Anda di halaman 1dari 108

UPAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON

HUMAN RIGHT (AICHR) ATAS PELANGGARAN HAM


TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR 2012-2015

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:
Rikh Rezza Saudia
1112113000114

PROGAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2017 M
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Skripsi yang berjudul:

I]PAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON


HTJMAN RIGHT (AICHR) DALAM MENANGANI PELANGGARAN
HAM TERIIADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
TAIIUN 20t2-2015

1. Merupakan karya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UrN)


Syarif Hidayatullah Jakarta.

J. Jika di kemudian hari terbukti jika karya saya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di universitas Islam Negeri (urN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

20r6

Rikh Rezza Saudia


PERSETUJUAI\ PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Riltr Rezza Saudia

NIM : lLLZl130001 14

Program Studi : Hubungan Internasional

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

I]PAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON HUMAN


RIGHT (AICHR) ATAS PELANGGARAN HAM TERIIADAP ETNIS
ROHINGYA DI MYANMAR 2OI2.2OI5

dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 21 Desember 2016

Mengetahui, Menyetujui,

Pembimbing,

[. Adian Firnas

m
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SKRIPSI

UPAYA ASEAN INTERGOVERNMENTAL COMMISSION ON HUMAN RIGHT


(AICHR) ATAS PELANGGARAN HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI
MYANMAR 2012-2015

oleh:

Rikh Rezza Saudia

1112113000114

Telah di pertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Of$ Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal2T
Januari 2017. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Hubungan Intemasional.

Sekretaris,

Dosen Penguji I, Dosen Penguji II,

F*'h.
Inserid Galuh Mustikawati. MHSPS

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada 27 J antalj, 20 17 .

IV
ABSTRAK

Skripsi ini menganalisis tentang Upaya Asean Intergovernmental Commission


On Human Right (AICHR) dalam menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) yang terjadi terhadap etnis Rohingya di Myanmar pada tahun 2012-
2015.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hukum dan kinerja dari
AICHR sebagai lembaga HAM di Asia Tenggara dalam menangani atau merespon
krisis kemanusiaan yang terjadi.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk memberikan
jawaban dengan mendeskripsikan fakta-fakta terkait dengan pelanggaran HAM yang
terjadi di Myanmar serta penyelesaian yang AICHR coba untuk lakukan. Kerangka
teori yang digunakan dalam skripsi ini adalah konsep Hak Asasi Manusia, konsep
Organisasi Internasional dan konsep Diplomasi.
Peneliti menemukan bahwa adanya prinsip non-intervensi yang dimiliki oleh
ASEAN atau AICHR pada khususnya memang telah membatasi ruangnya untuk
menyelesaikan krisis kemanusiaan. Namun AICHR telah melakukan upaya dalam
pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar melalui cara diplomasi.

Kata Kunci : AICHR, Myanmar, Hak Asasi Manusia, Pelanggaran HAM, Etnis

Rohingya, Organisasi Internasional.

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil„alamiin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT, atas segala rahmat dan anugerah-Nya yang telah dilimpahkan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Upaya Asean Intergovernmental
Commission On Human Right (AICHR) atas Pelanggaran HAM Terhadap Etnis
Rohingya Di Myanmar 2012-2015”. Shalawat dan salam selalu tercurah untuk
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, beserta para keluarga, sahabat, dan
pengikutnya hingga akhir zaman.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat akademis di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mendapatkan gelar sarjana pada

program studi Hubungan Internasional. Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini

tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak yang

sangat berarti bagi penulis. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Keluarga penulis, teutama orangtua penulis Agus W dan Nur Barlian tercinta

yang selalu melimpahkan kasih sayangnya, yang selalu sabar dan tak henti-

hentinya memberikan dukungan baik moril maupun materil. Serta adik-adik

penulis Laila Arifin Badar, Fairuz Humaira Badar dan Nizar El Farisi yang

terus mendorong penulis untuk secepatnya menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak M. Adian Firnas, M.Si. selaku ketua Prodi Hubungan Internasional dan

juga pembimbing penulis yang telah bersedia meluangkan waktu dan

fikirannya untuk membimbing dalam menyusun seminar proposal hingga

vi
skripsi ini. Terimakasih atas kesediaan, kesabaran serta ilmu yang telah

diberikan kepada penulis.

3. Jajaran Dosen Program Hubungan Internasional yang telah memberikan ilmu

yang sangat bermanfaat. Semoga ilmu yang diberikan dapat menjadi amal

jariyah di akhirat nanti Amin.

4. Sahabat-sahabat penulis Annisa Fachriyah,Nurul Minchah, Ratna Widya Laili

Nurul Isnaini, Chesa Helsin Qiswian, Saras Aprinita, Sarah Nor Anwar,

Dzikri Nur Habibi, Arrijal Rachman, Hasymi Romadhony, Guntomo Raharjo,

serta teman-teman Prodi Hubungan Internasional angkatan 2012 terimakasih

untuk doa, bimbingan, motivasi dan bantuannya baik secara moril maupun

materil selama ini.

5. Sahabat-sahabat penulis alumni PMDG Faizah Mutazayyinah, Nilam Nurfita,

Maria Ulfa, Ariska Kusuma, Sherly Martha, Suzan Melani, Selvia Dyah.

Terimakasih atas doa dan dukungan dalam keadaan apapun.

6. Terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga segala dukungan, doa, dan bantuan kalian mendapat imbalan dari

Allah SWT dan menjadi amal kebaikan.

Jakarta, 21 Desember 2016

Rikh Rezza Saudia

vii
DAFTAR ISI

ABSTRAK ..................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ...................................................................................vi
DAFTAR ISI ................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ...............................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xx

BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah ............................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................. 8
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 9
E. Kerangka Teoritis ................................................................................ 14
1. Konsep Hak Asasi Manusia .................................................... 14
2. Konsep Organisasi Internasional.............................................. 17
3. Konsep Diplomasi .................................................................... 19
F. Metode Penelitian ................................................................................ 23
G. Sistematika Penulisan.......................................................................... 24

BAB II KRISIS KEMANUSIAAN ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR


A. Sejarah Etnis Rohingya ....................................................................... 26
1. Negara Bagian Arakan dan Awal Mula Kedatangan Islam .... 26
2. Keberadaan Etnis Rohingya .................................................... 30
3. Konflik Rohingya .................................................................... 32
B. Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Rohingya ..................................... 36
1. Kebijakan Diskriminatif Terhadap Etnis Rohingya ................ 36

BAB III AICHR SEBAGAI ORGANISASI HAM ASEAN


A.Association of Southeast Asian Nations dan Hak Asasi Manusia di Asia
Tenggara................................................................................................... 43
1. Sejarah Perkembangan HAM di ASEAN............................... 43
2. Mekanisme HAM ASEAN ..................................................... 46

viii
B. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights sebagai Lembaga
Hak Asasi Manusia Regional ................................................................... 49
1. Tujuan, Mandat dan Fungsi .................................................... 49
2. Perkembangan AICHR ........................................................... 56
3. Respon AICHR terhadap Pelanggaran HAM dibeberapa negara
anggota ASEAN ..................................................................... 58

BAB IV ANALISA UPAYA AICHR DALAM MENANGANI PELANGGARAN


HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012-2015
A.Prinsip Non Intervensi dan Keterbatasan Mandat............................... 66
B. Retreat Forum dan Silent Diplomacy ................................................. 70
1. Indonesia ................................................................................. 76
2. Malaysia .................................................................................. 80
3. Thailand .................................................................................. 81
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................xiii
LAMPIRAN .................................................................................................xix

ix
DAFTAR GAMBAR

GAMBAR

Gambar II.A.1. Peta Wilayah Arakan ...................................................................26

Gambar IV.B.1. Arus Migrasi Rohingya ................................................................73

x
DAFTAR SINGKATAN

ACMW : ASEAN Commission on Migrant Worker

ACWC : ASEAN Commission on Women and Children

AICHR : ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right

AMM : ASEAN Foreign Ministers Meeting

ASEAN : Association of Southeast Asian Nation

CPR : Committee of Permanent Representative

CSR : Corporate Social Responsibility

HAM : Hak Asasi Manusia

IDP : Internally Displaced Persons

JHRD : Jakarta Human Rights Dialogue

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

RNDP : Rakhine Nationalities Development Party

SEAHUM : Southeast Asia Humanitarian Committee

ToR : Terms of Reference

UDHR : Universal Declaration of Human Right

UPR : Universal Periodic Review

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Wawancara Ibu Yuyun Wahyuningrum Team Leader at Regional


EU – ASEAN Dialogue Instrument (READI) Human Right Facility,
Senior Advisor on ASEAN and Human Right at the Indonesia’s
NGO Coalition for International Human Right Advocacy / HRWG
.....................................................................................................xx

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Myanmar merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan

juga anggota dari Association of Southeast Asian Nation (ASEAN). Negara ini

memiliki luas wilayah 261.000 mil2 di Burma dan 20.000 mil2 di Arakan.

Myanmar merupakan penyatuan dari wilayah Burma dan Arakan yang diduduki

oleh kerajaan Islam Arakan yang datang pada tahun 1430 M melalui

perdagangan namun setelahnya raja Buddha dari suku Birma mengekspansi

wilayah Arakan tersebut kedalam kekuasaannya pada tahun 1784 M dan

dijadikan kaum muslim Arakan sebagai etnis minoritas.1

Negara ini menampung kurang lebih 50 juta orang yang 15% nya adalah

penduduk minoritas etnis Muslim Rohingya di Arakan.2 Penduduk mayoritas

yang juga memiliki kasta di negara ini sendiri adalah etnis Birma atau Rakhine

yang mana mereka adalah umat Buddha. Etnis Birma terus menerus

mengintimidasi keberadaan umat muslim, dan dapat dikatakan ini merupakan

awal terjadinya diskriminasi atau pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar

untuk etnis Rohingya.

1
Arakan Bagian Terpisah dari Myanmar, diakses dari
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/06/18/72368/dulu-arakan-bagian-terpisah-
dari-myanmar.html, pada 10/12/2015
2
Sejarah Umat Islam Rohingya di Myanmar, diakses dari http://kisahmuslim.com/sejarah-umat-
islam-rohingya-di-myanmar/, pada 27/10/2015

1
Myanmar sebagai wilayah persemakmuran Inggris pada 1948

mendapatkan kemerdekaan sepenuhnya. Inggris memberikan hak bagi setiap

etnis agar dapat memperoleh kemerdekaannya, namun Birma sebagai etnis

mayoritas mendiskriminasi etnis Rohingnya sebagai satu-satunya etnis yang tak

diundang dalam proses penandatanganan Perjanjian Penyatuan Myanmar pada

September 1947 di negara bagian Shan. Dan berlanjut pada masa junta militer

(1962-2010) warga Rohingya diusir dari Arakan dan terlebih terdapat Undang

Undang Kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 yang isinya bertujuan untuk

menghilangkan status kewarganegaraan Rohingya di Myanmar.3

Kebijakan yang ada dalam negara ini seringkali berpihak pada kaum

mayoritas, dan muslim Rohingnya mendapatkan diskriminasi baik oleh kaum

Buddha maupun oleh negara. Warga Myanmar menganggap Rohingya sebagai

pemukim ilegal, sehingga sering menyebabkan terjadinya ketegangan antara

etnis di Myanmar. Ketegangan-ketegangan yang ada diperparah dengan adanya

pemerkosaan dan dibunuhnya seorang gadis Rakhine, Ma Thida Htwe pada 28

Mei 2012 yang terduga dilakukan oleh tiga pemuda Rohingya.4 Hal ini membuat

etnis Rakhine melakukan aksi kekerasan kepada muslim Rohingya, penyerangan

terhadap bus yang ditumpangi oleh muslim Rohingya yang menewaskan 10

orang. Dan banyak warga Rohingya di Myanmar melarikan diri ke negara lain

untuk menghindari konflik yang berlanjut.

3
Akar Masalah Rohingya Ada di Myanmar, diakses dari http://www.voa-islam.com/read/pers-
rilis/2015/05/18/37038/akar-masalah-rohingya-ada-di-myanmar/#sthash.ohN7nOqN.dpbs, pada
27/10/2015
4
Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar, diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106632&val=2274, pada 03/10/2016

2
Konflik yang terjadi antara dua etnis pada tahun 2012 mengakibatkan 77

orang meninggal, 109 orang luka, 5 ribu rumah rusak atau terbakar, 17 masjid

rusak, 15 tempat ibadah agama budha rusak.5 Rumah-rumah warga Rohingya

dibakar dan tidak ada tindakan yang dilakukan para aparat keamanan yang

bertugas untuk mengamankan situasi di Arakan. Banyak persepsi menyatakan

bahwa persoalan yang ada di Myanmar terkait etnis ataupun agama. Namun hal

ini juga dikatakan tak terlepas dari masalah komunal yang didasari oleh

kemiskinan antara keduanya yang mengakibatkan masyarakat Rohingya dan

Rakhine saling berselisih untuk bertahan hidup.

Pemerintahan Myanmar dianggap melanggar HAM terkait konflik yang

terjadi, seperti pembiaran terhadap aksi kekerasan, pembunuhan, upaya

deportasi, dan pemindahan secara paksa yang hingga saat ini belum

selesai. Dan terlebih terjadinya pencabutan kartu identitas penduduk yang

dikenal dengan kartu putih yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar pada etnis

Rohingya pada Maret 20156, sehingga status kewarganegaraan Rohingnya pun

tidak jelas, pemerintah Myanmar tidak mengakui kependudukan etnis Rohingya

hingga saat ini.7

Rezim militer Myanmar sangat dipengaruhi oleh Buddha sebagai agama

mayoritasnya, tokoh agama Buddha pun di negara Myanmar sangat

5
SBY: Tak Ada genosida di Myanmar, diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/internasional/tragedi-rohingya/12/08/04/m88osu-sby-tak-ada-
genosida-di-myanmar pada 10/10/2015
6
Mengapa Orang-orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar?, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/05/150522_dunia_myanmar_exodus, pada 28/10/2015
7
Akar Masalah Rohingya Ada di Myanmar, diakses dari http://www.voa-islam.com/read/pers-
rilis/2015/05/18/37038/akar-masalah-rohingya-ada-di-myanmar/#sthash.FtmlNuHT.dpbs, pada
23/06/2015

3
berpengaruh. Sosok biksu di Myanmar disinyalir membuat krisis kemanusiaan

berkepanjangan. Biksu Ashin Wirathu, yang dijuluki sebagai Burma bin Laden8

merupakan sosok yang memiliki popularitas dan ucapannya banyak dipercaya

oleh masyarakat Myanmar. Masyarakat internasional menilai bahwa ia

merupakan sosok radikal, perlakuannya pun dinilai menyerupai perlakuan rezim

apartheid di Afrika Selatan sebelumnya.9

Ashin Wirathu dikatakan sebagai sosok yang menyebarkan kebencian ke

tengah masyarakat Myanmar, tak sedikit majalah internasional telah

menjulukinya sebagai pembenci Muslim atau penggerak kaum Buddha di

Myanmar untuk menyerang Muslim Rohingya. Kutipan Ashin Wirathu yang

diambil dari majalah Time adalah "Now is not the time for calm"10 yang makna

dari perkataannya ini adalah merujuk pada ajakan Ashin untuk melakukan

kekerasan pada muslim Rohingya. Pria ini juga sempat memimpin demokrasi

yang mendesak agar masyarakat Rohingnya direlokasi kenegara lain dan ia juga

yang memimpin kampanye yang mendesak Pemerintah Myanmar untuk

mengeluarkan peraturan bahwa perempuan Buddha dilarang menikah dengan

pria beragama lain tanpa persetujuan dari pemerintah.11

8
The Face Of Buddish Terror, diakses dari
http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,2146000,00.html, pada 20/06/2015
9
Ashin, Pembensi Muslim Rohingya, diakses dari http://indonesianreview.com/ds-muftie/ashin-
pembenci-muslim-rohingya. pada 21/06/2015
10
Ibid, Ashin, Pembensi Muslim Rohingya
11
Kiprah Ashin Wurathu, Biksu Kontroversial Buddha Radikal, diakses dari
http://us.news.detik.com/berita/2919780/kiprah-ashin-wirathu-biksu-kontroversial-buddha-
radikal/4, pada 23/06/2015

4
Segala yang terjadi di Myanmar terkait dengan Deklarasi Universal Hak

Asasi Manusia (DUHAM) pasal 2, yang menyebutkan:12

“Everyone is entitled to all the rights and freedoms set forth

in this Declaration, without distinction of any kind, such as race,

colour, sex, language, religion, political or other opinion,

national or social origin, property, birth or other status.

Furthermore, no distinction shall be made on the basis of the

political, jurisdictional or international status of the country or

territory to which a person belongs, whether it be independent, trust,

non-self-governing or under any other limitation of sovereignty”

“Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang

tercantum dalam Deklarasi ini tanpa pembedaan dalam bentuk

apapun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan

politik atau keyakinan lainnya, asal usul kebangsaan dan sosial, hak

milik, kelahiran atau status lainnya. Selanjutnya, pembedaan tidak dapat

dilakukan atas dasar status politik, hukum atau status internasional

negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari negara

merdeka.”

Upaya untuk membantu menangani permasalahan ini, ASEAN sebagai

organisasi internasional dan khususnya ASEAN Intergovernmental Commission

on Human Right (AICHR) badan yang menangani masalah HAM di Asia

12
The Universal Declaration of human Right, diakses dari http://www.un.org/en/documents/udhr/,
pada 09/10/2015

5
Tenggara menegaskan bahwa Myanmar perlu memperhatikan perkembangan

kehidupan yang harmonis serta menanamkan modal solidaritas nasional kepada

seluruh elemen masyarakat.13

Penegakkan HAM terdapat dalam salah satu tujuan ASEAN, yaitu:

“To promote regional peace and stability through abiding respect for

justice and the rule of law in the relationship among countries of the region and

adherence to the principles of the United Nations Charter”14

Piagam ASEAN pada 23 Oktober 2009 menghasilkan pembentukan badan

HAM ASEAN yaitu, AICHR. Pedoman kerja dari AICHR terdapat dalam Terms

of Reference yang telah dibuat dan diterima oleh ASEAN Foreign Ministers

Meeting pada Juli 2009. AICHR merupakan badan yang terintergrasi didalam

ASEAN dan memiliki sifat intergovernmental sehingga anggotanya terdiri dari

perwakilan pemerintah disetiap negara-negara ASEAN. Badan ini memiliki

fungsi untuk menegakkan HAM di ASEAN, secara umum AICHR memiliki

tugas untuk merumuskan upaya pemajuan dan perlindungan HAM di wilayah

13
Inilah Peryataan resmi ASEAN tentang Konflik Rohingya, diakses
http://www.jaringnews.com/internasional/asia/21072/inilah-pernyataan-resmi-asean-tentang-
konflik-rohingya, pada 27/10/2015
14
Aims and Purposes of ASEAN, diakses dari http://www.asean.org/asean/about-asean/overview/,
pada 12/04/2016

6
ASEAN.15 Hal ini dapat dilakukan baik melalui edukasi, pemantauan, maupun

diseminasi nilai-nilai dan standar HAM Internasional.16

AICHR dalam menanggapi konflik etnis di Myanmar menyatakan bahwa

pelanggaran HAM yang terjadi adalah karena kelalaian pemerintah Myanmar

yang telah membiarkan konflik komunal meluas, AICHR akan bertanggung

jawab untuk memastikan bahwa setiap orang berhak untuk mencari dan

mendapatkan suaka, memiliki kewarganegaraan dan tidak ada orang yang dapat

menghalangi kebangsaannya ataupun ditolak hak atas kebangsaannya. Badan

HAM ini memastikan pula bahwa insiden ini tak akan terulang kembali kepada

kaum minoritas.17

AICHR sebagai badan HAM ASEAN juga pernah mengupayakan untuk

mengungkap kasus pelanggaran HAM yang terjadi yaitu, mengenai hilangnya

aktifis HAM di Laos. Kasus ini dikaitkan dengan pemerintahan Laos yang

dicurigai tidak memberikan keterangan dan tertutup akan masalah tersebut.18

AICHR dalam hal ini mendorong negara-negara anggotanya untuk ikut

mengusut kasus tersebut, dan dalam hal ini juga negara-negara ASEAN

15
Prospek mekanisme HAM ASEAN, diakses dari https://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=&start=2, pada
27/10/2015
16
AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN, diakses dari
http://www.antaranews.com/berita/159071/aichr-dan-penguatan-perlindungan-ham-di-asean pada
10/10/2015
17
Kasus Rohingya bisa Rusak Komunitas ASEAN 2015, diakses dari
http://www.beritasatu.com/asia/63683-kasus-rohingya-bisa-rusak-komunitas-asean-2015.html,
pada 11/10/2015
18
Aktivis Laos Sombath Somphone Dihilangkan?, diakses dari http://www.dw.com/id/aktivis-laos-
sombath-somphone-dihilangkan/a-16681707, pada 05/01/2015

7
menyepakati ToR yang memungkinkan tiap negara terbuka pada masalah HAM

di negaranya.19

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diungkapkan, maka dalam

penelitian ini pertanyaan yang akan dijadikan sebagai dasar analisa adalah

“Bagaimana upaya ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right

(AICHR) atas pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menjelaskan bentuk-bentuk pelanggaran HAM yang terjadi kepada etnis

Rohingya di Myanmar

2. Menjelaskan hukum dan kinerja dari Asean Intergovernmental

Commission on Human Right sebagai lembaga badan HAM di kawasan

Asia dalam menangani atau merespon konflik yang ada di Myanmar

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk:

1. Menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat memperkaya pemahaman

pembaca dalam melihat kinerja dari badan HAM ASEAN yaitu AICHR

19
AICHR Can Do More to Protect Asean Citizens, diakses dari
http://www.nationmultimedia.com/opinion/AICHR-can-do-more-to-protect-Asean-citizens-
30232324.html, pada 05/01/2016

8
2. Menjadi salah satu karya ilmiah yang dapat dijadikan tolak ukur

pemerintah kgususnya Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN

dalam merespon segala bentuk pelanggaran HAM yang terjadi di ASEAN

D. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini berupa artikel-artikel atau jurnal-jurnal yang diakses

dari internet, terutama yang telah membahas seputar persoalan-persoalan terkait.

Hal itu dikarenakan keterbatasan sumber pustaka yang saya temukan

menyangkut topik pembahasan makalah ini baik dari koleksi perpustakaan UIN

Jakarta maupun koleksi perpustakaan FISIP UIN Jakarta.

Untuk memahami penyebab kekerasan yang dilakukan terhadap kaum etnis

Rohingya di Myanmar, jurnal berjudul Myanmar’s Religious Violence: A

Buddhist "Siege Mentality" at Work dan dituliskan oleh Kyaw San Wai seorang

senior analyst dari Rajaratnam School of International Studies (RSIS) yang

berfokus pada politik dan buddha di Burma.20 Dalam tulisannya ia menjelaskan

bahwa akar dari kekerasan di Myanmar yang sering disebut Burma ini sangatlah

kompleks.

