Dalam konteks ini, Jika ada sebuah batu sungai yang besar, bisa diibaratkan itu diriku. Amat keras, diam
seperti dinginnya cewe yang sedang datang bulan, di lempar, di banting, tak sedikitpun menjadi lunak.
Sudah berapa kali diri ini di banting, di lempar, di caci maki, di rendahkan, namun tak kunjung usai
membuat diriku melunak. Semakin di tentang semakin mengeras diri ini mungkin seperti itu. Kemudian
di suatu waktu, bukan tentangan yang ku dapat, melainkan derasnya aliran air yang kurasa hendak
menghanyutkanku, awal itu yang ku pikir. Aku yang ibarat batu tetap kokoh meskipun air yang deras
berusaha menghanyutkanku. Hari demi hari air itu terus berusaha menghanyutkanku. Aku berpikir,
kenapa dia terus berusaha menghanyutkanku, apa dia tidak melihat betapa kokohnya diriku ? Sempat
aku menanyakan langsung kepadanya, namun hanya diam yang ku dapat, sementara dia terus berjalan
mengalir mengenai seluruh permukaanku. Kemudian hujan datang menghunjamiku dari sisi atas. Kataku
"Apalagi ini, sudah tau batu itu keras malah di hujani air, aneh". Namun ternyata hujan yang rintik rintik
ini yang mampu membuat lubang di sebagian permukaanku. Iya, nilai-nilai luhur yang Pesantren
Tebuireng berikan kepadaku mampu membentuk dan melunakkan diriku yang semula keras. Kiranya ada
5 nilai luhur yang ku tau, yaitu
Pertama ikhlas,
Kedua jujur,
Kelima tasamuh.
Sedikit demi sedikit kelima nilai luhur itu mengisi setiap ruang-ruang dari tubuhku, ibarat hujan rintik-
rintik yang membentuk rongga pada permukaan batu sungai yang keras tadi. Kepada Pesantren
Tebuireng, Terima kasih atas tiap-tiap jasa yang kau berikan kepadaku. Pesanku, Tebuireng.. teruslah
menjadi hujan bagiku.