5:32 AM MASPARY
Salam Pertanian!! Kemarin minggu 16 Oktober 2011 adalah hari istimewa bagi Gerbang
Pertanian karena kami bisa mertemu dengan orang yang istimewa yaitu Bapak Panut
Djojosumarto walaupun hanya lewat SMS. Beliau adalah seorang penulis terkenal di bidang
pertanian terutama tentang pestisida. Siapa yang tidak kenal dengan buku belia yang berjudul
Pestisida Dan Aplikasinya. Beliau ingin membagikan ilmu pada petani Indonesia atau rekan-
rekan Gerbang Pertanian semua.
Oleh karena itu jangan sampai ketinggalan informasi, karena beberapa hari kedepan kita akan
memosting artikel dari beliau. Mudah-mudahan beliau masih mau berbaik hati kepada kita
semua untuk membagikan ilmu beliau tentang pertanian khususnya tentang pestisida.
Sebelumnya kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Panut Djojosumarto karena telah mau
berbaik hati membagikan wawasan kepada para petani Indonesia, semoga dengan artikel-artikel
dari beliau nanti bisa menjadi pencerahan petani Indonesia.
Untuk artikel yang pertama dari beliau sebenarnya berjudul “Insektisida Dan Akarisida Yang
Berasal Dari Alam”, artikel tersebut sangat panjang kalau ditulis dalam satu postingan oleh
karena itu Maspary akan membagi dalam beberapa postingan.
PENGERTIAN
Yang dimaksud dengan insektisida dan akarsida alami adalah semua bahan aktif insektisida dan
akarisida yang diambil dari alam, bukan merupakan hasil sintesa di laboratorium. Ketika
insektisida alami diproduksi secara komersial, peranan industri terbatas pada riset dan
pengembangan, pemurnian bahan aktif dan formulasi, sehingga senyawa tersebut dapat
digunakan secara praktis di lapangan.
Dalam artikel ini kami membagi insektisida alami kedalam beberapa kategori sebagai berikut:
1. Insektisida nabati (insektisida botani), yakni bahan aktif insektisida yang diekstrak dari
tumbuhan, seperti azadiraktin, nikotin, rotenon, dan seterusnya.
2. Insektisida mikrobiologi (insektisida biologi), adalah mikroorganisme seperti jamur,
virus, nematoda, dan sebagainya, yang umumnya menyebabkan penyakit pada
serangga hama tertentu.
3. Insektisida alami yang bukan termasuk ke dalam kategori 1, 2 dan 4. Contoh dari
kategori ini adalah tanah diatomeae, bubuk karbon, dan sebagainya.
4. Insektisida yang berasal dari fermentasi mikroorganisme, seperti antibiotika,
makrolida, dan sebagainya. Alasan mengapa kelompok antibiotika dan/atau makrolida
kami masukkan ke dalam kelompok insektisida alami adalah kenyataan bahwa senyawa
kimia ini tidak dibuat/disintesa di laboratorium, tetapi dihasilkan secara alami dari
fermentasi mikrobiologi.
INSEKTISIDA NABATI
Sejak lama diketahui bahwa beberapa ekstrak tumbuhan bersifat racun bagi serangga tertentu.
Penggunaan ekstrak tumbuhan sebagai insektisida telah diketahui sejak abad 18, di antaranya
daun tembakau (1763), bubuk piretrum dari bunga Chrysantemum (1840), dan akar tuba (Derris
eliptica).
Daftar tumbuhan yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pestisida botani dapat dilihat dibawah
ini:
Beberapa jenis tumbuhan yang telah diteliti manfaatnya sebagai Pestisida botani
Berikut adalah beberapa insektisida nabati yang telah dapat dimurnikan bahan aktifnya, dan
diproduksi secara komersial, meskipun banyak di antaranya yang belum dipasarkan di
Indonesia.
Asam sitrat diekstraksi dari buah jeruk, digunakan sebagai insektisida untuk mengendalikan
berbagai jenis serangga, seperti semut, aphids, kumbang, ulat, wereng daun, kutu dompolan,
tungau dan kutu kebul, pada tanaman buah-buahan, sayuran dan tanaman hias.
Azadiraktin (azadirachtin)
Ekstrak biji mimba (Azadirachta indica) sejak lama diketahui mempunyai efek insektisida.