Penekanan akan terjadinya konflik agama pada 2012 disebabkan oleh

tindakan para nasionalis dan juga kelompok Buddha kontroversial yang disebut

“969 Movement”. Selain itu kekerasan juga terjadi karena tidak adanya kontrol

kemiliteran, aturan hukum dan juga terdapat faksi yang tidak puas dengan rezim

militer Myanmar. Adapun sikap Buddha yang penuh kekerasan menurut Kyaw
20
Myanmar’s Religious Violence: A Buddhist “Siege Mentality at Work” diakses dari
http://www.networkmyanmar.net/images/stories/PDF16/RSIS-Commentary.pdf, pada 23/06/2015

9
San Wai adalah karena faktor Buddhist Millenarism dan Demographic

Besiegement.

Terdapat keyakinan dari kaum Buddha Burma bahwa Buddha akan hilang

dimasa mendatang, sementara di Burma sendiri peningkatan yang cukup tinggi

dialami oleh kaum Muslim. Dan umat Buddha disini merasa bahwa keadaan

mereka terancam oleh agama yang lebih besar dan terorganisir. Disebutkan

bahwa tahun 1956 merupakan titik tengah kepercayaan Buddha akan

menghilang, dan mereka percaya karena jumlah penganut dari mereka pun telah

menurun. Ketakutan akan hilangnya Buddha bukan saja oleh munculnya orang

Muslim namun dengan adanya kolonialisasi Inggris dan misionaris Kristen.

Namun pada abad ke 21 Islam menjadi titik penentu bagi mereka yang akan

menghancurkan Buddhisme.

Selain itu faktor besiegement demografi yang disadari oleh masyarakat

Burma bahwa wilayah mereka berbatasan dengan negara-negara yang padat

penduduk seperti, Cina, India dan Bangladesh. Banyaknya pendatang dari

negara-negara tersebut telah menjadi kerisuhan sendiri, baik dalam hal politik,

budaya, ekonomi, sejarah demografi, agama dan lainnya. Hal inilah yang

diyakini oleh Kyaw yang menjadi faktor konflik di Rakhine. Selain itu ia

memberikan masukan bahwa Myanmar perlu mengubah pandangan

masyarakatnya yang mementingkan diri sendiri, dan perlu untuk pemerintah

mengakomodir setiap pidato, kebepirhakan polisi, penegakan hukum serta

menjamin keamanan penduduktanpa memandang ras atau status

kewarganegaraan.

10
Artikel kedua adalah The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite

Muslim killings in Myanmar, yang merupakan tulisan dari Jason Szep. Secara

keseluruhan artikel menjelaskan bahwa biksu Buddha turut andil dalam

peristiwa konflik yang ada di Myanmar, tepatnya selama 4 hari di Bulan Maret

2011 untuk memerangi kaum muslim minoritas. Dalam empat hari tersebut

terdapat 43 orang tewas, hampir 13.000 umat muslim diusir dari rumah dan

tempat bisnis mereka.21Dalam artikel ini penulis menyatakan bahwa tidak

adanya kontrol penuh dari Presiden atas perlakuan yang dilakukan oleh kaum

Buddha.

Gerakan atau kelompok 969 yang beranggotakan para biksu sebagai gerakan

nasionalis sering memicu suatu masalah. Peraih nobel perdamaian, seorang

Buddish yang juga duduk diparlemen dinyatakan gagal dan telah merusak

citranya karena tidak dapat mengantisipasi kekerasan yang meluas. Peristiwa

kekerasan selama 4 hari ini dimulai dengan kejadian Gold Hair Clip antara

pedagang muslim dan pembeli dari Buddha. Karena ketidaksesuain pendapat

dari keduanya inilah memancing sebuah peristiwa, kerusakan toko pun menimpa

pedagang muslim ini karena Buddha memiliki massa yang banyak. Tidak

berhenti kepada penyerangan toko, namun masjid, panti asuhan dan rumah-

rumah muslim diserang dan dibakar oleh kaum Buddha, dan seorang biksu

meneriakkan “We just want the Muslims”22

21
The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite Muslim killings in Myanmar, diakses dari
http://www.rohingyamassacre.com/wp-content/uploads/2014/05/04reuters2014.pdf, pada
25/06/2015
22
Ibid, The War on The Rohingyas

11
Setelah serangkaian peristiwa tersebut, para biksu menggelar demo dan

salah satu tokoh biksu terkenal disini adalah Ashin Wirathu. Ashin adalah

pemimpin dari sekitar 60 biksu dan memiliki pengaruh bagi 2.500 masyarakat

disana dan merupakan pemimpin dari gerakan nasionalis 969. Dalam pidatonya

Ashin Wirathu selalu menghasut kepada anti-Muslim kepada Masyarakat. Ia

beranggapan bahwa kehadiran Muslim dapat menghapuskan identitas Buddha di

Myanmar, dan apabila dibiarkan akan sama halnya dengan Indonesia yang

posisi Hindu Buddha telah tergantikan dengan Islam.

Jurnal ketiga adalah tulisan dari Yuyun Wahyuningrum yang berjudul The

ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right: Origin, Evolution and

the Way Forward. Jurnal ini berisikan pengembangan norma-norma HAM di

negara-negara ASEAN, analisis mengenai pelembagaan HAM ASEAN sebelum

dan sesudah adanya piagam ASEAN termasuk juga mekanisme HAM regional,

mandat dan fungsi AICHR dan tantangan juga hambatannya, serta keterlibatan

masyarakat dalam memperkuat mekanisme HAM di ASEAN, jurnal ini juga

menyajikan masukan untuk kebijakan selanjutnya.

Dalam tulisannya dijelaskan bahwa semua negara anggota ASEAN telah

berpartisipasi dalam Universal Periodic Review (UPR) yang mana berada

dibawah naungan dewan HAM PBB sejak 2008. UPR merupakan sebuah

mekanisme yang menilai catatan HAM semua negara anggota serta memberikan

rekomendasi setelahnya.Terbentuknya AICHR memiliki beberapa fungsi seperti

halnya tanggung jawab pada masalah HAM yang terdapat dalam negara

misalkan migrasi, perdagangan manusia, perlindungan anak dan perempuan baik

12
dalam konflik ataupun bencana, pendidikan, perdamaian dan sebagainya.

AICHR pun terlibat dalam organisasi regional lainnya yang mana saling terikat,

terutama dengan UNHCR.

AICHR dibentuk untuk menunjukkan bahwa ASEAN tidak hanya bergerak

dalam ekonomi dan politik melainkan juga mencakup masalah fundamental bagi

manusia. ASEAN diakui oleh dunia internasional bahwa melalui AICHR,

sebagai organisasi HAM regional ASEAN mampu menciptakan budaya HAM

serta dapat menciptakan perdamaian.

Serta dalam tulisannya juga disebutkan beberapa rekomendasi kebijakan

untuk AICHR, yaitu (1) The Strengthening the AICHR requires the promotion of

multiple strategies, (2) Strengthening the AICHR requires support from

everyone, (3) Efforts should focus on making the AICHR an independent

institution for human rights, (4) The AICHR should address cross-border human

rights issues.

Perbedaan penulisan skripsi ini dengan penelitian sebelumya adalah

pembahasan yang berbeda, dimana dalam penulisan skripsi ini penulis

memfokuskan pada upaya Asean Intergovernmental Commission On Human

Right (AICHR) sebagai badan HAM ASEAN dalam menangani pelanggaran

HAM yang terjadi di Myanmar dalam kurun waktu 2012-2015.

13
E. Kerangka Teoritis

a. Konsep Hak Asasi Manusia

Dalam teori liberalisme salah satu komponennya adalah kebebasan yang

merupakan hak asasi manusia. Manusia dan HAM merupakan dua kata tidak

dapat dipisahkan. Manusia sejak kelahirannya dimuka bumi membawa hak-hak

yang melekat pada hidupnya, dan pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial

yang tidak dapat hidup sendiri dan akan selalu hidup ditengah-tengah kehidupan

sosialitasnya. Konsep HAM mempunyai spektrum yang luas. Disatu sisi ada

pemikiran liberalis yang mendasarkan individualisme, disatu sisi lain

berkembang penolakan HAM dan kebebasan pada pemikiran sosialisme yang

menekankan kepentingan bersama dan negara.

Mariam Budiardjo berpendapat bahwa HAM merupakan hak-hak yang

dimiliki oleh manusia yang telah diperoleh sejak kelahiran dan kehadirannya

ditengah kehidupan masyarakat. Hak ini ada pada manusia tanpa membedakan

bangsa, ras, agama, golongan, jenis kelamin, karena hal itu merupakan hak

universal. Dasar dari semua hak asasi adalah bahwa semua orang harus

memperoleh kesempatan berkembang sesuai bakat dan cita-citanya.23

Menurut Thomas Jefferson, HAM pada dasarnya kebebasan manusia yang

tidak diberikan oleh negara. Kebebasan ini berasal dari Tuhan yang melekat

pada eksistensi manusia individu. Dalam arti negara dan pemerintah tetap

diharuskan untuk melindungi pelaksanaan HAM.

23
Budiardjo Mariam, Dasar Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, 1977, 120

14
Universal Declaration of Human Right (UDHR) memberikan pengertian

HAM sebagai perangkat hak-hak dasar manusia yang tidak boleh dipisahkan

dari keberadaannya sebagai manusia. Dengan demikian martabat manusia akan

berkembang jika hak paling dasar yaitu kemerdekaan dan persamaan dapat

dikembangkan.

Hak Asasi Manusia dalam kerangka hukum internasional memiliki dua

aspek, yaitu pelaksanaan atas perlindungan HAM dimasa damai dan dimasa

sengketa bersenjata. Pelaksanaan HAM dimasa sengketa terdapat dalam hukum

tak tertulis dan tertulis seperti hukum Den Haag dan hukum Jenewa. Adapun

pelaksanaan HAM dimasa damai diatur dalam International Bill Human Right,

yang didalamnya berisi:

The Universal Declaration of Human Right yang terdiri dari lima prinsip,

yaitu:24

i. Prinsip tidak dapat diganggu gugat, bahwa setiap individu

mempunyai hak untuk dihormati kehidupannya, integritas baik

fisik maupun moral, dan atribut-atribut yang tidak dapat

dipisahkan dari personalitasnya

ii. Prinsip non diskriminasi, bahwa setiap individu harus

diperlakukan sama tanpa membedakan ras, jenis kelamin,

kedudukan sosial, kekayaan, politik, agama atau yang lainnya

24
Ubaedillah A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah& Prenada
Media Group, 2003, 148

15
iii. Prinsip keamanan, bahwa setiap orang berhak terjamin keamanan

pribadinya

iv. Prinsip kemerdekaan, bahwa setiap orang mempunyai hak untuk

menikmati kebebasan individualismenya.

v. Prinsip kesejahteraan sosial, bahwa setiap orang mempunya hak

untuk menikmati kondisi kehidupan yang menyenangkan.

Dikatakan dalam buku Teaching Human Right yang diterbitkan oleh

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa manusia tanpa hak-hak tersebut

dikatakan mustahil akan dapat hidup.25 Manusia berhak diakui keberadaannya

tanpa membedakan jenis kelamin, ras, warna kulit, bahasa, agama, politik,

kewarganegaraan, kekayaan dan juga kelahiran.26

Pemikiran mengenai HAM telah berkembang dalam kurun beberapa waktu,

yang kemudian muncul pemikiran kritis yang mana dikenal sebagai Declaration

of the Basic Duties of Asia People and Goverment hal ini dipelopori oleh

negara-negara di kawasan Asia. Deklarasi ini tidak hanya mencakup tuntutan

struktural, tetapi juga menyerukan terciptanya tatanan sosial yang berkeadilan.

Pelaksanaan dan penghormatan HAM tidak hanya urusan perorangan tetapi

merupakan tugas dan tanggung jawab negara.

Etnis Rohingya merupakan warga yang mendapatkan diskriminasi dari

berbagai pihak. Hak-hak seharusnya didapatkan oleh etnis Rohingya tanpa

membedakan bangsa, ras, agama, golongan, ataupun jenis kelamin. Seperti

25
Ubaedillah A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) Demokrasi,
Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah & Prenada
Media Group, 2003, 148
26
Agung Anak dan Yanyan M, Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2011, 151

16
halnya hak sipil dan politik, yaitu hak untuk hidup dan kemerdekaan, kebebasan

untuk berekspresi dan kesamaan dimata hukum, serta hak-hak sosial, budaya

dan ekonomi seperti hak untuk berpartisipasi dalam kebudayaan, hak atas

pangan, hak atas pekerjaan, dan hak untuk mendapat pendidikan.27

AICHR sebagai lembaga yang menangani HAM di wilayah ASEAN harus

mengupayakan penyelesaian dari krisis kemanusiaan ataupun pelanggaran HAM

terhadap etnis Rohingya di Myanmar yang mana pelanggaran HAM ini sudah

terjadi dalam kurun waktu yang lama, sehingga membuat populasi etnis

Rohingya di Myanmar sendiri berkurang.

b. Konsep Organisasi Internasional

Organisasi internasional merupakan salah satu aktor dari hubungan

internasional yang mana mewakili bentuk institusi yang mengacu pada sistem

formal baik secara teknis maupun materi. Organisasi internasional ini merupakan

sebuah konstitusi, bagiannya, peralatan, fisik, mesin, kepala surat, staf, hirarki,

administrasi dan lain sebagianya.28 Definisi dari organisasi internasional adalah

suatu struktur formal dan berkelanjutan yang dibentuk atas suatu kesepakatan

antara anggota-anggota baik pemerintah maupun non pemerintah dengan tujuan

untuk mengejar kepentingan bersama para anggotanya.29 Untuk definisi organisasi

internasional lebih lanjut, dapat dilihat dari tujuan yang ingin dicapai, institusi

yang ada, serta peraturan yang dibuat oleh organisasi tersebut.

27
Antonio Cassese, Human Rights in a Changing World, London: Sweet & Maxwell, 1989, 27
28
Ibid, Agung Anak dan Yanyan M, 92
29
Clive Archer, International Organizations. London: Allen &Unwin, 1983, 130-147

17
Dalam konvensi Wina tentang hukum perjanjian 1969, Organisasi

Internasional adalah organisasi antar pemerintah. Organisasi internasioal adalah

subjek buatan. Subjek hukum yang diciptakan oleh negara-negara yang

mendirikannya. Organisasi internasional melaksanakan kehendak negara-negara

anggota yang dituangkan dalam satu perjanjian internasional. Oleh karena itu

organisasi internasional memiliki ikatan antara negara-negara yang

mendirikannya dan dalam banyak hal sangat tergantung pada negara-negara

tersebut.30

Organisasi internasional diakui berhasil memecahkan beberapa

permasalahan yang dihadapi suatu negara, hal ini dinilai karena organisasi

internasional dapat mempengaruhi sifat negara. Peranan organisasi internasional

dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: 31

1. Sebagai instrumen,organisasi internasional digunakan oleh negara-negara

anggotanya untuk mencapai tujuan tertentu berdasarkan tujuan politik luar

negerinya.

2. Sebagai arena, organisasi internasional merupakan tempat bertemu bagi

anggota-anggotanya untuk membicarakan dan membahas masalah-

masalah yang dihadapi.

3. Sebagai aktor independen, organisasi internasional dapat membuat

keputusan-keputusan sendiri tanpa dipengaruhi oleh kekuasaan atau

paksaan dari luar organisasi.

30
Mauna Afrikana, Boer, Hukum Internasional, Pengertian, peranan dan Fungsi dalam era
Dinamika Global, Bandung: PT Alumni, 1970
31
Ibid, Clive Archer, 130-147

18
AICHR merupakan organisasi internasional yang dibentuk dengan tujuan

meminimalisir kejahatan HAM di ASEAN, dan merupakan wadah bagi negara-

negara ASEAN dalam membicarakan permasalahan HAM di wilayah tersebut.

Dalam kasus etnis Rohingya peranan AICHR dapat menjadi inisiator, fasilitator

mediator, rekonsiliator dan determinator.32

c. Konsep Diplomasi

Diplomasi merupakan salah satu praktek dalam hubungan internasional

antar negara melalui perwakilan-perwakilan resmi. Diplomasi sangat erat dengan

hubungan antar negara dengan seni mengedepankan kepentingan suatu negara

melalui negosiasi dengan cara-cara damai.33 Kegiatan diplomasi berkaitan erat

dengan pelaksanaan politik luar negeri suatu negara dalam hubungannya dengan

negara lain karena diplomasi merupakan suatu tahapan dalam menjalankan politik

luar negeri suatu negara. Diplomasi digunakan untuk membahas isu-isu seperti

keamanan, perdagangan, budaya, dan HAM yang mana melibatkan aktor baru

seperti NGO, perusahaan dan asosiasi.

Definisi Diplomasi menurut para ahli adalah sebagai berikut:34

1. Sir Ernest Satow dalam bukunya “Guide to Diplomatic Practice”

menyatakan bahwa diplomasi adalah penerapan kepandaian dan

32
Andre Pareira, Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional, Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1999, 135
33
S.L, Roy. Diplomacy. Diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati, Jakarta: Pt Raja Grafindo
Persada, 1995, 5
34
S.L, Roy. Diplomacy. Diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati, Jakarta: Pt Raja Grafindo
Persada, 1995, 2

19
taktik pada pelaksanaan hubungan resmi antara pemerintah negara-

negara berdaulat.

2. KM Panikkar mendefinisikan diplomasi sebagai seni

mengedepankan kepentingan suatu negara dalam berhubungan

dengan negara lain.

3. Svarlien mendefinisikan diplomasi sebagai seni dan ilmu

perwakilan negara dan perundingan.

Diplomasi dapat diartikan sebagai pembicaraan formal ataupun informal

antara dua atau lebih negara baik oleh negara atau aktor non negara. Diplomasi

dapat dibedakan melalui berbagai bentuk diantaranya adalah diplomasi bilateral,

diplomasi multirateral, diplomasi asosiasi dan diplomasi konferensi. Diplomasi

bilateral merupakan salah satu bentuk diplomasi lama yang dikenal dengan

sebutan diplomasi tradisional. Diplomasi ini hanya merujuk kepada dua negara

saja dalam hubungan internasional tanpa melibatkan aktor-aktor lain.35 Saat ini

diplomasi bilateral dilakukan dengan adanya tindakan baik dalam memberi

bantuan kepada negara yang membutuhkan dan hal ini akan memberikan dampak

dan pengaruh dengan adanya hubungan timbal balik.

Diplomasi multilateral merupakan salah satu bentuk dari diplomasi

terbuka dan dikenal dengan sebutan diplomasi modern. Diplomasi ini

35
Evans, Graham & Jeffrey Newmham. Dictionary of International Relations, New York: Penguin
book, 50

20
dilakukanantara tiga atau lebih aktor, dimana aktor disini sudah mengalami

perkembangan karena kehadiran oleh aktor-aktor non-state.36

Diplomasi asosiasi merupakan bentuk diplomasi yang dilakukan dengan

cara terbentuknya hubungan persahabatan diantara negara satu dengan negara

lainnya, diplomasi ini terbentuk karena adanya persahabatan, perserikatan, dan

persekutuan. Pembentukan diplomasi ini adalah salah satu upaya untuk mencapai

kepentingan bersama. Selain itu diplomasi ini dapat dilihat dengan adanya

keinginan dari negara-negara yang bersatu dan memiliki fokus terhadap satu

tujuan yang sama. ASEAN merupakan organisasi yang menerapkan diplomasi ini,

yang mana lebih mengacu pada pelaksanaan dalam membangun kekuatan regional

serta jika terdapat salah satu negara membutuhkan bantuan, maka bantuan akan

datang.

Diplomasi Konferensi, merupakan bentuk diplomasi yang muncul pada

awal abad 20. Konferensi ini dibentuk atau diadakan untuk mendiskusikan

masalah-masalah mendesak dan membutuhkan keputusan yang cepat. 37 Diplomasi

konferensi memiliki beberapa tipe yaitu diplomasi multilateral atau parlementer

dan diplomasi publik.38

HAM merupakan salah satu sebab dari munculnya peran-peran aktor non-

state yang bermunculan diantaranya adalah NGO, korporasi-korporasi dan

asosiasi. Asosiation dalam Oxford dictionary sangatlah dekat dengan organisasi

36
Evans, Graham & Jeffrey Newmham. Dictionary of International Relations, New York: Penguin
book, 340
37
S.L, Roy. Diplomacy. Diterjemahkan oleh Harwanto, Misrawati, Jakarta: Pt Raja Grafindo
Persada, 1995. Hal. 146
38
Ibid, S.L, Roy. Diplomacy, 146

21
tetapi tidak terlalu terikat oleh satu ideologi atau tujuan tertentu, melainkan terikat

oleh hubungan diplomasi yang baik untuk membicarakan isu-isu yang lebih luas.

Dalam hal ini ASEAN mewadahi negara-negara Asia Tenggara sebagai tempat

berkumpulnya pemimpin-pemimpin atau perwakilan dari negara dalam

mewujudkan diplomasi multirateral.

Dalam pelaksanaannya diplomasi memiliki beberapa tipe, diantaranya yaitu:

1. Old Diplomacy, diplomasi ini sebutan untuk era diplomasi Eropa mulai

tahun 1500 sampai dengan mulainya perang dunia I (1914).

Karakteristiknya adalah rahasia, tertutup, elitis, penuh tipudaya dan

bahkan cenderung menerapkan prinsip Machiavelli (the end justifies the

means). Pelaksanaan diplomasi ini dikenal dengan diplomasi tradisional

2. Secret Diplomacy, diplomasi yang dilakukan oleh pemerintah satu negara

dengan negara lain tanpa memberitahukan dan mempertanggungjawabkan

kepada rakyat sama sekali, atau dirahasiakan selamanya.

3. Silent Diplomacy, atau nama lainnya adalah quiet diplomacy. Diplomasi

ini sengaja dilakukan tanpa adanya publikasi terlebih dahulu, sampai pada

tahap sedemikian rupa sehingga ketika sudah dirasa aman dalam mencapai

kesepakatan, barulah dipublikasikan. Tidak dipublikasikannya upaya

diplomatik dimaksudkan agar opini publik tidak merusak atau

menggagalkan rencana pemerintah.

AICHR menerapkan diplomasi asosiasi yang mengedepankan

persahabatan, perserikatan, dan persekutuan untuk mencapai kepentingan bersama

22
dengan fokus pada tujuan dibentuknya organisasi tersebut. Dalam pelaksanaannya

terutama dalam kasus pelanggaran HAM terhadap etnis Rohingya di Myanmar

organisasi ini menggunakan silent diplomacy agar tujuan memajukan dan

memberikan perlindungan HAM di ASEAN dapat terwujud.

F. Metode Penelitian

Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode kualitiatif.

