Anda di halaman 1dari 24

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN

DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT


GEDUNG KARYA LANTAI 12 S.D 17
JL. MEDAN MERDEKA BARAT No. 8 TEL : 3811308, 3505006, 3813269, 3447017 TLX : 3844492, 3458540
3842440
JAKARTA- 10110 PST : 4213, 4227. 4209, 4135 FAX 3811786, 3845430, 3507576

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT


NOMOR: KP. 222/DJPL/2019

TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR


PENANGANAN TINDAK PIDANA PELAYARAN
OLEH PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL
DI LINGKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan penyidikan yang profesional


dan proporsional oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dalam
rangka penanganan tindak pidana pelayaran berdasarkan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana clan Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, perlu
menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Laut
tentang Standar Operasional Prosedur Penanganan Tindak
Pidana Pelayaran Oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
Lingkungan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;

Mengingat : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum


Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3209);

eI Takah 02 e,wf1e,u4ikmg ei4ar "


3. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Republik Indonesia (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168);

4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang


Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4849);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang


Pelaksanaan KUHAP sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010
Nomor 90);

6. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M.01.PW.07.03 Tahun 1982 tentang Pedoman
Pelaksanaan KUHAP;

7. Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia


Nomor M.14.PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan
Pedoman Pelaksanaan KUHAP;

8. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun


2002 tentang Organisasi clan Tata Kerja Pangkalan
Penjagaan Laut dan Pantai;

9. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 62 Tahun


2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Unit
Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana telah diubah
beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 77 Tahun 2018 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor KM 62 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1184);
10. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor
6 Tahun 2010 tentang Manajemen Penyidikan Oleh
Pegawai Negeri Sipil (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 118);

11. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor


20 Tahun 2010 Tentang Koordinasi, Pengawasan dan
Pembinaan Penyidikan Bagi Pegawai Negeri Sipil (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 439);

12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 34 Tahun


2012 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran Utama (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 627);

13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun


2012 tentang Organisasi clan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan sebagaimana
telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan
Menteri Perhubungan Nomor PM 76 Tahun 2018 tentang
Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Perhubungan
Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
1183);

14. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia


Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2016 tentang Tata
Cara Pengangkatan, Pelantikan dan Pengambilan
Sumpah Atau Janji, Mutasi, Pemberhentian, Dan
Pengangkatan Kembali Pejabat Penyidik Pegawai Negeri
Sipil, Serta Kartu Tanda Pengenal Pejabat Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2016 Nomor 87);

15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 93 Tahun


2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Khusus Batam
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
1360);

3
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 122 Tahun
2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 1756);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN


LAUT TENTANG STANDAR OPERASIONAIJ PROSEDTJR
PENANGANAN TINDAK PIDANA PELAYARAN OLEH
PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN
DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT.

BABI
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan mi yang dimaksud dengan:

1. Tindak Pidana Pelayaran adalah setiap perbuatan


yang diancam hukuman sebagai tindak pidana atau
pelanggaran hukum yang disebut dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

2. Pengawasan, Pengamatan, Penelitian dan


Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat
WASMATLITRIK adalah serangkaian tindakan untuk
mencari clan menemukan suatu peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana melalui kegiatan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan sesuai dengan lingkup tugas dan
wewenangnya.
3. Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara Republik
Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu
yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyelidikan.

4. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya


disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan ditunjuk selaku Penyidik clan mempunyai
wewenang untuk melakukan penyidikan tindak
pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing.

5. Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal


Perhubungan Laut yang selanjutnya disingkat PPNS
Direktorat Jenderal adalah Pejabat Fungsional
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut yang telah diangkat
sebagai Penyidik sesuai ketentuan yang berlaku
untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana
Pelayaran yang dalam pelaksanaan tugasnya berada
di bawah koordinasi clan pengawasan Penyidik Poiri.

6. Atasan PPNS Direktorat Jenderal adalah Kepala


Kantor yang memiliki kualifikasi PPNS atau Pejabat
Struktural yang membawahi PPNS atau PPNS yang
ditunjuk oleh Kepala Kantor untuk menangani
perkara Tindak Pidana Pelayaran yang menjadi
kewenangannya.

7. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik


dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
8. Manajemen Penyidikan oleh PPNS adalah pengelolaan
penyidikan tindak pidana oleh PPNS secara
terencana, terorganisir, terkendali, dan dilaksanakan
secara efektif dan efisien.

9. Administrasi Penyidikan adalah suatu bentuk


kegiatan dalam penatausahaan untuk melengkapi
administrasi yang diperlukan dalam proses
Penyidikan.

10. Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil


yang selanjutnya disebut KORWAS PPNS adalah
Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
mempunyai tugas clan fungsi koordinasi,
pengawasan, pembinaan dan bantuan teknis taktis
terhadap penyidikan yang dilakukan oleh PPNS.

11. Laporan Kemajuan yang selanjutnya disingkat Lapju


adalah laporan tentang perkembangan hasil
penyidikan Tindak Pidana Pelayaran yang dibuat oleh
PPNS Direktorat Jenderal dan disampaikan kepada
Atasan PPNS Direktorat Jenderal atau atas
permintaan KORWAS PPNS.

12. Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil


Penyidikan, yang selanjutnya disingkat SP2HP adalah
pemberitahuan tertulis kepada pelapor atau pengadu
tentang perkembangan kegiatan penyidikan yang
telah dilakukan.

13. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang


selanjutnya disingkat SPDP adalah pemberitahuan
tertulis oleh Penyidik kepada Penuntut Umum perihal
dimulainya Penyidikan suatu Tindak Pidana.

14. Supervisi adalah kegiatan Direktorat Jenderal dalam


rangka pembinaan PPNS Direktorat Jenderal.
15. Gelar Perkara adalah kegiatan PPNS Direktorat
Jenderal untuk memaparkan suatu perkara dan
tindakan yang akan, sedang, telah, dilakukan oleh
PPNS Direktorat Jenderal guna memperoleh
kesimpulan.

16. Pelimpahan penyidikan adalah kegiatan pelimpahan


wewenang dan tanggung jawab perkara dari PPNS
Direktorat Jenderal kepada Penyidik Poiri dan
Penyidik lainnya karena perkara yang ditangani
menyangkut beberapa kewenangan atau menyangkut
undang-undang diluar kewenangannya.

17. Tersangka adalah seseorang yang karena


perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak
pidana.

18. Saksi adalah orang yang dapat memberikan


keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang didengar, dilihat dan/atau dialami
sendiri.

19. Penangkapan adalah suatu tindakan Penyidik berupa


pengekangan sementara waktu kebebasan Tersangka
apabila terdapat cukup bukti serta ketentuan hukum
guna kepentingan Penyidikan atau penuntutan
dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang.

20. Penahanan adalah penempatan Tersangka atau


terdakwa di tempat tertentu oleh PPNS Direktorat
Jenderal atau Penuntut Umum atau Hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang.

7
21. Penggeledahan adalah tindakan penyidik untuk
mengadakan pemeriksaan guna mencari benda atau
barang bukti untuk disita sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.

22. Penyitaan adalah serangkaian tindakan PPNS


Direktorat Jenderal untuk mengambil alih dan/atau
menyimpan dibawah penguasaannya terhadap harta
benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau
tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian
dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.

23. Keterangan Saksi adalah salah satu alat bukti dalam


perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar
sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan
menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

24. Keterangan Ahli adalah keterangan yang diberikan


oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus
tentang hal yang diperlukan untuk membuat terang
suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan.

25. Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan


yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu
dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu
sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu
tindak pidana dan siapa pelakunya.

