Mangkuk Kayu
(1) Seorang lelaki tua tinggal bersama anak laki-lakinya, menantu dan cucunya yang baru berusia
4 tahun. Tangan lelaki tua itu selalu gemetar, matanya kabur dan jalannya pun tertatih-tatih.
(2) Kebiasaan keluarga ini selalu makan bersama di ruang makan. Tangan sang kakek yang
selalu gemetar sangat kesulitan memasukkan makanan ke mulutnya. Akibatnya, setiap makanan atau
minuman yang dia pegang menjadi tumpah. Sang kakek sudah berusaha untuk tidak melakukan
kesalahan. Akan tetapi, hal itu sangat sulit dilakukannya. Sampai suatu ketika dia mengambil segelas
air susu dan gelasnya terjatuh dan tumpah membasahi meja makan. Hal itu membuat anak dan
menantunya merasa jengkel.
(3) "Kita harus berbuat sesuatu terhadap ayah,” kata sang anak kepada istrinya di kamar
menjelang tidur. “Aku sudah tidak sabar lagi dengan kekacauan yang dilakukan ayah: menumpahkan
air susu, jika mengunyah selalu berbunyi, belum lagi percilan makanan yang berjatuhan ke lantai, ke
meja, ke bajunya. Jijik aku melihatnya!"
(4) Kemudian suami istri tersebut menyediakan meja kecil di sudut ruangan. Di meja inilah sang
kakek makan seorang diri. Karena ketakberdayaannya, setiap hari ada saja barang yang pecah.
Kadang piring, kadang gelas, atau mangkuk sayur. Sang anak dan menantu semakin jengkel dan
kadang memarahi lelaki tua itu. Akhirnya, mereka mengganti peralatan makan untuk ayahnya dengan
bahan yang terbuat dari kayu.
(5) Lelaki tua itu hanya bisa menerima perlakuan anaknya, meskipun di dalamnya hatinya dia
merasa sedih. Terkadang tampak matanya berkaca-kaca menyaksikan keakraban anak menantunya
di meja makan. Apalagi ketika melihat sang cucu yang kerap tersenyum padanya.
(6) Suatu petang, sebelum makan malam, lelaki tua itu menyaksikan anak lelakinya bermainmain
dengan potongan-potongan kayu bersama cucunya di lantai. “Wah, sedang membuat apa, Nak?
Asik benar!"tanya anak lelaki itu. Anak berusia 4 tahun itu spontan menjawab, “Aku sedang membuat
mangkuk kecil untuk makan papa dan mama bila aku sudah besar nanti.”
(7) Kata-kata si anak ini langsung menampar kedua orang tuanya sehingga mereka tidak bisa
berkata-kata lagi. Mereka terdiam dan merenungkan apa yang telah dilihatkan kepada anaknya, air
mata mulai mengalir membasahi pipi keduanya. Kini mereka sadar terhadap kesalahan yang telah
dilakukan terhadap ayahnya.
(8) Setelah kejadian itu, sang anak selalu memegang dengan lembut tangan sang ayah dan
membimbingnya ke arah meja makan keluarga. Mereka selalu makan bersama. Mereka menyadari
bahwa bagaimanapun keadaan lelaki tua di hadapan mereka, dia tetaplah orang tua yang harus
dihormati dan disayangi.
STRUKTUR NOMOR ALASA
PARAGRAF N