Metode ini umumnya menerapkan pendekatan interpretatif dalam proses analisis

datanya. Metode ini ditujukan untuk menganalisa perilaku yang tidak dapat atau

tidak dianjurkan untuk dikuantifikasikan.39 Data yang diperoleh untuk bahan

penelitian ini hanya bersumber dari data-data sekunder diperoleh dari sumber-

sumber koleksi pustaka pribadi, Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan

FISIP UIN Jakarta, dan media online/internet.

Kemudian dalam proses penganalisisan data, melakukan pembacaan terlebih

dahulu data-data sekunder yang diperoleh, demi membangun persepsi terhadap

fenomena yang ingin dikaji. Selanjutnya peneliti akan melakukan wawancara

untuk mendapatkan informasi yang mendalam. Wawancara adalah pembuktian

terhadapat informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewancara dengan informan

atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide)

wawancara, dimana pewawancara dan informan terlibat dalam kehidupan sosial

39
Lisa Harrison, Metode Penelitian Politik, Edisi 1, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2007,
86.

23
yang relatif lama.40Untuk penelitian ini wawancara dilakukan kepada Ibu Yuyun

Wahyuningrum yang bekerja di EU – ASEAN Dialogue Instrument (READI)

Human Right Facility, dan pernah menjabat sebagai Senior Advisor on ASEAN

and Human Right at the Indonesia’s NGO Coalition for International Human

Right Advocacy / HRWG.

Adapun aspek-aspek yang ingin diungkap peneliti melalui wawancara dalam

penelitian ini adalah hal-hal yang berhubungan dengan kinerja AICHR dalam

menanggapi konflik yang ada di Myanmar.Setelah itu penjabaran masalah dengan

melakukan metode deskriptif analitis dan untuk memperoleh kesimpulan

penelitian ini nantinya, poin-poin utama permasalahan akan dikaitkan dengan

kerangka teoritis dan persepsi secara empiris.

G. Sistematika penulisan

Penulisan skripsi ini akan diagi menjadi lima bab yang terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN

BAB I pendahuluan, akan menjelaskan latar belakang serta pernyataan


masalah tentang topik yang dibahas dalam skripsi ini. selain itu, bab ini juga akan
membahas pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka, kerangka
teori, metode penelitian dan sistematika penulisan dari skripsi ini.

BAB II KRISIS KEMANUSIAAN ETNIS ROINGYA DI MYANMAR

Bab II akan membahas tentang krisis kemanusiaan etnis Rohingya di


Myanmar. Termasuk dalam bab ini akan memaparkan awal kedatangan atau
sejarah dari etnis Rohingya, konflik Rohingnya dan pelanggaran HAM yang

40
Sutopo, HB, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press, 72

24
dialami etnis Rohingya di Myanmar, dimana etnis Rohingya mendapatkan
perlakuan diskriminatif di negaranya, isu perlakuan diskriminatif ini menjadi
salah satu isu penting yang disinyalir dilakukan oleh kaum etnis, agama lainnya
ataupun pemerintah.

BAB III AICHR SEBAGAI ORGANISASI HAM ASEAN

Bab III akan menjelaskan badan Asean Intergovernmental Commission On


Human Right (AICHR) sebagai organisasi HAM ASEAN serta akan membahas
mekanisme HAM ASEAN. Termasuk juga dijelaskan dalam bab ini sejarah
perkembangan ASEAN dan respon AICHR terhadap pelanggaran HAM
dibeberapa negara.

BAB IV ANALISA UPAYA AICHR DALAM MENANGANI


PELANGGARAN HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR
TAHUN 2012-2015

Bab IV membahas upaya AICHR dalam menangani pelanggaran HAM


terhadap etnis Rohingya di Myanmar. Bab ini berusaha untuk menganalisis
bagaimana AICHR sebagai badan HAM ASEAN berupaya dalam menangani
krisis kemanusiaan di Myanmar.

BAB V PENUTUP

Bab V akan berisi penutup dari penelitian ini yang berupa kesimpulan. Ab ini
akan memberikan kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dijelaskan pada
bab-bab sebelumnya. Selain itu bab ini juga akan mempertegas kembali jawabab
penulis atas hasil penelitian yang didapat.

25
BAB II

KRISIS KEMANUSIAAN ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR

A. Sejarah Etnis Rohingya

1. Negara Bagian Arakan dan Awal Mula Kedatangan Islam

Gambar II.A.1. Peta Wilayah Arakan

Sumber: DR. Habib Siddiqui, Genocide Of The Rohingya Of Myanmar in 2012,

ARNO, 2013

Myanmar merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Tenggara dan

merupakan anggota dari ASEAN. Bagian utara negara ini berbatasan dengan

China dan India. Disebelah selatan berbatasan dengan teluk Benggala dan

26
Thailand. Sebelah timur berbatasan dengan wilayah China, Laos dan Thailand.

Dan sebelah barat berbatasan dengan teluk Benggala dan wilayah Bangladesh.

Luas wilayah Myanmar kurang lebih adalah 261.000 mil, dengan wilayah Arakan

20.000 mil. Kedua wilayah ini dipisahkan oleh bagian dari pegunungan Himalaya.

Arakan terletak disebelah barat daya wilayah Myanmar, berbatasan dengan teluk

Benggala dan wilayah Bangladesh.

Arakan merupakan bagian negara Myanmar yang dimasuki Islam pertama kali

pada abad ketujuh Masehi melalui jalur perdagangan. Umat Islam pertama kali

datang ke wilayah Arakan bagian timur dari pesisir pantai Bagan yang merupakan

daerah yang banyak dilalui oleh banyak pedagang. Dengan banyaknya pendatang

muslim di Arakan, terbentuklah sebuah kerajaan Islam, yang mana kerajaan ini

berlangsung selama 3,5 abad.

Banyak anggapan bahwa umat muslim di Arakan adalah imigran ilegal yang

berdatangan akibat perang kemerdekaan dan bencana topan yang menghancurkan

Bangladesh tahun 1978 dan 1991. Namun banyak juga yang beranggapan bahwa

umat muslim di Arakan datang bersamaan dengan kolonial Inggris abad ke-19 dan

ke-20. Islam sendiri merupakan agama minoritas yang berdampingan dengan

agama Kristen, Hindu dan Buddha yang merupakan agama mayoritas.

Arakan merupakan negara merdeka hingga tahun 1784, negara ini berhasil

bertahan sebagai kerajaan independen karena letak geografisnya yang sangat

strategis. Selain memiliki pegunungan, hutan lebat dan sungai, Arakan juga

memiliki pulau besar seperti Ramree dan Cheduba. Pelabuhan di pantai Ramree

27
yang berdekatan dengan kota Kyaukpyu dapat menampung kapal-kapal besar dan

lembah-lembah di utara Arakan seperti daerah Kaladan dan Lemro sangatlah

subur, daerah ini mampu mengekspor beras dalam jumlah besar hingga awal

perang dunia dua ke Chittagong, Calcutta, Colombo, Madaras dan Kochin.41

Sejarawan menyebutkan bahwasanya Arakan menjadi negara merdeka dengan

dipimpin oleh 48 penguasa muslim secara berturut-turut.42

Pada tahun 1784 raja Budha dari suku Birma menaklukkan Arakan, dengan

diikuti oleh Inggris pada tahun 1824-1826. Pada tahun 1948 wilayah Arakan telah

dimasukkan kedalam wilayah Myanmar dan saat ini Arakan menjadi provinsi di

Barat Burma. 15% dari total jumlah penduduk Myanmar yaitu 50 juta orang

adalah masyarakat muslim, yang mana mayoritas dari mereka bermukim di

Arakan. Wilayah Arakan terbagi kedalam dua komunitas keagamaan, yaitu

muslim yang disebut Rohingya menetap di bagian utara Arakan dan Buddhis

disebut Mogh atau Rakhine menetap dibagian selatan Arakan.

Arakan adalah kata yang berasal dari bahasa Arab atau Persia yang berarti

jamak dari kata rukn artinya pilar atau tiang yang menggambarkan prinsip lima

rukun Islam. Arakan juga menandakan tanah Islam atau kedamaian, karena nama

Arakan ini populer setelah didirikannya negara Muslim pada tahun 1430.43

41
Ridwan Bustaman, Jejak Komunitas Muslim di Burma : Fakta Sejarah yang Terabaikan,
Puslitbang Lektur dan Khazana Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,
Jakarta
42
Sejarah Islam Arakan & Kejahatan Buddha Burma pada Muslim Rohingya, diakses dari
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/04/21/24089/sejarah-islam-arakan-kejahatan-
budha-burma-pada-muslim-rohingya/, pada 02/10/2016
43
Ibid, Ridwan Bustaman, 320

28
Rohingnya merupakan istilah yang berasal dari kata Rohi atau Roshangee yang

kemudian mengalami penyimpangan terminologi menjadi Rohingya.

Istilah Rohingya diberikan untuk penduduk Muslim Arakan dengan

banyaknya pendatang yang tinggal di Arakan bersama dengan penduduk

setempat, terbentuklah suku baru yaitu Rohingya. Mereka tidak terbentuk dari

satu suku saja melainkan dari suku yang berbeda antara lain dari Arab, Moor,

Turki, Persia, Moghul, Pathhan dan Bangladesh.

Sejak tahun 1962 hingga tahun 1988 Myanmar merupakan negara yang

dipimpin oleh militer yaitu Jenderal Ne Win yang pada akhirnya mengundurkan

diri karena aksi demonstrasi. Rezim militer Myanmar tidak berakhir disini, karena

kedudukan Ne Win digantikan oleh Jenderal Saw Maung yang sama-sama

memiliki latar belakang militer. Saw Maung pada akhirnya juga mengundurkan

diri dan memilih jenderal Than Shwe sebagai penggantinya.

Than Shwe memimpin Myanmar dengan sistem otoriter, hingga pada akhirnya

terjadi protes demokratisasi. Myanmar pada akhirnya melakukan pemilihan umum

secara demokratis pada 2010. Pada pemilihan umum yang dinilai merupakan

perubahan yang cukup besar bagi Myanmar, terpilihlah Presiden Thein Shein

yang juga diharapkan dapat memberikan penyelesaian pada tiap konflik.

Myanmar merupakan negara dengan berbagai ras dan terdapat 135 etnis.

Mayoritas adalah etnis Birma, oleh karena itu dulu nama negara ini adalah Burma

dan kemudian berganti menjadi Myanmar. Suku lainnya seperti Shan, Kachin,

29
Kayin, Chin, Mon, Rakhine, muslim Burma, muslim India, muslim Cina dan

lainnya yang merupakan kelompok minoritas di Myanmar.

2. Keberadaan Etnis Rohingya

Rohingya merupakan nama sebuah etnis yang mendiami wilayah Arakan,

sebelah barat Myanmar dan berbatasan langsung dengan Bangladesh. Etnis

Rohingya merupakan salah satu dari 135 etnis yang ada di Myanmar. Etnis ini

bukanlah orang Bangladesh maupun Bengali, nenek moyang Rohingya adalah

berasal dari campuran Arab, Turk, Persian, Afghan, Bengali dan Indo-Mongoloid.

Etnis yang mendiami wilayah Arakan selain Rohingya adalah etnis Rakhine yang

berasal dari kaum Buddha atau disebut Moghs.

Etnis Rohingya mendapat predikat dari PBB sebagai themost persecuted

minority dan mendapatkan julukan sebagai the Gypsies of Asia.44 Predikat tersebut

didapatkan karena etnis Rohingya banyak mendapatkan tindak diskriminasi baik

dilakukan oleh warga ataupun pemerintahnya. Etnis Rohingya bukan satu-satunya

etnis yang mendapatkan diskriminasi, etnis lain seperti Christian, Karen, Chin,

Kachin dan Mon juga mendapatkan tindakan diskrisminasi.45 Namun, yang

membedakan adalah etnis Rohingnya merupakan satu-satunya etnis yang tidak

mendapatkan kewarganegaraan di negaranya.

44
B. Philip, The Most Persecuted Minority in the World: The Gypsies of Asia, the world crunch
(daring), diakses dari http://www.worldcrunch.com/most-persecutedminority-world-gypsies-
burma/world-affairs/the-most-persecuted-minority-in-the-world-thegypsies-of-burma/c1s5701/,
pada 03/10/2016
45
M. Razvi, The Problem of Burmese Muslims, Pakistan Horizon, Vol 31, No 4, 1978, 82

30
Etnis Rohingya mengalami ketidakadilan semenjak adanya penjajahan yang

dilakukan oleh raja Burma di Arakan. Banyak peninggalan-peninggalan Islam

seperti masjid dan madrasah yang dihancurkan. Kaum Buddha dari suku Birma

terus mengintimidasi kaum muslimin dan menjarah hak milik mereka. Kaum

Buddha tidak menginginkan Islam berkembang diwilayah Arakan, mereka

memprovokasi etnis lain, seperti Mogh untuk menindas kaum muslimin. Hal ini

berlangsung kurang lebih selama 40 tahun hingga akhirnya datang penjajah dari

Inggris.

Pada tahun 1824 M, Inggris menguasai Burma. Kerajaan Britania ini

menggabungkan wilayah Burma dengan India hingga tahun 1937. Burma pada

saat itu menjadi wilayah kerajaan Britania tersendiri yang dinamakan Burma

Britania. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1942 M bencana besar menimpa

kaum muslimin Rohingya, mereka dibantai oleh Buddha Mogh yang mendapatkan

dukungan senjata dan materi dari suku Birma dan suku-suku lainnya.

Pada tahun 1947 M, Burma menyiapkan kemerdekaannya di kota Panglong.

Semua suku diundang kedalam persiapan tersebut, kecuali umat Islam Rohingnya.

Pada tanggal 4 Januari 1948, Inggris memerdekakan Burma secara penuh disertai

dengan persyaratan masing-masing suku bisa memerdekakan diri dari Burma

apabila mereka menginginkannya. Namun suku Burma tidak menyetujui poin

tersebut, mereka tetap menguasai wilayah Arakan dan tetap mengintimidasi kaum

muslimin disana.

31
Pengintimidasian kepada kaum muslimin berlangsung juga saat pemerintahan

militer berkuasa di Myanmar melalui kudeta Jendral Ne Win tahun 1962 M.

Selain peninggalan-peninggalan muslim di Arakan dimusnahkan, mereka juga

tidak dapat membangun bangunan yang berkaitan dengan Islam. Banyak dari

kaum muslimin Rohingnya tidak mendapatkan hak-hak mereka, bahkan

kewarganegaraannya pun tidak diakui. Umat muslim Arakan diusir dari kampung

halaman mereka. Tanah, kebun, pertanian dirampas dan dikuasai oleh orang-orang

Buddha.46

3. Konflik Rohingya

Konflik etnis di Myanmar sudah terjadi sejak sebelum kemerdekaan pada

Januari 1948.47 Akar konflik yang terjadi di Myanmar tidak dapat dipastikan

dengan satu faktor, namun agama adalah faktor yang dinilai sangat mempengaruhi

konflik yang berkepanjangan terjadi. Agama sendiri merupakan elemen yang

sangat penting dan berpengaruh bagi peradaban dunia. Setiap agama mengajarkan

manusia nilai-nilai kebaikan dan perdamaian. Agama pun juga menjadi sumber

identitas bagi tiap individu maupun kelompok, sehingga kemudian memunculkan

perspektif ingroup-outgroup dimana orang yang beragama sama akan menjadi

kawan, sementara yang berbeda agama dianggap sebagai lawan.48

46
Sejarah Umat islam Rohingya di Myanmar, diakses dari https://kisahmuslim.com/5057-
sejarah-umat-islam-rohingya-di-myanmar.html, pada 27/10/2015
47
Myanmar,s Ethnic Divide: The Parallel Struggle, diakses dari http://www.ipcs.org/special-
report/myanmar/myanmars-ethnic-divide-the-parallel-struggle-131.html, pada 04/10/2016
48
Sandy Nur Ikfal Raharjo, Peran Identitas Agama dalam Konflik di Rakhine Myanmar tahun
2012-2013,diakses dari http://ejournal.lipi.go.id/index.php/jkw/article/download/68/12, pada
04/10/2016

32
Persepsi ingroup-outgroup menimbulkan kontradiksi agama dimana disatu sisi

agama mengarahkan manusia pada kebaikan dan perdamaian, namun disisi lain

agama sebagai penyebab dari timbulnya konflik ataupun kekerasan. Buddha

merupakan agama terbesar di Myanmar, sedangkan Islam hanya diyakini oleh

minoritas yang penduduknya banyak bermukim di Arakan, provinsi bagian barat

Myanmar. Agama sering dikaitkan dengan segala perselisihan yang terjadi,

sehingga identitas agama hingga saat ini melekat pada konflik dan krisis

kemanusiaan yang terjadi. Kaum minoritas muslim ini adalah etnis Rohingya,

sedangkan kaum Buddha yang bertempat tinggal di Arakan juga disebut Rakhine

atau Moghh.

Dengan adanya pemisahan kelompok ”agama” juga menyebabkan timbulnya

faktor konflik lainnya yaitu kecemburuan sosial. Populasi dari etnis Rohinya terus

meningkat menyebabkan kecurigaan dan kecemburuan oleh mayoritas etnis

Rakhine. Kehadiran etnis Rohingya dianggap mengurangi hak atas lahan dan juga

ekonomi mereka di Arakan.

Konflik yang terjadi di Myanmar pada tahun 2012 dipicu dengan adanya

peristiwa pembunuhan dan pemerkosaan seorang gadis yang bernama Ma Thida

Htwe, berumur 27 tahun yang bekerja sebagai penjahit dari etnis Rakhine pada 28

Mei 2012.49Lalu pada 3 Juni 2012 sekelompok etnis Rakhine memberhentikan

bus di kota Toungop dan membunuh 10 muslim didalamnya. Setelah peristiwa ini

kedua sisi saling melakukan kekerasan sedangkan aparat keamanan tidak

49
Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar, diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106632&val=2274, pada 03/10/2016

33
melakukan apapun untuk menghentikannya, dan justru bergabung dengan etnis

Rakhine untuk menyerang dan membakar lingkungan muslim.50

Kekerasan terus terjadi dan dilakukan oleh etnis Rakhine terhadap etnis

Rohingya,pasalnya pemimpin partai Arakan dan biksu menyebarkan fitnah bahwa

etnis Rohingya merupakan ancaman bagi wilayah Arakan.Pada 23 Oktober 2012

etnis Rakhine bersenjata dan menyerang desa-desa muslim diseluruh wilayah

negara bagian yang mengakibatkan 70 etnis Rohingya tewas. Pada 26 Oktober

2012 delapan masjid dan 2.000 rumah warga Rohingya dimusnahkan. 51Human

Right Watch mengungkapkan bahwa kekerasan sejak Juni hingga Oktober 2012

mengakibatkan 4.862 infrastruktur hancur di Arakan yang sebagian besar adalah

perumahan.52

Keterlibatan elit politik dan pemuka agama atau biarawan atas kekerasan yang

terjadi bermaksud mengusir muslim dari negara atau setidaknya wilayah yang

mereka tempati. Mereka mengeluarkan pernyataan anti Rohingya yang mengarah

pada pembersihan etnis. Pemerintah daerah, anggota dari Rakhine Nationalities

Development Party (RNDP), beberapa partai dominan di Arakan mengadakan

pertemuan untuk menekan etnis Rohingya agar meninggalkan pemukiman

mereka. Para biarawan juga mengadakan konferensi Solidaritas di Settwe dan

mengeluarkan penyataan anti Rohingya sehingga kekerasan yang terjadi pada 23

50
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslims
in Burma’s Arakan State, diakses dari https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-
pray/crimes-against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims, pada 07/12/2016
51
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan Rohingya
National Organisation (ARNO), 2
52
Ibid, All You Can Do is Pray

34
Oktober tidak hanya dilakukan etnis Rakhine. Pernyataan yang dikeluar adalah

sebagi berikut:53

“The Arakanese people must understand that Bengalis (Rohingya) want to destroy the land of
Arakan, are eating Arakan rice and plan to exerminate Arakanese people and use their money to
buy weapons to kill Arakanese people. For this reason and for today, no Arakanese should sell any
goods to Bengalis, hire Bengalis as workers, provide any food to Bengalis and have any dealing
with, as they are cruel by nature.”

Kekerasan yang terjadi terus menyebar bahkan diluar Arakan, hal ini terjadi

karena adanya khutbah anti Muslim yang dilakukan beberapa Biksu. Pada 20 -22

Maret 2013 umat Buddha menyerang Muslim di Meiktila, Mandalay.

Penyerangan ini dipimpin oleh Biksu dan menyebabkan 40 orang tewas, 61 luka-

luka dan banyak properti yag hancur termasuk masjid. Akibat kekerasan ini pula

lebih dari 12.000 orang mengungsi. Setelah kekerasan di Mandalay, kekerasan

juga terjadi di pusat Myanmar seperti Okhpo, Gyobingauk dan Minhla. Reporter

khusus HAM PBB, Tomas Ojea Quintana menyatakan bahwa ia menerima

laporan akan perluasan kekerasan adalah karena adanya keterlibatan dari

pemerintah.54

Pejabat PBB di Myanmar Ashok Nigam menyatakan bahwa Myanmar ingin

menyembunyikan perbuatan kejinya terhadap dunia sehingga akses media

internasional, LSM, kelompok bantuan dan bahkan PBB tidak diberi akses untuk

datang ke daerah bermasalah untuk menyelidiki kekerasan yang terjadi.55 Etnis

Rohingya terus mendapatkan serangan dari etnis Rakhine yang mana pada Januari

53
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslims
in Burma’s Arakan State, diakses dari https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-
pray/crimes-against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims, pada 07/12/2016
54
Ibid, All You Can Do is Pray
55
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan Rohingya
National Organisation (ARNO), 3

35
2014 korban diperkirakan lebih dari 280 orang, dan sebanyak 250.000 orang

terpaksa mengungsi karena rumah hancur terbakar.56

B. Pelanggaran HAM Terhadap Etnis Rohingya

a. Kebijakan Diskriminatif Pemerintah Terhadap Etnis

Rohingya

Dalam sistem politik di Myanmar, tokoh agama atau biksu merupakan sumber

kekuatan moral yang dikatakan cukup berpengaruh untuk memobilisasi

masyarakat. Myanmar tidak memiliki tokoh pemimpin yang dapat memobilisasi

para Biksu agar tetap menjadi sebuah kekuatan moral yang aktual dan efektif.