26. Laporan Kejadian yang selanjutnya disingkat LK


adalah laporan tertulis yang dibuat oleh petugas
tentang adanya suatu peristiwa yang diduga sebagai
Tindak Pidana Pelayaran, baik yang ditemukan
sendiri maupun melalui pemberitahuan yang
disampaikan oleh seseorang karena hak atau
kewajiban berdasarkan undang-undang.
27. Tempat Kejadian Perkara yang selanjutnya disingkat
TKP adalah tempat dimana suatu tindak pidana
pelayaran dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat
lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau
bukti yang berhubungan dengan tindak pidana
tersebut dapat ditemukan, yang dibuktikan dengan
titik koordinat (Lintang/ Latitude dan
Bujur/Longitude) atau Posisi Baringan (Bearing and
Distance).

28. Olah TKP adalah penelitian penyebab terjadinya


sesuatu Tindak Pidana Pelayaran atau musibah
pelayaran atau pencarian bangkai/barang/alat bukti
atau pembuatan sketsa dan pengambilan foto di laut,
pantai dan pelabuhan.

29. Pengamanan TKP adalah menjaga dan melindungi


TKP dari perubahan kondisi dan lokasi agar tetap
pada kondisi semula pasca kejadian.

30. Petugas adalah Petugas Intelijen, Pengawas


Keselamatan Pelayaran, Boarding Officer dan
Pemeriksa Kecelakaan Kapal.

31. Koordinasi adalah suatu bentuk hubungan kerja


antara KORWAS PPNS dan instansi terkait lainnya
dengan PPNS Direktorat Jenderal dalam melakukan
penyidikan Tindak Pidana Pelayaran yang menjadi
dasar hukumnya, sesuai sendi-sendi hubungan
fungsional.

Ef
32. Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan yang
selanjutnya disingkat SP3 adalah surat yang
dikeluarkan oleh PPNS Direktorat Jenderal yang
menetapkan dihentikannya suatu penyidikan Tindak
Pidana Pelayaran dan dikirimkan kepada Penuntut
Umum, KORWAS PPNS dan Tersangka atau keluarga
atau penasehat hukumnya.

33. Keselamatan dan Keamanan Pelayaran adalah suatu


keadaan terpenuhinya persyaratan keselamatan dan
keamanan yang menyangkut arigkutan di perairan,
kepelabuhanan, dan lingkungan maritim.

34. Kapal Patroli adalah kapal negara digunakan oleh


instansi Pemerintah tertentu yang diberi fungsi dan
kewenangan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan untuk menegakkan hukum serta tugas-
tugas pemerintah lainnya.

BAB II
RUANG LINGKUP

Pasal 2

Peraturan Direktur Jenderal mi mengatur tentang:


a. pengawasan, pengamatan, penelitian dan
pemeriksaan (WAS MATLITRIK);
b. penyidikan;
C. koordinasi PPNS Direktorat Jenderal dengan
KORWAS PPNS dan instansi terkait lainnya;
d. pembinaan PPNS Direktorat Jenderal.

10
BAB III
WASMATLITRIK

Pasal 3

(1) WASMATLITRIK dilakukan atas dasar:


a. hasil temuan dari Petugas; dan/atau;
b. laporan/ pengaduan masyarakat baik secara
tertulis maupun lisan.

(2) Terhadap hasil temuan dari Petugas dan


laporan/ pengaduan masyarakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), apabila ditemukan Tindak
Pidana Pelayaran, dituangkan dalam LK.

(3) Terhadap laporan/pengaduan masyarakat


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
pelapor diberikan Surat Tanda Penerimaan Laporan.

(4) LK dan Surat Tanda Penerimaan Laporan


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3)
tercantum dalam Contoh 1 dan Contoh 2 Format
Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Direktur Jenderal mi.

Pasal 4

(1) LK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2)


memuat tentang uraian singkat mengenai peristiwa
yang terjadi atau dugaan terjadinya Tindak Pidana
Pelayaran.

(2) LK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan


kepada Atasan PPNS Direktorat Jenderal dan dicatat
dalam Buku Register.

11
(3) Atasan PPNS Direktorat Jenderal melakukan gelar
perkara internal guna memperoleh kesimpulan.

(4) Atasan PPNS Direktorat Jenderal memerintahkan


kepada PPNS Direktorat Jenderal untuk melakukan
pemeriksaan berdasarkan Surat Perintah Tugas.