Azadiraktin (AZA) adalah senyawa kimia utama dari ekstraksi atas biji-biji mimba (neem).
Disamping azadiraktin, ekstrak biji mimba juga mengandung senyawa limonoid lainnya, seperti
nimbolid, nimbin dan salanin. Ekstrak biji mimba, atau “neememulsion” mengandung 25%
(berat/berat) azadiraktin, 30-50% senyawa limonoid lainnya, 25% asam lemak dan 7% ester
gliserol.
Azadiraktin bekerja sebagai antagonis ecdyson (ecdyson adalah hormon yang bertanggung-
jawab atas proses pergantian kulit serangga), sehingga ecdyson tidak bekerja dengan baik dan
serangga hama yang terpapar akan tergganggu proses ganti kulitnya, sehinnga mati. Oleh
karena itu azadiraktin dapat diklasifikasikan sebagai penghambat pertumbuhan serangga (insect
growth regulator : IGR)
Azadiraktin digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis hama dari genus-genus yang
berbeda. Efektif untuk mengendalikan kutu kebul (Bemisia spp.), thrips, pengorok daun, aphids,
larva Lepidoptera (ulat), kutu sisik, kumbang dan kutu dompolan, pada sayuran (tomat, kubis,
kentang), kapas, teh, tembakau, kopi, dan tanaman hias.
LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb. Tidak menyebabkan iritasi pada
kulit, tapi sedikit pada mata (kelinci). Klasifikasi toksisitas EPA (formulasi) kelas IV.
Azadiraktin dipasarkan di Indonesia dengan nama-nama dagang Natural 9 WSC, Nimbo 0,6 AS
dan Nospoil 8 EC, dan didaftarkan (dalam hal ini Nimbo) untuk mengendalikan kutu daun Myzus
persicae dan ulat grayak Spodoptera litura pada tanaman cabai (Anonim, 2006).
Azadiraktin-dihidro (dihydroazadirachtin)
Insektisida dihidroazadiraktin (DAZA) adalah bentuk terreduksi dari azadiraktin alami. Sifat-
sifatnya mirip dengan azadiraktin, demikian halnya dengan cara kerja (mode of action) dan hama
sasarannya.
LD50 (tikus) >5000 mg/kg, dermal (kelinci) >2000 mg/kg bb.
Digunakan sebagai pengusir serangga (insect repellent) dan harus digunakan sebelum ada
serangan serangga hama. Mungkin senyawa mengandung sulfur yang terdapat dalam ekstrak
bawang putihlah yang bertanggung-jawab atas efek repellent-nya. Beberapa produk berisi
ekstrak bawang putih telah diproduksi secara komersial. Dalam penggunaannya dicampur
dengan horticultural oil atau minyak ikan, diencerkan sesuai dengan rekomendasi produsennya,
dan disemprotkan dengan volume tinggi pada tanaman yang dilindungi. Waktu aplikasikan
sebaiknya menjelang sore, dan diulangi setiap 10 hari.
Ekstrak bawang putih mungkin juga mengusir serangga penyerbuk. Karena itu jangan digunakan
saat tanaman berbunga, apabila kehadiran serangga penyerbuk penting bagi produksi
tanamannya. Ekstrak bawang putih praktis tidak berbahaya (dalam takaran normal). Ekstrak
bawang putih juga dimanfaatkan sebagai suplemen makanan dan dalam masak-memasak.
Eugenol (4-allyl-2-methoxyphenol)
Eugenol (minyak cengkih) diekstrak dari berbagai jenis tanaman, termasuk cengkih, bersifat
sebagai insektisida. Cengkih mengandung antara 14-20% minyak cengkih.
Digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama, termasuk kutu tanaman
(aphids), ulat grayak, kumbang, ulat tanah, belalang, tungau, dsb., pada tanaman sayuran dan
buah-buahan.
Kapsaisin (Capsaicin)
Kapsaisin adalah senyawa kimia yang terdapat pada tanaman Solanaceae dari genus Capsicum
(berbagai macam cabai), dan merupakan senyawa kimia yang bertanggung-jawab atas rasa
pedas pada cabai. Senyawa ini merupakan pengusir serangga dan tungau, serta mempunyai
efek sebagai insektisida. Juga dikatakan dapat mengurangi transpirasi tumbuhan.
