PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap muslim mengakui bahwa zakat merupakan salah satu tiang
penyokong kokohnya Islam yang wajib ditunaikan, bahkan sebagian diantara
umat Islam memahamai bahwa zakat memiliki makna yang sama dengan infak
yaitu mengeluarkan, memberikan, dan membelanjakan sebagian dari harta benda
untuk tujuan kebaikan, baik berupa pembangunan sarana atau fasilitas umum
maupun untuk membantu kelompok-kelompok tertentu.1
Salah satu rukun Islam yang mempunyai keutamaan dan keistimewaan
tersendiri adalah zakat. Zakat memiliki potensi yang sangat besar untuk
membantu perekonomian umat. Zakat tidak hanya berdimensi pada ibadah saja
dalam konteks menegakkan syariat Islam, tetapi juga berdimensi pada aspek sosial
dan ekonomi. Dari aspek sosial dan ekonomi inilah kajian terpenting yang harus
dikembangkan secara luas, dimana zakat diharapkan mampu mengatasi
problematika kemiskinan dan kesenjangan sosial. Zakat sesungguhnya merupakan
instrumen kebijakan fiscal Islami yang sangat luar biasa potensinya. Potensi zakat
ini jika digarap dengan baik, akan menjadi sumber pendanaan yang sangat besar,
sehingga dapat menjadi kekuatan pendorong pemberdayaan ekonomi umat dan
pemerataan pendapatan. Tujuan akhir dari semua itu akan bermuara pada
meningkatnya perekonomian bangsa.2
Tujuan pokok zakat yaitu untuk memberantas kemiskinan, dengan harapan
dapat mengubah mereka para penerima zakat (mustahiq) menjadi pembayar zakat
(muzakki), sehingga pemberdayaan dan pemerataan zakat menjadi lebih
bermakna.3
Pemerataan zakat secara konsumtif perlu ditinjau dan dipertimbangkan
kembali secara proporsional. Pembagian zakat secara konsumtif boleh jadi masih
diperlukan, namun tidak semua harta zakat yang dihimpun dari para aghniya
dihabiskan. Artinya ada sebagian lain yang dikelola dan didistribusikan sebagai
investasi, untuk memberikan modal kepada para mustahik, dan selanjutnya
dengan investasi tersebut, mereka dapat membuka usaha dan lambat laun mereka
akan memiliki kemampuan ekonomi yang memadai.
Upaya demikian, memerlukan keberanian di dalam memperbaharui
pemahaman masyarakat, lebih-lebih mereka yang diserahi amanat sebagai amil
untuk mensosialisasikan kepada masyarakat dan mengaplikasikannya. Di samping
itu, lembaga amil dalam pengelolaan dan pendistribusiannya perlu didukung
dengan efektifitas, profesionalitas dan akuntabilitas manajemen pengelolaanya.4
Dana zakat untuk kegiatan produktif akan lebih optimal bila dilaksanakan
oleh lembaga zakat sebagai organisasi yang terpercaya untuk mengalokasikan,
1
Muhammad, “Aspek Hukum Dalam Muamalat”, (Yogyakarta: Graham Ilmu, 2017),
h.153
2
Mustafa Edwin, “Pengenalan Ekslusif Islam, Cetakan ke 2”, (Jakarta: Kencana, 2007),
h.211
3
Ahmad Rofiq, “Fiqh Aktual, Ikhtiar Menjawab Berbagai Persoalan Umat”, (semarang:
PT Karya Toha Putra, 2004), h.268
4
Ahmad Rofiq, “Fiqh Aktual, Ikhtiar …, h.270
1
2
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang di atas, yang menjadi rumusan masalah pada penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baitul Mal Banda Aceh?
2. Bagaimana perspektif hukum Islam dalam memandang pengelolaan zakat
produktif di Baitul Mal Banda Aceh?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan zakat produktif di Baitul Mal
Banda Aceh.
2. Untuk mengetahui bagaimana perspektif hukum Islam mengenai
pengelolaan zakat produktif studi kasus Baitul Mal Banda Aceh.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara teoritis, memberikan sumbangsih maupun rujukan referensi bagi
para peneliti hukum khususnya yang sama objek penelitiannya dengan
judul penelitian ini yaitu tentang zakat produktif.
2. Secara praktis, harapannya hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi
Baitul Mal Banda Aceh atau pihak terkait lainnya, dalam mengoptimalkan
pendistribusian zakat untuk pemberdayaan mustahik.
3. Diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan sumbangan
pemikiran, dan dapat memberikan tambahan nilai kesejahteraan agar selalu
menyadari kewajibannya untuk mengeluarkan zakat dari harta yang kita
dapatkan, sehingga kesejahteraan dalam masyarakat tercapai.
E. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan kajian terdahulu setelah peneliti telusuri, yang menjadi kajian
relevannya adalah peneliti yang dilakukan oleh saudara:
Abirotun Najla yang berjudul “Pengaruh Pemberian Zakat Produktif
Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Umat (Studi Kasus di Baitul Mal Muamalat
Yogyakarta)” membahas tentang pendapatan yang diperoleh mustahik setelah
diberi bantuan tambahan modal dari harta zakat oleh baitul mal muamalat
Yogyakarta,apakah pendapatannya bertambah dan bisa mencukupi kebutuhannya
atau tidak.5
5
Abirotun Najla “Pengaruh Pemberian Zakat Produktif Terhadap Pemberdayaan Ekonomi
Umat (Studi Kasus di Baitul Mal Muamalat Yogyakarta)”, Skripsi Fakultas Syaria’ah UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2005, tidak Dipublikasikan, diakses tanggal 29 Maret 2021.
3
F. Definisi Operasional
Definisi operasional ini untuk menghindari kesalahan penafsiran para
pembaca tentang istilah-istilah yang digunakan yaitu, sebagai berikut:
1. Pengelolaan
Dalam kamus Bahasa Indonesia lengkap disebutkan bahwa pengelolaan
adalah proses atau cara perbuatan bahwa pengelolaan adalah proses atau cara
perbuatan mengelola atau proses melakukan kegiatan tertentu dengan
menggerakkan tenaga orang lain, proses yang membantu merumuskan
kebijaksanaan dan tujuan organisasi atau proses yang memberikan pengawasan
6
Khusnul Huda “Fiqh Pengelolaan Zakat produktif sebagai upaya pengembangan sumber
daya Mustahik (studi kasus di badan pelaksanaan urusan zakat muhammadiyah (bapelurzam)
pimpinan cabang muhammadiyah weleri Kendal), Tesis Fakultas Syaria’ah IAIN Walisongo
Semarang, 2012, diakses tanggal 29 Maret 2021.
7
Haris al Amin “Pengelolaan Zakat Konsumtif dan Zakat Produktif (Suatu Kajian Sektor
Ekonomi Mikro Dalam Islam)”, Jurnal, diakses Tanggal 29 Maret 2021.
8
Syaiful “Kajian Pendayagunaan Zakat Produktif Sebagai Alat Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat (Mustahiq) Pada Lazismu PDM Di Kabupaten Gresek, Jurnal Universitas
Muhammadiyah Gresek, diakses Tanggal 29 Maret 2021.
4
pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian
tujuan.9
2. Zakat Produktif
Zakat menurut bahasa adalah kata dasar (mashdar) dari zakat yang artinya
berkah, tumbuh, subur, suci, dan baik. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
pengertian zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan untuk orang
yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya,
menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syara'.
Sedangkan kata produktif adalah banyak mendatangkan hasil. Zakat
produktif adalah dana zakat diberikan kepada seseorang atau sekelompok
masyarakat untuk digunakan sebagai modal kerja.10
3. Baitul Mal Banda Aceh
Suatu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani
segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara. Baitul
Mal Aceh merupakan lembaga yang bertugas menghimpun zakat dari masyarakat
yang mampu dan menyalurkannya kepada masyarakat yang kurang mampu.
4. Perspektif
Perspektif adalah pandangan terhadap suatu objek yang diteliti atau
dengan kata lain caara memandang atau memaknai suatu fenomena yang terjadi.
5. Hukum Islam
Hukum Islam adalah sistem hukum yang didasarkan atas syari’ah Islam
dengan sumber hukum utamanya adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.11
9
Muhammad Zen, “Pengelolaan Zakat Produktif Dalam Meningkatkan Kesejahteraan
Umat”, Jurnal Pengelolaan Dakwah, Vol. 8, Juni 2020, h. 56.
10
Khusnul Huda, “Fiqh Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengembangan
Sumber Daya Mustahik (Studi Kasus Di Badan Pelaksana Urusan Zakat Muhammadiyah
(Bapelurzam) Pimpinan Cabang Muhammadiyah Weleri Kendal)”, Tesis, (Semarang: IAIN
Walisongo, 2012), h. 7.
11
Nurul Qaman, “Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan”, (Makassar: IKPI, 2010),
h. 17
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Zakat
1. Pengertian zakat
Secara bahasa kata zakat dapat diartikan dengan altathhir
(mensucikan), al-nama’ (berkembang), al-barakah (keberkahan), dan
katsrat al-khair (banyak kebaikannya). Penggunaan kata zakd yang
merupakan asal kata dari zakat jika ditujukan untuk seseorang zaka al-
rajul artinya orang tersebut banyak kebaikannya. Dan jika ditujukan untuk
tanaman zakat al-syajarah maka berarti tanaman itu tumbuh berkembang
dengan baik.
