Anda di halaman 1dari 24

Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan

berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan (UU RI. No. 23 tahun 1992 ttg
kesehatan).

Keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual yang
komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya Nasional Perawat, 1983).

Asmadi (2008) mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang
merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan.
Keperawatan memiliki suatu cara pandang mendasar yang disebut sebagai paradigma. Paradigma
keperawatan merupakan suatu pandangan global yang dianut oleh mayoritas kelompok ilmiah
(keperawatan) atau hubungan berbagai teori yang membentuk suatu susunan yang mengatur hubungan
di antara teori tersebut guna mengembangkan model konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai
kerangka kerja perawat. Paradigma keperawatan terdiri atas empat unsur, yaitu keperawatan, manusia,
sehat-sakit, dan lingkungan.

Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala (Primitive Culture) sampai pada munculnya
Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan yang berasal dari Inggris. Perkembangan keperwatan
sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan peradaban manusia. Perkembangan
keperawatan diawali pada :

1. Zaman Purbakala (Primitive Culture)

Quote:

Manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat diri sendiri (tercermin pada seorang ibu). Harapan
pada awal perkembangan keperawatan adalah perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother Instinc).
Dari masa Mother Instic kemudian bergeser ke zaman dimana orang masih percaya pada sesuatu
tentang adanya kekuatan mistik yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini dikenal
dengan nama Animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang disebabkan karena kekuatan
alam/pengaruh gaib seperti batu-batu, pohon-pohon besar dan gunung-gunung tinggi. Kemudian
dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa dimana pada masa itu mereka menganggap bahwa
penyakit disebabkan karena kemarahan dewa, sehingga kuil-kuil didirikan sebagai tempat pemujaan dan
orang yang sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut. Setelah itu perkembangan keperawatan terus
berubah dengan adanya Diakones & Philantrop, yaitu suatu kelompok wanita tua dan janda yang
membantu pendeta dalam merawat orang sakit, sejak itu mulai berkembanglah ilmu keperawatan.

Fenomena animisme terlihat pada sejarah Bangsa Mesir dan Cina. Pada masa itu bangsa Mesir
menyembah Dewa Isis, Dewa yang diyakini bisa menyembuhkan penyakit. Masyarakat Cina menganggap
penyakit disebabkan oleh syetan atau makhluk halus dan akan bertambah parah jika orang lain
memegang orang yang sakit, akibatnya perawat tidak diperkenankan untuk merawat orang yang sakit.

Spoiler for "Zaman Purba":

2. Zaman Peradaban Kuno

Quote:

Pada masa ini, keyakinan mengenai penyebab penyakit masih mirip dengan zaman primitif, yaitu
didasarkan pada takhayul dan magis, sehingga penyembuhan membutuhkan penyembuhan magis.
Pendeta atau dokter penyihir menikmati status dalam masyarakat kuno. Sejalan dengan perkembangan
peradapan, teori praktis perawatan medis yang muncul sebagai penyebab penyakit non-medis mulai
terobservasi. Catatan tertua mengenai praktik penyembuhan ada pada lembaran tanah liat berusia 4000
tahun yang dihubungkan dengan peradapan Sumeria. Lembaran ini berisi tentang resep obat, tetapi
tidak dituliskan untuk mengatasi penyakit apa.

Lontar Eber merupakan temuan kebudayaan Mesir. Lontar ini tertanggal sekitar tahun 1550 SM, dan
dipercayai sebagai teks medis tertua di dunia. Lontar ini berisi uraian tentang banyak penyakit yang
diketahui saat ini dan mengidentifikasi gejala spesifik. lontar Eber juga berisi 700 zat yang digunakan
untuk obat-obatan disertai cara penyiapan dan penggunaannya. Mumifikasi atau pembalseman juga
muncul pada masa ini, mumifikasi berasal dari keyakinan bahwa ada kehidupan setelah kematian.
Dibutuhkan ilmu dan pengetahuan untuk membuat larutan yang bisa digunakan untuk mengawetkan
mayat. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu sudah mengenal ilmu fisiologi, anatomi dan
patofisiologi.
Bangsa Yahudi kuno menyumbangkan Mosaic Health Code. Kode ini dianggap sebagai legislasi sanitari
pertama dan berisi catatan pertama mengenai syarat kesehatan masyarakat. Kode ini mencakup aspek
individu, keluarga, dan kesehatan komunitas, termasuk di dalamnya membedakan antara yang bersih
dengan tidak bersih.