Produk komersial dengan nama dagang Armorex mengandung campuran ekstrak cabai
(kapsaisin) dengan mustard oil (allyl isothiocyanate) digunakan dengan cara dikocorkan (soil
drench) sebelum tanam, dan dapat mengendalikan berbagai jenis cendawan tular tanah
(termasuk Pythium, Rhizoctonia, Phytophthora, Pyrenochaeta, Sclerotium, Armillaria dan
Plasmodiophora), serangga tanah seperti ulat potong (Agrotis), lundi (uret, larva kumbang),
molluska, nematoda (Tylenchus, Pratylenchus, Xiphinema, dsb.), serta sejumlah gulma.
Kapsaisin dikatakan dapat mengganggu metabolisme serangga dan bekerja pada susunan
syaraf sentral serangga.
Karanjin
Insektisida dan akarisida karanjin diekstrak dari biji tumbuhan Derris indica (Pongamia pinnata).
Bentuk WP didapat dengan menggiling biji hingga menjadi tepung. Digunakan untuk
mengendalikan tungau, kutu sisik, serangga pengunyah dan penusuk-pengisap, serta beberapa
jenis jamur. Terutama efektif untuk mengendalikan kutu kebul (whiteefly) thrips, pengorok daun,
aphids, ulat, kutu sisik dan kutu dompolan pada berbagai jenis tanaman termasuk sayuran,
kapas, teh, tembakau, dan tanaman hias.
Karanjin bekerja dengan berbagai macam cara. Karanjin adalah penghalau serangga (insect
repellent), antifeedant (menghilangkan nafsu makan serangga), menekan kegiatan hormon
ecdyson (hormon yang mengatur pergantian kulit serangga), karenanya bertindak sebagai insect
growth regulator (IGR). Dikatakan pula bahwa karanjin mampu menghambat sitokrom P450
pada serangga dan tungau yang peka. Digunakan dengan cara disemprotkan.
Tidak ada bukti adanya efek alergi dan efek negatif lainnya, baik pada produsen, formulator
maupun pengguna.
Minyak kanola (canola oil)
Minyak kanola diekstrak dari biji kanola (iolseed rape plants, Brassica napus dan Brassica
campestris). Efektif untuk mengendalikan, dengan cara mengusir (insect repellent) berbagai jenis
serangga hama pada berbagai jenis tanaman, termasuk sayuran, tanaman hias, buah-buahan,
jagung, bit gula, kedelai, dan sebagainya. Digunakan dengan cara disemprotkan atau dialirkan
lewat saluran irigasi.
Nikotin
Nikotin adalah senyawa bioaktif kimia utama dari tanaman tembakau (Nicotiana tabacum, N.
glauca dan N. rustica) serta beberapa tumbuhan dari familia Lycopodiaceae, Crassulaceae,
Leguminosae, Chenopodiaceae dan Compositae. Nikotin sejak lama digunakan sebagai
insektisida. Rata-rata kandungan nikotin pada N. tabacum dan N. rustica adalah 2% hingga 6%
berat kering. Dahulu nikotin diproduksi dalam bentuk ekstrak dari daun tembakau, tetapi kini
dibuat dan dijual dalam bentuk nikotin teknis atau nikotin sulfat.
Nikotin adalag racun non-sistemik, terutama aktif dalam fase uapnya, tetapi juga memiliki sedikit
efek sebagai racun kontak dan racun perut. Bekerja pada syaraf serangga dengan memblok
reseptor (penerima) kholinergik asetilkholin. Merupakan insektisida yang sangat toksik,
berspektrum sangat luas, digunakan untuk mengendalikan berbagai jenis serangga hama,
termasuk aphids, thrips dan kutu kebul; pada berbagai tanaman.
LD50 oral pada tikus antara 50-60 mg/kg, LD50 dermal (kelinci) 50 mg/kg. Mudah diabsorbsi
oleh kulit, beracun bagi manusia bila berkontak dengan kulit. Merupakan racun inhalasi yang
sangat toksik. Klasifikasi toksisitas WHO (bahan aktif) kelas Ib, dan EPA (formulasi) kelas I.