Biksu atau biarawan beserta pemerintah disinyalir terlibat dalam krisis

kemanusiaan yang terjadi di Myanmar. Namun terlepas dari agama, diskriminasi

pemerintah terhadap etnis minoritas seperti Rohingya sangat kental sejak

kepemimpinan junta militer di Myanmar.57

Diskriminasi pada dasarnya adalah pembedaan perlakuan. Pembedaan

perlakuan tersebut dapat disebabkan karena warna kulit, golongan dan suku,

ekonomi, agama dan lain sebagainya. Dalam artikel yang diterbitkan oleh The

Indonesian Legal Resource Center (ILRC)yang berjudul memahami

diskriminasi,menyebutkan bahwa menurut Theodorson & Theodorson

diskriminasi adalah perlakuan yang tidak seimbang terhadap perorangan atau

56
UN Urges Burma to Investigate Rohingya Deaths after Latest Violance, diakses dari
https://www.theguardian.com/world/2014/jan/24/un-burma-investgate-rohingya-deaths-violence,
pada 04/10/2016
57
Asal Usul Etnis Rohingya Hingga Terusir dari Myanmar, diakses dari
http://news.merahputih.com/asia/2015/05/19/asal-usul-etnis-rohingya-hingga-terusir-dari-
myanmar/14548/, pada 19/09/2016

36
kelompok berdasarkan sesuatu, biasanya bersifat kategorikal atau atribut-atribut

khas seperti berdasarkan ras, kesukubangsaan agama atau keanggotaan kelas-kelas

sosial.58

Etnis Rohingya sendiri merupakan etnis minoritas di Myanmar yang

keberadaannya tidak diakui oleh pemerintah dan masyarakat Myanmar. Etnis

Rohingya banyak mendapatkan perlakuan dan peraturan diskriminatif oleh

pemerintah, hal dimulai dengan pengusiran ratusan ribu etnis Rohingya pada

tahun 1960 oleh tentara Myanmar dibawah pemerintahan Ne Win selama program

Burmese Way to Socialism Nasionalism.59

Kampanye pembersihan etnis dan kampanye anti muslim juga terjadi pada

tahun 1987 yang dinamakan operasi Naga Min, hal ini menyebabkan 200.000 jiwa

mengungsi ke Bangladesh dan diperkirakan 100,00 jiwa meninggal karena

kelaparan dan terjangkit pemyakit. Pada tahun 1991, tentara Myanmar kembali

mengusir lebih dari 250.000 etnis Rohingya, menghancurkan rumah, gedung,

serta masjid.60

Tindakan diskriminasi terhadap warga etnis Rohingya mencakup dalam

beberapa bentuk diskriminasi di beberapa bidang kehidupan manusia yaitu politik,

ekonomi, sosial dan budaya dan bahkan tindakan diskriminasi ini mengarah pada

pengurangan jumlah populasi etnis Rohingya.Perlakuan diskriminatif dari

58
Fulthoni, Arianingtyas Renata, dll, Memahami Diskriminasi, Jakarta: The Indonesian Legal
Resource Center (ILRC), 2009, 3
59
The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations in Myanmar: Case
Study Rohingya Etnic Minority and The Saffron Revolution, diakses dari
http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/2833/1/vjhi-04-07-2012-
the_role_of_ASEAN.pdf, pada 04/10/2016
60
Ibid, The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations in Myanmar

37
pemerintah Myanmar dan juga ketidaksudian dari Etnis Rakhine dalam menerima

kehadiran etnis Rohingya adalah dikarenakan asal-usul yang dianggap tidak jelas.

Sehingga dua etnis yang berada diwilayah Arakan saling menaruh kebencian.

Sejak awal kemerdekaan, Myanmar tidak melakukan upaya untuk menyelesaikan

permasalahan ini, bahkan hingga saat ini Myanmar tidak memberikan

kewarganegaraan bagi rakyat Rohingya.

Pemerintah Myanmar menempatkan warga etnis Rohingya pada posisi-posisi

politik baik nasional maupun regional yang rendah, dimana junta militer terus

menunda perizinan atas peringatan ke 15 dewan urusan agama Islam setempat

dan peringatan ke 16 perwakilan agama Islam di Myitkina, negara bagian Chin.61

Upaya diskriminasi berakar dari keengganan pemerintah Myanmar

memberikan status kewarganegaraan terhadap etnis Rohingya, penolakan tersebut

juga berdampak pada beberapa asepek seperti akses kesehatan dan pendidikan

dimana warga etnis Rohingya sengaja dipersulit untuk mendapatkan pelayanan

tersebut. Selain itu wilayah Arakan sengaja ditempati oleh warga buddha Rakhine

agar dapat mendesak warga Rohingya meninggalkan Arakan dan Buddha Rakhine

dapat menguasai wilayah tersebut. Banyak dari etnis Rohingya saat ini mengungsi

ke negara lain seperti Bangladesh, Malaysia, Thailand, Arab Saudia dan

Indonesia.

Etnis Rohingya yang tersisa di Myanmar mengalami masa yang sulit, dimana

mereka dilarang bepergian dari satu desa ke desa lainnya kecuali dengan izin dari

61
118 Burma Country Report on Human Rights Practices 2006, Bureau of Democracy, Human
Rights and labor, US. Department of State, 2007

38
otoritas lokal.62 Peraturan tersebut adalah kebijakan dari kementrian

pembangunan wilayah perbatasan dan ras rasional. Selain itu etnis Rohingya juga

dimasukkan kedalam kamp yang tidak memungkinkan mereka untuk bepergian

dan menjadikan mereka sebagai buruh atau pekerja paksa.

Arakan mengalami krisis kemanusiaan yang besar baik pembunuhan,

pemindahan secara paksa, deportasi dan kejahatan lainnya telah meluas dan

dilakukan secara sistematis kepada etnis Rohingya. Kegiatan perekonomian dan

sosial umat muslim diisolasi, bantuan-bantuan yang datang dari berbagai pihak

untuk Rohingya diprotes dan diblokir oleh etnis Rakhine dan Biarawan.

Presiden Thein sein dalam hal ini pada 17 Agustus 2012 membuat komisi

yang beranggotakan 27 anggota untuk mengungkapkan kebenaran dari kekerasan

yang terjadi. Ia pun menyatakan bahwasanya partai politik, biarawan dan

beberapa individu lah yang telah meningkatkan kebencian etnis. Namun tetap saja

tidak ada langkah efektif yang diambil oleh Thein Sein dalam menyelesaikan

kekerasan yang terjadi.63

Masyarakat Myanmar yang beragama Buddha menganggap bahwa muslim di

Myanmar mengancam eksistensi masyarakat Buddha. Salah satu biksu terkemuka

yaitu Ashin Wirathu memimpin gerakan anti muslim dan mengorganisir protes

yang mengatakan:

62
Rohingya Diduga Alami Diskriminasi Oleh Pemerintah Myanamar, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/02/140225_myanmar_rohingya, pada 01/10/2016
63
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslims
in Burma’s Arakan State, diakses dari https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-
pray/crimes-against-humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims, pada 07/12/2016

39
“Populasi muslim tumbuh terlalu cepat, mereka (kaum muslim) maju dalam bisnis, mereka
menguasai transportasi, konstruksi, dan sekarang mereka mengambil alih partai politik kami, jika
64
hal ini berlangsung kita akan berakhir seperti Afganistan dan Indonesia.”

Hal tersebut tentu memicu terjadinya konflik yang berkepanjangan,

diskriminasi terus dirasakan oleh etnis Rohingya yang pada asalnya sudah tidak

diakui kewarganegaraannya. Pemerintah maupun masyarakat terus melakukan

penekanan sehingga etnis Rohingya berusaha untuk melarikan diri atau

mengungsi ke negara lain, yaitu 422 imigran Rohingya dari Myanmar ditemukan

terombang ambing dalam sembilan kapal diperairan Aceh Timur pada Mei

2015.65

Habib Siddiqui seorang jurnalis dari Arakan Rohingya National Organisation

berpendapat bahwa pada masa rezim militer Thein Sein, segala perkataan untuk

membawa keadilan bagi umat Rohingya adalah janji palsu, ia mengatakan bahwa

pemerintah Myanmar bermain kucing dan tikus, menyembunyikan segala bentuk

ketidakadilan yang terjadi. Pasalnya, 10 muslim yang digantung oleh kaum

Rakhine pada 10 Juni 2012 tidak mendapatkan keadilan, setelah janjinya akan

membawa ke ranah hukum.66 Ditambah lagi dengan pernyataan dari Thein Sein

bahwa Myanmar tak memberikan kewarganegaraan kepada etnis Rohingya yang

dianggap sebagai imigran gelap dan bahkan rezim tersebut memasukkan

Rohingya pada daftar hitam (blacklisted).

64
What is behind Burma’s wave of religious Violence?, diakses dari
http://www.bbc.com/news/world-asia-22023830, pada 04/10/2016
65
Konflik Rohingya, diakses dari http://aceh.tribunnews.com/2015/05/25/konflik-rohingya, pada
04/10/2016
66
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan Rohingya
National Organisation (ARNO), 5

40
Thein Sein telah menandatangani undang-undang mengenai perawatan

kesehatan kendali populasi yang bertujuan membatasi pertumbuhan penduduk

Muslim, dengan undang-undang ini pemerintah Myanmar mengadopsi kebijakan

kontrol populasi di negara-negara bagian, Undang-undang ini didukung oleh

biksu-biksu garis keras, mereka terus mendesak pemerintah untuk menangkal

pengaruh kelompok minoritas Muslim.67

Pemerintah menganggap bahwa warga Rohingya sebagai kaum pendatang,

yaitu imigran ilegal dari Bengali. Dikriminasi etnis telah mengakibatkan

kurangnya akses ke pendidikan, perawatan kesehatan dan juga pekerjaan. Lebih

dari 140.000 etnis Rohinya di kamp-kamp mereka diawasi dengan ketat oleh

pihak berwajib, mereka melakukan kerja paksa dan dilarang bepergian keluar desa

tanpa izin.68

Human Right Watch menggambarkan diskriminasi ini sebagai kejahatan

kemanusiaan yang bertujuan untuk pembersihan etnis. Sensus yang akan

dilakukan PBB pada Rohingya pun ditolak oleh kaum Buddha, mereka

menyatakan bahwa mereka adalah kaum Bengali. Kaum Buddha juga menentang

keikutsertaan warga Rohingya dalam pemilihan umum.69

Fortify Rights sebagai organisasi HAM yang berbasis di Asia Tenggara

menyatakan bahwa mereka menemukan dokumen bocoran bahwasanya

67
Diskriminasi Terhadap Muslim Rohingya, diakses dari
http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/95981-diskriminasi-terhadap-muslim-rohingya, pada
01/10/2016
68
Affiliate Marykoll, Myanmar: Rohingya Face Discrimination, Exploitation, diakses dari
http://maryknollogc.org/article/myanmar-rohingya-face-discrimination-exploitation, pada
04/10/2016
69
Ibid, Affiliate Marykoll

41
pemerintah berperan aktif dalam tindakan diskriminasi terhadap warga Rohingya,

meraka telah membatasi pergerakan warga etnis Rohingya. 70 Dokumen

pemerintah yang ditemukan tersebut adalah antara tahun 1993-2013 dinyatakan

bahwa pemerintah Myanmar menerapkan pembatasan perkawinan, kelahiran,

perbaikan rumah, dan juga pembangunan tempat ibadah.

Bahkan kunjungan Fortify Rights pada April 2016 menemukan bahwa bantuan

dari World Food Program hanya dapat diberikan kepada mereka yang diakui oleh

pemerintah sebagai Internally Displaced Persons (IDP), adapun kriteria yang

diberikan pemerintah yang termasuk dalam IDP adalah tidak jelas, dan disini

banyak warga muslim yang tidak mendapatkan jatah bantuan makanan tersebut.71

70
Rohingya diduga Alami Diskrimiasi oleh Pemerintah Myanmar, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/02/140225_myanmar_rohingya, pada 22/09/2015
71
Supporting Human Right In Myanmar: Why the U.S Should Maintain Existing Sanction
Authority, May 2016, diakses dari
http://www.fortifyrights.org/downloads/Fortify_Rights_and_UEG_Supporting_Human_Rights_in
_Myanmar_May%202016.pdf, pada 29/09/2016

42
BAB III

AICHR SEBAGAI ORGANISASI HAM ASEAN

A. Association of Southeast Asian Nations dan Hak Asasi Manusia di

Asia Tenggara

1. Sejarah Perkembangan HAM di ASEAN

ASEAN pertama kali didirikan pada tahun 1967 di Bangkok dengan tidak

menyinggung perlindungan HAM, adapun persoalan HAM selama kurun waktu

46 tahun hanya sebatas promosi, dan tidak pada aspek perlindungannya. 72 Negara-

negara anggota ASEAN cenderung menolak adanya pembentukkan suatu

mekanisme regional untuk melindungi HAM.73 Pada saat itu kawasan lebih

memprioritaskan pengaturan lain seperti ekonomi, stabilitas sosial dan kemajuan

financial, padahal seiring berjalannya waktu permasalahan-permasalahan HAM

terjadi didalamnya seperti eksploitasi anak, perdagangan manusia, diskriminasi,

konflik bersenjata dan korupsi.74

Perkembangan HAM di kawasan Asia Tenggara terbilang lamban. Hal ini

dipengaruhi beberapa faktor, yaitu keberagaman yang begitu kental dikawasan

Asia Tenggara sehingga menyulitkan penetapan standar umum untuk HAM,

masing-masing negara memiliki prioritas tersendiri untuk membangun bangsanya

dari kemiskinan, serta masih adanya negara dalam pemerintahan otoriter.

72
Wahyuningrum Yuyun, The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights: Origins,
Evolution and the Way Forward, International Idea, 2014, 13
73
Seth R. Harris, “Asian Human Right: Forming a Regional Covenant”, Asian-Pasific Law &
Policy Journal, 200, 2
74
Gorawt Numnak, et.al., “ the Unfinished Business: the ASEAN Intergovernmental Commission
on Human Rights”, Freiderich Naumann Stiftung Fur die Freihet, 2009, 6

43
Seiring dengan bertambahnya anggota ASEAN dan dinamika internal masing-

masing negara anggota yang terkoneksi dengan perkembangan pembangunan

global, negara anggota pada akhirnya memberikan perhatian kepada isu HAM

mulai tahun 1993.75 Namun momentum pendirian institusi HAM regional baru

terjadi ketika negara-negara anggota merumuskan ASEAN Charter atau piagam

ASEAN di tahun 2007 dimana pasal 14 menyerukan pendirian badan HAM

ASEAN, ASEAN Charter ini diratifikasi oleh 10 negara yaitu Brunei Darussalam,

Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filiphina, Singapura, Thailand

dan Vietnam. Hal tersebut menjadi landasan konstitutional dari terbentuknya

AICHR pada 20 Juli 2009 saat KTT ASEAN ke 14 di Phuket, Thailand.76

Pembentukan badan HAM dimulai dari pertemuan tingkat menteri ASEAN

yang berlangsung pada Juli 2008. Pertemuan ini menyepakati pembentukan High

Level Panel on Establishment for ASEAN Human Right Body yang bertugas untuk

menyusun ToR ASEAN Human Right Body dalam kurun waktu satu tahun. Hal-

hal utama yang diatur dalam ToR ASEAN Human Right Body adalah: non-setting,

promotion, protection dan reporting.

Tonggak sejarah perkembangan HAM di ASEAN adalah saat pertemuan KTT

ASEAN 15 di Thailand yang berlangsung pada 23 Oktober 2009, dimana para

pemimpin ASEAN menyetujui the Cha-am Ha Hin Declaration on the

Inauguration of the AICHR, yaitu deklarasi mengenai peresmian AICHR sebagai

75
Wahyuningrum Yuyun, The ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights: Origins,
Evolution and the Way Forward, International Idea, 2014, 13
76
Fathurrahmi Farah, Nadhifah N, dll, Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Luar Negeri, Jakarta:
KontraS, 2014, 15

44
badan HAM tingkat ASEAN. Berdirinya badan ini melalui perjalanan yang

panjang sejak diadopsinya ASEAN Joint Communique pada tahun 1993 yang

mengusulkan pembentukkan badan HAM regional. Dalam deklarasi ini negara-

negara anggota ASEAN berkomitmen untuk lebih mengembangkan kerjasama

untuk mempromosikan dan melindungi HAM.

AICHR merupakan bagian intergral dari struktur organisasi ASEAN yang

berperan sebagai badan konsultasi dan bersifat advisory atau memberi nasehat.

AICHR merupakan institusi penaung (overaching) HAM di ASEAN dengan

tanggung jawab secara umum adalah untuk kemajuan dan perlindungan HAM

diwilayah ASEAN, sebagaimana tercantum dalam ToR AICHR Pasal 1 dalam

tujuan AICHR dan juga pada Pasal 4 yang tercantum 14 mandat dan fungsi

AICHR.77

Deklarasi ini menegaskan prinsip menghormati kemerdekaan dan tidak ikut

campur tangan urusan dalam negeri masing-masing negara anggota ASEAN, yang

mana berarti prinsip integral ini berlaku untuk AICHR dalam menjalankan

fungsinya. Walaupun begitu, terbentuknya AICHR merupakan pencapaian positif

dalam perkembangan isu HAM di Asia Tenggara. AICHR Terms of Refeence

(ToR AICHR) yang disepakati pada pertemuan para menteri luar negeri ASEAN

yang ke-42 di Thailand, menjadi langkah awal perkembangan isu HAM di

kawasan Asia Tenggara.

77
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat

45
2. Mekanisme HAM ASEAN

Dengan melihat dan mempertimbangkan kemungkinan pelanggaran HAM

yang dapat terjadi, maka HAM memerlukan legitimasi yuridis dimana bentuk

legitimasi yuridis tersebut adalah proses mekanisme penyelesaian sengketa HAM

yang akan terjadi. Pengaturan HAM secara yuridis harus diatur dalam konvensi-

konvensi secara universal, regional serta nasional dan konstitusi negara.

Pengaturan tersebut adalah deklarasi universal hak asasi manusia, diikuti dan

diratifikasi serta dijadikan acuan untuk menjadi bagian dari hukum nasional oleh

berbagai bangsa.

Mekanisme HAM regional ASEAN merupakan mekanisme perlindungan dan

penyelesaian sengketa HAM di ASEAN. Berdasarkan landasan yuridis secara

regional oleh ASEAN terbentuk tiga badan yang bertujuan untuk menjamin HAM

yaitu ASEAN Inter-Governmental Commission on Human Rights (AICHR),

ASEAN Commission on Women and Children (ACWC), dan ASEAN Commission

on Migrant Worker (ACMW).78

Dari ketiga badan tersebut AICHR merupakan badan yang bertujuan untuk

membentuk sebuah mekanisme penyelesaian sengketa dengan landasan hukum

materil dan formil dalam upaya perlindungan HAM. Negara-negara ASEAN

menyambut positif konsesus yang dihasilkan didalam Konvensi Wina dengan

78
Mekanisme Penyelesaian Sengketa HAM di Negara Association of Southeast Asia Nations
(ASEAN), diakses dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/11534/11137, pada 05/10/2016

46
ditandatanganinya Deklarasi Wina dan Program of Action-nya oleh seluruh

negara ASEAN pada tahun 1993.79

Pada tahun 1993 negara-negara ASEAN mengeluarkan Komunike Bersama

(Joint Communique) yang menyatakan pandangan kolektif mereka mengenai

HAM dan juga komitmennya untuk menghormatinya sebagaimana yang ada

didalam deklarasi Wina.80 Didalam Joint Communique, ASEAN setuju untuk

melakukan koordinasi untuk mencapai sebuah pendekatan bersama (common

approach) mengenai HAM dan untuk secara aktif berpartisipasi pada penerapan

kemajuan dan perlindungan (promotion and protection) HAM, serta perlunya

memikirkan tentang pembentukan sebuah mekanisme HAM regional yang tepat.81

Dalam hal ini AICHR telah menyusun deklarasi hukum materil HAM ASEAN

yaitu deklarasi HAM ASEAN (ASEAN Human Right Declaration/ AHRD).

Namun Deklarasi ASEAN yang ditujukan sebagai legitimasi yuridis dalam

perlindungan HAM pada masyarakat ASEAN dinilai belum stabil karena masih

banyak pelanggaran dan penyimpangan HAM di negara-negara anggota ASEAN

baik dalam perengutan kebebasan, masalah agama, etnis, ras bahkan keyakinan

yang tentunya merupakan masalah dalam perlindungan HAM di ASEAN.

Komposisi AICHR terdiri dari wakil-wakil 10 negara anggota ASEAN yang

ditunjuk oleh pemerintahnya dan juga terdapat dua orang yang terpilih dari

kalangan organisasi masyarakat sipil. Pengambilan keputusan dalam AICHR

79
Prospek Mekanisme HAM ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=1&limitstart, pada
04/10/2015
80
Ibid, Prospek Mekanisme HAM ASEAN
81
Ibid, Prospek Mekanisme HAM ASEAN

47
sama halnya dengan proses pengambilan keputusan yang berlaku dibadan-badan

ASEAN lainnya, yaitu berdasarkan konsultasi, konsesus, dan non-interfensi.82

AICHR bekerja dengan seluruh badan-badan sektoral ASEAN yaitu politik,

keamanan dan juga sosial budaya. AICHR melakukan konsultasi, koordinasi dan

kolaborasi degan tiga komunitas ASEAN tersebut. AICHR juga melakukan

tinjauan dan rekomendasi kepada masing-masing komunitas mengenai persoalan

HAM yang terdapat dalam ruang lingkupnya, hal itu dapat disebutkan yaitu:83

1. Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN

 Perdagangan manusia

 Perlindungan HAM dan kebijakan anti teror ASEAN

 Pencegahan konflik dan kejahatan HAM berat (genosida, kejahatan

terhadap kemanusiaan, kejahatan perang)

 Perlindungan HAM dalam menanggapi ancaman non traditional

2. Komunitas Ekonomi ASEAN

 Perlindungan HAM dalam traktat perjanjian perdagangan dengan

non ASEAN maupun intra ASEAN

 Perlindungan sosial berspektif HAM dalam kebijakan perburuhan

ASEAN

 Kebebasan bergerak dan bekerja bagi warga ASEAN (freedom of

movement and right to work)

82
Prospek Mekanisme HAM ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=1&limitstart, pada
05/10/2015
83
Ibid, Prospek Mekanisme HAM ASEAN

48
3. Komunitas Sosial Budaya ASEAN

 Hak lingkungan HAM

 Perlindungan HAM anak-anak dan perempuan

 Perlindungan HAM buruh migran

 HAM dalam kurikurum pendidikan ASEAN

 Pencegahan HIV/AIDS dan perlindungan HAM bagi pekerja sex,

transgender, MSM.