(5) Atas dasar Surat Perintah Tugas sebagaimana


dimaksud pada ayat (4), PPNS Direktorat Jenderal
melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang
dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan.

(6) PPNS Direktorat Jenderal menyusun resume Berita


Acara Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(5) dan disampaikan kepada Atasan PPNS Direktorat
Jenderal.

(7) Terhadap resume Berita Acara Pemeriksaan


sebagaimana dimaksud pada ayat (6) yang memenuhi
unsur sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti dugaan
terjadinya Tindak Pidana Pelayaran, Atasan PPNS
Direktorat Jenderal menerbitkan Surat Perintah
Penyidikan (Sprindik).

BAB IV
PENYIDIKAN

Pasal 5

(1) Bentuk-bentuk kegiatan dalam proses Penyidikan


oleh PPNS Direktorat Jenderal sebagai berikut:
a. olahTKP;
b. pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP);
c. pemanggilan;
d. penangkapan;
e. penahanan;
f. penggeledahan;

12
g. penyitaan;
h. pemeriksaan;
i. bantuan hukum;
j. penyelesaian berkas perkara;
k. pelimpahan berkas perkara;
1. penghentian penyidikan;
m. administrasi penyidikan;
n. pelimpahan penyidikan.

(2) Bentuk-bentuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada


ayat (1) diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(3) Bagan Alur Standar Operasional Prosedur Penyidikan


Tindak Pidana Pelayaran di Lingkungan Direktorat
Jenderal sesuai contoh 3 Format Lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Direktur Jenderal mi.
Pasal 6

(1) Dalam melaksanakan Penyidikan, PPNS Direktorat


Jenderal wajib:
a. menyiapkan rencana Penyidikan;
b. menyampaikan laporan rencana Penyidikan
kepada Atasan PPNS Direktorat Jenderal, yang
diketahui oleh Kepala Kantor.

(2) Rencana Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) huruf a, dibuat dengan menentukan:
a. sasaran Penyidikan;
b. sumber daya yang dilibatkan;
C. cara bertindak;
d. waktu yang akan digunakan;
e. pengendalian Penyidikan; dan
f. sarana dan prasarana Penyidikan.

(3) Rencana Penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) huruf a sampai dengan huruf f, dilakukan sesuai
dengan teknis dan prosedur sebagaimana diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan.

13
Pasal 7

Dalam melakukan Penyidikan sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 5, PPNS Direktorat Jenderal wajib
menghormati asas-asas sebagai berikut:
a. praduga tak bersalah (presumption of innocence);
b. persamaan dimuka hukum;
C. legalitas, yaitu setiap kebijakan dan proses penyidikan
oleh PPNS Direktorat Jenderal dan koordinasi dan
pengawasan oleh KORWAS PPNS berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
d. kewajiban, yaitu suatu keharusan PPNS Direktorat
Jenderal untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana
Pelayaran dengan KORWAS PPNS;
e. kebersamaan, yaitu penyelenggaraan Penyidikan oleh
PPNS Direktorat Jenderal dan pelaksanaan koordinasi
dan pengawasan oleh KORWAS PPNS dengan
melibatkan Atasan PPNS Direktorat Jenderal, maupun
instansi terkait yang dilandasi dengan sikap saling
menghormati tugas dan wewenang serta hierarki
masing-masing instansi;
f. akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban proses
Penyidikan oleh PPNS Direktorat Jenderal dan
pelaksanaan koordinasi dan pengawasannya oleh
KORWAS PPNS;
g. profesional, yaitu mekanisme proses Penyidikan oleh
PPNS Direktorat Jenderal serta pelaksanaan
koordinasi dan pengawasan oleh KORWAS PPNS
berdasarkan teknis dan taktik Penyidikan serta
peraturan perundang-undangan;
h. proaktif, yaitu pelaksanaan Penyidikan oleh PPNS
Direktorat Jenderal beserta koordinasi dan
pengawasan oleh KORWAS PPNS secara aktif;

