferent (ΔTLMTD)
Perhitungan ΔTLMTD menggunakan persamaan 4.__ dengan satuan
temperatur dalam K.
3. Faktor koreksi (Ft)
Perhitungan Ft dilakukan sesuai pada design STHE metode Kern
sebelumnya.
4. ΔTM
Perhitungan ΔTM dilakukan sesuai pada design STHE metode Kern
sebelumnya.
5. Luas area luar pipa
Q
A=
U trial . ∆T m
Keterangan :
A = luas area luar pipa (m2)
Utrial = koefisien perpindahan panas total (W/m2 oC) (tabel 12.2 dalam Coulson
& Richardson (2005))
6. Jumlah tube (Nt)
A
Nut =
π . L . Do
7. Dimensi shell
a. Tube pitch (Pt)
Jenis pitch yang biasa dipilih adalah square atau tringular pitch dengan
besar :
Pt = 1,25 . Do
b. Diameter bundle (Db)

( )
1
Nt n1
Db = Do
K1

c. Diameter shell (Ids)


IDs = Db + Dbo
Keterangan :
Do = diameter luar pipa (m)
n1, K1 = koefisien (tabel 12.4 dalam Coulson & Richardson (2005))
Db = diameter bundle (m)
IDs = diameter dalam shell (m)
Dbo = tebal shell (m) (gambar 12.10 dalam Coulson & Richardson (2005))

Terdapat perbedaan perhitungan variabel pada perancangan kondensor,


diantaranya adalah:
1) Shell Side Coefficient (kondensasi di shell)
Asumsi Condensing Coefficient (hctrial)
Mengasumsikan nilai koefisien kondensasi (hctrial) dilakukan untuk
menghitung suhu dinding tube (Tw), dan menghitung nilai koefisien kondensasi
yang sebenarnya (hc). Nilai hctrial dapat diterima apabila nilai hctrial tidak berbeda
jauh dari nilai hc. Apabila nilai hc trial berbeda jauh dari nilai hc, maka nilai hc trial
diubah sehingga nilainya mendekati nilai hc hasil perhitungan. Pada COND-201
nilai hctrial yang digunakan adalah :
Menentukan Mean Temperature Condensate (Tcav)
Tw+ Tav
Tcav =
2
−( Tav−tav ) U trial
Tw = Tav
hc trial
Keterangan :
Tw = Tube wall temperature (oC)
(T 1−T 2)
Tav = suhu rata rata pada hot fluid (oC) =
2
(t 2−t 2)
tav = suhu rata rata pada cold fluid (oC) =
2
Menghitung Condensing Coefficient (hc)

[ ]
1/3
ρ L ( ρ L−ρ v ) g
hc = 0,95 . kL
µ L. Γ h
Nr -1/6

Wc
Γh =
L. Nt
2 Db
Nr = ( )
3 Pt
Keterangan :
Wc = laju alir kondensat total (kg/s)
Nr = Jumlah rata rata tube pada baris tube vertical
Nilai hctrial dapat diterima apabila nilainya tidak berbeda jauh dengan nilai
hctrial.
2) Tube Side Coefficient (kondensasi di Tube)

Menghitung Condensing Coefficient (hc)

[ ]
1/3
ρ L ( ρ L−ρ v ) g
hcs = 0,76. kL
µ L. Γ h

4.2.5. Expansion Valve


Pada proses pembuatan kaprolaktam ini direncanakan memerlukan 4 unit
expansion valve (pressure reducing valve) untuk menurunkan tekanan fluida.
Pressure reducing valve ini berfungsi untuk menurunkan tekanan pada aliran
umpan amoniak (EV-101, EV-102, dan EV-103) dan umpan FD-201 (EV-201).
Penurunan tekanan pada aliran umpan amoniak dilakukan secara bertahap. EV-
101 digunakan untuk menurunkan tekanan dari 10,8 bar menjadi 5 bar, EV-102
untuk menurunkan tekanan dari 5 bar menjadi 2,5 bar, sedangkan EV-103 untuk
menurunkan tekanan dari 2,5 bar menjadi 1,2 bar. Sementara itu, EV-201
digunakan untuk menurunkan tekanan umpan menuju flash drum dari 0,993 bar
menjadi 0,912 bar.
Perancangan expansion valve ini didasarkan pada perhitungan yang
ditetapkan oleh vendor Mankenberg. Perhitungan expansion valve ini tersaji pada
lampiran B. Tahapan perancangan expansion valve adalah sebagai berikut.
1. Menentukan laju alir volimetrik fluida (Q)
F
Q=
ρ
Keterangan :
Q = Laju alir volumetrik (L/jam
F = Laju alir massa (kg/jam)
ρ = Densitas fluida (kg/L)

2. Menentukan nilai Kv
Nilai Kv merupakan salah satu parameter penting dalam perancangan dan
pemilihan valve. Kv merupakan laju alir volumetrik spesifik pada valve. Untuk
fluida cair digunakan persamaan 4.1, sementara itu fluida gas menggunakan
persamaan 4.2a dan 4.2b.

Kv=Q
√ ρ
1000 ×∆ P
......................................................................... (4.1)

Bila ∆ P <
P1
2
Q
maka, Kv= N
514
QN
√ ρN ( T 1 +273,15 )
∆ P × P2
................................. (4.2a)

P1
Bila ∆ P >
2
maka, Kv= √ ρ ( T +273,15 ) ................... (4.2b)
257× P2 N 1
Keterangan
Kv = Koefisien laju alir fluida pada valve (m3/jam)
Q = Laju alir volumetrik pada kondisi operasi (m3/jam)
QN = Laju alir volumetrik pada kondisi normal (m3/jam)
ρ = Densitas pada aliran masuk (kg/m3)
ρN = Densitas pada kondisi normal (kg/m3)
∆P = Perbedaan tekanan (bar)
P1 = Tekanan aliran masuk (bar)
P2 = Tekanan aliran keluar (bar)
T1 = Temperatur masuk (oC)

3. Menentukan nilai Kvs


Nilai Kvs dapat didefinisikan sebagai laju alir volumetrik valve pada saat
penurunan tekanan setiap 1 bar. Pada vendor Mankenberg, nilai Kvs digunakan
untuk pemilihan valve. Perhitungan Kvs dihitung melalui persamaan berikut.
Kvs = 1,3 Kv

4. Menentukan ukuran dan jenis valve


Penentuan ukuran dan jenis valve didasarkan pada fasa fluida, temperatur,
tekanan masuk dan keluar, serta nilai Kvs. Pemilihan ini mengacu pada vendor
Mankenberg. Spesifikasi expansion valve tersaji pada sub bab 4.3..
4.2.6. Sistem Perpipaan
Rangkaian pipa di suatu plant berfungsi untuk mentransportasikan fluida
dari suatu tempat ke tempat lainnya. Pada perancangan pipa ini ditujukan untuk
mencari spesifikasi pipa seperti material, diameter, tebal (schedule number atau
standar diameter ratio), dan panjang pipa. Sistem perpipaan meliputi pipa lurus
(vertikal atau horizontal), sambungan, instrumentasi pengendalian, hingga
komponen khusus seperti drainase.
Sementara itu, pemilihan material untuk sistem perpipaan didasarkan atas
korosifitas fluida dan suhu operasinya. Pada tabel 4.1 tersaji material terpilih
berdasarkan sifat fluida pada aliran. Koefisien sambungan (E) yang digunakan
untuk material metal adalah electrical resistance welding (ERW) dengan nilai E
adalah 0,85 dan electrical fusion welding (EFW) dengan nilai E adalah 0,95 untuk
pipa plastik. Perancangan sistem perpipaan ini merujuk pada standar desain
American Society of Mechanical Engineering (ASME) B31.3 (2016).
Tabel 4. 2 Pertimbangan dalam Pemilihan Material Peralatan
Material Sesuai untuk fluida
Carbon steel API 5L Grade B Non-korosif suhu > 40oC
[1]
Korosif karena oleum, amoniak, dan amonium
Stainless steel TP304
sulfat
Stainless steel 316L [2]
Korosif karena asam sulfat
HDPE (PE63/80/100) Korosif dan non-korosif pada suhu <40oC
[1]
(Thomas&Betts, 2021); [2] (Industrial Specialties Mfg. & IS MED Specialties,
2021)