Budaya Afrika kuno, fungsi pengasuhan yang dimiliki oleh perawat termasuk peran sebagai bidan,
herbalis, ibu susu, dan pemberi perawatan untuk anak dan lansia (Dolan, Fitzpatrick, dan Herrmann,
1983). Budaya India kuno, sudah mengenal adanya perawat laki-laki yang memenuhi kriteria sebagai
berikut:

Pengetahuan mengenai cara mempersiapkan obat yang akan diberikan

Pintar

Mampu mencurahkan kasih sayang ke pasien

Kemurnian pikiran dan tubuh

Adapun perawat wanita India bertindak sebagai bidan dan merawat anggota keluarga yang sakit. Peran
perawat dalam budaya Cina kurang disebutkan, namun peran Cina kuno lebih banyak pada penemuan
obat herbal, pemakaian akupunktur sebagai metode pengobatan, dan publikasi Nei Ching (canon of
medicine), yang merinci empat langkah pemeriksaan: melihat, mendengar, bertanya dan merasakan.

Sejarah Yunani dan Romawi kuno, perawatan orang sakit lebih maju dalam mitologi dan realitas. Dewa
mitos Yunani yang dinggap sebagai dewa penyembuh adalah Asklepios, istrinya Epigone adalah dewi
penenang, Hygenia anak perempuan Asklepios adalah dewi kesehatan dan diyakini sebagai perwujudan
perawat. Kuil yang dibangun untuk menghormati Asklepios menjadi pusat penyembuhan, pendeta kuil
Asklepios memberikan penyembuhan melalui pengobatan natural dan supranatural (Donahue, 1996).
Seorang dokter Yunani kuno, Hipocrates, mempercayai bahwa penyakit memiliki penyebab alami.
Pernyataan Hipocrates ini sangat bertentangan dengan pendapat tabib pendeta di kuil yang mengatakan
bahwa penyebab penyakit adalah magis dan mistik. Sedangkan kontribusi Romawi terhadap perawatan
kesehatan adalah sanitasi umum, pengeringan rawa, dan pembangunan saluran air, tempat pemandian
umum dan pribadi, sistem drainase, dan pemanasan sentral.

Spoiler for "Peradaban Yunani":


3. Zaman Keagamaan

Quote:

Kemajuan peradapan manusia dimulai ketika manusia mengenal agama. Penyebaran agama sangat
mempengaruhi perkembangan peradaban manusia sehingga berdampak positif terhadap
perkembangan keperawatan. Pada permulaan Masehi, agama kristen mulai berkembang. Agama kristen
cukup besar mempengaruhi profesi keperawatan. Salah satu catatan di awal sejarah digambarkan
bahwa keperawatan merupakan bentuk perintah dari Diakonia, suatu kelompok kerja seperti perawat
kesehatan masyarakat atau yang mengunjungi orang sakit. Dalam awal kehidupan gereja, Diakonia
dijalankan oleh perempuan yang ditunjuk oleh pimpinan gereja. Peran mereka adalah mengunjungi
orang yang sedang sakit. Penunjukan dilakukan pada wanita yang memiliki status sosial yang tinggi. Pada
masa ini, keperawatan mengalami kemajuan yang berarti seiring dengan kepesatan perkembangan
agama kristen.

Kemajuan terlihat jelas, pada masa pemerintahan Lord Constantine, ia mendirikan xenodhoecim atau
hospes dalam bahasa latin yaitu tempat penampungan orang yang membutuhkan pertolongan,
terutama bagi orang-orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan. Kemajuan profesi
keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan berdirinya Rumah sakit terkenal di Roma yang
bernama Monastic Hospital. Rumah Sakit ini dilengkapi dengan fasilitas perawatan berupa bangsal
perawatan, bangsal untuk orang cacat, miskin dan yatim piatu. Sejak abad pertengahan institusi yang
bergerak dalam bidang sosial (1100 M sampai 1200 M) mulai bergerak merawat lansia, orang sakit dan
orang miskin (Deloughery, 1995).