14
menjunjung tinggi hak asasi manusia, yaitu suatu
sikap setiap PPNS Direktorat Jenderal dan KORWAS
PPNS wajib menghormati dan menjunjung tinggi hak
asasi manusia dan perlakuan yang sama kepada
setiap orang untuk dilayani;
j. efektif dan efisien, yaitu segala upaya dan tindakan
yang dilaksanakan dengan mempertimbangkan
keseimbangan yang wajar antara basil yang akan
dicapai dengan upaya, sarana dan anggaran yang
digunakan; dan
k. transparansi, yaitu segala upaya dan tindakan yang
dilaksanakan secara jelas dan terbuka.

BABV
KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG
PPNS DIREKTORAT JENDERAL

Pasal 8

(1) Dalam melaksanakan Penyidikan, PPNS Direktorat


Jenderal bekerja berdasarkan wilayah kerja yang
ditetapkan melalui Surat Keputusan (SKEP) yang
diterbitkan oleh Menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi
manusia.

(2) Dalam hal diperlukan bantuan pelaksanaan


Penyidikan, Kepala Kantor dapat mengajukan
permintaan bantuan PPNS Direktorat Jenderal kepada
Direktur Jenderal melalui Direktur Kesatuan
Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP).

(3) Berdasarkan permintaan bantuan PPNS Direktorat


Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Direktur Jenderal dapat menunjuk PPNS Direktorat
Jenderal pada UPT terdekat di Provinsi yang sama
atau menunjuk PPNS Direktorat Jenderal Kantor
Pu s at
15
(4) Permintaan Bantuan PPNS Direktorat Jenderal
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam
Contoh 4 Format Lampiran yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal mi.

Pasal 9

Dalam rangka pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana


Pelayaran, PPNS Direktorat Jenderal memiliki tugas
sebagai berikut:
a. melakukan dan menyusun laporan hasil kegiatan
WASMATLITRIK yang ditandatangani oleh Atasan
PPNS Direktorat Jenderal dan disampaikan kepada
Direktur Jenderal;
b. melakukan gelar perkara;
C. melaksanakan Penyidikan terhadap perkara Tindak
Pidana Pelayaran sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. menyampaikan SPDP kepada Penuntut Umum melalui
KORWAS PPNS dengan melampirkan LK, hasil gelar
perkara, dan Sprindik dengan tembusan Direktur
Jenderal melalui Direktur KPLP;
e. melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam
rangka pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana
Pelayaran;
L menyampaikan Lapju Penyidikan Perkara Tindak
Pidana Pelayaran kepada Atasan PPNS Direktorat
Jenderal dengan tembusan Direktur Jenderal melalui
Direktur KPLP;
g. melaporkan SP3 kepada Penuntut Umum, Penyidik
Poiri dan Tersangka atau keluarga atau penasehat
hukumnya dengan tembusan Direktur Jenderal
melalui Direktur KPLP;

16
h. melaporkan kepada Direktur Jenderal melalui
Direktur KPLP, dalam hal mendapat gugatan
praperadilan yang diajukan oleh tersangka melalui
penasehat hukum;
i. menyampaikan laporan atas perkara Tindak Pidana
Pelayaran yang telah dinyatakan lengkap (P.-2 1) oleh
Penuntut Umum kepada Direktur Jenderal melalui
Direktur KPLP;
j. melaporkan hasil putusan Pengadilan terhadap
perkara yang ditangani kepada Direktur Jenderal
melalui Direktur KPLP.