1. Menetapkan tekanan desain


Tekanan desain yang ditetapkan harus mampu menahan tekanan operasi
dengan melibatkan over desain yaitu, 33% dari tekanan operasi. Penentuan
tekanan desain ini didefinisikan pada persamaan berikut.
Pd=1,33 Pop

2. Menetapkan temperatur desain


Temperatur desain pipa harus dapat menahan temperatur operasi dengan
melibatkan over desain sebesar +25 oC dari temperatur operasi. Penentuan
temperatur desain dapat didefinisikan pada persamaan berikut.
Td=Top +25 ℃
3. Menghitung laju alir volumetrik
F
Q=
ρ
Keterangan :
Q = Laju alir volumetrik (L/jam
F = Laju alir massa (kg/jam)
ρ = Densitas fluida (kg/L)
4. Laju alir linear fluida (v)
Dalam penentuan laju alir linear perlu diperhatikan agar tidak melebihi
kecepatan erotional atau di bawah terjadinya pengendapan. Menurut API RP 14E,
kecepatan maksimum untuk mencegah terjadinya erosi karena fluida cair adalah
15 ft/s dan kecepatan minimum agar tidak terjadi pengendapan adalah 3 ft/s.
Sementara itu, untuk fluida gas kecepatan maksimum yang diizinkan adalah 60
ft/s dan untuk fluida campuran (gas-cair) kecepatan minimum yang dianjurkan
adalah 10 ft/s. Pada aliran slurry, kecepatan maksimum dicari melalui kecepatan
erotional.
Berdasarkan pertimbangan keamanan, untuk sistem perpipaan ditetapkan
bahwa laju alir linear fluida adalah senilai 2/3 dari Ve atau kecepatan maksimum
fluida. Maka, dengan demikian berlaku beberapa hal sebagai berikut.
vgas = 40 ft/s
vliquid = 10 ft/s
v2fasa = 10 ft/s
vslurry = (2/3) Ve
c
Ve=
√ ρm
Keterangan :
Ve = Erotional velocity (ft/s)
c = Konstanta empiris = 100 (untuk proses kontinu)
ρm = Densitas campuran (lbm/ft3)

5. Luas penampang pipa (A)


Luas penampang pipa adalah pembagian antara laju alir volumetrik
terhadap kecepatan linear fluida.
Q
A=
v
6. Diameter pipa (D)
Pemilihan diameter pipa diatur untuk pembulatan ke atas sehingga sesuai
dengan spesifikasi pipa di pasaran.

D=
√ 4A
π

7. Tebal pipa (tm)


Tebal pipa yang diperhitungkan adalah tebal pipa akibat tekanan desain
dan corrosion allowance. Nilai allowable stress dapat diperoleh melalui tabel
ASME B31.1 (2016) berdasarkan jenis material yang digunakan. Bila tebal pipa
berdasarkan hasil perhitungan di bawah ini telah didapatkan, dapat dilakukan
pemilihan schedule number atau standar diameter ratio berdasarkan spesifikasi
yang umum di pasaran.

tm =t+c
PD
t=
2 ( SE+PY )

Keterangan :
tm = tebal pipa minimum (mm)
t = tebal pipa berdasarkan tekanan desain
c = total corrosion allowance (cm + cc)
cm = mechanical allowance = 0,02 in
cc = corrosion allowance = 1/8 in untuk aliran korosif; 1/16 in untuk
aliran non-korosif
P = tekanan desain (psi)
D = diameter pipa (mm)
S = Allowable stress (psi)
E = faktor sambungan (ERW = 0,85; EFW = 0,95)
Y = koefisisen (disesuaikan dengan bahan konstruksi dan ketebalan)

8. Line list sistem perpipaan


Line list dalam perpipaan dibuat untuk membedakan aliran pipa satu
dengan lainnya secara spesifik. Hal ini dapat mempermudah komunikasi antara
process engineer dan mechanical engineer. Tidak ada aturan baku untuk urutan
penamaan sistem perpipaan, tetapi paling tidak harus terdapat beberapa hal seperti
nominal diameter standar (dalam inchi untuk pipa metal dan dalam mm untuk
pipa plastik), schedule number (pipa metal) atau standar diameter rasio (untuk
pipa plastik), material dan grade pipa, nomor aliran, dan material fluida. Line list
sistem perpipaan untuk pabrik kaprolaktam ini tersaji pada sub bab 4.4.15.

4.2.7. Pompa
Pompa adalah alat yang digunakan untuk memindahkan fluida dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menaikkan tekanan dari fluida. Pemilihan pompa
dilakukan dengan pemilihan jenis pompa, pemilihan pompa berdasarkan total
head dan kapasitas. Jenis pompa yang dipilih adalah pompa dinamik yaitu pompa
sentrifugal yang mengubah energi kinetik (kecepatan) fluida menjadi energi
potensial (dinamis) melalui sutau impeller yang berputar dalam casing. Pompa
sentrifugal digunakan karena kecepatan dan aliran yang dihasilkan fluida halus
(hampir konstan), dan biaya perawatannya tidak mahal.
Terdapat delapan pompa yang digunakan dalam proses produksi, dan
pemilihan pompa dilakukan dengan tahapan berikut :
1) Laju Alir Volumetrik Fluida (Q)
Laju alir volumetrik fluida dapat ditentukan menggunakan persamaan
berikut ;
F
Q=
ρ
Keterangan :
F = laju alir massa fluida (kg/jam)
ρ = massa jenis fluida (kg/m3)
2) Laju Alir Linear Fluida (v)
Pompa terhubung dengan sistem perpipaan dan fluida yang mengalir
menuju pompa menyesuaikan dengan laju alir fluida yang masuk pada pompa
tergantung dari luas penampang pipa dan laju alir volumetrik fluida. Luas
penampang pipa (A) ditentukan menggunakan persamaan berikut :
A = ¼. π .ID
Keterangan : ID = Diameter dalam pipa (m)
Inside diameter pipa (ID) didapatkan dari perancangan pipa, sementara lajur
alir linear fluida dihitung menggunakan persamaan berikut :
Q
v=
3600. A
3) Total Head Pompa (H)
Total head pompa adalah perbedaan tekanan pada bagian discharge dan
suction pompa yang memiliki satuan meter (m) (McAllister, 2002). Total head
terdiri dari pressure head, static head, velocity heade, dan friction heard.
a) Pressure head (Hp)
Pressure head merupakan perbedaan tekanan pada discharge point dan
suction point pompa. Perhitungannya menggunakan persamaan berikut :
P 2−P1
HP =
g. ρ
Keterangan : g = percepatan gravitas (9,8 m/s2)
b) Static Head (Hz)
Static head adalah perbedaan tekanan yang disebabkan oleh perbedaan
ketinggian dari titik tertinggi discharge dan suction terhadap pompa.
Perhitungannya menggunakan persamaan berikut :
Hz = z2-z1
Keterangan : z = ketinggian pipa (m)
c) Velocity Head (Hv)
Velocity head adalah tekanan yang disebabkan oleh perbedaan kecepatan
laju alir discharge point dan suction point pompa. Perhitungannya
menggunakan persamaan berikut :
v 22−v 21
Hv =
g
d) Friction Head (Hf)
Friction head adalah tekanan yang dihasilkan dari gesekan fluida dengan
sistem perpipaan. Tahapan perhitungannya adalah
Menghitung Panjang Pipa Total (∆ L)
Panjang pipa lurus dan panjang ekuivalen (Le) dari valve dan sambungan
dihitung untuk mendapatkan nilai. Tabel __ menunjukkan Le/D untuk
fitting atau valve pada sistem perpipaan denga jenis aliran turbulen.