Seperti di Eropa, pada pertengahan abad VI masehi, keperawatan juga berkembang di benua Asia.
Tepatnya di Asia Barat Daya yaitu Timur Tengah seiring dengan perkembangan agama Islam. Pengaruh
agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak lepas dari keberhasilan Nabi Muhammad SAW
dalam menyebarkan agama Islam. Kegiatan pelayanan keperawatan berkualiatas telah dimulai sejak
seorang perawat muslim pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu
berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang membutuhkan tanpa membedakan apakah
kliennya kaya atau miskin(Elly Nurahmah, 2001). Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika
mengenal Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah
memberikan status ini kepada Rufaidah, seorang perawat muslim. Talenta perjuangan dan
kepahlawanan Rufaidah secara verbal diteruskan turun temurun dari generasi ke generasi di perawat
Islam khususnya di Arab Saudi dan diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah
(Miller Rosser, 2006)
Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd International Nursing
Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century” yang
diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, menggambarkan Rufaidah adalah perawat
profesional pertama dimasa sejarah islam. Dia tidak hanya melaksanakan peran perawat dalam aspek
klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan memecahkan masalah sosial yang
dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit. Saat kota Madinah berkembang, Rufaidah
mengabdikan diri merawat kaum muslim yang sakit, dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat
damai. Dan saat perang Badr, Uhud, Khandaq dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan
merawat korban yang terluka akibat perang. Dan mendirikan Rumah sakit lapangan sehingga terkenal
saat perang dan Nabi Muhammad SAW sendiri memerintahkan korban yang terluka dirawat olehnya.

Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga terlibat
dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim, miskin, anak yatim,
atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal pendidikan. Rufaidah
digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati sehingga memberikan pelayanan
keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik pula. Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal
yang penting bagi perawat, sehingga perkembangan sisi tehnologi dan sisi kemanusiaan (human touch)
mesti seimbang. Rufaidah juga digambarkan sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan
pertama di dunia Isalam, meskipun lokasinya tidak dapat dilaporkan (Jan, 1996), dia juga merupakan
penyokong advokasi pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya penyuluhan
kesehatan (health education)

Memasuki abad VII Masehi, agama Islam tersebar ke berbagai pelosok negara dari Afrika, Asia Tenggara
sampai Asia Barat dan Eropa (Turki dan Spanyol). Pada masa itu di jazirah Arab berkembang pesat ilmu
pengetahuan seperti ilmu pasti, ilmu kimia, hygiene, dan obat-obatan. Prinsip-prinsip dasar perawatan
kesehatan seperti menjaga kebersihan diri (personal hygiene), kebersihan makanan, air dan lingkungan
berkembang pesat. Masa Late to Middle Ages (1000 – 1500 M), negara-negara Arab membangun RS
dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam
peradaban Islam dan banyak dianut RS modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang
pasien laki-laki dan wanita, serta perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya
merawat pasien laki-laki (Donahue, 1985, Al Osimy, 2004)
Lanjut di Bawah

Yang Sumbang Ilmu ane kasih Cendol..emoticon-Cendol (S)emoticon-Cendol (S)emoticon-Cendol (S)

Diubah oleh bukansbytapifby 24-03-2018 00:08

Kutip Balas

Urutan Komentar Terlama

Halaman 1 dari 5

profile-picture

TS bukansbytapifby

22-03-2018 22:32

Kaskus Addict

Posts: 3,640

#1

4. Zaman Abad Pertengahan

Quote:

Permulaan abad XVI, struktur dan orientasi masyarakat mengalami perubahan, dari orientasi kepada
agama berubah menjadi orientasi kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan alam serta semangat
kolonialisme. Akibat dari hal tersebut adalah banyak tempat ibadah (termasuk gereja) yang ditutup,
padahal tempat ini dijadikan tempat untuk merawat orang sakit.