B. ASEAN Intergovernmental Commission on Human Rights sebagai

Lembaga Hak Asasi Manusia Regional

1. Tujuan, Mandat dan Fungsi

ASEAN Charter atau Piagam ASEAN yang telah diratifikasi oleh 10 negara

yaitu, Brunei Darussalam, kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,

Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam pada 15 Desember 2008 merupakan

landasan konstitusional dari terbentuknya AICHR. Piagam tersebut menyebutkan

agar ASEAN membentuk sebuah badan HAM ASEAN. Pada akhirnya bulan

Oktober AICHR diresmikan pada saat KTT ASEAN ke 15 tanggal 23 Oktober

2009 di Hua Hin, Thailand.84

Dalam ToR disebutkan bahwa AICHR merupakan badan antar-pemerintah

dan merupakan bagian dari struktur organisasi ASEAN yang berperan sebagai

badan konsultasi dan bersifat “advisory atau memberi nasehat”. AICHR juga

merupakan institusi penaung (overarching) HAM di ASEAN dengan tanggung

84
Prospek Mekanisme Ham ASEAN, diakses dari https://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-asean?showall=&start=2, pada
30/09/2016

49
jawab secara umum adalah untuk pemajuan dan perlindungan HAM di wilayah

ASEAN. Tujuan dari AICHR adalah sebagai berikut: 85

1. Mempromosikan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan

fundamental masyarakat ASEAN

2. Menjunjung tinggi hak masyarakat ASEAN untuk hidup secara damai,

bermatabat, dan sejahtera

3. Mewujudkan tujuan organisasi ASEAN sebagaimana tertuang dalam

piagam ASEAN yakni menjaga stabilitas dan harmoni dikawasan regional,

sekaligus menjaga persahabatan dan kerjasama antara anggota ASEAN

4. Mempromosikan hak asasi manusia di tingkat regional dengan tetap

mempertimbangkan karakteristik, perbedaan sejarah, budaya dan agama

dimasing-masing negara, serta menjaga keseimbangan hak dan kewajiban

5. Meningkatkan kerjasama regional melalui upaya ditingkat nasional dan

internasional yang saling melengkapi dan mempromosikan dan

melindungi hak asasi manusia

6. Menjunjung prinsip-prinsip hak asasi manusia internasional yang tertuang

dalam Vienna Declaration serta program pelaksanaannya, dan instrumen

HAM lainnya, dimana negara anggota ASEAN menjadi negara pihak.

Dari tujuan pembentukan AICHR dapat dilihat bahwasanya negara-negara

ASEAN masih memiliki keraguan terhadap norma-norma HAM yang berlaku

secara universal diseluruh dunia. Hal ini nampak dengan adanya penekanan

tentang perlunya pertimbangan karakteristik, sejarah, budaya dan bahkan agama

85
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat

50
yang berkembang di ASEAN yang kemudian disebut dengan The ASEAN Values

(nilai-nilai ASEAN). Dan tentunya hal ini dapat menjadi hambatan bagi AICHR

dalam mempromosikan dan melindungi HAM di ASEAN.

ToR AICHR menetapkan prinsip yang harus dijadikan rujukan dalam

pelaksanaan tugasnya. Prinsip-prinsip tersebut adalah:86

1. Menghormati prinsip-prinsip organisasi ASEAN sebagaimana terdapat

dalam pasal 2 ASEAN Charter, yaitu:

a. Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas

teritorial dan identitas nasional setiap negara anggota ASEAN

b. Prinsip non intervensi terhadap permasalahan internal negara-

negara anggota ASEAN

c. Menghormati hak setiap negara anggota untuk memimpin

kehidupan nasionalnya yang merdeka dari intervensi external,

tindakan subversi dan pemaksaan

d. Kepatuhan terhadap penegakan hukum yang adil, pemerintahan

yang baik, prinsip-prinsip demokrasi dan negara yang berlandaskan

konstitusi

e. Menghormati kebebasan fundamental, promosi serta perlindungan

hak asasi manusia, dan promosi terhadap keadilan sosial

f. Menegakkan piagam HAM PBB dan hukum internasional,

termasuk hukum humaniter internasional yang dianut (telah

diadopsi) oleh negara anggota ASEAN

86
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat

51
g. Menghormati perbedaan budaya, bahasa dan agama masyarakat

ASEAN dengan memperlihatkan nilai-nilai bersama dalam

semangat perbedaan.

Menghormati prinsip-prinsip internasional HAM, termasuk prinsip

universalitas, indivisiblitas, prinsip saling keterkaitan antar HAM dan hak

fundamental, serta prinsip imparsialitas, objektivitas, non-selektivitas, non-

diskriminasi, dan menghindari bersikap ganda (double-staandart) dan politisasi

2. Mengakui bahwa tanggung jawab terhadap promosi dan perlindungan hak

asasi manusia berada pada masing-masing pemerintah negara anggota

3. Melakukan pendekatan dan kerjasama yang bersifat konstruktif dan non

konfrontasi dalam memperkuat promosi dan perlindungan hak asasi

manusia

4. Menggunakan pendekatan evolusioner untuk berkontibusi memajukan

norma dan standar hak asasi manusia di kawasan ASEAN.

Prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman bagi AICHR dalam pelaksanaan

tugasnya mengandung keinginan dari tiap-tiap negara anggota ASEAN supaya isu

HAM tidak menggangu jalannya roda pemerintahan. Dengan adanya prinsip non

intervensi, AICHR tidak dapat atau sulit untuk memproses pelanggaran HAM

yang terjadi di negara anggota ASEAN dikarenakan hal tersebut merupakan

bentuk intervensi terhadap kedaulatan negara ASEAN.

Namun AICHR juga mengakui standar HAM internasional sebagai standar

norma yang harus dihormati oleh masing-masing negara anggota ASEAN, dimana

52
hukum HAM internasional memungkinkan dilakukannya intervensi, bahkan

pemberian sanksi terhadap suatu negara bila terjadi pelanggaran HAM berat

didalamnya.87 Hal ini terdapat dalam Pasal 1.6 ToR AICHR dalam penetapan

tujuan AICHR yaitu untuk menegakkan standar-standar HAM internasional

sebagaimana dimuat dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Deklarasi

dan Program Aksi Wina, dan instrumen-instrumen hak asasi manusia

internasional, dimana negara-negara anggota ASEAN adalah negara-negara yang

dimaksud dalam instrumen tersebut.88 Selain itu, penghormatan atas prinsip-

prinsip hak asasi manusia internasional termasuk universalitas HAM juga

ditegaskan sebagai salah satu prinsip panduan bagi AICHR.89

Mandat dan fungsi AICHR terdapat dalam Pasal 4 ToR AICHR yaitu:90

1. Mengembangkan strategi pemajuan dan perlindungan HAM

2. Mengembangkan deklarasi HAM ASEAN

3. Meningkatkan kesadaran publik terhadap HAM

4. Memajukan peningkatkan kemampuan demi pelaksanaan kewajiban-

kewajiban perjanjian HAM

5. Mendorong negara-negara ASEAN untuk meratifikasi instrument

HAM

6. Memajukan pelaksanaan instrumen-instrumen ASEAN

87
Djafar Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi Manusia di
ASEAN, Infidc& ICCO, 2014, hal. 24
88
ToR AICHR, Pasal 1.6.
89
ToR AICHR, Pasal 2.2.
90
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat

53
7. Memberikan pelayanan konsultasi dan bantuan teknis terhadap

masalah HAM

8. Melakukan dialog dan konsultasi dengan badan-badan ASEAN lain

9. Berkonsultasi dengan institusi nasional, regional dan internasional

10. Mendapatkan informasi dan negara-negara anggota ASEAN tentang

pemajuan dan perlindungan HAM

11. Mengupayakan pendekatan dan posisi bernama tentang persoalan

HAM yang menjadi kepentingan ASEAN

12. Menyiapkan kajian-kajian tentang isu-isu tematik Ham di ASEAN

13. Menyerahkan laporan tahunan kegiatan atau laporan lain yang

diperlukan pada pertemuan menteri luar negeri ASEAN

14. Menjalankan tugas lain yang mungkin diberikan oleh pertemuan

menteri luar negeri ASEAN

Diratifikasinya piagam ASEAN pada 2008 dan pembentukan AICHR pada

2009 merupakan bentuk adanya aturan baru. Piagam ASEAN merupakan

seperangkat aturan yang mengikat negara-negara angota ASEAN, dan merupakan

bentuk kesepakatan juga bahwa negara-negara anggota ASEAN menciptakan

badan HAM di ASEAN sesuai dengan piagam ASEAN pasal 14 mengenai

ASEAN Human Right Body.

Inti dari tujuan dan prinsip yang terkandung dalam TOR AICHR adalah untuk

mewujudkan masyarakat ASEAN yang bebas dari rasa takut, perang, agresi dan

kemiskinan, dan juga menciptakan kehidupan yang seimbang antara hak dan

kewajiban. Dalam hal ini maka semua sektor masyarakat dalam negara-negara

54
anggota ASEAN memiliki tanggung jawab bersama dalam upaya promosi dan

juga perlindungan hak-hak dan kewajiban tersebut.

AICHR merupakan sebuah terobosan bagi negara-negara ASEAN untuk

menjawab berbagai kecaman dari dunia internasional atas banyaknya pelanggaran

HAM yang ada dikawasan. Banyak yang menilai bahwa AICHR gagal dalam

membangun mekanisme perlindungan dan pemulihan bagi para korban

pelanggaran HAM di ASEAN. Kegagalan ini dianalis karena adanya kendala

dalam kerangka acuan (ToR), yang juga menyebabkan negara-negara ASEAN

tidak akan memiliki mekanisme yang dapat menyelesaikan pelanggaran HAM

ketika mekanisme nasional masing-masing negara tidak dapat

menyelesaikannnya. ToR yang dimiliki AICHR berisikan upaya mempromosikan

HAM dibandingkan dengan menjelaskan ataupun menguraikan peran AICHR

dalam upaya penegakkan.

2. Perkembangan AICHR

Pemajuan HAM dikawasan ASEAN ditandai dengan ditandatanganinya Term

Of Reference (ToR) serta diluncurkannya badan HAM antar-pemerintah di Asia

Tenggara (ASEAN Intergovernmental Commission on Human Right). Badan ini

menandai bahwa ASEAN telah menaruh perhatian pada permasalahan HAM,

khususnya dikawasan.

AICHR menuai kritik tajam baik dari sisi legalitas, mandat dan kinerjanya,

badan ini dinilai tertutup dan selektif terhadap organisasi masyarakat sipil yang

berdialog. Seperti halnya pada perumusan Deklarasi HAM ASEAN/AHRD

55
masyarakat sipil hanya diajak berkonsultasi pada proses akhir perumusan yang

dideklarasikan pada 2012. Proses perumusan yang tertutup ini pada akhirnya

dinilai tidak selaras dengan standar HAM internasional. AICHR juga dinilai

lemah karena tidak adanya mekanisme penerimaan laporan dan investigasi kasus

pelanggaran HAM, hal ini terlihat dari respon AICHR yang tak terdengar atas

kasus penghilangan paksa aktivis asal Laos, Sombath Somphone. AICHR juga

dinilai kurang merespon peristiwa pembunuhan etnis Rohingya di Myanmar.

Pada April 2014 AICHR dijadwalkan memperbarui atau meninjau ulang ToR

yang telah menjadi landasan kerjanya.91 Peninjauan ini berpeluang untuk

memperbarui mandatnya dan juga dapat menjadi kesempatan bagi semua para

pemangku kepentingan untuk memperbaiki dan memperkuat mandat kelembagaan

AICHR.

Dalam menghadapi sebuah pelanggaran HAM, ASEAN memiliki beberapa

pilihan penyelesaian. Baik dengan keterlibatan konstruktif sesuai prinsip non-

intervensi; melengkapi AICHR dengan mekanisme pengadilan HAM yang sulit

untuk disepakati dan tidak praktis atau dengan cara menerapkan mekanisme diluar

HAM, seperti sanksi politik dan ekonomi dengan dasar pelanggaran terhadap

piagam ASEAN yang telah diratifikasi dan mengikat secara hukum seluruh

anggotanya.92

91
Djafar Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi Manusia di
ASEAN, Infidc & ICCO, 2014, 24
92
John Arend, The Dilemma of Non-Interference: Myanmar, Human Rights, and the ASEAN
Charter, 8 Nw. J. Intl Hum. Rts 102

56
Piagam ASEAN merupakan babak awal dari upaya perlindungan HAM di

ASEAN karena dinilai tidak mengandung elemen yang dapat mempengaruhi

prospek bagi berdirinya suatu badan HAM regional yang kuat. Dalam piagam

ASEAN meskipun terdapat pengakuan akan HAM, namun prinsip non intervensi

tetap dipertahankan atas kepatuhan terhadap norma-norma HAM.93

Deklarasi HAM ASEAN yang mengganjal adalah bahwa persoalan hak-hak

asasi manusia akan dipertimbangkan dalam konteks regional dan nasional.

Dengan kata lain, penghormatan, promosi, perlindungan dan pemenuhan HAM

sangat bergantung pada pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh ASEAN

secara kolektif dan oleh negara-negara anggota ASEAN secara mandiri.

Dalam perkembangannya AICHR telah berhasil menerima Annual Budget

2012 dan Work Plan 2013-2015, menyelesaikan rencana kerja lima tahun AICHR,

pembahasan Guidelines on the Operation of AICHR, pembahasan ToR Thematic

Issus on Migration dan Corporate Social Responsibility(CSR), serta pembahasan

inisiatif dialog atau kerjasama dengan negara mitra ASEAN. Selain itu AICHR

juga telah berhasil mengembangkan berbagai dialog dan kerjasama dengan para

pemangku kepentingan dan pihak-pihak dari luar kawasan seperti dengan ASEAN

Committee of Permanent Representative (CPR), European Commission, UNCHR,

UNDP, dan Working Group for an ASEAN Human Rights Mechanism.94

93
Ibid, Djafar Wahyudi, 24
94
Komisi HAM ASEAN capai Banyak Kemajuan, diakses dari
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/178-diplomasi-oktober-2012/1544-komisi-ham-
asean-capai-banyak-kemajuan-di-bawah-keketuaan-indonesia-.html, pada 03/10/2016

57
3. Respon AICHR terhadap Pelanggaran HAM di beberapa

Negara Anggota ASEAN

1. Filipina

Di Filipina pada November 2009 terjadi tragedi mengerikan dalam dunia

jurnalistik. Sebanyak 57 orang tewas dibantai dalam konvoi kelompok politik

yang akan menyerahkan dokumen pencalonan untuk kepentingan pemilu sebagai

kandidat gubernur provinsi Maguindanao wilayah selatan Filipina, 30 orang

diantaranya adalah seorang wartawan. Esmael Mangudadatu sengaja memasukkan

formulir ke kantor komisi pemilu dengan didampingi beberapa penasehat hukum,

jurnalis, dan beberapa rombongan pendukung yang kebanyakan perempuan, ia

mengira bahwa lawan politik tidak akan menyakiti perempuan dan jurnalis.

Namun diluar dugaan rombongan justru dicegat dan dibunuh oleh 100 orang

bersenjata.95

Pembantaian ini diduga telah direncanakan oleh kelompok Andal Ampatuan

yang merupakan lawan politik kelompok yang sedang berkonvoi tersebut,

sekaligus walikota yang sedang menjabat. Ampatuan telah memerintah

Maguindanao selama bertahun-tahun dan ia juga merupakan sekutu politik

presiden Filipina Gloria Macapagal Arroyo.96 Peristiwa ini lebih dikenal dengan

pembantaian Maguindanao hal ini tercatat sebagai pembunuhan wartawan secara

95
Pembantaian Politik di Filipina Selatan, diakses dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11505&coid=1&caid=27&gid=3, pada
11/11/2016
96
Klan Ampatuan Rencanakan Pembantaian Filipina, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2010/09/100908_ampatuancase.shtml, pada 11/11/2016

58
massal terburuk sepanjang sejarah.Jasad dari 57 korban ini ditemukan di kuburan

massal dikawasan bergunung-gunung terpencil di provinsi Maguindanao.97

Pembantaian yang terjadi dipicu dari persaingan politik. Demokrasi di Filipina

dihantui dengan fenomena anarchy of families, dimana banyak keluarga elite

politik menguasai roda pemerintahan dengan kekuatan 3G: Gun, Goon, Gold

(senjata, pasukan bajingan dan uang). Pada umumnya mereka memiliki private

army untuk menekan rakyat dan lawan politik, pasukan ini biasanya disamarkan

sebagai kelompok sipil yang membantu pemerintah.

Persaingan politik juga diperparah dengan adanya tradisi balas dendam antara

keluarga atau klan, yang mana fenomena ini menghasilkan siklus balas dendam

yang tidak terputus di Maguindanao. Pemerintah Maguindanao dinilai dibangun

dengan kekerasan oleh dinasti Ampatuan, yang mana hampir seluruh kursi

walikota di proivinsi ini dikuasai oleh keluarga Ampatuan. Pelangggaran yang

dilakukan keluarga Ampatuan ini tidak mendapatkan sanksi karena diduga

dukungan politik mereka mempengaruhi kemenangan Arroyo pada pemilu tahun

2004.98

Pendamping hukum dari keluarga korban pembantaian menyatakan bahwa

telah mengajukan gugatan atas pelanggaran HAM yang juga diduga didukung

oleh pemerintah kepada HAM ASEAN. Namun AICHR tidak merespon tragedi

pembantaian ini. Rafendi Djamin selaku wakil Indonesia dalam AICHR saat itu

97
Ibid, Klan Ampatuan Rencanakan Pembantaian Filipina
98
Pembantaian Politik Filipina Selatan, diakses dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11505&coid=1&caid=27&gid=3, pada
11/11/2016

59
menyatakan bahwa kasus ini termasuk kedalam pelaporan individual meski

diajukan oleh sekelompok masyarakat dan badan HAM ASEAN belum dapat

memproses pelaporan pelanggaran HAM individual walaupun yang terbunuh

terhitung banyak tetapi termasuk dalam satu kasus.99 Dan dijelaskan bahwa badan

HAM ASEAN pada saat itu sedang dalam tahap penyusunan pelaksanaan

kerangka acuan wewenang.

2. Malaysia

Pada tahun 2011 telah terjadi kekerasan di Malaysia, yaitu ketika masyarakat

Malaysia tergabung dalam gerakan bersih. Gerakan Malaysia bersih merupakan

gerakan yang dibentuk pada tahun 2006 oleh kalangan LSM dan kelompok

oposisi pemerintah yang tergabung dalam koalisi pemilu bersih dan adil. Gerakan

bersih pertama kali dilakukan pada tahun 2007 yang mana menuntut agar pemilu

dilakukan secara adil dan jujur.

Pada 9 Juli 2011 merupakan gerakan bersih Malaysia kedua dalam rangka

menyambut pemilu 2012, gerakan ini melibatkan 62 organisasi masyarakat sipil100

dan juga diikuti oleh berbagai latar belakang peserta, baik usia, etnik maupun

politik. Berbagai tokoh oposisi Malaysia pun turut hadir dalam gerakan ini.

tuntutan rakyat Malaysia dalam gerakan ini diantaranya adalah membersihkan

daftar pemilih dari pemilih fiktif, perbaikan surat suara, penggunaan tinta pemilu

99
Keluarga Korban Manguindanau Desak badan HAM ASEAN, diakses dari
http://www.dw.com/id/keluarga-korban-manguindanau-desak-badan-ham-asean/a-5207346, pada
01/11/2016
100
Mengenal gerakan Malaysia bersih, diakses dari http://kbr.id/08-
2015/mengenal_gerakan_malaysia_bersih/75427.html, pada 15/11/2016

60
yang tidak bisa dihapus, kampanye minimal 21 hari, akses bebas bagi media

keseluruh partai, anti korupsi, anti politik uang dan penguatan institusi publik.101

Gerakan ini menyebabkan sedikitnya 1500 orang ditangkap oleh kepolisisan

Malaysia. Beberapa nama-nama besar dalam politik Malaysia terjaring dan

dilaporkan mendapatkan tindakan brutal dari aparat kepolisian, bahkan terdapat

seorang pengunjuk rasa yang meninggal akibat tembakan gas air mata. Kejadian

ini sangat disayangkan karena bertentangan dengan komitmen nilai kebebasan

fundamental dan HAM sebagaimana telah tertera di dalam piagam ASEAN

terlebih Malaysia juga merupakan anggota AICHR. HAM PBB pun menyatakan

kekecewaannya terhadap Malaysia karena telah menggunakan kekerasan untuk

meredam aksi damai demostran.102

Kasus ini dilaporkan oleh masyarakat sipil melalui surat terbuka kepada

AICHR, namun sayangnya AICHR tidak merespon dengan tindakan konkret,

bahkan pernyataan resmi pun tidak dikeluarkan oleh badan HAM tersebut. Pada

saat itu Rafendi Djamin selaku ketua AICHR menyebutkan bahwa AICHR tidak

memiliki mekanisme dalam menangani kasus-kasus ataupun untuk menerima

pengaduan pelanggaran HAM dari masyarakat. AICHR berpandangan bahwa

mereka tidak dapat mencampuri hal-hal yang dipandang sebagai urusan internal

dalam negeri pemerintah tiap-tiap negara anggota ASEAN.103

101
Ibid, Mengenal Gerakan Malaysia Bersih
102
PBB kecewa dengan Malaysia, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2011/07/12/411/479072/pbb-kecewa-dengan-malaysia, pada
15/11/2016
103
Djafar Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi Manusia di
ASEAN, Infidc & ICCO, 2014, 39

61
3. Laos

Kasus pelanggaran HAM yang terjadi di ASEAN diantaranya adalah

hilangnya Sombath Somphone pada tanggal 15 Desember 2012.104Ia adalah

seorang aktifis terkemuka Laos yang telah banyak menyumbangkan pemikirannya

baik dalam bidang pembangunan, kepemimpinan dan kesejahteraan masyarakat.

Sombath Somphone memperjuangkan pendidikan bagi remaja dan juga hak-hak

penduduk miskin. Pada pertengahan 1990an ia mendirikan Participatory

Development Training Center (PADETC) yang merupakan salah satu lembaga

swadaya masyarakat pertama di Laos. Pada tahun 2005 ia menerima penghargaan

Ramon Manaysay untuk kegiatannya dalam perlindungan Lingkungan. Sombath

juga menyumbangkan pemikirannya dalam diskusi bertemakan interkonektivitas

pada forum Intelektual Asia di Chiang Mai, Thailand 2011. Ia juga turut aktif

dalam mengorganisasiForum Asia-Afrika menjelang pertemuan puncak pada

Oktober 2012 di Viantiane. Karya-karya dari Sombath Somphone ini dianggap

cukup berpengaruh dikawasan Asia Tenggara.

Sombath dihilangkan paksa tidak lama setelah terpilih sebagai wakil ketua

Lao National Organizing Committee, yaitu yang membantu pemeritah Laos dan

kelompok kelompok sipil dalam menyelenggarakan Asia-Europe People’s Forum

di Viantiane.105Rekaman kamera menunjukan bahwa Sombath diculik dari kantor

polisi di kota Viantiane. Banyak dugaan yang menyatakan bahwa hilangnya tokoh

104
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf, pada 01/11/2016
105
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf, pada 01/11/2016

62
ini tidak terlepas dari keterlibatan aparat kepolisian dan juga pemerintah Laos.