Tabel 4. 3. Friction loss untuk Aliran Turbulen yang Melewati Fitting atau Valve
Tipe Fitiing dan Valve Equivalen Length of
Straight Pipe in Pipe
(Le/ID)
Elbow, 45 17
Elbow, 90 35
Tee 50
Return Bend 75
Coupling 2
Union 2
Gate Valve
Wide Open 9
Half Open 225
Globe Valve
Wide Open 300
Half Open 475
Angle valve, wide open 100
Check Valve
Ball 3500
Swing 100
Water meter, disk 350
(sumber : (Geankoplis, 1993))
Menghitung Nre
Bilangan Reynold (Nre) digunakan untuk menentukan jenis aliran. Aliran
laminar memiliki Nre< 2.100, aliran transisi memiliki 2.100<Nre<4.000,
sedangkan aliran turbulen memiliki nilai Nre>4.000. Perhitungan Nre
dilakukan untuk memastikan bahwa aliran fluida pada pipa turbulen dan
tidak terjadi fouling. Perhitungan nilai Nre dapat dihitung menggunakan
persamaan :
ID . v . ρ
Nre=
μ
Menghitung Relative Roughness
Relative roughness dapat dihitung menggunakan persamaan :
ε
Relative Roughness¿
IDp
Keterangan : ε = equivalent roughness dari pipa baru (m)
Menentukan fanning friction factor ( f )
Nilai friction factor ( f ) yang dihitung berdasarkan jenis aliran fluida,
untuk aliran fluida turbulen, nilai f dituntukan menggunakan moddy chart,
yang ditunjukkan pada Tabel__, dengan memplot Nre dan relative
roughness.
Gambar 4. 4. Fanning Friction Factor untuk Fluida pada Pipa (Moody Chart)
(sumber : (Geankoplis, 1993))

Menghitung Friction Loss (Ff)


Friction loss pada pipa dihitung sesuai dengan jenis aliran, untuk aliran
turbulen nilai friction loss dapat dihitung menggunakan persamaan
persamaan berikut (Geankoplis, 1993):
2
∆L v
Ff = 4 f
ID 2 g
Head loss of Expansion and Contraction
Head loss yang disebabkan oleh ekspansi (hex) atau pembesaran tiba-tiba
aliran dapat dihitung menggunakan persamaan berikut (Geankoplis Christie,
et al., 2018) :
v 21
hex = Kex
2g

( )
2
A1
Kex = 1−
A2

Head loss untuk kontraksi (hc) atau pengecilan tiba-tiba pada aliran dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut (Geankoplis Christie, et al.,
2018):
2
v
hc = Kc 2
2g

( )
2
A2
Kc = 0,55 1−
A1

Keterangan :
Kex = Koefisien expansion-loss
Kc = Koefisien contraction-loss
Menghitung Friction Head (Hf)
Friction head dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut
(Geankoplis Christie, et al., 2018):
2 2 2
v v
Hf = 4 f ∆ L v + K ex 1 + K c 2
IDp 2 g 2g 2g
Hf = Ff + hex + hc
Keterangan : Hf = Friction head (m)
e) Menghitung Total Head (H)
Perhitungan total head (H) untuk pompa menggunakan persamaan berikut :
H = Hp + Hz + Hv + Hf

4) Pemilihan Pompa
Pompa dipilih dengan memlotkan kebutuhan proses yaitu laju alir
volumetrik dan total head pada kurva katalog pompa, yang disediakan oleh
vendor. Data yang akan didapatkan adalah diameter suction dan discharge
pompa, dan diameter impeller.
5) Penentuan Efisienvsi, Daya dan Kecepatan Rotasi Pompa
Pompa yang dipilih memiliki kurva karaktertik pompa. Efisiensi, daya dan
RPM pompa yang digunakan didapatkan dari kurva karakteristik pompa dengan
memplot total head dan laju alur volumetrik fluida.
6) Pemilihan Jenis Impeller
Jenis impeller ditentukan dengan mencari nilai kecepatan spesifik (Ns) pada
kondisi best efficiency point (BEP). Ns dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut :
N √QBEP
Ns = ( 34 )
H BEP
Keterangan :
N = Kecepatan rotasi impeller (RPM)
Q = Kapasitas pada BEP (GPM)
H = Head pada BEP (ft)
Nilai Ns yang telah dihitung, diplotkan pada Gambar__ untuk mendapatkan
jenis impeller yang sesuai.

Gambar 4. 5. Pemilihan Jenis Impeller


(sumber : Lobanoff dan Ross, 1992)
4. 3. Hasil Perhitungan dan Spesifikasi
4.3.1. Reaktor Rearrangement Beckmann (R-101)
REAKTOR REARRAGMENT BACKMANN (R-101)
Jenis Continous Strirred Tank Reactor
Kode Alat R-101
Fungsi Reaksi pembentukan kaprolaktam
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar.g) 1,561
Temperatur ( C)
o
135
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 1,013
Temperatur ( C)
o
110
MATERIAL KONSTRUKSI
Jenis Material Stainless Steel 316L
DETAIL KONTRUKSI
Diameter Dalam (mm) 2730,5
Diameter Luar (mm) 2618
Tebal Shell (mm) 5,22
Tinggi Shell (mm) 2847
Tinggi Reaktor (mm) 4000
HEAD DAN BOTTOM
Jenis Torispherical
dished head
Knuckle radius, irc
2590,8
(mm)
Crown radius, r (mm) 165,1
Tinggi (mm) 579,638
Tebal head (mm) 44,2
DETAIL PENGADUK
Jenis Proppeler
Diameter Impeller 1092,2
(mm)
Jarak Impeller ke 1365 mm
Dasar Tangki
Jarak Cairan ke 1365 mm
Impeller (mm)
Tebal Lower Radial 136,5
Impeller
Jumlah Pengaduk 1
(mm)
Kecepatan Pengaduk 215
(rpm)
Daya Motor (HP) 40
DETAIL BAFFLE
Jumlah Baffle 4
Panjang Baffle (mm) 2146
Tebal Baffle (mm) 277
KOIL PENDINGIN
Jenis Single helix coil
Panjang koil (mm) 82273
Panjang lengkungan 11000
(mm)
Jumlah lilitan 8
Jarak antar koil (mm) 228,6
Tinggi koil (mm) 2300
4.3.2. Reaktor Netralisasi (R-102)
Tabel 4. 4 Lembar Spesifikasi Desain R-102
REAKTOR NETRALISASI (R-102)
Jenis Bubble Reactor
Kode R-102
Fungsi Netralisasi asam sulfat oleh gas amoniak
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar.g) 2,614
Temperatur ( C)
o
115
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 1,013
Temperatur (oC) 90
SPESIFIKASI
Stainless steel
Material
316L
Tinggi reaktor (mm) 15.030
Tinggi shell (mm) 13.520
Tinggi fluida (mm) 11.270
Diameter luar (mm) 3.048
Tebal shell (mm) 9,53
HEAD DAN BOTTOM
Torisphreical
Jenis
dished head
Knuckle radius, irc (mm) 2.895,6
Crown radius, r (mm) 184,15
Tinggi (mm) 755
Tebal head (mm) 19,05
SPARGER
Jenis Perforated plate
Material Stainless steel
316L
Tebal (mm) 1,5
Hole size (mm) 6,4
Hole pitch (mm) 9,5
Hole area (%) 40
KOIL PENDINGIN
Jenis Single helix coil
Panjang pipa (mm) 188.880
Panjang lengkungan (mm) 13.491
Jumlah lilitan 14
Jarak antar koil (mm) 550
Tinggi koil (mm) 10.921
Luas perindahan panas (m2) 147,31
NOZZEL
A 2 ½ in Umpan cair
B 16 in Umpan gas
C 3 in Produk
D Air pendingin Catatan : dimensi tercantum dalam
10 in
milimeter