Di satu sisi, kenyataan ini berdampak negatif. Penutupan tempat ibadah menyebabkan kekurangan
tenaga perawat karena sebelumnya, tindakan perawatan dilakukan oleh kelompok agama. Untuk
memenuhi kebutuhan perawat, bekas wanita jalanan (wanita tuna susila) atau wanita yang bertobat
setelah melakukan kejahatan diterima sebagai perawat. Kejadian ini melatarbelakangi asumsi negatif
terhadap perawat, masyarakat beranggapan bahwa wanita terhormat tidak bekerja di luar rumah.
Akibat reputasi ini perawat diupah dengan gaji rendah dengan jam kerja lama pada kondisi kerja yang
buruk (Taylor. C.,dkk, 1989)

Di sisi yang lain, adanya perang seperti perang Salib berdampak positif terhadap perkembangan
keperawatan. Untuk menolong korban perang dibutuhkan banyak tenaga sukarela yang dipekerjakan
sebagai perawat. Mereka terdiri dari kelompok agama, wanita-wanita yang mengikuti suaminya ke
medan perang turut merawat orang sakit jika diperlukan dan tentara (pria) yang bertugas rangkap
sebagai perawat. Pengaruh perang salib terhadap keperawatan adalah mulainya dikenal istilah P3K
(Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), pada masa itu keberadaan perawat mulai dibutuhkan dalam
ketentaraan dan timbul peluang kerja bagi perawat di bidang sosial. Setelah perang Salib, kota-kota
besar mulai berdiri dan berkembang dengan menurunkan faktor feodalisme. Perkembangan populasi
penduduk yang luas di kota-kota tersebut menyebabkan munculnya masalah kesehatan, yang secara
otomatis akan membutuhkan peran tenaga kesehatan (termasuk di dalamnya perawat).

Spoiler for Abad Pertengahan:

Kurangnya pemeliharaan kesehatan dan sanitasi serta meningkatnya kemiskinan di daerah pedesaan
mengakibatkan munculnya masalah kesehatan yang serius pada abad kelima belas sampai abad tuju
belas. Faktor-faktor sosial, seperti hukum yang menekan orang miskin dan pajak terhadap jendela
rumah, menyebabkan menurunnya ventilasi karena pemilik rumah menutup jendela guna menghindari
membayar pajak. Hal tersebut melahirkan suatu kondisi kesehatan yang memerlukan respon dari
perawat.

Pada tahun 1633 dibentuklah kelompok biarawati oleh St. Vincent de paul. Kelompok ini merawat
orang-orang di rumah sakit, orang terlantar dan kaum miskin. Selanjutnya kelompok ini terkenal luas
sebagai perawat keliling karena mereka merawat orang sakit di rumah-rumah. Pada masa ini juga mulai
dirintis pendidikan keperawatan yang dipelopori oleh Louise de Gras. Program pendidikan yang
diberikan saat itu adalah pengalaman merawat orang sakit di rumah sakit, dan juga melakukan
kunjungan rumah. (Donahue, 1995)
Peran rumah sakit terhadap perkembangan keperawatan tidak dapat diabaikan. Setidaknya ada tiga
rumah sakit yang berperan besar terhadap perkembangan perawat pada zaman pertengahan. Pertama
Hotel Dieu di Lion, meskipun pada awalnya pekerjaan perawat dilakukan oleh para mantan Wanita Tuna
Susila (WTS) yang telah bertobat, namun rumah sakit ini berperan besar dalam kemajuan keperawatan.
Hal ini disebabkan karena tidak lama kemudian pekerjaan perawat digantikan oleh perawat yang
terdidik melalui pendidikan keperawatan di rumah sakit tersebut. Kedua, Hotel Dieu di Paris, dirumah
sakit ini pekerjaan keperawatan dilakukan oleh kelompok agama, namun sesudah revolusi Perancis,
kelompok agama dihapuskan dan pekerjaan diganti oleh orang-orang bebas yang tidak terikat agama.
Ketiga, St. Thomas Hospital, didirikan tahun 1123 M, di rumah sakit inilah tokoh keperawatan Florence
Nightingale memulai karirnya memperbarui keperawatan. Abad XVIII, pengembangan kota yang lebih
besar membawa penambahan jumlah rumah sakit dan memperbesar peran perawat.