Secara terminologis ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh
ulama mazhab, yaitu:
a. Menurut Hanafi zakat merupakan pemilikan bagian tertentu dari harta
tertentu yang dimiliki seseorang berdasarkan ketetapan Allah swt.
b. Menurut Maliki zakat adalah mengeluarkan bagian tertentu dari harta
tertentu yang telah mencapai satu nishab bagi orang yang telah haul, dan
bukan merupakan barang tambang dan pertanian.
c. Menurut Syafi’i zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau jiwa
dengan cara tertentu.
d. Menurut Syafi’i zakat adalah sesuatu yang dikeluarkan dari harta atau jiwa
dengan cara tertentu.
Dari definisi empat ulama mazhab tersebut, walaupun
dikemukakan dengan redaksi yang berbeda namun maksud dan tujuannya
sama. Hanya saja Hanafi, Maliki, dan Hambali mencakup pengertian
kepada zakat mal saja sedangkan Syafi’i tidak hanya zakat mal tetapi juga
zakat fitrah.12
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia, definisi zakat adalah
harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk
diberikan kepada yang berhak menerimanya. Dalam definisi ini, bukan
hanya harta yang bersifat pribadi yang wajib dizakati, tapi juga harta
kelompok umat Islam seperti perusahaan, dan lembaga lain.13
Zakat merupakan ajaran yang mendasar dalam ajaran Islam. Hal ini
dapat dilihat pada penempatan zakat sebagai salah satu rukun Islam yang
ketiga. Hal ini juga dapat dilihat pada paradigma Al-qur'an tentang zakat.
Dalam Al-qur'an, zakat sering disebutkan sejajar dengan perintah shalat,
selain itu Al-Qur'an juga banyak memberikan pujian bagi orang-orang
yang secara sungguh-sungguh menunaikannya dan memberikan ancaman
bagi orang yang mengabaikannya.14
12
Fasiha, “Zakat Produktif Alternatif Sistem Pengendalian Kemiskinan”,(Sulawesi
Selatan: Laskar Perubahan, 2017), h. 16-17
13
UU Departemen Agama RI, Nomor 38 Tahun 1999, Bab I, Pasal 1 ayat 2 .
5
6
14
Mursyid Djawas, “Implementasi Zakat Pengelolaan di Aceh”, Jurnal Pemikiran Hukum
Islam, Vol XV, No. 1, Juni 2016, h. 92-93.
15
Fasiha, “Zakat Produktif Alternatif…,h.22
16
Faisol Adi Haryanto, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Zakat Produktif Studi Pada
LAZNAZ Dewan Da’wah Lampung”, Skripsi, (Bandar Lampung: UIN Raden Intan Lampung,
2018), h. 21.
17
Wahida Z, “Sistem Pengelolaan Dana Zakat di Baitul Mal Aceh Singkil menurut
Pandangan Hukum Islam” Al-muamalat Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, Vol III, No. 1, 2017,
h.170.
7
18
Faisol Adi Haryanto, “Tinjauan Hukum…,h. 29.
19
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat Pasal 4 ayat (3)
20
Gus Arifin, Step By Step Puasa Ramadhan: Bagi Orang Sibuk, (Jakarta: PT Elex Media
Komputindo, 2009), h.262.
8
22
Sri Fadilah, Tata Kelola dan Akuntansi Zakat, (Makmur Tanjung Lestari: Bandung,
2011), h.6
10
B. Zakat Produktif
1. Pengertian zakat produktif
Kata produktif secara bahasa berasal dari bahasa Inggris productive
yang berarti banyak menghasilkan, memberikan banyak hasil, banyak
menghasilkan barang-barang berharga yang mempunyai hasil baik.
Menurut asnaini pengertia produktif lebih berkonotasi kepada kata sifat.
Kata sifat akan jelas maknanya apabila digabung dengan kata yang
disifatinya. Dalam hal ini yang disifati adalah kata zakat, sehingga
menjadi zakat produktif yang artinya zakat dimana dalam
pendistribusiannya bersifat produktif lawan dari konsumtif.
Zakat produktif dapat diartikan pendayagunaan zakat secara
produktif, yang pemahamannya lebih kepada bagaimana cara atau metode
penyampaian dana zakat kepada sasaran dalam pengertian yang lebih luas,
sesuai dengan ruh dan tujuan syara’. Cara pemberian yang tepat guna,
efektif manfaatnya dengan sistem yang serba guna dan produktif, sesuai
dengan pesan syara’ dan peran serta fungsi sosial ekonomi dari zakat.