4.3.3. Dekanter (DC-201)


DEKANTER
Jenis Vertical Decanter
Kode DC-201
Fungsi Memisahkan Kaprolaktam-Air dan Amonium Sulfat-Air
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar.g) 3,4
Temperatur ( C)
o
115
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 1,01
Temperatur (oC) 90
SPESIFIKASI
Material Stainless Steel
SA-240 Grade
M Tipe 316
Diameter (mm) 2.340
Tinggi (mm) 4.680
z1 (mm) 4.212
z3 (mm) 2.340
z2 (mm) 4.000
Tebal shell (mm) 7,9
HEAD DAN BOTTOM
Torisphreical
Jenis
dished head
irc (mm) 149
r (mm) 2.438
Tinggi (mm) 482
Tebal head (mm) 7,9
NOZZEL
Aliran Fasa
A 48
Ringan
B 117 Aliran Umpan
Aliran Fasa Catatan : dimensi tercantum dalam milimeter
C 73
Berat
4.3.4. Flash Drum (FD-201)
FLASH DRUM
Jenis Vertical Flash Drum
Kode FD-201
Fungsi Memisahkan Fasa Gas-Cair Produk Uap EV-201
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar.g) 1,11
Temperatur ( C)
o
142,85
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 0,90
Temperatur ( C)
o
117,85
SPESIFIKASI
Material Stainless Steel
SA-240 Grade
M Tipe 316
ODV(mm) 1.016
IDV (mm) 1.006
ODL(mm) 356
IDL (mm) 346
Tebal shell (mm) 4,8
HEAD DAN BOTTOM
Torisphreical
Jenis
dished head
Ruang Uap
irc (mm) 63,5
r (mm) 1.016
Tinggi (mm) 226
Tebal head (mm) 4,8
Ruang Cair
irc (mm) 22
r (mm) 356
Tinggi (mm) 114
Tebal head (mm) 4,8
NOZZEL
A 73 Aliran Uap
B 406 Aliran Umpan
C 27 Aliran Cair Catatan : dimensi tercantum dalam milimeter
4.3.5. Crystallizer (CR-201)
Tabel 4. 5 Lembar Spesifikasi Desain CR-201
CRYSTALLIZER
Jenis Contherm Scraped-surface Heat Exchanger
Kode CR-201
Fungsi Kristalisasi kaprolaktam
KONDISI DESAIN
Stainless Steel
Material
316L
Anulus
Tekanan (bar.g) 17
Suhu (oC) -35 – 170
Pipa
Tekanan (bar.g) 21
Suhu ( C)
o
-35 – 170
KONDISI OPERASI
Anulus
Tekanan (bar.a) 1,013
Suhu ( C)
o
8 – 30
Pipa
Tekanan (bar.a) 1,013
Suhu ( C)
o
20 – 60
SPESIFIKASI
Panjang (mm) 15.240
Jumlah 28 buah
Luas perpindahan panas (m ) 293,69
2

Anulus
Outside diameter (mm) 273,05
Tebal dinding pipa (mm) 13,97
Pipa
Outside diameter (mm) 219,08
Tebal dinding pipa (mm) 16,36
Scraper
Diameter rotor 73,787
Jumlah blade 2
Blade gap (mm) 15
Daya Motor (kW) 15
NOZZEL
A 1 ½ in Umpan
B 1 ½ in Produk Ket. dimensi tercantum dalam milimeter
4.3.6. Heater (E-101, E-102, E-103, E-104, E-105, dan E-201)
Tabel 4. 6. Hasil Perancangan E-101
HEATER
Nama alat Heater 1
Kode alat E-101
Fungsi Memanaskan larutan umpan CHO sebelum masuk ke Reaktor
(R-101)
Jenis Double Pipe Heat Exchanger
Beban panas 455.805,21kJ/jam
Luas perpindahan panas 49,76 ft2
Pipe
Fluida Umpan CHO Sch No. 40
Laju alir 6.774,4 kg/jam Diameter dalam 52,5 mm
Temperatur masuk 83,7 oC Luas Permukaan 0,0022 m2
Temperatur keluar 110 oC Pressure drop 0,063 bar
Tekanan masuk 1 atm Bahan Stainless Steel
Anulus
Fluida steam Sch No. 40
Laju alir 491 kg/jam Hair Pin 2
Temperatur masuk 170,4 C
o
Diameter dalam 77,93 mm
Temperatur keluar 170,4 C
o
Diameter luar 88,9 mm
Tekanan masuk 8 bar Pressure drop 0,049 bar
Panjang tube 6.096 mm Bahan Carbon steel
Nozzle and Manways
A Masukkan CHO
B Keluaran CHO
C Masukkan
steam
D Keluaran steam

Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm


Tabel 4. 7. Hasil Perancangan E-102
HEATER
Nama alat Heater 2
Kode alat E-102
Fungsi Memanaskan larutan umpan oleum sebelum masuk ke Reaktor
(R-101)
Jenis Double Pipe Heat Exchanger
Beban panas 1.404.188 kJ/jam
Luas perpindahan panas 110,04 ft2
Pipe
Fluida Umpan oleum Sch No. 80
Laju alir 8.806 kg/jam Diameter dalam 78 mm
Temperatur masuk 25 oC Luas Permukaan 0,0048 m2
Temperatur keluar 110 oC Pressure drop 0,011 bar
Tekanan masuk 1 atm Bahan Stainless Steel
Anulus
Fluida Steam Sch No. 40
Laju alir 686 kg/jam Hair Pin 3
Temperatur masuk 170,4 C
o
Diameter dalam 102 mm
Temperatur keluar 170,4 C
o
Diameter luar 114 mm
Tekanan masuk 8 bar Pressure drop 0,63 bar
Panjang tube 6.096 mm Bahan Carbon Steel