Spoiler for Florence Nightingale:

Pada pertengahan abad XVIII dan memasuki abad XIX reformasi sosial masyarakat meruba peran
perawat dan wanita secara umum. Pada masa ini keperawatan mulai dipercaya orang dan pada saat ini
juga nama Florence Nightingale. Florence Nightingale lahir pada tahun 1820 dari keluarga kaya dan
terhormat. Ia tumbuh dan berkembang di Inggris dengan pendidikan yang cukup. Meskipun ditentang
keras oleh keluarganya, ia diterima mengikuti kursus pendidikan perawat pada usia 31 tahun. Pecahnya
perang Krim (Crimean War), dan penunjukan dirinya oleh Inggris untuk menata asuhan keperawatan
pada sebuah rumah sakit Militer milik Turki memberi peluang baginya untuk meraih prestasi (Taylor. C.,
1989). Hal ini disebabkan karena ia berhasil mengatasi kesulitan atau masalah yang dihadapi dan
berhasil menepis anggapan negatif terhadap wanita dan meningkatkan status perawat.

Seusai perang krim, Florence Nightingale kembali ke Inggris. Sejarah perkembangan keperawatan di
Inggris sangat penting dipahami karena Inggris membuka jalan bagi kemajuan dan perkembangan
perawat di mana kepeloporan Florence Nightngale diikuti oleh Negara-negara lain. Tahun 1860,
Nightingale menulis Notes on Nursing: What it is and What it is not untuk masyarakat umum. Filosofinya
terhadap praktik keperawatan merupakan refleksi dari perubahan kebutuhan masyarakat. Ia melihat
peran perawat sebagai seseorang yang bertugas menjaga kesehatan seseorang berdasarkan
pengetahuan tentang bagaimana menempatkan tubuh dalam suatu status yang bebas dari penyakit
(Nightingale, 1860; Schuyler, 1992). Pada tahun yang sama, ia mengembangkan program pelatihan
untuk perawat pertama kali, sekolah pelatihan Nightingale untuk perawat di St. Thomas’ Hospital di
London. Konsep pendidikan inilah yang mempengaruhi pendidikan keperawatan di dunia dewasa ini.
Kontribusi Florence Nightingale bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa nutrisi
merupakan satu bagian penting dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional dan rekreasi
merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi kebutuhan personal pasien dan peran
perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manajemen rumah sakit, mengembangkan standar
okupasi bagi pasien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan, menetapkan dua komponen
keperawatan yaitu kesehatan dan penyakit, meyakinkan bahwa keperawatan berdiri sendiri dan
berbeda dengan profesi kedokteran, dan menekankan kebutuhan pendidikan berlanjut bagi perawat
(Taylor, C. 1989).

Perang sipil (1860-1865) menstimulasi perkembangan keperawatan di Amerika Serikat.Clara Burton,


pendiri palang merah Amerika merawat pejuang di medan pertempuran, membersihkan luka,
memenuhi kebutuhan dasar, dan menenangkan para pejuang dalam menghadapi kematian. (Donahue,
1995). Setelah perang sipil, sekolah keperawatan di Amerika dan Kanada mulai membentuk kurikulum
sendiri mengikuti sekolah Nightngale. Sekolah pelatihan yang pertama di Kanada, St. Catherina di
Ontario didirikan tahun 1874. Tahun 1908, Mary Agnes Snively membantu terbentuknya The Canadian
National Association of Trained Nurses, selanjutnya nama tersebut berubah menjadi The Canadian
Nurses Association (CNA) pada tahun 1924. (Donahue, 1995). Tahun 1899 afiliasi Amerika dan Kanada
berhenti, organisasi baru dibentuk dengan nama American Nurses Association (ANA) pada tahun 1911.

