Anda di halaman 1dari 1

Tebuireng, teruslah menjadi hujan bagiku

Oleh: Iskandar Rois


Sepasang suku kata yang terdiri dari terima dan kasih. Terima, yang berarti menerima sebuah
pemberian. Saya pikir itu mudah menerima sebuah pemberian, ternyata sulit apalagi menerima
pemberian dari orang-orang yang kita sinyalir sebagai musuh bebuyutan. Respon yang muncul mungkin
senang tapi dalam hati pasti ada perasaan was-was. Seolah-olah begitu mengerikan untuk menerima
pemberiannya. Lain hal jika pemberian itu dari orang-orang tercinta kita, tanpa pikir panjang akan
segera kita terima, mungkin ada beberapa orang yang merasa sungkan, wajar. Yang kedua yaitu Kasih,
berarti memberi. Nampaknya ini lebih sulit dari pada sebelumnya. Karena memberi harus kita
mengikhlas apa yang diri kita punya kepada orang lain. Terutama pada hal yang kita senangi, kagumi,
bahkan cintai. Termasuk merelakan sang kekasih pas lagi sayang-sayangnya, sungguh Sad Boy !! .
Sudahlah mari kita move on.

Dalam konteks ini, Jika ada sebuah batu sungai yang besar, bisa diibaratkan itu diriku. Amat keras, diam
seperti dinginnya cewe yang sedang datang bulan, di lempar, di banting, tak sedikitpun menjadi lunak.
Sudah berapa kali diri ini di banting, di lempar, di caci maki, di rendahkan, namun tak kunjung usai
membuat diriku melunak. Semakin di tentang semakin mengeras diri ini mungkin seperti itu. Kemudian
di suatu waktu, bukan tentangan yang ku dapat, melainkan derasnya aliran air yang kurasa hendak
menghanyutkanku, awal itu yang ku pikir. Aku yang ibarat batu tetap kokoh meskipun air yang deras
berusaha menghanyutkanku. Hari demi hari air itu terus berusaha menghanyutkanku. Aku berpikir,
kenapa dia terus berusaha menghanyutkanku, apa dia tidak melihat betapa kokohnya diriku ? Sempat
aku menanyakan langsung kepadanya, namun hanya diam yang ku dapat, sementara dia terus berjalan
mengalir mengenai seluruh permukaanku. Kemudian hujan datang menghunjamiku dari sisi atas. Kataku
"Apalagi ini, sudah tau batu itu keras malah di hujani air, aneh". Namun ternyata hujan yang rintik rintik
ini yang mampu membuat lubang di sebagian permukaanku. Iya, nilai-nilai luhur yang Pesantren
Tebuireng berikan kepadaku mampu membentuk dan melunakkan diriku yang semula keras. Kiranya ada
5 nilai luhur yang ku tau, yaitu

Pertama ikhlas,

Kedua jujur,

Ketiga bertanggung jawab,

Keempat kerja keras,

Kelima tasamuh.

Sedikit demi sedikit kelima nilai luhur itu mengisi setiap ruang-ruang dari tubuhku, ibarat hujan rintik-
rintik yang membentuk rongga pada permukaan batu sungai yang keras tadi. Kepada Pesantren
Tebuireng, Terima kasih atas tiap-tiap jasa yang kau berikan kepadaku. Pesanku, Tebuireng.. teruslah
menjadi hujan bagiku.

Anda mungkin juga menyukai