Pada Januari 2013, ASEAN Parliement for Human Right (APHR) mengirimkan

delegasi yaitu Charles Santiago dari Malaysia, Lily Wahid dari Indonesia dan

Walden Bello dari Filipina, mereka diutus ke Laos untuk menanyakan perihal

penghilangan Sombath Somphone. Juru bicara Pemerintah Laos menyangkal

mengetahui penghilangan atau keberadaan dari Sombath Somphone dan

mengatakan bahwa Sombath diculik karena masalah pribadi atau konflik bisnis.106

Pemerintah Laos tidak melakukan investigasi yang komprehensif dan efektif

pada kasus penculikan ini. Pemerintah Laos dinilai gagal dalam memberikan

informasi mengenai keberadaannya dan juga tidak melaksanakan kewajiban

negara dalam menangani HAM sesuai dengan perjanjian HAM Internasional

dimana Laos merupakan negara anggota, termasuk didalamnya adalah perjanjian

Konvensi Internasional mengenai Hak Sipil dan Hak Politik (The International

Covenant on Civil and Political Right) serta Konvensi Anti Penyiksaan

(Convention Against Torture).107

Pemerintah Laos dengan sengaja dinyatakan diam dalam kasus hilang paksa

ini, diamnya pemerintah ini bertujuan agar kasus ini dilupakan. Hal ini terjadi

sebelum Universal Periodic Review (UPR) di Jenewa pada 20 Januari 2015 yang

106
Memperkuat Sistem hak Asasi Manusia ASEAN melalui Advokasi Hukum, diakses dari
http://www.americanbar.org/content/dam/aba/directories/roli/asean/aba_roli_asean_strengthening_
human_rights_system_through_legal_advocacy_indonesian_1013.authcheckdam.pdf, pada
01/11/2016
107
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf, pada 01/11/2016

63
dalam pertemuan itu Laos harus menjelaskan pelanggaran HAM negara tersebut,

yang juga Laos dijadwalkan sebagai tuan rumah ASEAN pada 2016.108

Sombath Somphone telah banyak berkonstribusi untuk dunia internasional,

namun sangat disayangkan bahwa ASEAN tidak banyak bertindak dalam

hilangnya aktifis HAM tersebut.109AICHR sebagai badan HAM ASEAN

mengupayakan untuk mengungkap kasus ini dan mengaitkan dengan

pemerintahan Laos yang dicurigai tidak memberikan keterangan dan tertutup akan

masalah tersebut.110 AICHR dalam hal ini mendorong negara-negara anggotanya

untuk ikut mengusut kasus tersebut. Namun perwakilan HAM Laos menyatakan

bahwa kasus hilang paksa ini tidak harus dibesarkan karena ASEAN memegang

prinsip non interferensi.

Istri dari Sombath Somphone yaitu Shui Meng menyatakan bahwa negara-

negara anggota ASEAN tidak melakukan apa-apa walaupun berpedoman pada

ASEAN Human Right Charter. Delapan puluh dua organisasi regional maupun

internasional mengungkapkan bahwa walaupun ASEAN memegang prinsip non

interferensi, negara-negara anggota harus tetap bertanggung jawab dan

menjunjung tinggi prinsip-prinsip yang ada dalam piagam ASEAN yaitu

mengenai promosi dan perlindungan HAM dan juga mengenai kebebasan

108
ASEAN Sould Confront Laos On Rights Abuses: NGOs, diakses dari
http://thediplomat.com/2014/12/asean-should-confront-laos-on-rights-abuses-ngos/, pada
25/10/2016
109
ASEAN „s Shame: Where is Sombath Somphone?, diakses dari
http://www.aseantoday.com/2016/07/aseans-shame-where-is-sombath-somphone/, pada
25/10/2016
110
Aktivis Laos Sombath Somphone Dihilangkan?, diakses dari http://www.dw.com/id/aktivis-laos-
sombath-somphone-dihilangkan/a-16681707, pada 05/01/2015

64
fundamental.111PBB maupun Dunia Internasional sebenarnya bisa menekan Laos,

mengingat negara ini sudah menandatangani konvensi PBB tentang penghilangan

orang secara paksa (International Convention for the Protection of All Persons

from Enforced Disappearance).

111
ASEAN Sould Confront Laos On Rights Abuses: NGOs, diakses dari
http://thediplomat.com/2014/12/asean-should-confront-laos-on-rights-abuses-ngos/, pada
25/10/2016

65
BAB IV

ANALISA UPAYA AICHR DALAM MENANGANI PELANGGARAN

HAM TERHADAP ETNIS ROHINGYA DI MYANMAR TAHUN 2012-2015

Pada bab IV ini penulis akan menganalisa upaya yang dilakukan AICHR

dalam menangani pelanggaran HAM yang terjadi di Myanmar pada tahun 2012-

2015. Prinsip non intervensi dan keterbatasan mandat yang dimiliki AICHR tidak

menutup AICHR untuk tetap berupaya dalam menangani pelanggaran HAM yang

terjadi kepada etnis Rohingya. Retreat forum dan silent diplomacy diterapkan oleh

AICHR dalam menjaga mandatnya untuk memberikan perlindungan pada warga

ASEAN.

A. Prinsip Non Intervensi dan Keterbatasan Mandat

Penegakkan hak asasi manusia di kawasan mengalami dilema karena Piagam

ASEAN mengadopsi prinsip non intervensi yang terdapat dalam Pasal 2 Piagam

ASEAN, yang menjadikan ASEAN tidak memiliki legitimasi dan otoritas yang

cukup untuk mengintervensi masalah konflik dan pelanggaran hak asasi manusia

di negara-negara anggotanya.

Prinsip non intervensi diadopsi sejak awal pembentukkan ASEAN, yang mana

sejarah pembentukannya banyak negara-negara ASEAN telah mengalami

dekolonisasi sehingga membuat mereka ingin memfokuskan pada isu-isu

66
domestik tanpa adanya gangguan dari pihak luar.112Myanmar meratifikasi piagam

ASEAN pada 21 Juni 2008 yang mana dalam prosesnya melewati banyak

perdebatan diantara negara-negara ASEAN karena Myanmar memiliki catatan

HAM yang buruk. Myanmar memiliki tiga catatan pelanggaran terburuk yaitu,

mengenai kebebasan berbicara, berserikat dan berkumpul, pelanggaran HAM

terhadap etnis minoritas serta pembatasan etnis Rohingya.113

Human Right Body yang telah diatur dalam Piagam ASEAN pada akhirnya

melahirkan AICHRdan diresmikan dalam KTT ASEAN pada Oktober 2009. Pada

pasal 1.1 kerangka acuan AICHR menegaskan bahwa tujuan dibentuknya AICHR

adalah untuk memajukan dan melindungi Hak Asasi Manusia. Serta pada Pasal

4.1 kerangka acuan menetapkan bahwasanya salah satu mandat dan fungsi

AICHR adalah untuk membangun strategi-strategi untuk pemajuan dan

perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan mendasar untuk

melengkapi pembangunan komunitas ASEAN.

Prinsip non intervensi bertujuan untuk menghormati tiap kedaulatan nasional

negara anggota.Namun konsekuensi yang dimiliki ASEAN atas prinsip non

intervensinya membuat ruang gerak ASEAN itu sendiri terbatasi. Hal ini juga

berlaku untuk AICHR yang merupakan bagian integral dari ASEAN. Selain itu

AICHR juga memiliki keterbatasan fungsi, dimana badan HAM ini tidak memiliki

mandat untuk menerima dan menindaklanjuti sebuah laporan pelanggaran HAM.

112
What Legal Measures Should ASEAN Apply to Help the Rohingya, diakses dari
http://klibel.com/wp-content/uploads/2015/04/KLIBEL6_Law__11_2ffmN03Wuj.pdf, pada
30/11/2016
113
Burma 2015 Human Rights Report, diakses dari
http://www.state.gov/documents/organization/252963.pdf, pada 01/12/2016

67
Tanpa mandat tersebut AICHR tidak dapat menyelesaikan pelanggaran HAM

apapun secara maksimal.

Keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki AICHR tetap saja tidak mengarah

pada pengabaikan pelanggaran HAM yang terjadi terutama mengenai pelanggaran

HAM yang terjadi kepada etnis Rohingya yang telah lama mengalami

diskriminasi. Diskriminasi berawal dari dikeluarkannya Undang-Undang

Kewarganegaraan Myanmar pada tahun 1982 yang menyatakan bahwa

kewarganergaraan etnis Rohingya tidak diakui.

Dengan tidak diakuinya etnis Rohingya oleh pemerintah berarti juga telah

menghilangkan dan membatasi hak etnis Rohingya dalam berbagai hal, baik

bergerak dan berpindah tempat, menikah dan memiliki keturunan, pendidikan,

bekerja, berkeyakinan, serta hak bebas dari penyiksaan dan kekerasan. Etnis

Rohingya telah banyak mengalami kekerasan diantaranya pembunuhan,

pemerkosaan, penyiksaan, penyitaan tanah dan bangunan, kerja paksa, relokasi

secara paksa, dan pemerasan.

Diskriminasi terus dialami etnis Rohinya, pemilihan nasional di Myanmar

pada tahun 2015, kolom untuk pemilihan tersebut tidak mencantumkan etnis

Rohingya, dan yang ada adalah pilihan others. Padahal etnis mereka jelas dan

agama mereka pun jelas. Hal ini mengartikan bahwa pemerintah tidak hanya tidak

mengakui etnis Rohingya tetapi juga ada keinginan untuk menghapus etnis

Rohingya dari Myanmar.

68
AICHR dalam upaya penyelesaian krisis kemanusiaan adalah dengan

mengadakan dialog terbuka, diskusi ataupun pertemuan. Laporan-laporan terkait

pelanggaran HAM yang masuk kepada AICHR tidak dapat ditindaklanjuti karena

tidak adanya mandat yang diberikan. Mandat yang ditawarkan saat pembentukan

ToR untuk menerima laporan individu dan menindaklanjutinya tidak disetujui

oleh semua negara anggota. Namun AICHR dapat membawa laporan yang masuk

ke dalam ASEAN Foreign Ministers Meeting (AMM) untuk ditindaklanjuti.

AICHR telah melakukan upaya-upaya untuk mempercepat pembangunan

mekanisme-mekanisme perlindungan dan juga pemulihan bagi korban-korban

pelanggaran hak asasi manusia di kawasan, hal ini juga disampaikan oleh The

Asian Forum for Human Right and Development (FORUM-ASIA) dan organisasi

lainnya termasuk Kontras (Indonesia), People’s Empowerment Foundation, PEF

(Thailand), dan SUARAM (Malaysia).114

Hal serupa juga diungkapkan oleh Rafendi Djamin selaku wakil Indonesia

untuk AICHR yang mengatakan bahwa ASEAN telah terlibat aktif dalam usaha

resolusi konflik Rohingya, menurutnya masuknya pelapor khusus PBB untuk

Myanmar yaitu Tomas Quintana untuk meninjau kondisi yang sebenarnya terjadi

pada etnis Rohingya adalah karena keterlibatan ASEAN.

“Pelapor Khusus PBB tidak akan dengan mudah masuk Myanmar bila tidak ada keterlibatan
ASEAN agar Myanmar bersedia kerjasama dengan PBB”115

114
Searcing for Human Rights Protection in ASEAN, diakses dari http://www.forum-
asia.org/uploads/press-release/2014/November/FA-PressRelease-
AICHR%20Report%20_FINAL__INDver.pdf, pada 23/11/2016
115
ASEAN Telah Terlibat dalam Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/65070-asean-telah-terlibat-aktif-dalam-konflik-rohingya.html,
pada 29/11/2016

69
Ia pun mengungkapkan bahwa apa yang dilakukan ASEAN tidak banyak

diketahui oleh publik karena kelompok regional ini tidak mempraktekkan

diplomasi yang selalu menunjukkan bagaimana mereka bekerja.

“Dalam sejarahnya ASEAN tidak pernah mempraktekkan diplomasi megaphone dalam


menangani masalah dan lebih memilih silent diplomacy”. 116

B. Retreat Forum dan Silent Diplomacy

Upaya yang dapat dilakukan untuk pemajuan dan perlindungan HAM oleh

AICHR dengan keterbatasan prinsip non intervensi adalah dengan adanya

pertemuan, forum diskusi dan bantuan-bantuan kemanusiaan. Laporan yang tidak

bisa ditindaklanjuti oleh AICHR diberikan kepada AMM. Dan akhirnya AMM

dapat membuat Retreat Forumyang mana forum ini merupakan pertemuan yang

dihadiri oleh orang-orang utama saja, seperti halnya Retreat ASEAN Foreign

Minister berarti yang hadir hanyalah menteri luar negeri saja.

Sebelumnya para pemimpin ASEAN pernah mengangkat isu Rohingya pada

pertemuan KTT ASEAN 2009 dan mendesak Myanmar untuk bekerja sama.

Namun, setelah itu bahasan tentang Rohingya sempat absen dari segala pertemuan

ASEAN karena status Etnis Rohingya yang stateless.

Kewarganegaraan yang tidak dimiliki etnis Rohingya bukanlah alasan

ASEAN atau AICHR untuk diam, karena etnis Rohingya termasuk dalam warga

ASEAN yang secara geografis memang menempati wilayah Myanmar yang

116
Ibid, ASEAN Telah Terlibat dalam Konflik Rohingya

70
menjadi anggota ASEAN.117 Jajaran kementerian luar negeri anggota ASEAN

pada Agustus 2012 mengeluarkan pernyataan sikap terkait krisis kemanusian yang

terjadi di Myanmar, atas laporan-laporan dari AICHR, yaitu:118

1. Mendorong pemerintahan Myanmar untuk terus bekerja dengan

PBB dalam menangani krisis kemanusiaan di Arakan

2. Menyatakan keseriusan organisasi ASEAN untuk menyediakan

bantuan kemanusiaan

3. Menggarisbawahi bahwa upaya mendorong harmoni nasional di

Myanmar adalah bagian dari proses demokratisasi di negara

tersebut.

Pada November 2012 wakil AICHR Indonesia mencetuskan sebuah forum

diskusi tahunan yang disebut Jakarta Human Rights Dialogue (JHRD) yang

diikuti seluruh pemangku kepentingan HAM tiap negara. Yang pada akhirnya

perwakilan AICHR dari Thailand bertujuan mengaplikasikan forum diskusi

tersebut pada tahun 2014 di Bangkok dengan tema keadilan.119 Pada Maret 2013

AICHR mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan masalah krisis

kemanusiaan di Myanmar. Dan pada Juni 2013 perwakilan AICHR turut

melakukan dialog yang diselenggarakan Pemerintah Indonesia untuk membahas

HAM di Negara tersebut.

117
Masyarakat ASEAN, Aman dan Stabil Keniscayaan bagi ASEAN, Media Publikasi Direktorat
Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI
118
ASEAN, Rohingya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar, diakses dari
http://anwibisono.id/2013/08/20/asean-rohingnya-dan-krisis-kemanusiaan-di-myanmar/ pada
10/12/2016
119
AICHR After Five Years: Progress, Challenges and Opportunities, diakses dari
http://www.hurights.or.jp/archives/focus/section3/2014/06/aichr-after-five-years-progress-
challenges-and-opportunities.html, pada 29/11/2016

71
Pertemuan ataupun diskusi yang telah dilakukan oleh negara-negara anggota

AICHR dalam upaya penyelesaian krisis kemanusiaan etnis Rohingya, kurang

mendapatkan respon dari Myanmar. Myanmar terus beralasan bahwa Rohingya

bukan warga negaranya, dan bahkan sempat memberikan persyaratan untuk tidak

menyebutkan Rohingya dalam pertemuan.

Tidak adanya tanggapan dari Myanmar yang merupakan akar dari

permasalahan krisis kemanusiaan membuat krisis ini terus terjadi dan

berkepanjangan. The ASEAN Interparliamentary Caucus membuat pernyataan

yang mengutuk diskriminasi dan kekerasan pada etnis Rohingya. The ASEAN

Parliamentarians for Human Right juga mengeluarkan kritikan atas diskriminasi

baik mengenai kekerasan maupun undang-undang yang membatasi segala

pergerakan etnis Rohingya.120

Pada April 2015 ASEAN menyatakan bahwa diskriminasi yang terjadi di

Myanmar menyebabkan banyaknya etnis Rohingya yang berusaha melarikan diri

dan mengungsi dari negara tersebut, mencari tempat berlindung ke negara-negara

tetangga menggunakan jalur laut.121 Myanmar kembali lagi tidak mau disalahkan

bahwa negaranya adalah sebab dari banyaknya pengungsi yang keluar, bahkan

Myanmar menyerahkan Rohingya pada UNCHR agar mereka diserahkan pada

negara ketiga. Didapatkan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir lebih dari 100.000

120
The Association of South East Nation’s (ASEAN) Response to the Rohingya Crisis, diakses dari
http://web.isanet.org/Web/Conferences/AP%20Hong%20Kong%202016/Archive/a9258d1e-c9bb-
48f8-8a4d-876f0d544154.pdf, pada 10/12/2016
121
The Rohingya Migrant Crisis, diakses dari http://www.cfr.org/burmamyanmar/rohingya-
migrant-crisis/p36651, pada 11/12/2016

72
Rohingya mencoba mencari suaka ke negara negara tetangga yaitu Malaysia,

Indonesia dan Thailand.

Gambar IV.B.1. Arus Migrasi Rohingya

Sumber : http://www.cfr.org/burmamyanmar/rohingya-migrant-crisis/p36651

Para Menteri Luar Negeri tiga negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Thailand

mengadakan pertemuan di Kuala Lumpur pada tanggal 20 Mei 2015 untuk

membahas solusi bersama dalam menyelesaikan masalah regional tersebut. Ketiga

menlu mencoba menjembatani ketidakmampuan dalam mencampuri urusan dalam

negeri Myanmar, agar kasus krisis kemanusiaan yang terjadi tidak berevolusi

menjadi krisis kemanusian dikawasan Asia Tenggara.

Terkait pengungsi dari etnis Rohingya, ketiga menlu berkomitmen untuk

mencari solusi yang komprehensif dengan melibatkan negara asal, transit, dan

tujuan melaui prinsip burden-sharing dan shared-responsibility. Untuk mencegah

isu irreguler migrants, ketiga menlu tersebut juga menuntut agar keadilan

ditegakkan bagi para penyelundup dan sindikat penjualan manusia. Berikut

73
merupakan langkah-langkah yang diambil oleh Kementerian Luar Negeri

Indonesia, Malaysia, dan Thailand terkait Isu Rohingya:122

1) Melakukan operasi Search and Rescue (SAR) bagi para pengungsi

yang masih terapung dilautan

2) Melaksanakan patroli laut terkoordinasi dan memfasilitasi evakuasi

dilaut ketika kapal-kapal berisi migran tersebut ditemukan

3) Menyediakan bantuan kemanusiaan, termasuk tempat

perlindungan, makanan, obat-obatan, dan keutuhan lainnya bagi

migran yang terdampar diwilayah tiga negara

4) Meningkatkan kerjasama dan koordinasi dengan UNCHRdan IOM

dalam mengidentifikasi dan memverivikasi imigran, termasuk

mencari negara ketiga untuk proses resettlement

5) Mengaktifkan sumber daya milik ASEAN Coordinating Centre for

Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre)

untuk meyelesaikan krisis.

Selain itu pertemuan Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia dan Thailand

di Malaysia pada 20 Mei 2015 menghasilkan kesepakatan untuk memberikan

bantuan kemanusiaan dan penampungan sementara bagi pengungsi Rohingya dan

122
Masyarakat ASEAN, Aman dan Stabil Keniscayaan bagi ASEAN, Media Publikasi Direktorat
Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI

74
Bangladesh. Serta mengusulkan untuk melakukan pertemuan darurat tingkat

menlu ASEAN untuk membahas permasalahan terkait Rohingya.123

Pertemuan kembali diadakan pada 29 Mei 2015 di Thailand, Myanmar pada

kali ini bersedia hadir walaupun dengan persyaratan tidak menyebut Rohingya

melainkan irregular migrants. Dalam pertemuan ini Myanmar bersepakat untuk

memperkuat langkah dalam rangka pencegahan terjadinya irregular movement of

migrants dari wilayah Myanmar.124

AICHR mengadakan sidang khusus pada 13-15 Juni 2015 dan menghasilkan

sebuah pernyataan bersama menteri luar negeri ASEAN dalam menanggapi krisis

kemanusiaan dan HAM. Mereka bersepakat agar ASEAN memainkan peranan

aktif dalam menyikapi persoalan krisis secara aktif dan cepat dalam semangat

solidaritas ASEAN.125 Mereka juga merekomendasikan pertemuan darurat para

menteri ASEAN pada 2 Juli 2015 untuk urusan kejahatan lintas nasional dalam

menanggapi krisis kemanusiaan yang terjadi.

Pertemuan darurat menteri ASEAN yang dilaksanakan pada 2 Juli 2015 di

Kuala Lumpur menghasilkan rencana untuk pembentukan satgas dan dananya.

Pertemuan ini merumuskan beberapa rekomendasi untuk menyelamatkan 4.800

123
Krisis Rohingya, Emergency Meeting Tingkat ASEAN perlu dilakukan, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2015/05/21/18/1153110/krisis-rohingya-emergency-meeting-
tingkat-asean-perlu-dilakukan, pada 23/11/2016
124
Myanamr Akhirnya Bersedia Hadiri Pertwmuan Krisis Pengungsi, diakses dari
http://internasional.metrotvnews.com/read/2015/05/22/398475/myanmar-akhirnya-bersedia-hadiri-
pertemuan-krisis-pengungsi, 20/12/2016
125
Siaran Pers: mendorong AICHR Menyikapi Krisis Migrasi Iregular (Rohingya) di Kawasan
ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/37-
siaran-pers-sidang-khusus-aichr-bandar-seri-begawan-13-15-juni-2015 pada 10/12/2016

75
etnis Rohingya yang menjadi korban penyelundupan manusia dan harus terlantar

selama berberapa hari diantaranya di Indonesia, Malaysia dan Thailand.126

Keterbatasan AICHR sebagai institusi dalam melakukan upaya penyelesaian

krisis kemanusiaan tidak menghalangi AICHR untuk tetap dapat melakukan

upaya proteksi terhadap pelangaran HAM. Perwakilan AICHR dari tiap negara

dapat melakukan upaya penyelesaian terkait isu HAM melalui silent diplomacy.

Diplomasi ini diterapkan karena Myanmar menolak membahas Rohinya pada

forum terbuka.