Keperawatan di rumah sakit berkembang pada akhir abad XIX, tetapi di komunitas, keperawatan tidak
menunjukkan peningkatan yang berarti sampai tahun 1893 ketika Lilian Wald dan Mary Brewster
membuka The Henry Street Settlement, yang berfokus pada kebutuhan kesehatan orang miskin yang
tinggal di rumah penampungan New York. Perawat yang bekerja di tempat ini memiliki tanggung jawab
yang lebih besar terhadap klien daripada mereka yang bekerja di rumah sakit, karena mereka seringkali
menghadapi situasi yang membutuhkan tindakan mandiri dari perintah dokter. Selain itu, dalam
mengobati penyakit, orang miskin mmebutuhkan terapi keperawatan yagn ditujukan untuk
memperbaiki nutrisi, memberikan penginapan, dan mempertahankan kebersihan. Kemajuan terlihat di
rumah sakit, kesehatan masyarakat, dan pendidikan terjadi pada awal abad keduapuluhan. Pada masa
itu mulai dirintis pendidikan keperawatan di tingkat universitas. Dengan berkembangnya pendidikan
keperawatan maka praktik keperawatan juga mengalami perluasan. Pada tahun 1901 didirika The Army
Nurses Corps, diikuti dengan berdirinya The Navy Nurses Corps pada tahun 1908. Spesialisi keperawatan
juga mulai dikembangkan. Sekitar tahun 1920-an, dibentuk organisasi perawat spesialis, seperti
Assosiation of Operating Room Nurses (1949),American Assosiation of Critical-Care Nurses (1969) dan
Oncology Nursing Society(1975).

Diubah oleh bukansbytapifby 22-03-2018 23:03

0
Kutip Balas

profile-picture

TS bukansbytapifby

22-03-2018 22:32

Kaskus Addict

Posts: 3,640

#2

SEJARAH KEPERAWATAN DI INDONESIA

Spoiler for Perawat Indonesia:

Quote:

Tidak banyak literatur yang mengungkapkan perkembangan keperawatan di Indonesia. Seperti


perkembangan keperawatan di dunia pada umumnya, perkembangan keperawatan di Indinesia juga
dipengaruhi kondisi sosial ekonomi yaitu penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris dan Jepang
serta situasi pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka. Perkembangan keperawatan di
Indonesia pada dasarnya dibedakan atas masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan
(orde lama dan orde baru).

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut
velpleger dengan dibantu zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit. Mereka bekerja pada Rumah Sakit
Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan tahun 1799 untuk memelihara kesehatan staf dan tentara
Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda di bidang kesehatan pada masa itu antara lain: Dinas
Kesehatan Tentara yang dalam bahasa Belanda disebut Militiary Gezondherds Dienst dan Dinas
Kesehatan Rakyat atauBurgerlijke Gezondherds Dienst. Pendirian rumah sakit ini termasuk usaha
Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang, ternyata tidak diikuti
perkembangan profesi keperawatan yang berarti karena tujuannya semata-mata untuk kepentingan
tentara Belanda.

Ketika VOC berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816) sangat memperhatikan kesehatan
rakyat. Berangkat dari semboyannya “Kesehatan adalah milik manusia”, ia melakukan berbagai upaya
memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi. Tindakan yang dilakukan antara lain: pencacaran
umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa serta memperhatikan kesehatan dan
perawatan para tahanan.

Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan kesehatan


penduduk mengalami kemajuan. Di Jakarta tahun 1819 didirikan beberapa rumah sakit, salah satu
diantaranya adalah Rumah Sakit Stadsverband berlokasi di Glodok (Jakarta Barat). Pada tahun 1919
rumah sakit ini dipindahkan di Salemba dan sekarang bernama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM). Saat ini RSCM menjadi pusat rujukan nasional dan pendidikan nasional. Dalam kurun waktu ini
(1816-1942), berdiri pula beberapa rumah sakit swasta milik katolik dan protestan, misalnya: RS
Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat, RS St. Carolus Salemba-Jakarta Pusat, RS St.
Boromeus di Bandung dan RS Elizabeth di Semarang. Bersamaan dengan berdirinya rumah sakitdi atas,
didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru rawat,
kemudiam RSCM menyelenggarakan pendidikan juru rawat tahun 1912.

Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan Jepang (1942-1945) menyebabkan perkembangan


keperawatan mengalami kemunduran. Bila renaissance berakibat buruk pada perkembangan
keperawatan Inggris, maka penjajaan Jepang merupakan masa kegelapan dunia keperawatan di
Indonesia. Pekerjaan perawat pada masa Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat yang
terdidik, sedangkan pada masa Jepang yang melakukan tugas perawat bukan dari orang yang sudah
dididik untuk menjadi perawat. Pemimpin rumah sakit juga diambil alih dari orang Belanda ke orang
Jepang. Pada saat itu obat-obatan sangat minim, sehingga wabah penyakit muncul dimana-mana. Bahan
balutan juga terbatas, sehingga daun pisang dan pelepah pisang digunakan sebagai bahan balutan.