Nozzle and Manways


A Masukkan
oleum
B Keluaran oleum
C Masukkan
steam
D Keluaran steam

Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm


Tabel 4. 8. Hasil Perancangan E-104
HEATER
Nama alat Heater 4
Kode alat E-104
Fungsi Memanaskan larutan umpan R-102
Jenis Double Pipe Heat Exchanger
Beban panas 3.805.592 kJ/jam
Luas perpindahan panas 104 ft2
Pipe
Fluida Umpan Sch No. 80
Laju alir 37.035 kg/jam Diameter dalam 146 mm
Temperatur masuk 74,3 C
o
Luas Permukaan 0,0168 m2
Temperatur keluar 90 C
o
Pressure drop 0,0044 bar
Tekanan masuk 1 atm Bahan Stainless Steel
Anulus
Fluida Steam Sch No. 40
Laju alir 1859,6 kg/jam Hair Pin 2
Temperatur masuk 170,4 oC Diameter dalam 254 mm
Temperatur keluar 170,4 Co
Diameter luar 273 mm
Tekanan masuk 8 bar Pressure drop 0,00002 bar
Panjang tube 6.096 mm Bahan Carbon Steel

Nozzle and Manways


A Masukkan
umpan
B Keluaran umpan
C Masukkan
steam
D Keluaran steam

Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm


Tabel 4. 9. Hasil Perancangan E-106
HEATER
Nama alat Heater 6
Kode alat E-201
Fungsi Memanaskan larutan umpan EV-202
Jenis Double Pipe Heat Exchanger
Beban panas 89.811 kJ/jam
Luas perpindahan panas 104 ft2
Pipe
Fluida Umpan Sch No. 40
Laju alir 1.737 kg/jam Diameter dalam 35 mm
Temperatur masuk 72,3 C
o
Luas Permukaan 0,001 m2
Temperatur keluar 90 C
o
Pressure drop 0,00006 bar
Tekanan masuk 1 atm Bahan Stainless Steel
Anulus
Fluida Steam Sch No. 40
Laju alir 43,88 kg/jam Hair Pin 1
Temperatur masuk 170,4 oC Diameter dalam 51 mm
Temperatur keluar 170,4 Co
Diameter luar 60 mm
Tekanan masuk 8 bar Pressure drop 0,0127 bar
Panjang tube 6.096 mm Bahan Carbon Steel

Nozzle and Manways


A Masukkan
umpan
B Keluaran umpan
C Masukkan
steam
D Keluaran steam

Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm


Tabel 4. 10. Hasil Perancangan E-103
HEATER
Nama alat Heater 3
Kode alat E-103
Fungsi Menguapkan NH3 sebagai umpan R-102
Jenis Shell and Tube 1-2
Beban panas 3.349.568 kJ/jam
Luas perpindahan panas 53,97 m2
Shell
Laju alir 482,733 Kg/jam Jarak antar baffle 123 mm
Temperatur masuk 170,4 Co
Baffle cut 25%
Temperatur keluar 170,4 oC Jumlah pass 1
Tekanan masuk 1 atm ID shell 616 mm
Penurunan tekanan 0,26 atm Bahan Carbon Steel
Tube
Laju alir 3.216,08 Kg/jam Pitch tube 48 mm
Temperatur masuk -33 oC DO tube 38 mm
Temperatur keluar -33 C
o
ID tube 33 mm
Tekanan masuk 1 atm Panjang tube 6.096 mm
Penurunan tekanan 0,29 atm Jumlah pass 2
Jumlah Tube 74 Bahan Stainless steel
Susunan Square Pitch
Nozzle and Manways
A Masukkan NH3
B Keluaran NH3
C Masukkan
chilled water
D Keluaran chilled
water
Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm
Tabel 4. 11. Hasil Perancangan E-105
HEATER
Nama alat Heater 5
Kode alat E-105
Fungsi Memanaskan NH3 sebagai umpan R-102
Jenis Shell and Tube 1-1
Beban panas 987.912,8 kJ/jam
Luas perpindahan panas 41,42 m2
Shell
Laju alir 482,733 Kg/jam Jarak antar baffle 0,09 m
Temperatur masuk 170,4 Co
Baffle cut 25%
Temperatur keluar 170,4 oC Jumlah pass 1
Tekanan masuk 1 atm ID shell 440 mm
Penurunan tekanan 0,13 atm Bahan Carbon
Steel
Tube
Laju alir 3.216,08 Kg/jam Pitch tube 48 mm
Temperatur masuk -33 oC DO tube 34 mm
Temperatur keluar 90 oC ID tube 33 mm
Tekanan masuk 1 atm Panjang tube 6.096 mm
Penurunan tekanan 0,02 atm Diameter bundle 428 mm
Jumlah Tube 57 Jumlah pass 1
Susunan Tringular Pitch Bahan Stainless
steel
Nozzle and Manways
A Masukkan NH3
B Keluaran NH3
C Masukkan
steam
D Keluaran
Kondensat
Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm
4.3.7. Cooler (C-201)
Tabel 4. 12. Hasil Perancangan C-201
COOLER
Nama alat Cooler 1
Kode alat C-201
Fungsi Mendinginkan umpan CR-201
Jenis Double Pipe Heat Exchanger
Beban panas 2.016.962 kJ/jam
Luas perpindahan panas 98,54 ft2
Pipe
Fluida Umpan crystalizer Sch No. 40
Laju alir 7.946,7 kg/jam Diameter dalam 52,5 mm
Temperatur masuk 153,1 C
o
Luas Permukaan 0,0035 m2
Temperatur keluar 60 oC Pressure drop 0,13 bar
Tekanan masuk 1 atm Bahan Carbon Steel
Anulus
Fluida Cooling water Sch No. 40
Laju alir 21.795,1 kg/jam Hair Pin 4
Temperatur masuk 8 oC Diameter dalam 102 mm
Temperatur keluar 30 C
o
Diameter luar 114 mm
Tekanan masuk 1 atm Pressure drop 0,19 bar
Panjang tube 6.096 mm Bahan Carbon steel
Nozzle and Manways
A Masukkan
umpan CR-201
B Keluaran umpan
CR-201
C Masukkan CW
D Keluaran CW

Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm


4.3.8. Kondensor (COND-201, COND-202, COND-203)
Tabel 4. 13. Hasil Perancangan COND-201
KONDENSOR
Nama alat Kondensor 1
Kode alat CON-201
Fungsi Mengondensasi produk atas dari EV-201
Jenis Shell and Tube 1-1
Beban panas 527.413,2 kJ/jam
Luas perpindahan panas 7,62 m2
Shell
Laju alir 2984,640 Kg/jam Jarak antar baffle 0,283 m
Temperatur masuk 152,5 Co
Baffle cut 25%
Temperatur keluar 120,20 C o
Jumlah pass 1
Tekanan masuk 1 atm ID shell 283 mm
Penurunan tekanan 0,035 atm Bahan Stainless Steel
Tube
Laju alir 6305,51 Kg/jam Pitch tube 318 mm
Temperatur masuk 30 oC DO tube 25 mm
Temperatur keluar 50 C
o
ID tube 19 mm
Tekanan masuk 1 atm Panjang tube 2.440 mm
Penurunan tekanan 0,0008 atm Diameter bundle 271,1 mm
Jumlah Tube 40 Jumlah pass 1
Susunan Square Pitch Bahan Stainless steel
Nozzle and Manways
A Masukkan Air
Pendingin
B Keluaran Air
Pendingin
C Masukkan Uap
D Keluaran
Kondensat
Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm
Tabel 4. 14. Hasil Perancangan COND-202
KONDENSOR
Nama alat Kondensor 2
Kode alat CON-202
Fungsi Mengondensasi produk atas dari FD-201
Jenis Shell and Tube 1-1
Beban panas 8.803.069 kJ/jam
Luas perpindahan panas 76,60 m2
Shell
Laju alir 2.648,24 Kg/jam Jarak antar baffle 715 mm
Temperatur masuk 117,85 oC Baffle cut 25%
Temperatur keluar 90,00 Co
Jumlah pass 1
Tekanan masuk 0,888 atm ID shell 715 mm
Penurunan tekanan 0,0018 atm Bahan Stainless Steel
Tube
Laju alir 89.408,2 Kg/jam Pitch tube Square pitch
Temperatur masuk 30 C
o
DO tube 38 mm
Temperatur keluar 50 C
o
ID tube 32 mm
Tekanan masuk 1 atm Panjang tube 4.877 mm
Penurunan tekanan 0,002 atm Diameter bundle 699 mm
Jumlah Tube 132 Jumlah pass 1
Susunan Square Pitch Bahan Stainless steel
Nozzle and Manways
A Masukkan Air
Pendingin
B Keluaran Air
Pendingin
C Masukkan Uap
D Keluaran
Kondensat
Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm
Tabel 4. 15. Hasil Perancangan COND-203
KONDENSOR
Nama alat Kondensor 3
Kode alat CON-203
Fungsi Mengondensasi produk atas dari EV-202
Jenis Shell and Tube 1-1
Beban panas 653.261,3 kJ/jam
Luas perpindahan panas 5,97 m2
Shell
Laju alir 7.059,59 Kg/jam Jarak antar baffle 254 mm
Temperatur masuk 8 oC Baffle cut 25%
Temperatur keluar 30 C
o
Jumlah pass 1
Tekanan masuk 1 atm ID shell 254 mm
Penurunan tekanan 0,0008 atm Bahan Stainless Steel
Tube
Laju alir 260,210 Kg/jam Pitch tube Square pitch
Temperatur masuk 155,9 Co
DO tube 25,4 mm
Temperatur keluar 90,0 C
o
ID tube 19,9 mm
Tekanan masuk 1 atm Panjang tube 2.440 mm
Penurunan tekanan 0,0027 atm Diameter bundle 241,6 mm
Jumlah Tube 31 Jumlah pass 1
Susunan Square Pitch Bahan Stainless steel
Nozzle and Manways
A Masukkan Uap
B Keluaran
Kondensat
C Masukkan Air
Pendingin
D Keluaran Air
Pendingin
Satuan yang digunakan pada gambar adalah mm
4.3.9. Storage (T-101, T-102, T-103, S-101, S-201)
Tabel 4. 16. Spesifikasi Alat Tangki Penyimpanan Oleum (T-101)
TANGKI PENYIMPANAN OLEUM (T-101)
Jenis Alat : Tangki silinder vertikal dengan dasar datar (flat bottom)
Tipe Atap : Flanged Standard Dished Head
Fungsi : Tempat Penyimpanan bahan baku oleum
Jumlah Unit : 1 unit
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 1
o
Temperatur ( C) 25oC
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar) 3,4
o
Temperatur ( C) 50
SPESIFIKASI
Stainless Steel
Material SA-187 Grade
304
Jenis Double Welded
Sambungan Butt Joints
Efisiensi
80%
Sambungan
Volume (m3) 1137,95
Tinggi Shell
11.317
(mm)
Diameter (mm) 11.317
Tebal Shell
4,762
(mm)
Tinggi Head
59,9
(mm)
Tebal Head
8,415
(mm)
Tinggi Total
11.917 mm
(mm)
Waktu
7 hari
penyimpanan
Keterangan
High High Level
HHLL
Liquid
HLL High Level Liquid
LLL Low Level Liquid
Low Low Level
LLLL
Liquid
Tabel 4. 17. Spesifikasi Alat Tangki Penyimpanan NH3 (T-102)
TANGKI PENYIMPANAN NH3 (T-102)
Jenis Alat : Tangki silinder vertikal dengan dasar datar (flat bottom)
Tipe Atap : Ellipsoidal Dished Head
Fungsi : Tempat Penyimpanan bahan baku NH3
Jumlah Unit : 1 unit
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 10,8
Temperatur
27oC
(oC)
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar) 13,2
Temperatur
52
(oC)
SPESIFIKASI
Stainless Steel
Material SA-187 Grade
304
Jenis Double Welded
Sambungan Butt Joints
Efisiensi
80%
Sambungan
Volume (m3) 906,85
Tinggi Shell
11.073
(mm)
Diameter (mm) 11.073
Tebal Shell
76,2
(mm)
Tinggi Head
2.768
(mm)
Tebal Head
(mm)
Tinggi Total
13.842
(mm)
Waktu
7 hari
penyimpanan
Keterangan
High High Level
HHLL
Liquid
High Level
HLL
Liquid
Low Level
LLL
Liquid
Low Low Level
LLLL
Liquid
Tabel 4. 18. Spesifikasi Alat Tangki Penyimpanan Air (T-103)
TANGKI PENYIMPANAN NH3 (T-102)
Jenis Alat : Tangki silinder vertikal dengan dasar datar (flat bottom)
Tipe Atap : Conical Head
Fungsi : Tempat Penyimpanan bahan baku air
Jumlah Unit : 1 unit
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 1
Temperatur ( C)
o
25
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar) 4,3
Temperatur ( C)
o
50
SPESIFIKASI
Carbon Steel SA-
Material
283 Grade A
Jenis Double Welded
Sambungan Butt Joints
Efisiensi
80%
Sambungan
Volume (m3) 894,58
Tinggi Shell
10.267
(mm)
Diameter (mm) 10.267
Tebal Shell
4,762
(mm)
Tinggi Head
492
(mm)
Tebal Head
6,35
(mm)
Tinggi Total
10.760
(mm)
Waktu
7 hari
penyimpanan
Keterangan
High High Level
HHLL
Liquid
HLL High Level Liquid
LLL Low Level Liquid
Low Low Level
LLLL
Liquid
Tabel 4. 19. Spesifikasi Alat Tangki Penyimpanan CHO (S-101)
TANGKI PENYIMPANAN CHO (S-101)
Jenis Alat : Tangki silinder vertikal dengan Conical Hopper
Tipe Atap : Conical Roof
Fungsi : Tempat Penyimpanan bahan baku cyclohexanone oxime (CHO)
Jumlah Unit : 2 unit
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 1
Temperatur ( C)
o
25
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar) 4,3
Temperatur (oC) 50
SPESIFIKASI
Stainless Steel SA-
Material
187 Grade 304
Double Welded Butt
Jenis Sambungan
Joints
Efisiensi
80%
Sambungan
Volume (m3) 2.285,6
Tinggi Shell (mm) 13.158
Diameter (mm) 13.158
Tebal Shell (mm) 25,4
Tinggi Head (mm) 2.885
Tebal Head (mm) 6,35
Tinggi Cone (mm) 9.360
Tebal Cone (mm) 12,7
Tinggi Total (mm) 26.135
Waktu
30 hari
penyimpanan
Tabel 4. 20. Spesifikasi Alat Tangki Penyimpanan CPL (S-102)
TANGKI PENYIMPANAN CPL (S-102)
Jenis Alat : Tangki silinder vertikal dengan Conical Hopper
Tipe Atap : Conical roof
Fungsi : Tempat Penyimpanan produk kaprlolaktam
Jumlah Unit : 2 unit
KONDISI OPERASI
Tekanan (bar) 1
Temperatur ( C)
o
25
KONDISI DESAIN
Tekanan (bar) 4,3
Temperatur (oC) 50
SPESIFIKASI
Carbon Steel SA-283
Material
Grade A
Double Welded Butt
Jenis Sambungan
Joints
Efisiensi
80%
Sambungan
Volume (m3) 2.463,42
Tinggi Shell (mm) 13.491
Diameter (mm) 13.491
Tebal Shell (mm) 41,27
Tinggi Head (mm) 3.048
Tebal Head (mm) 6,35
Tinggi Cone (mm) 9.597
Tebal Cone (mm) 11,11
Tinggi Total (mm) 25.403
Waktu
30 hari
penyimpanan
4.3.10. Expansion Valve (V-101, V-102, V-103 dan V-201)
Tabel 4. 21. Lembar Spesifikasi Desain V-101
EXPANSION VALVE (V-101)
Jenis Pressure Reducing Valve
Kode V-101
Fungsi Menurunkan tekanan pada aliran amoniak
KONDISI OPERASI
Fasa fluida Cair
Laju alir volumetrik 5,37
(m3/jam)
Kvs (m3/jam) 2,23
Temperatur masuk ( C)o
27
Temperatur keluar (oC) 4
Tekanan masuk (bar) 10,8
Tekanan keluar (bar) 5
SPESIFIKASI
Vendor Mankenberg
Kode produk DM-555
Material Stainless steel
316L
Kvs (m3/jam) 2,4
Nominal diameter 15
Kapasitas tekanan masuk
< 40
(bar)
Setting pressure (bar) 5-20
Nominal Pressure 10/6
Berat (kg) 10,6
DIMENSI (mm)
A 230
B 68
C1 205
C2 275
∅D 110
∅E 95
F 19
4.3.1.
Tabel 4. 22. Lembar Spesifikasi Desain V-102
EXPANSION VALVE (V-102)
Jenis Pressure Reducing Valve
Kode V-102
Fungsi Menurunkan tekanan pada aliran amoniak
KONDISI OPERASI
Fasa fluida Dominan cair
Laju alir volumetrik (m /jam)
3
5,57
Kvs (m3/jam) 3,39
Temperatur masuk ( C)
o
4
Temperatur keluar (oC) -15
Tekanan masuk (bar) 5
Tekanan keluar (bar) 2,5
SPESIFIKASI
Vendor Mankenberg
Kode produk DM-152
Material CrNiMo-steel
Kvs (m3/jam) 4
Nominal diameter 15
Kapasitas tekanan masuk (bar) <8
Setting pressure (bar) 0,8-2,5
Nominal Pressure 10/6
Berat (kg) 2
DIMENSI (mm)
AE1 90
AE2 90
C 200
D 138