1. Indonesia

Indonesia ikut berperan aktif dalam upaya penyelesaian pelanggaran HAM

yang dialami etnis Rohingya di Myanmar. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

selaku Presiden Indonesia pada saat itu dalam pertemuannya dengan Presiden

Myanmar Thein Sein pada April 2013 mendesak pemerintah Myanmar untuk

mengambil langkah serius dalam menyelesaikan konflik, Presiden Susilo

Bambang Yudhoyono berkomitmen bahwa Indonesia akan menyumbang dana

untuk proses rehabiltasi, rekonstruksi dan rekonsilasi.127

Indonesia dalam masalah Myanmar berkomitmen untuk terus memastikan

bahwa demokratisasi di Myanmar berjalan dengan baik dan akan terus

126
ASEAN Bentuk Satgas Pengungsi Rohingya, UNCHR Mendukung, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/06/118681405/asean-bentuk-satgas-pengungsi-rohingya-
unhcr-mendukung, pada 10/12/2016
127
Presiden SBY Desak Penyelesaian Isu Rohingya, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Itemid=55, pada
23/11/2016

76
memberikan perhatian isu terkait etnis Rohingya.128 Seperti yang dinyatakan oleh

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,

“Pemerintah bukan hanya prihatin, tapi telah, sedang, dan akan terus melakukan berbagai
upaya lain yang berkaitan dengan isu kemanusiaan atas etnis Rohingya yang ada di Myanmar”. 129

Krisis kemanusiaan yang terjadi harus ditangani dari akar permasalahannya

yaitu dari dalam negeri itu sendiri. Pembangunan harus ditingkatkan di Myanmar

bukan saja untuk etnis Rohingya tapi juga untuk masyarakat Myanmar

seluruhnya. Dalam hal ini Indonesia telah memberikan bantuan berupa

pembangunan empat sekolah di wilayah Arakan diresmikan oleh wakil menteri

luar negeri AM Fachir pada Desember 2014.130

Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dalam pertemuan ASEAN Ministerial

Meeting (AMM) ke 48 mengungkapkan bahwa ASEAN harus memberi

keuntungan untuk masyarakat, sehingga ToR AICHR harus diperkuat untuk

memperkuat perlindungan HAM di ASEAN,

“Promosi dan proteksi HAM merupakan salah satu isu utama yang harus diperjuangkan
negara-negara ASEAN “131

Dalam pertemuan bilateral antara Indonesia, oleh Menlu RI Retno Marsudi

dan Myanmar oleh Menlu Myanmar U Wunna Maung Lwin di Nay Pyi Taw pada

128
Keterangan pers Presiden Menjelang Kunker ke Singapura, Myanmar, Brunei, Jkt, 22 April
2013, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Itemid=55, pada
23/11/2016
129
Indonesia Terus Lakukan Diplomasi untuk Selesaikan Kasus Rohingya, diakses dari
http://www.demokrat.or.id/2012/08/indonesia-terus-lakukan-diplomasi-untuk-selesaikan-kasus-
rohingya/, pada 23/11/2016
130
Akhiri Derita Rohingya, Indonesia Ajak Kerja Sama Myanmar, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-indonesia-ajak-kerja-
sama-myanmar, pada 10/12/2016
131
Menlu RI: ASEAN Harus Berguna Bagi Masyarakat, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/296596-menlu-ri-asean-harus-berguna-bagi-masyarakat.html,
pada 30/11/2016

77
21 Mei 2015, Myanmar telah menyepakati empat poin yaitu (1) Myanmar sepakat

untuk memperkuat langkah dalam pencegahan terjadinya arus imigran ilegal dari

teritorinya, (2) Myanmar siap untuk bekerja sama dengan negara-negara kawasan

Asia Tenggara dalam pemberantasan perdagangan manusia, (3) Myanmar segera

memerintahkan kedutaan besarnya untuk melakukan kunjungan kekonsuleran ke

tempat-tempat penampungan sementara para imigran di Aceh, (4) Myanmar

menyambut baik tawaran kerjasama Indonesia untuk pembangunan negara bagian

Rakhine secara inklusif dan non-diskriminatif.132

Indonesia turut aktif dalam upaya penyelesaian krisis kemanusiaan di

Rohingya karena memiliki identitas yang sama yaitu Muslim. Banyak dorongan

dari masyarakat agar Indonesia dapat membantu Rohingya yang terus mengalami

diskriminasi. Beberapa organisasi masyarakat ikut angkat suara, Haris Azhar

selaku koordinator Kontras yang juga mewakili beberapa organisasi yaitu The

Indonesian Solidarty for Asean People, himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia,

Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, YLBHI dan Lingkar Madani mengatakan

“Kami merekomendasikan agar AICHR dengan kewenangan dan fungsinya harus


segera membuat laporan kondisi kaum Rohingya di Myanmar”

132
Ini Tiga Alasan ASEAN Harus Pastikan Myanmar Laksanakan Kesepakatan Soal Rohingya,
diakses dari http://politik.rmol.co/read/2015/05/23/203658/Ini-Tiga-Alasan-ASEAN-Harus-
Pastikan-Myanmar-Laksanakan-Kesepakatan-Soal-Rohingya-, pada 02/12/2012

78
mereka mewakili masyarakat seluruhnya menyerukan agar komisis HAM

ASEAN AICHR segera mengambil langkah konkrit dan strategis terhadap

masalah ini.133

Lembaga Kemanusiaan Nasional PKPU dan Dompet Dhuafa sebagai anggota

dari SEAHUM (South East Asia Humanitarian Committee) di Indonesia

menggelar sebuah dialog kemanusiaan yang tujuannya adalah mengetahui

perkembangan terakhir di Myanmar terkait Rohingya, selain itu dialog ini juga

berusaha untuk menemukan sebuah solusi atas krisis yang terjadi.134

Untuk membantu krisis kemanusiaan Rohingya, SEAHUM memberikan

bantuan berupa berbagai macam program untuk pengungsi yaitu pendidikan,

kesehatan, makanan, sanitasi, penampungan sementara dan advokasi.135 Selain itu

Kaimuddin selaku perwakilan dari Lembaga Kemanusiaan Nasional

mengungkapkan bahwas lembagaya sudah menyalurkan 11 misi kemanusiaan

untuk Rohingya.

“Kami sudah menyalurkan bantuan dari para pengungsi di Rohingya, mulai dari bantuan
136
shelter, air bersih dan makanan”.

133
LSM Desak AICHR Segara Atasi Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/dunia/63651-lsm-desak-aichr-segera-atasi-konflik-rohingya.html, pada
29/11/2016
134
Seahum Committee dan HFI Gelar Dialog Kemanusiaan untuk Myanmar, diakses dari
http://tajuk.co/news/seahum-committee-dan-hfi-gelar-dialog-kemanusiaan-untuk-myanmar, pada
01/12/2016
135
Parni Hadi Buka Konferensi ASEAN Soal Rohingya, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-indonesia-ajak-kerja-
sama-myanmar, pada 10/12/2016
136
Ibid, Seahum Committee dan HFI Gelar Dialog Kemanusiaan untuk Myanmar

79
2. Malaysia

Dalam menanggapi krisis kemanusiaan yang terjadi di Myanmar, pemerintah

Malaysia melalui wakil menteri dalam negeri Wan Junaidi Tuanku Jaafar

menyerukan negara kawasan Asia Tenggara untuk bersikap tegas kepada

Myanmar.137 Malaysia juga mengirim surat pada Myanmar agar berhenti

melakukan diskriminasi pada etnis minoritas Myanmar yang pada akhirnya

memperparah arus pengungsi.

Malaysia merupakan negara yang menjadi tujuan utama para pengungsi

Rohingya. Karena selain sebagai negara bermayoritas Muslim, Malaysia juga

merupakan negara yang terbilang makmur, sehingga para pengungsi dapat

mencari penghidupan yang layak. Dalam kebijakannya negara Malaysia tidak ikut

campur dalam persoalan yang ada dalam negeri tersebut. Namun dengan adanya

arus pengungsi yang meningkat, menteri luar negeri Malaysia Anifah Aman

menyatakan persoalan Rohingya sudah menjadi masalah internasional yang harus

segera didiskusikan dan menekan Myanamar agar menyelesaikan akar

permasalahan dalam negara tersebut.138

Terkait manusia perahu yang terjadi pada Mei 2015, pada awalnya Malaysia

menolak untuk menerimanya karena jumlahnya terlalu banyak. Malaysia dapat

memberikan bantuan tapi tidak untuk tempat tinggal. Karena ini Malaysia

137
Malaysia: Myanmar Harus Tanggung Jawab Soal Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://print.kompas.com/baca/internasional/asia-pasifik/2015/05/15/Malaysia-Myanmar-Harus-
Tanggung-Jawab-soal-Pengung, pada 13/12/2016
138
Malaysia Tekan Myanamr Terkait Migran Rohingya, diakses dari
http://news.detik.com/internasional/2916892/malaysia-tekan-myanmar-terkait-migran-rohingya,
pada 13/12/2016

80
mendapatkan kritikan dari UNCHR dan pada akhirnya bersama dengan Indonesia

dan Thailand negara-negara ini menerima pengungsi dan memberikan mereka

tempat tinggal sementara. Menlu Malaysia Anifah dalam hal ini menegaskan

hanya akan menerima pengungsi yang ada di laut, dan tidak menerima pengungsi

baru dari Myanmar.139

3. Thailand

Thailand merupakan negara yang dijadikan tempat transit untuk para pencari

suaka dari Myanmar sebelum ke Malaysia maupun Indonesia. Banyaknya jumlah

pengungsi etnis Rohingya yang berdatangan pada awal 2015 membuat Thailand

sempat mendorong mereka kembali ke laut. Namun Thailand pada akhirnya

menerima sekitar 109.800 pengungsi Myanmar.140 Menteri Luar Negeri Tanasak

Patimapragon menyatakan bahwa,

“Thailand berkomitmen memberikan bantuan kemanusiaan dan juga mendesak masyarakat


internasional untuk memberikan perlindungan terhadap imigran gelap yang terkatung-katung
141
dilaut.”

Hak untuk bekerja diberikan pemerintah Thailand pada pengungsi walaupun

upah yang diberikan sangat rendah. Masyarakat Thailand pun menganggap

kehadiran pengunsi ini sebagai pesaing pekerjaan dan juga mengakibatkan

kejahatan meningkat.

139
Malaysia dan Indonesia setuju Tampung Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://www.dw.com/id/malaysia-dan-indonesia-setuju-tampung-pengungsi-rohingya/a-18462889,
pada 13/12/2016
140
The Association of South East Nation‟s (ASEAN) Response to the Rohingya Crisis, diakses
dari http://web.isanet.org/Web/Conferences/AP%20Hong%20Kong%202016/Archive/a9258d1e-
c9bb-48f8-8a4d-876f0d544154.pdf, pada 12/12/2016
141
Thailand Janji Tak Akan Kembalikan Imigran Rohingya ke Laut, diakses
darihttp://www.cnnindonesia.com/internasional/20150521065423-106-54673/thailand-janji-tak-
akan-kembalikan-imigran-rohingya-ke-laut/, pada 20/12/2016

81
Krisis kemanusiaan yang terjadi membuat Thailand mensponsori Special

Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean pada 29 mei 2015 yang

diikuti 15 negara diantaranya Kamboja, Laos, Myanamar, Vietnam, Indonesia,

Malaysia, Bangladesh, Australia dan Amerika Serikat sebagai Observer.142

Pertemuan ini diselenggarakan karena adanya peningkatan irreguler migrasi dan

karena ditemukannya kuburan massal di kamp dekat perbatasan Malaysia.

Setelah itu Thailand juga menjadi tuan rumah kedua kalinya dalam Special

Meeting on Irereguler Migration in the Indian Ocean pada 3-4 Desember 2014.143

Pertemuan ini fokus pada pembatasan penerimaan pengungsi yang terus

meningkat. Serta membahas akar dari peningkatan pengungsi yang harus

diselesaikan oleh negara asal.

142
Press Releases : Thailand to host the Second Special Meeting on Irregular Migration in the
Indian Ocean, diakses dari http://www.mfa.go.th/main/en/media-center/14/62560-Thailand-to-
host-the-Second-Meeting-on-Irregular-M.html, pada 13/12/2016
143
The 2nd Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean, diakses pada
http://www.unhcr.org/566165a412.pdf, pada 13/12/2016

82
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Status stateless yang dimiliki etnis Rohingya bukanlah sebuah masalah bagi

AICHR untuk menangani krisis ini, karena pada dasarnya secara geografis mereka

adalah warga ASEAN. Prinsip non intervensi dan tidak adanya mandat untuk

penyelesaian pelanggaran HAM menghambat penerapan hukum hak asasi

manusia dikawasan. Namun adanya prinsip dan keterbatasan mandat ini tidak

menutup mata AICHR untuk melakukan upaya-upaya baik untuk menyelesaikan

krisis kemanusiaan yang terjadi ataupun untuk memberikan perlindungan korban

krisis kemanusiaan tersebut.

AICHR telah mengupayakan penyelesaian pelanggaran HAM terhadap etnis

Rohingya dengan diadakannya retreat forum yang dihadiri beberapa menteri luar

negeri negara anggota AICHR tersebut. Selain itu AICHR juga menggunakan

silent diplomacy, yang mana negara-negara dalam AICHR mengedepankan cara

ini agar permasalahan dapat diselesaikan mengingat Myanmar bersikeras tidak

mengakui kewarganegaraan etnis Rohingya.

ASEAN mengadakan pertemuan baik bilateral maupun multilateral, forum

diskusi dan juga memberikan bantuan bagi korban krisis kemanusiaan. Berbagai

upaya mediasi juga dilakukan baik oleh negara-negara anggota AICHR secara

keseluruhan ataupun perwakilan saja.

83
Sidang khusus juga telah dilakukan AICHR menanggapi krisis kemanusiaan

yang berpotensi menjadi krisis kemanusiaan kawasan. Yang pada akhirnya

menghasilkan satuan gagas untuk menangani etnis Rohingya yang berusaha lari

dari krisis kemanusiaan di Myanmar.

Bantuan kemanusiaan telah banyak disalurkan untuk etnis Rohingya oleh

negara-negara AICHR yang telah menampung mereka. Walaupun ada

keterbatasan AICHR untuk penegakkan HAM kawasan khususnya di Myanmar,

sebagai organisasi internasional AICHR telah berupaya mewujudkan tujuan

bersama yaitu melindungi HAM dan menciptakan kawasan yang damai.

84
DAFTAR PUSAKA

a. Buku
118 Burma Country Report on Human Rights Practices 2006, Bureau of Democracy,
Human Rights and labor, US. Department of State, 2007
Agung, Anak dan Yanyan M, Pengantar Hubungan Internasional, Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2011.
Andre, Pareira.Perubahan Global dan Perkembangan Studi Hubungan Internasional,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999.
Antonio, Cassese.Human Rights in a Changing World, London: Sweet & Maxwell,
1989.
Budiardjo, Mariam. Dasar Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, 1977.
Clive, Archer. International Organizations. London: Allen &Unwin, 1983.
Djafar, Wahyudi, Putra Ardimanto, dll, Memperkuat perlindungan Hak Asasi
Manusia di ASEAN, Infidc & ICCO, 2014.
Evans, Graham & Jeffrey Newmham. Dictionary of International Relations, New
York: Penguin book.
Fathurrahmi, Farah, Nadhifah N, dll, Hak Asasi Manusia dalam Kebijakan Luar
Negeri, Jakarta: KontraS, 2014.
Fulthoni, Arianingtyas Renata, dll, Memahami Diskriminasi, Jakarta: The Indonesian
Legal Resource Center (ILRC), 2009.
Gorawt, Numnak, et.al., “The Unfinished Business: the ASEAN Intergovernmental
Commission on Human Rights”, Freiderich Naumann Stiftung Fur die Freihet,
2009.
John, Arend. The Dilemma of Non-Interference: Myanmar, Human Rights, and the
ASEAN Charter, 8 Nw. J. Intl Hum. Rts 102
Juliana, S.The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations
in Myanmar: Case Study Rohingya Etnic Minority and The Saffron
Revolution.
Lisa, Harrison. Metode Penelitian Politik, Edisi 1, Jakarta: Kencana Prenada Media
Grup, 2007.

xiii
M. Razvi.The Problem of Burmese Muslims, Pakistan Horizon, Vol 31, No 4, 1978.
Mauna, Afrikana, Boer.Hukum Internasional, Pengertian, peranan dan Fungsi dalam
era Dinamika Global, Bandung: PT Alumni, 1970
Ridwan, Bustaman.Jejak Komunitas Muslim di Burma : Fakta Sejarah yang
Terabaikan, Puslitbang Lektur dan Khazana Keagamaan, Badan Litbang dan
Diklat Kementerian Agama, Jakarta
S.L, Roy. Diplomacy. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada, 1995.
San Kyaw Wai, Myanmar’s Religious Violence: A Buddhist “Siege Mentality at
Work”
Sutopo, HB, Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta: UNS Press.
The Universal Declaration of human Right
ToR of AICHR, 2009, ASEAN Secretariat
Ubaedillah A dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education)
Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah & Prenada Media Group, 2003.
Wahyuningrum, Yuyun.The ASEAN Intergovernmental Commission on Human
Right: Origin, Evolution and the Way Forward, Sweden: International IDEA,
2014.

b. Tesis
Manasyeh, Guntur Sumule. Peran ASEAN Intergovernmental Commission On
Human Rights (AICHR) dalam Penegakan HAM ASEAN (Tahun 2009-2015.
Phd Thesis, Makassar: Universitas Hasanuddin, 2016.

c. Jurnal & Artikel


Affiliate Marykoll, Myanmar: Rohingya Face Discrimination, Exploitation.
Forum-Asia, Searcing for Human Rights Protection in ASEAN, 2014
Kaejullakarn, Saovanee. What Legal Measures Should ASEAN Apply to Help the
Rohingya?, South East Asia Journal of Contemporary Business, Economics
adn Law, Vol.6, Issue 4 (Apr.), ISSN 2289-1560, 2015
Masyarakat ASEAN, Aman dan Stabil Keniscayaan bagi ASEAN, Media Publikasi
Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN, Kementrian Luar Negeri RI
Nuansa, Adhe Wibisono. ASEAN, Rohingya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar,
The Habibie Center, 2013

xiv
Sandy Nur Ikfal Raharjo, Peran Identitas Agama dalam Konflik di Rakhine Myanmar
tahun 2012-2013
Seth R. Harris, “Asian Human Right: Forming a Regional Covenant”, Asian-Pasific
Law & Policy Journal, 200
Siddiqui, Habib, Arakan: Genocide of the Rohingya of Myanmar in 2012, Arakan
Rohingya National Organisation (ARNO).
Szep Jason, The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite Muslim killings in
Myanmar.
Wahyuningrum, Yuyun. AICHR After Five Years: Progress, Challenges and
Opportunities, Hurights Osaka, 1998-2016

d. Website
AICHR Can Do More to Protect Asean Citizens, diakses dari
http://www.nationmultimedia.com/opinion/AICHR-can-do-more-to-protect-Asean-
citizens-30232324.html
AICHR dan Penguatan Perlindungan HAM di ASEAN, diakses dari
http://www.antaranews.com/berita/159071/aichr-dan-penguatan-perlindungan-ham-
di-asean
Aims and Purposes of ASEAN, diakses dari http://www.asean.org/asean/about-
asean/overview/
Akar Masalah Rohingya Ada di Myanmar, diakses dari http://www.voa-islam.com/read/pers-
rilis/2015/05/18/37038/akar-masalah-rohingya-ada-di-
myanmar/#sthash.ohN7nOqN.dpbs
Akhiri Derita Rohingya, Indonesia Ajak Kerja Sama Myanmar, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-
indonesia-ajak-kerja-sama-myanmar
Aktivis Laos Sombath Somphone Dihilangkan?, diakses dari http://www.dw.com/id/aktivis-
laos-sombath-somphone-dihilangkan/a-16681707
All You Can Do is Pray, Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya
Muslims in Burma’s Arakan State, diakses dari
https://www.hrw.org/report/2013/04/22/all-you-can-do-pray/crimes-against-
humanity-and-ethnic-cleansing-rohingya-muslims
Arakan Bagian Terpisah dari Myanmar, diakses dari
http://www.hidayatullah.com/berita/nasional/read/2015/06/18/72368/dulu-arakan-
bagian-terpisah-dari-myanmar.html
Asal Usul Etnis Rohingya Hingga Terusir dari Myanmar, diakses dari
http://news.merahputih.com/asia/2015/05/19/asal-usul-etnis-rohingya-hingga-terusir-
dari-myanmar/14548/

xv
ASEAN „s Shame: Where is Sombath Somphone?, diakses dari
http://www.aseantoday.com/2016/07/aseans-shame-where-is-sombath-somphone/
ASEAN Bentuk Satgas Pengungsi Rohingya, UNCHR Mendukung, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/06/118681405/asean-bentuk-satgas-
pengungsi-rohingya-unhcr-mendukung
ASEAN Sould Confront Laos On Rights Abuses: NGOs, diakses dari
http://thediplomat.com/2014/12/asean-should-confront-laos-on-rights-abuses-ngos/
ASEAN Telah Terlibat dalam Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/65070-asean-telah-terlibat-aktif-dalam-konflik-
rohingya.html
ASEAN, Rohingya dan Krisis Kemanusiaan di Myanmar, diakses dari
http://anwibisono.id/2013/08/20/asean-rohingnya-dan-krisis-kemanusiaan-di-
myanmar/
Ashin, Pembensi Muslim Rohingya, diakses dari http://indonesianreview.com/ds-
muftie/ashin-pembenci-muslim-rohingya
B. Philip, The Most Persecuted Minority in the World: The Gypsies of Asia, the world crunch
(daring), diakses dari http://www.worldcrunch.com/most-persecutedminority-world-
gypsies-burma/world-affairs/the-most-persecuted-minority-in-the-world-thegypsies-
of-burma/c1s5701/,
Burma 2015 Human Rights Report, diakses dari
http://www.state.gov/documents/organization/252963.pdf
Diskriminasi Terhadap Muslim Rohingya, diakses dari
http://indonesian.irib.ir/editorial/fokus/item/95981-diskriminasi-terhadap-muslim-
rohingya
Indonesia Terus Lakukan Diplomasi untuk Selesaikan Kasus Rohingya, diakses dari
http://www.demokrat.or.id/2012/08/indonesia-terus-lakukan-diplomasi-untuk-
selesaikan-kasus-rohingya/
Ini Tiga Alasan ASEAN Harus Pastikan Myanmar Laksanakan Kesepakatan Soal Rohingya,
diakses dari http://politik.rmol.co/read/2015/05/23/203658/Ini-Tiga-Alasan-ASEAN-
Harus-Pastikan-Myanmar-Laksanakan-Kesepakatan-Soal-Rohingya-
Inilah Peryataan resmi ASEAN tentang Konflik Rohingya, diakses
http://www.jaringnews.com/internasional/asia/21072/inilah-pernyataan-resmi-asean-
tentang-konflik-rohingya
Kasus Rohingya bisa Rusak Komunitas ASEAN 2015, diakses dari
http://www.beritasatu.com/asia/63683-kasus-rohingya-bisa-rusak-komunitas-asean-
2015.html
Keluarga Korban Manguindanau Desak badan HAM ASEAN, diakses dari
http://www.dw.com/id/keluarga-korban-manguindanau-desak-badan-ham-asean/a-
5207346
Keterangan pers Presiden Menjelang Kunker ke Singapura, Myanmar, Brunei, Jkt, 22 April
2013, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Item
id=55