Pasal 10

Dalam melaksanakan Penyidikan, PPNS Direktorat


Jenderal memiliki wewenang sebagai berikut:
a. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
sehubungan dengan Tindak Pidana Pelayaran;
b. menerima laporan atau keterangan dari Petugas
maupun laporan masyarakat tentang dugaan adanya
Tindak Pidana Pelayaran;
c. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai Tersangka atau Saksi;
d. melakukan Penangkapan dan Penahanan terhadap
orang yang diduga melakukan Tindak Pidana
Pelayaran;
e. meminta keterangan clan bukti dari orang yang diduga
melakukan Tindak Pidana Pelayaran;
f. memotret dan/atau merekam melalui media audio
visual terhadap orang, barang, kapal, atau apa saja
yang dapat dijadikan bukti adanya Tindak Pidana
Pelayaran;
g. memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan
clan pembukuan lainnya yang terkait dengan Tindak
Pidana Pelayaran;
h. mengambil sidik jan;

17
i. menggeledah kapal, tempat dan memeriksa barang
yang terdapat didalamnya apabila dicurigai adanya
Tindak Pidana Pelayaran;

j. menyita benda-benda yang diduga keras merupakan


barang yang digunakan untuk melakukan Tindak
Pidana Pelayaran;
k. memberikan tanda pengamanan dan mengamankan
apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti
sehubungan dengan Tindak Pidana Pelayaran;
1. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara Tindak
Pidana Pelayaran;
m. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukan
Tindak Pidana Pelayaran serta memeriksa tanda
pengenal diri Tersangka;
n. mengadakan penghentian Penyidikan; dan
o. melakukan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.

BAB VI
KOORDINASI PPNS DIREKTORAT JENDERAL

Pasal 11

(1) Koordinasi PPNS Direktorat Jenderal dengan KORWAS


PPNS diimplementasikan dalam bentuk:
a. bantuan taktis, berupa personil maupun peralatan
Penyidikan;
b. bantuan teknis Penyidikan;
c. bantuan pemeriksaan ahli dalam rangka
pembuktian secara ilmiah; atau
d. bantuan upaya paksa, berupa pemanggilan,
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan.

18
(2) Koordinasi fungsi Penyidikan PPNS Direktorat
Jenderal yang dilakukan oleh KORWAS PPNS sesuai
dengan hierarki atau tingkat kesatuannya.

Pasal 12

Dalam hal suatu perkara menyangkut tindak pidana di luar


Tindak Pidana Pelayaran, PPNS Direktorat Jenderal
melimpahkan perkara kepada instansi terkait lainnya
sesuai dengan kewenangannya masing-masing.

BAB VII
PEMBINAAN PPNS DIREKTORAT JENDERAL

Pasal 13

(1) Pembinaan PPNS Direktorat Jenderal dilaksanakan


oleh Direktur Jenderal melalui Direktur KPLP.

(2) Pembinaan PPNS Direktorat Jenderal sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui:
a. bimbingan teknis tata cara Penyidikan oleh PPNS
Direktorat Jenderal; dan
b. supervisi dan evaluasi Penyidikan Tindak Pidana
Pelayaran.

(3) Dalam melaksanakan supervisi clan evaluasi


sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Kepala
UPT atau Atasan PPNS Direktorat Jenderal
menyampaikan laporan kepada Direktur Jenderal
melalui Direktur KPLP, antara lain:
a. pengumpulan data personil PPNS Direktorat
Jenderal;
b. penanganan WASMATLITRIK;
C. pelaporan penanganan perkara Tindak Pidana
Pelayaran.

19
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Direktur KPLP melaksanakan pembinaan dan pengawasan


terhadap pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal mi.

Pasal 15

Peraturan Direktur Jenderal mi mulai berlaku pada tanggal


ditetapkan.

Ditetapkan : JAKARTA
pada tanggal : M Are t 2019

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

ttd.