Piretrum
Bubuk piretrum, yakni tepung yang diperoleh dari bunga semacam krisan, telah digunakan
sebagai insektisida di berbagai belahan bumi sejak jaman purba. Tanaman ini mungkin berasal
dari Cina, yang selanjutnya menyebar ke barat lewat jalur sutera ke Persia pada abad
pertengahan. Bubuk piretrum kemudian dikenal pula sebagai Persian Insect Powder.
Selanjutnya tanaman ini menyebar ke pesisir laut Adriatik di Dalmatia (bagian dari Kroasia).
Piretrum diperoleh dari bunga tumbuhan semacam krisan, yakni Chrysantemum cinerariaefolium
(Pyrethrum cinerariaefolium, Tanacetum cinereriaefolium). Ekstrak ini selanjutnya dimurnikan
menggunakan metanol.
Ekstrak piretrum terdiri atas 3 kelompok senyawa, yang keseluruhannya terdiri atas 6 senyawa
bioaktif yakni piretrin (piretrin I dan II), jasmolin (jasmolin I dan II) dan sinerin (sinerin I dan II).
Rotenon
Rotenon merupakan senyawa kimia bersifat insektisida yang diekstrak dari tanaman akar tuba
(Derris eliptica & Derris maccensis), Lonchocarpus sp., dan Tephrosia sp. Sejak lama perasan
akar tuba digunakan untuk meracuni ikan.
Rotenon efektif untuk mengendalikan berbagai serangga hama, termasuk aphids, thrips, tungau,
semut merah, dan sebagainya. Bila diaplikasikan ke air mampu mengendalikan larva nyamuk.
Juga digunakan untuk mengendalikan ekto-parasit ternak (bidang peternakan) dan di bidang
perikanan digunakan untuk mengendalikan ikan buas. Di bidang pertanian digunakan pada
tanaman hias dan sayuran.
Rotenon bekerja sebagai penghambat transport elektron pada respirasi serangga sasaran (pada
lokasi I). Bersifat non-sistemik, racun kontak dan racun lambung.
LD50 oral (tikus putih) 132-1500 mg/kg, mencit putih 350 mg/kg. LD50 dermal (kelinci) >5000
mg/kg bb. Kelas toksisitas WHO (bahan aktif) kelas II, EPA (formulasi) kelas I dan III. Perkiraan
dosis mematikan untuk manusia antara 300-500 mg/kg. Sangat beracun bila terhisap
dibandingkan dengan bila termakan. Rotenon beracun bagi ikan, dan sangat beracun bagi babi.
Ryania
Ryania diekstrak dari tumbuhan Ryania speciosa, dan digunakan sebagai insektisida untuk
mengendalikan serangga Cydia pomonella, penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis serta
thrips pada jeruk. LD50 oral (tikus) 1200 mg/kg bb.
Sabadila
Sabadila diekstrak dari biji Schoenocaulon officinale dan mengandung bahan aktif veratrin yang
merupakan campuran 2 : 1 dari sevadin, veratridin dan komponen minor lainnya. Sabadila
merupakan insektisida kontak dan selektif untuk untuk mengendalikan thrips pada jeruk dan
advokat.
Sitronela
Sitronela diakstrak dari tanaman sereh wangi, dan telah digunakan sebagai pengusir (insect
repellent) nyamuk, dsb., sejak 1901. Kecuyali mengandung sitronela, ektrak tanaman ini juga
mengandung senyawa-senyawa minor lainnya, seperti alpha-sitronela, sitronelol dan alpha-
sitronelol.
Daftar Pustaka
Demikian sebagian artikel yang ditulis oleh Bapak Panut Djojosumarto tentang Insektisida dan
Akarisida Yang Berasal Dari Alam yang kali ini dengan sub judul Insektisida nabati. Semoga
bisa menjadi pedoman bagi petani Indonesia dalam memilih bahan nabati untuk mengendalikan
serangan hama maupun penyakit pada tanamannya.
Bagi anda Petani Indonesia yang berminat tentang organik khususnya pestisida alami maspary
masih akan tetap berlanjut dipostingan kedepan bersama Gerbang Pertanian yang akan
mengulas tentang Insektisida Mikrobiologi by Bapak Panut Djojosumarto.