4.3.2.
Tabel 4. 23 Lembar Spesifikasi Desain V-103
EXPANSION VALVE (V-103)
Jenis Pressure Reducing Valve
Kode V-103
Fungsi Menurunkan tekanan pada aliran amoniak
KONDISI OPERASI
Fasa fluida Dominan cair
Laju alir volumetrik (m /jam)
3
5,72
Kvs (m3/jam) 5,06
Temperatur masuk ( C)
o
-15
Temperatur keluar ( C)
o
-33
Tekanan masuk (bar) 2,5
Tekanan keluar (bar) 1,2
SPESIFIKASI
Vendor Mankenberg
Kode produk DM-152
Material CrNiMo-steel
Kvs (m /jam)
3
6
Nominal diameter 40
Kapasitas tekanan masuk (bar) <8
Setting pressure (bar) 0,8-2,5
Nominal Pressure 10/6
Berat (kg) 2,5
DIMENSI (mm)
AE1 120
AE2 120
C 200
D 138

4.3.3.
Tabel 4. 24 Lembar Spesifikasi Desain V-201
EXPANSION VALVE (V-201)
Jenis Pressure Reducing Valve
Kode V-201
Fungsi Menurunkan tekanan pada aliran umpan FD-201
KONDISI OPERASI
Fasa fluida Dominan
gas
Laju alir volumetrik 26,82
(m3/jam)
Kvs (m3/jam) 17,13
Temperatur masuk (oC) 120
Tekanan masuk (bar) 0,993
Tekanan keluar (bar) 0,912
SPESIFIKASI
Vendor Mankenberg
Kode produk DM-152
Material Stainless
steel 316L
Kvs (m3/jam) 22
Nominal diameter 40
Kapasitas tekanan masuk
<8
(bar)
Setting pressure (bar) 0,3-1,1
Nominal Pressure 10/2,5
Berat (kg) 6,5
DIMENSI (mm)
AE 115
C 230
D 200

4.3.4. Sistem Perpipaan


Pada perencanaan sistem perpipaan pabrik kaprolaktam ini aturan kode pipa
yang ditetapkan adalah ukuran pipa-shedule/SDR-material-grade-nomor
aliran major.minor-singkatan senyawa dominan dalam aliran fluida. Untuk
pipa metal digunakan ukuran berdasarkan NPS (inch) sedangkan pipa plastik
adalah DN (mm). Selain itu, penentu tebal pipa untuk pipa metal adalah schedule
number sedangkan pipa plastik adalah SDR. Berikut pada tabel 4.2 tersaji daftar
sistem perpipaan pada pabrik kaprolaktam ini. Sementara itu keterangan
penyingkatan tersaji pada tabel 4.3.
Tabel 4. 25 Line List Sistem Perpipaan