R. AGUS H. PURNOMO

Salman Peraturan mi disampaikan kepada:


1. Menteri Perhubungan;
2. Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan;
3. Inspektur Jenderal Kementerian Perhubungan;
4. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
5. Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut;
6. Direktur Kepelabuhanan;
7. Direktur Perkapalan dan Kepelautan;
8. Direktur Kenavigasian;
9. Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai.

sesuai dengan aslinya


OIM' HUKUM DAN-'KSLN
NOON

émbina (IV/a)
1JN'130606
(6 199103 1 004

FM
Lampiran
Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut
Nomor : tW.2 /tYP II AM
Tanggal : & Mce/c 9LOV5

Contoh 1
KOP SURAT

"PRO JUSTITIA"

LAPORAN KEJADIAN
Nomor:
PELAPOR
1. Nama
2. Tempat/tanggal lahir
3. Umur / Jenis kelamin
4. Agama
5. Kewarganegaraan
6. Pekerjaan
7. Alamat
8. Telp/HP/Fax/E-mail

PERISTIWA YANG DILAPORKAN:


1. WaktuKejadian
2. TempatKejadian
3. Apa Yang Terjadi
4. Pelaku / Tersangka . ................................................................................
5. Modus Operandi . ................................................................................
6. Saksi — saksi . ................................................................................
7. Barang Bukti . ................................................................................

URAIAN SINGKAT KEJADIAN

TINDAKAN YANG DIAMBIL:

Demikian laporan kejadian mi dibuat dengan sebenamya,kemudian ditutup dan ditandatangani di


pada tanggal .........Bulan ............Tahun .....................................................

PENERIMA LAPORAN PELAPOR

Pangkat......
NIP..............
Mengetahui
KepalaKantor.....................

Pangkat......
NIP..............
Lampiran
Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut
Nomor Kf, . .-/DS?L /
Contoh 2 Tangga.l a 4aek OiS

KOP SURAT

SURAT TANDA PENERIMAAN LAPORAN


Nomor: .........................................

Yang bertanda tangan dibawah ml saya : ---------------------

Pangkat .................NIP ......................Jabatan Selaku ..................pada Kantor


.menerangkan dengan sebenarnya bahwa pada hari mi ..........tanggal
pukul ............., telah datang ke Kantor ................seorang Laki - laki I
Perempuan yang mengaku : --------------------------------------------------------------------------------------

Nama
Tempat/TgI Lahir
Agama
Pekerjaan
Alamat
Kewarganegaraan

Telah melaporkan tentang peristiwa berupa . .......................Yang terjadi pada han


tanggal bulan....... tahun ................sekira Pukul ................., Di

Demikian Surat Tanda Penerimaan Laporan ml dibuat untuk dapat dipergunakan


seperlunya.

, tanggal bulan tahun

PELAPOR YANG MENERIMA LAPORAN

Pangkat...............
NIP .................

2
Ir
9' 11 it '1ItIIIII I I!1Jl iI'iJ '

} jr I(Ii1! '
ijtj1 1iII 1II
t
ItiIdr ij ri'ilIi

H--
U— H-

U--

---__

U-

ij Ir
1 ijii ji un ifi!IIH H
bE RU
g ggj lug
Wr '1

3 U 3

I
ft
I
- OD
• 1 •

a
(b%)

'U
Lampiran
Peraturan Direktur Jenderal
Perhubungan Laut
Nomor : Ic?. Dr / 2010
Tanggal S Mcret 201

Contoh 4

Nomor Tempat, Tanggal, Bulan, Tahun


Klasifikasi
Lam piran
Perihal Permintaan Bantuan PPNS
Direktorat Jenderal Kepada

Yth. DIRJEN HUBLA


Up.
DIR. KPLP

di

JAKARTA

1. Dasar:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
b. Laporan Kejadian Nomor xxxxxx tanggal xxxxxxxxxx;

2. Sehubungan dengan hal tersebut butir 1 (satu) diatas, kami mohon bantuan Permintaan Bantuan
Pelaksanaan Penyidikan terkait teknis dan taktis penyidikan perkara Tindak Pidana Pelayaran dengan
dugaan Pasal......UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, yang sedang kami tangani.

3. Demikian kami sampaikan, mohon arahan dan petunjuk lebih lanjut.

KEPALA KANTOR .....................

NAMA
PANGKAT
Tembusan: NIP.

1. Direktur Jenderal Perhubungan Laut;


2. Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.

DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN LAUT

ttd.

R. AGUS H. PURNOMO

i dengan a:
HUKUM D

1/.

Anda mungkin juga menyukai