23
Wahida Z, Sistem Pengelolaan …, h. 173.-174
11
24
Ani Nurul Imtihanah, Siti Zulaikha, Distrisbusi Zakat Produktif Berbasis Model Cibest,
(Yogyakarta: CV. Gre Publishing, 2018), h. 39-40
25
Asnaini, Zakat Produktif dalam Prespektif Hukum Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset, 2008), h. 77
12
26
Achmad Nur Sobah, Fuad Yanuar Akhmad Rifai , Konsep Ekonomi Islam Dalam
Peningkatan Kesejahteraan Mustahiq Melalui Zakat Produktif (BAZNAS) Kabupaten Purworejo,
Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol. VI, No. 03, 2020, h. 524-525
27
Yayat Hidayat, Zakat Profesi Solusi Cara Mengatasi Umat, (Bandung,: Mulia Press,
2008), h. 140
13
28
Departemen Agama RI, UU No.38 Tahun 1999 Tentang Pengelolaan Zakat, (Dirjen
Bimas Islam dan Haji: Jakarta, 2011), h. 7-8
14
34
Departemen Agama RI, UU…,h.114
35
Diqin Afifudin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, Gerakan Memberdayakan Zakat,
Infak, Sedekah dan Wakaf, (Gema Insani: Jakarta,2007), h. 168.
36
Muhammad Amin Suma, Sinergi..., h.3-4
16
c. Memiliki sifat amanah dan jujur, sifat ini sangat penting karena
berkaitan dengan kepercayaan umat.
d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan
ia mampu mensosialisasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan
zakat kepada masyarakat.
e. Memiliki kemampuan melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya.
f. Kesungguhan badan amil zakat dalam menjalankan tugas.37
Persyaratan tersebut tentu sudah mengarah pada profesionalitas
dan transparasi pada tiap lembaga pengelolaan zakat. Dengan hal tersebut,
diharapkan lembaga dapat bermanfaat untuk masyarakat dan tentuanya
pada pendistribusian, penyaluran dan pengelolaan zakat.
37
Didin Afifudin, Panduan…, h. 171-173
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dimaksud penulis adalah jenis penelitian kualitatif
yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena-fenomena tentang
peristiwa yang terjadi di dalam masyarakat. Sehingga dalam mengumpulkan data-
datanya menggunakan metode pengumpulan data observasi lapangan, dan
wawancara. Dalam penelitian ini pembahasan akan menitik beratkan pada
pelaksanaan pengelolaan zakat produktif yang dilakukan oleh Baitul Mal Banda
Aceh.
38
Bungin, M. B. Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan Kebijakan
Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. (Jakarta: Kencana, 2010), h.99
39
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi (Mixed Methods).
(Bandung: Alfabeta, 2016), h. 120.
40
Sugiyono. Metode Penelitian…,h.122.
17
18
Untuk penentuan jumlah atau ukuran sampel dari suatu populasi dalam
penelitian ini menggunakan teori Gay & Diehl. Dalam teori Gay & Diehl
dikatakan bahwa semakin besar sampelnya maka kecenderungan lebih
representatif dan hasilnya lebih digeneralisir, maka ukuran sampel dapat diterima
tergantung pada jenis dari penelitiannya, yaitu secara minimum tolak ukurnya:
a. Penelitian deskriptif, yaitu sekurang-kurangnya 100 sampel atau
10% dari populasi.
b. Penelitian korelasi, sekitar 30 subjek sebagai objek penelitian.
c. Penelitian kausal-perbandingan, sekitar 30 subjek perkelompok.
d. Penelitian eksperimental, yaitu minimum sekitar 15 subjek per
kelompok41
D. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan penulis adalah sumber
data primer dan sumber data sekunder, sumber data primer yaitu sumber data
yang didapatkan penulis berupa hasil wawancara langsung dengan pengurus
Baitul mal Aceh, dan pihak mustahiq penerima zakat. Sedangkan sumber data
sekunder yang didapatkan penulis yaitu berupa buku, jurnal penelitian, dan
majalah ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan yang di angkat penulis.
41
Ruslan, R. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi . (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 147
42
Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Kencana, 2014), h.138
43
Imām Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta:Bumi Aksara,
2015), h. 80.
44
Sugiono, Metode Penelitian Kombinasi, (Bandung: Alfabeta, 2013),h. 196.
19
DAFTAR PUSTAKA
45
Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara,
2003), h. 36.
20