Diameter Tebal pipa (mm) Panjang


No. Aliran Kode Pipa NPS DN Inside Outside Tersedi pipa
Kebutuhan (m)
(in) (mm) (mm) (mm) a
1 1d 1,5-40-CS-B-101.4-CHO 1,50 32 44,62 48,30 2,12 3,68 4
2 1b 1,5-40-CS-B-101.1-CHO 1,50 32 44,62 48,30 2,12 3,68 9
3 1c 1,5-40-CS-B-101.2-CHO 1,50 32 44,62 48,30 2,12 3,68 14
4 2 32-21-PE-80-102-OL - 32 30,20 32,00 0,92 1,80 1,5
5 2a 32-21-PE-80-102.1-OL - 32 30,20 32,00 0,92 1,80 19
6 2b 1-40-SS-304-102.2-OL 1,00 25 30,02 33,40 0,52 3,38 14
7 4 63-41-PE-80-104-PW - 63 61,40 63,00 1,31 1,60 1,5
8 4a 63-41-PE-80-104.1-PW - 63 61,40 63,00 1,31 1,60 35
9 5 32-7,4-PE-100-105-AM - 32 27,30 32,00 4,51 4,70 1,5
10 5a 32-7,4-PE-100-105.1-AM - 32 27,30 32,00 4,51 4,70 9
11 5e 32-7,4-PE-100-105.5-AM - 32 27,30 32,00 2,46 4,70 3
12 5f 32-7,4-PE-100-105.6-AM - 32 27,30 32,00 1,51 4,70 3
13 5b 32-26-PE-63-105.2-AM - 32 30,40 32,00 1,00 1,60 3
14 5c 315-41-PE-80-105.3-AM - 315 307,30 315,00 5,31 7,70 8
16,0
15 5d 400 393,70 406,40 0,79 12,70 9
16-40-SS-304-105.4-AM 0
16 3 1,5-40-SS-316L-103-CPL 1,50 15 44,62 48,30 0,53 3,68 4
17 3a 1,5-40-SS-316L-103.1-CPL 1,50 15 44,62 48,30 0,53 3,68 17
18 20 2,5-40-SS-316L-120-CPL 2,50 65 67,84 73,00 0,55 5,16 4
19 20a 2,5-40-SS-316L-120.1-CPL 2,50 65 67,84 73,00 0,55 5,16 6
20 20b 2,5-40-SS-316L-120.2-CPL 2,50 65 67,84 73,00 0,55 5,16 26
21 6 3-40-SS-316L-106-CPL 3,00 80 83,41 88,90 0,56 5,49 14
22 7 2,5-40-SS-316L-107-AMS 2,50 65 67,84 73,00 0,54 5,16 37
23 8 1,5-40-SS-316L-108-CPL 1,50 15 44,62 48,30 0,53 3,68 9
24 8a 1,5-40-SS-316L-108.1-CPL 1,50 15 44,62 48,30 0,53 3,68 13,5
18,0
25 9 18-40-SS-304-109-PW 450 442,73 457,00 0,78 14,27 3
0
26 9a 2,5-40-SS-304-109.1-PW 2,50 65 67,84 73,00 0,54 5,16 7
27 10 1,5-40-SS-316L-110-CPL 1,50 32 44,62 48,30 0,53 3,68 16
28 9b 2,5-40-SS-304-109.2-PW 2,50 65,00 67,84 73,00 0,54 5,16 3
16,0
29 11 16-40-SS-304-111-PW 400 406,40 0,71 12,70 3
0
30 11a 0,75-40-SS-304-111.1-PW 0,75 20 23,83 26,70 0,52 2,87 30
31 12 0,5-40-SS-304-112-CPL 0,50 8 18,53 21,30 0,51 2,77 23
32 13 1,5-40-SS-316L-113-CPL 1,50 32 44,62 48,30 0,54 3,68 4
33 13b 1,5-40-SS-316L-113.2-CPL 1,50 32 44,62 48,30 0,54 3,68 6
34 13a 1,5-40-SS-316L-113.1-CPL 1,50 32 44,62 48,30 0,53 3,68 5
 35 15 20-13,6-PE-63-115-CPL - 20 18,40 20,00 0,76 1,60 13
 36 15b 16-11-PE-63-115.2-CPL - 16 14,40 16,00 0,71 1,60 30
37 15a 20-13,6-PE-63-115.1-CPL - 20 18,40 20,00 0,76 1,60 7
38 12a 0.5-40-SS-304-112.1-CPL 0,50 8 18,53 21,30 0,51 2,77 3
39 17b 20-13,6-PE-63-117.2-CPL - 20 18,40 20,00 0,76 1,60 3
40 17 20-13,6-PE-63-117-CPL - 20 18,40 20,00 0,76 1,60 5
0.75-40-SS-316L-117.1-
41 17a 0,75 20 23,83 26,70 0,52 2,87 11
CPL
42 18 5-40-SS-316L-118-PW 5,00 125 134,75 141,30 0,58 6,55 3
43 18a 0.5-40-SS-316L-118.1-PW 0,50 8 18,53 21,30 0,52 2,77 30
44 19 0.75-40-SS-316L-119-CPL 0,75 20 23,83 26,70 0,52 2,87 8

Tabel 4. 26 Keterangan Penyingkatan dalam Line List


Singkatan Keterangan Singkatan Keterangan
CS-B Carbon Steel Gr. B OL Oleum
SS-316L Stainless steel Gr. 316L PW Process water
SS-304 Stainless steel Gr. 304 AM Amoniak
PE Polietilena CPL Kaprolaktam
CHO Cyclohexanone oxime AMS Amonium sulfat

4.3.5. Pompa (P-101, P-102, P-103, P-104, P-105, P-106, P-107, P-201, P-202,
P-203)
Tabel B. 1. Hasil Perancangan P-101, P-102, P-103
Kode Alat P-101 P-102 P-103
Fungsi Mengalirkan CHO Mengalirkan Mengalirkan air
dari ML-101 menuju Oleum dari T-101 dari T-103 menuju
R-101 menuju ke R-101 MX-101
Tipe Pompa Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal
KONDISI OPERASI
Laju Volumetrik (Q) 7,042 m /jam
3
4,766 m3/jam 20,878 m3/jam
Head Total (H) 8,130 m 13,451 m 11,92 m/s
KARAKTERISTIK POMPA
Vendor MILANO MILANO MILANO
Jenis 50-32-160 50-32-200 65-40-200
Diameter Suction 50 mm 50 mm 65 mm
Diameter Discharge 32 mm 32 mm 40 mm
Diameter Impeller 160 mm 200 mm 200 mm
Kecepatan Impeller 9.600 rpm 9.900 rpm 12.360 rpm
Efisiensi 54% 50% 59%
Daya 0,39 kW 0,27 kW 1,1 kW
NPSHr 2,0 m 3,5 m 1,3 m
QBEP 10,50 m /jam
3
11,5 m /jam
3
19,5 m3/jam
HBEP 8,25 m 11,5 m 13,4 m
Jenis Impeller Mixed Flow Mixed Flow Mixed Flow
Tabel B. 2. Hasil Perancangan P-104, P-105, P-106
Kode Alat P-104 P-105 P-106 P-107
Fungsi Mengalirkan Mengalirkan produk Mengalirkan Mengalirkan
NH3 dari T-103 R-101 menuju produk MX-101 Produk R-102
menuju V-101 MX-101 menuju R-102 menuju DC-201
Tipe Pompa Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal
KONDISI OPERASI
Laju Volumetrik (Q) 5,369 m3/jam 12,065 m3/jam 33,13 m3/jam 34,89 m3/jam
Head Total (H) 16,090 m 10,15 m 16,510 m 3,37 m
KARAKTERISTIK POMPA
Vendor MILANO MILANO MILANO PEDROLLO
Jenis 50-32-200 50-32-200 80-50-250 F4 50/125
Diameter Suction 50 mm 50 mm 80 mm 65 mm
Diameter Discharge 32 mm 32 mm 50 mm 50 mm
Diameter Impeller 200 mm 200 mm 250 250 mm
Kecepatan Impeller 13.020 rpm 11.700 rpm 14.040 rpm 1450 rpm
Efisiensi 39% 50,5% 66,2% 59%
Daya 0,57 kW 0,675 kW 2,5 kW 0,59 kW
NPSHr 3,5 m 2,0 m 1,4 m 4,7 m
QBEP 13,7 m /jam
3
11,8 m /jam
3
35,5 m3/jam 27 m3/jam
HBEP 14,5 m 11,50 m 19,80 m 4,75 m
Jenis Impeller Mixed Flow Mixed Flow Axial Flow Francis vane
Tabel B. 3. Tabel Hasil Perancangan P-201, P-202, P-203
Kode Alat P-201 P-202 P-203
Fungsi Mengalirkan produk Mengaliran cairan Mengalirkan cairan
atas DC-201 menuju dari MP-2 menuju dari MP-1 menuju
EV-201 EV-202 CR-201
Tipe Pompa Sentrifugal Sentrifugal Sentrifugal
KONDISI OPERASI
Laju Volumetrik (Q) 9,62 m3/jam 1,63 m3/jam 8,24 m3/jam
Head Total (H) 8,425 m 18,640 m 12,827 m
KARAKTERISTIK POMPA
Vendor MILANO CALPEDA MILANO
Jenis 50-32-160 NM-1 50-32-200
Diameter Suction 50 mm 33,25 mm 50 mm
Diameter Discharge 32 mm 33,25 mm 32 mm
Diameter Impeller 160 mm 144 m 200 mm
Kecepatan Impeller 10380 rpm 2900 rpm 10980 rpm
Efisiensi 56% 32,5% 47,5%
Daya 0,43 kW 0,31 kW 0,575 kW
NPSHr 1,6 m 1,1 m 2,25
QBEP 10,5 m /jam
3
2,6 m /jam
3
11,4 m /jam
3

HBEP 8,30 m 20 m 11,50 m


Jenis Impeller Mixed Flow Radiah-vane Mixed Flow

Anda mungkin juga menyukai