xvi
Kiprah Ashin Wurathu, Biksu Kontroversial Buddha Radikal, diakses dari
http://us.news.detik.com/berita/2919780/kiprah-ashin-wirathu-biksu-kontroversial-
buddha-radikal/4
Klan Ampatuan Rencanakan Pembantaian Filipina, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2010/09/100908_ampatuancase.shtml
Komisi HAM ASEAN capai Banyak Kemajuan, diakses dari
http://www.tabloiddiplomasi.org/current-issue/178-diplomasi-oktober-2012/1544-
komisi-ham-asean-capai-banyak-kemajuan-di-bawah-keketuaan-indonesia-.html
Konflik Rohingya, diakses dari http://aceh.tribunnews.com/2015/05/25/konflik-rohingya
Konflik Tak Seimbang Etnis Rohingya dan Etnis Rakhine di Myanmar, diakses dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=106632&val=2274
Krisis Rohingya, Emergency Meeting Tingkat ASEAN perlu dilakukan, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2015/05/21/18/1153110/krisis-rohingya-emergency-
meeting-tingkat-asean-perlu-dilakukan
LSM Desak AICHR Segara Atasi Konflik Rohingya, diakses dari
http://www.beritasatu.com/dunia/63651-lsm-desak-aichr-segera-atasi-konflik-
rohingya.html,
Malaysia dan Indonesia setuju Tampung Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://www.dw.com/id/malaysia-dan-indonesia-setuju-tampung-pengungsi-
rohingya/a-18462889
Malaysia Tekan Myanamr Terkait Migran Rohingya, diakses dari
http://news.detik.com/internasional/2916892/malaysia-tekan-myanmar-terkait-
migran-rohingya
Malaysia: Myanmar Harus Tanggung Jawab Soal Pengungsi Rohingya, diakses dari
http://print.kompas.com/baca/internasional/asia-pasifik/2015/05/15/Malaysia-
Myanmar-Harus-Tanggung-Jawab-soal-Pengung
Mekanisme Penyelesaian Sengketa HAM di Negara Association of Southeast Asia Nations
(ASEAN), diakses dari
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexetsocietatis/article/view/11534/11137
Memperkuat Sistem hak Asasi Manusia ASEAN melalui Advokasi Hukum, diakses dari
http://www.americanbar.org/content/dam/aba/directories/roli/asean/aba_roli_asean_st
rengthening_human_rights_system_through_legal_advocacy_indonesian_1013.authc
heckdam.pdf
Mengapa Orang-orang Rohingya melarikan diri dari Myanmar?, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2015/05/150522_dunia_myanmar_exodus
Mengenal gerakan Malaysia bersih, diakses dari http://kbr.id/08-
2015/mengenal_gerakan_malaysia_bersih/75427.html
Menlu RI: ASEAN Harus Berguna Bagi Masyarakat, diakses dari
http://www.beritasatu.com/nasional/296596-menlu-ri-asean-harus-berguna-bagi-
masyarakat.html
Menyelesaikan Pelanggaran HAM di Laos, diakses dari http://aseanmp.org/wp-
content/uploads/2016/09/APHR_Press-Release_ASEAN-in-Laos_IND.pdf

xvii
Myanmar Akhirnya Bersedia Hadiri Pertwmuan Krisis Pengungsi, diakses dari
http://internasional.metrotvnews.com/read/2015/05/22/398475/myanmar-akhirnya-
bersedia-hadiri-pertemuan-krisis-pengungsi
Myanmar,s Ethnic Divide: The Parallel Struggle, diakses dari http://www.ipcs.org/special-
report/myanmar/myanmars-ethnic-divide-the-parallel-struggle-131.html
Myanmar’s Religious Violence: A Buddhist “Siege Mentality at Work” diakses dari
http://www.networkmyanmar.net/images/stories/PDF16/RSIS-Commentary.pdf
Parni Hadi Buka Konferensi ASEAN Soal Rohingya, diakses dari
https://m.tempo.co/read/news/2015/07/03/118680588/akhiri-derita-rohingya-
indonesia-ajak-kerja-sama-myanmar
PBB kecewa dengan Malaysia, diakses dari
http://news.okezone.com/read/2011/07/12/411/479072/pbb-kecewa-dengan-malaysia
Pembantaian Politik Filipina Selatan, diakses dari
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=11505&coid=1&caid=27&gid=3
Presiden SBY Desak Penyelesaian Isu Rohingya, diakses dari
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=6973&Item
id=55
Press Releases : Thailand to host the Second Special Meeting on Irregular Migration in the
Indian Ocean, diakses dari http://www.mfa.go.th/main/en/media-center/14/62560-
Thailand-to-host-the-Second-Meeting-on-Irregular-M.html
Prospek mekanisme HAM ASEAN, diakses dari https://aichr.or.id/index.php/id/aichr-
indonesia/akuntabilitas-publik/rilis/23-prospek-mekanisme-ham-
asean?showall=&start=2
Rohingya Diduga Alami Diskriminasi Oleh Pemerintah Myanamar, diakses dari
http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2014/02/140225_myanmar_rohingya
SBY: Tak Ada genosida di Myanmar, diakses dari
http://www.republika.co.id/berita/internasional/tragedi-rohingya/12/08/04/m88osu-
sby-tak-ada-genosida-di-myanmar
Seahum Committee dan HFI Gelar Dialog Kemanusiaan untuk Myanmar, diakses dari
http://tajuk.co/news/seahum-committee-dan-hfi-gelar-dialog-kemanusiaan-untuk-
myanmar
Searcing for Human Rights Protection in ASEAN, diakses dari http://www.forum-
asia.org/uploads/press-release/2014/November/FA-PressRelease-
AICHR%20Report%20_FINAL__INDver.pdf
Sejarah Islam Arakan & Kejahatan Buddha Burma pada Muslim Rohingya, diakses dari
http://www.voa-islam.com/read/tsaqofah/2013/04/21/24089/sejarah-islam-arakan-
kejahatan-budha-burma-pada-muslim-rohingya/,
Sejarah Umat Islam Rohingya di Myanmar, diakses dari http://kisahmuslim.com/sejarah-
umat-islam-rohingya-di-myanmar/
Siaran Pers: mendorong AICHR Menyikapi Krisis Migrasi Iregular (Rohingya) di Kawasan
ASEAN, diakses dari http://aichr.or.id/index.php/id/aichr-indonesia/akuntabilitas-
publik/rilis/37-siaran-pers-sidang-khusus-aichr-bandar-seri-begawan-13-15-juni-2015

xviii
Supporting Human Right In Myanmar: Why the U.S Should Maintain Existing Sanction
Authority, May 2016, diakses dari
http://www.fortifyrights.org/downloads/Fortify_Rights_and_UEG_Supporting_Huma
n_Rights_in_Myanmar_May%202016.pdf
Thailand Janji Tak Akan Kembalikan Imigran Rohingya ke Laut, diakses
darihttp://www.cnnindonesia.com/internasional/20150521065423-106-
54673/thailand-janji-tak-akan-kembalikan-imigran-rohingya-ke-laut/
The 2nd Special Meeting on Irregular Migration in the Indian Ocean, diakses pada
http://www.unhcr.org/566165a412.pdf
The Association of South East Nation’s (ASEAN) Response to the Rohingya Crisis, diakses
dari
http://web.isanet.org/Web/Conferences/AP%20Hong%20Kong%202016/Archive/a92
58d1e-c9bb-48f8-8a4d-876f0d544154.pdf
The Face Of Buddish Terror, diakses dari
http://content.time.com/time/magazine/article/0,9171,2146000,00.html
The Rohingya Migrant Crisis, diakses dari http://www.cfr.org/burmamyanmar/rohingya-
migrant-crisis/p36651
The Role of ASEAN ini The Settlement Process of Human Rights Violations in Myanmar:
Case Study Rohingya Etnic Minority and The Saffron Revolution, diakses dari
http://dspace.library.uph.edu:8080/bitstream/123456789/2833/1/vjhi-04-07-2012-
the_role_of_ASEAN.pdf
The Universal Declaration of human Right, diakses dari
http://www.un.org/en/documents/udhr/,
The War on The Rohingyas, Buddhist monks incite Muslim killings in Myanmar, diakses dari
http://www.rohingyamassacre.com/wp-content/uploads/2014/05/04reuters2014.pdf
UN Urges Burma to Investigate Rohingya Deaths after Latest Violance, diakses dari
https://www.theguardian.com/world/2014/jan/24/un-burma-investgate-rohingya-
deaths-violence
What is behind Burma’s wave of religious Violence?, diakses dari
http://www.bbc.com/news/world-asia-22023830
What Legal Measures Should ASEAN Apply to Help the Rohingya, diakses dari
http://klibel.com/wp-content/uploads/2015/04/KLIBEL6_Law__11_2ffmN03Wuj.pdf

xix
LAMPIRAN

Narasumber : Yuyun Wahyuningrum

Jabatan : Team Leader at Regional EU – ASEAN Dialogue Instrument


(READI) Human Right Facility

: Senior Advisor on ASEAN and Human Right at the


Indonesia’s NGO Coalition for International Human Right
Advocacy / HRWG

Email/skype : yuyunwahyuningrum@gmail.com / wahyuningrum

Waktu : Sabtu, 17 Desember 2016

1. Bagaimanakah diskriminasi yang dialami oleh etnis Rohingya?


Rohingya di Myanmar mengalami diskriminasi secara etnis karena etnis nya tidak
diakui oleh pemerintah. Sebelum demokrasi Rohingya mengalami diskriminasi tetapi
masih bisa memiliki kartu identitas atau kartu kewarganegaraan, bahkan ada beberapa
Rohingya yang menjadi anggota parlemen dan lain lain walaupun secara agama dia
juga mengalami diskriminasi karena dia minoritas di Myanmar. Tetapi setelah
demokrasi justru mereka mengalami diskriminasi-diskriminasi bahwa dia adalah
Rohingya yang tidak di akui oleh pemerintahnya dan yang kedua dia mengalami
diskriminasi yang bersifat agama atau religious karena ada movement dari Buddish
fundamentalis yang merasa keberatan atau merasa bahwa seharusnya Myanmar tidak
memiliki muslim. Setelah demokrasi diskriminasi-diskriminasi yang dialami oleh
Rohingya itu menjadi lebih keliatan dibanding sebelum demokrasi. Kita bisa lihat
Wirathu seorang biksu Buddha yang mengkampanyekan anti Islam dan anti Rohingya
itu membuat gerakan menjadi besar. Tidak hanya pada level policy atau kebijakan
karena pada saat konsesus nasional tahun 2015 tidak ada kolom untuk etnis
Rohingya, adanya kolom others, jadi dia tidak jelas itu siapa. Orang-orang rohingya
yang tidak mau mencontreng others artinya jadi stateless mempunyai warga negara
dan kebanyakan Rohingya tidak mau mencontreng karena mereka jelas etnisnya apa
yaitu Rohingya dan agamanya apa juga jelas tapi disitu ditulisnya others, yang berarti
ada kemauan dari pihak negara untuk menghapus etnis ini jadi bukan hanya tidak

xx
mengakui tapi menghapus, kalau tidak mengakui ada tapi dibiarkan hidup.
Diskriminasi juga terjadi pada level yang sifatnya individual jadi tertanam dikepala
dan hati orang-orang Myanmar bahwa Rohingya itu dari Bengal. Sejarahnya dulu
mereka berasal dari Bengal tapi Bengal itu bukan Bangladesh karena pada saat itu
Bangladesh belum ada, dulu masih dibawah Pakistan, jadi India itu besar terus pecah
jadi India dan Pakistan dan kemudian Pakistan pecah lagi jadi Pakistan dan
Bangladesh, orang orang Rohingya dulu dari daerah situ jadi ga jelas apakah itu
Banglades atau masih masuk dalam kategori Pakistan atau India pada saat itu ya
kalau sekarang secara geografis daerah itu bernama Bangladesh nah mereka keluar
dari daerah itu untuk menghindari prostitution karena perang pada akhirnya negara
itu menjadi Bangladesh. Jadi negara Bangladesh saat ini tidak mengakui bahwa
Rohingya adalah warga negara Bangladesh karena memang Bangladesh negaranya
belum terbentuk pada saat itu. Etnis Rohingya di Rakhine, di Settwe mereka sudah
beribu-ribu tahun disitu jadi mereka merasa bagian dari negara ini, Myanmar.
Myanmar tidak mengakui Rohingya, Bangladesh juga tidak mengakui Rohingya,
mereka menghindari prostitution, karena ada beberapa attack dari etnis lain atau dari
pemerintah atau dari militer di Myanmar. Myanmar harusnya bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan pada warga negaranya tapi Myanmar merasa
Rohingya bukan warga negara, itu terjadi ditingkat policy diundang-undang dan juga
di level individual jadi misalnya temen-temen sama orang LSM di Myanmar juga
baik dia bekerja di isu HAM atau bukan mereka sama narativnya tidak mengakui
bahwa Rohingya bagian dari Myanmar jadi ada yang tertanam di kepala dan benak
mereka bahwa rohingya bukan Myanmar, Rohingya adalah Bengali. Diskriminasi
yang dialaimi Rohingya sudah berlapis lapis, karena ketika seseorang sudah tidak
diakui warga negaranya maka dia tidak mempunyai kartu tanda penduduk, akses
kewarganegaraan, kalau dia tidak memiliki warga negara atau kartu tanda penduduk
maka dia tidak mempunyai akses kepada fasilitas sosial lainnya misalnya kesehatan,
pendidikan. Jadi diskriminasinya dilevel kebijakan, diskriminasi juga dilevel
peraturan undang undang, karena dalam undang-undang yang tidak membolehkan
orang Islam tidak boleh menikah dengan agama lain, tidak boleh memiliki anak
banyak hanya boleh satu atau dua, itu berlaku untuk orang Islam. Dilevel attitude
individual orang juga ada, yaitu menciptakan musuh lain yang bukan dia. Di
Myanmar UUD nya menginstitutionalkan diskriminasi itu sendiri, jadi diskriminasi di
Myanmar kalau dibagi-bagi jenisnya agama dan etnis, otomatis itu menyangkut
kesemuanya karena diskriminasinya itu sangat mendasar yaitu pengakuan terhadap
keberadaan etnis ini jadi menutup segala hak jadi diskriminasi yang dialami berlapis,
yang kedua dilevel kebijakan baik itu berupa undang-undang atau aturan atau

xxi
kebijakan program, terus yang ketiga diskriminasi dilevel individu jadi itu dia
multiple dan berlapis ya, kalau multiple kan macem-macem kalau berlapis itu kaya
tadi levelnya undang-undang, policy dan individu

2. Dengan diskriminasi-diskriminasi yang terjadi terhadap etnis Rohingya


di Myanmar, apakah respon dan upaya yang dilakukan oleh AICHR
sebagai badan HAM ASEAN?
Saat ini minggu depan tanggal 18 Desember itu akan ada semacam ASEAN Retreat,
Retreat itu berarti pertemuan yang hanya di ikuti oleh orang-orang utama saja,
misalkan kalau retreatnya menteri luar negeri hanya menteri luar negeri saja yang
dateng, yang lain engga dateng. Kalau retreat itu hanya orang utamanya saja atau
dapartemen utamanya saja. Tanggal 18 Desember hari senin itu nanti Retreat ASEAN
foreign minister di Yangon untuk membicarakan Rohingya, pertemuan ini sepertinya
hanya akan dihadiri oleh menteri luar negeri 10 negara ASEAN dan membicarakan
hanya isu rohingya, jadi kita baru bisa lihat hasilnya seperti apa setelah tanggal 18
Desember. AICHR bilang kita diskusi tapi persoalannya sangat complicated karena
militer yang terlibat bukan hanya pemerintah saja, dan banyak informasi informasi
yang simpang siur didalam Settwe sendiri. 3 tahun lalu itu ada boat people, kemudian
Malaysia juga yang meminta pertemuan khusus untuk membicarakan itu tapi
Myanmar tidak mau datang. Myanmar memberikan beberapa condition, pertama
tidak mau menyebut Rohingya tapi boleh menyebut boat people, lalu tidak boleh
menyebut refugee tapi irregular migrant. Akhinya pertemuan itu bernama irregular
migrant, tapi karena pertemuan itu tidak wajib maka tidak semua negara dateng,
pertemuan pertama Myanmar tidak datang jadi bingung membahas isu tapi negara
yang bersangkutan tidak datang, jadi yang didiskusikan hanya perspektif dari negara
penerima seperti Malaysia, Singapura, Indonesia dan Thailand yang menerima
Rohingya atau boat people. Pertemuan kedua, Myanmar datang tapi kondisinya sama
tidak mau menyebut rohingya dan hasil pertemuan ini bisa cari di web ASEAN atau
google. Responnnya AICHR sendiri dari awal seingat saya dari tahun 2013 proses
untuk membicarakan Rohingya sudah ada tapi di blok oleh representativ dari
Myanmar untuk tidak membicarakan isu Rohingya jadi ada individu-individu dalam
AICHR yang sudah mendorong agar isunya dibahas dalam AICHR, tapi ini
politiknya sangat kuat harus ada konsesus. Sekarang saya denger untuk isu ini
AICHR dari malaysia mencetus untuk adanya communication prosedur, itu artinya
prosedur yang memfasilitasi adanya complain. Di AICHR itu sendiri kita gabisa,
tidak memiliki mandat untuk menerima complain atau investigasi atau segala macem
itu membuat AICHR menjadi lemah, kemudian beberapa representativ negara -negara

xxii
ASEAN berusaha supaya AICHR memiliki mekanisme ini pada isu Rohingya.
AICHR secara institusi itu belum ada banyak respon terhadap Rohingya tetapi
AICHR didalamnya sendiri ada beberapa anggota AICHR yang berusaha
membicarakan Rohingya, jadi kita kan gabisa punya solusi tanpa membicarakan
isunya dahulu.

3. Dengan sedikitnya upaya yang dilakukan oleh AICHR, bagaimana fungsi


AICHR? Apakah badan ini bisa dikatakansebatas wacana?
Kalau fungsi bisa dilihat di TOR nya, fungsinya itu ada 14. Saya keberatan kalau
AICHR dibilang sebagai wacana, karena badannya kan sudah ada kalau wacana itu
kan diskusi-diskusi aja, tapi ini kan badannya sudah ada. Untuk isu Rohingya dia
gabisa karena dia gapunya mandat untuk merespon, kalau saya si yang bekerja pada
isu isu ini sudah lama saya menghargai sebuah institusi walaupun dia toothless ya
tidak bergigi karena dia usianya baru 7 tahun, tapi persoalan yang kita hadapi
memang persolan yang sangat berat dan badan ini terlalu lemah untuk merespon
karena dia fungsinya tidak mencukupi jadi kalau bisa dilihat apa dia toothless iya dia
toothless kalau dibilang badan ini hanya wacana si saya tidak setuju karena dia sudah
melakukan beberapa hal, jadi saya harus adil untuk mengakses sebuah institusi, dia
tidak cukup punya fungsi untuk merespon, karena memberstate tidak mau AICHR ini
kuat dan ini politik negara-negara terhadap HAM, jadi ada beberapa layer yang
sedang kita hadapi jadi saya tidak kalau ada omongan terhadap AICHR yang
toothless iya dia toothless tidak bisa ngapain-ngapain, tapi kalau dia dibilang useless
engga, jadi badan ini tetap bermanfaat tapi beberapa persoalan ini dia tidak bisa
merespon karena tidak memiliki mandat gitu, jadi dia pertama kali dilahirkan sudah
dilemahkan bukan dikuatkan, kalau dibaca ToRnya AICHR itu ga ada mandat untuk
merespon jadi apa basis AICHR untuk merespon persoalan tersebut ketika dia tidak
punya mandat untuk melakukan ituAICHR tidak memiliki mandat kalau sebuah
lembaga tidak memiliki mandat itu susah mau gimana. Anggota dalam AICHR itu
sangat concern terhadap persoalan yang terjadi sekarang tapi terbatasi dengan
ketiadaan mandat oleh karena itu yang harus diperbaiki dulu adalah mandatnya, oleh
karena itu tadi saya bilang bahwa saat ini dengan persoalan Rohingya, mereka mau
menggunakan isu ini sebagai entry poin untuk memperbaiki mandat bahwa AICHR
perlu adanya sebuah fungsi untuk menerima complain dan menindaklanjuti complain
dengan begitu dia bisa melakukan sesuatu.

xxiii
4. Apakah maksud dari keterbatasan mandat itu sama dengan prinsip non
intervensi?
Kalau prinsip itu digunakan sebagai basis sebuah tindakan, itu juga keterbatasan tapi
bukan keterbatasan fungsi, non interverence itu bukan hanya milik ASEAN, UN pun
memiliki itu, ini prinsip-prinsip yang ada di international relation hanya saja
penggunaannya suka berlebihan di ASEAN misalnya untuk kepentingan di negaranya
sendiri baru bilang non interverence, nah kalau itu yang digunakan atau itu yang
dikritik saya setuju. Jadi ASEAN memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu, saya
yakin pada pertemuan tanggal 18 mengenai non interverence juga akan diangkat
yang merasa kepentingannya terancam gitu, tapi sebaiknya si harus dibedakan
keterbatasan fungsi, keterbatasan way of making discussion contohnya non
interverence prinsiple itu menjadi persoalan kedua, itu jangan jadi satu karena non
interverence itu bukan fungsi.

5. Menurut ibu apa yang sebaiknya dilakukan ASEAN untuk


memaksimalkan pengimplementasian AICHR yang merupakan mandat
dari pasal 14 piagam ASEAN?
Yang pertama AICHR harus memaksimalkan 14 mandat itu dan tidak hanya
merealisasikan tapi merealisasikan dengan kreatif karena kalau di TORnya AICHR
itu banyak kata bersayap sebenarnya, ketika melakukan studi conduct di ToR itu kan
bias di implementasikan macem-macem, jadi pertama AICHR harus
mengimplementasikan semua dulu 14 mandat itu walaupun sangat limited tapi kalau
sudah di implementasikan semuanya itu sudah bagus. Yang kedua
mengimplementasikan ToR, mandat yang ada dalam ToR itu harus secara kreatif
tidak hanya conduct studi itu terus saja, harus banyak sekali creatif implementation.
Terus yang ketiga AICHR harus punya protection mandate to be able to answer
discrimination ini kan persoalan-persoalan yang selalu terjadi, kalau kita melihat
sejarah di Southeast Asia persoalan HAM, pembunuhan terhadap etnis tertentu terjadi
terus menerus sehingga kita tidak bisa tidak memiliki sebuah komisi HAM yang tidak
memiliki protection, jadi AICHR harus memiliki protection mandate. Dan melalui
review ToR mandatnya AICHR bisa diperbaiki dengan penambahan mandat untuk
menerima complain, melakukan investigasi, kemudian memberikan rekomendasi.

xxiv

Anda mungkin juga menyukai