Pembangunan bidang kesehatan dimulai tahun 1949. Rumah sakit dan balai pengobatan mulai
dibangun. Tahun 1952, sekolah perawat mulai didirikan, yaitu Sekolah Guru Perawat dan Sekolah
Perawat tingkat SMP. Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan mulai tahun 1962 dengan
didirikannya Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk menghasilkan perawat
profesional pemula. Hampir bersamaan dengan itu didirikan pula Amper milik Depkes di Ujung Pandang,
Bandung dan Palembang.
Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang sangat bermakna bahkan merupakan suatu
lompatan yang jauh kedepan. Hal ini bermula dari dicapainya kesepakatan bersama pada Lokakarya
Nasional Keperawatan pada bulan Januari 1983 yang menerima keperawatan sebagai pelayanan
profesional (profesional service) dan pendidikan keperawatan sebagai pendidikan profesi (professional
education). Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah dirumuskan dan disusun dasar-dasar
pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan. Sebagai realisasinya disusun kurikulum program
pendidikan D-III Keperawatan, dan dilanjutkan dengan penyusunan kurikulum pendidikan Sarjana (S1)
Keperawatan.

Pengembangan pelayanan keperawatan profesional tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan


profesional keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan
vokasional/kejuruan akan tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang menguasai
ilmu keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan/asuhan keperawatan profesional
kepada masyarakat. Jenjang pendidikan keperawatan bahkan telah mencapai tingkat Doktoral.
Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga keperawatan profesional yang mampu
mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu pelayanan/asuhan keperawatan, serta penataan
perkembangan kehidupan profesi keperawatan. Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya
pergeseran masalah kesehatan di masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi
era globalisasi.

Pendirian Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada tahun 1985 merupakan momentum kebangkitan
profesi keperawatan di Indonesia. Sebagai embrio Fakultas Ilmu Keperawatan, institusi ini dipelopori
oleh tokoh keperawatan Indonesia, antara lain Achir Yani S, Hamid, DN.Sc; mendiang Dra. Christin S
Ibrahim, MN, Phd; Tien Gartinah, MN dan Dewi Irawaty, MA, dibantu beberapa pakar dari Konsorsium
Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar keperawatan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pada tahun 2000
mulai muncul Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) diberbagai Universitas di Indonesia (Universitas
Airlangga, Universitas Gajah Mada, Universitas Hasanudin, Universitas Andalas dan Universitas Sumatra
Utara).

Tahun 1974 tepatnya tanggal 17 Maret didirikan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Sebagai
fusi dari beberapa organisasi keperawatan yang ada sebelumnya, PPNI mengalami beberapa kali
perubahan bentuk dan nama organisasi. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum Verpleger Boemibatera
(PKVB) tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat Sangat dihormati oleh masyarakat berkenaan denga
tugas mulia yang dilakukan dalam merawat orang sakit. Lahirnya sumpah pemuda 1928, mendorong
perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum Verpleger Indonesia (PKVI). Pergantian nama ini
berkaitan dengan semangat nasionalisme . PKVI bertahan sampai tahun 1942 berhubungan dengan
kemenangan Jepang atas sekutu.
Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, tumbuh organisasi profesi keperawatan.
Tiga organisasi profesi yang ada antara tahun 1945-1954 adalah Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia
(PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (Perjurais) dan Serikat Buruh Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951
terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu terjadi fusi organisasi yang ada menjadi
Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI) sebagai upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa
mengikutsertakan SBK karena terlibat pada pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kurun waktu 1951-1958 diadakan kongres di Bandung dan mengubah nama PDKI menjadi Persatuan
Pegawai Dalam Kesehatan (PPDK) dengan keanggotaan bukan hanya dari perawat. Tahun 1959-1974
terjadi pengelompokan organisasi keperawatan antara lain Ikatan Perawat Wanita Indonesia (IPWI),
Ikatan Guru Perawat Indonesia (IGPI) dan Ikatan Perawat Indonesia (IPI) tahun 1969. Akhirnya tanggal
17 Maret 1974 seluruh organisasi keperawatan kecuali Serikat Buruh Kesehatan bergabung menjadi satu
organisasi profesi tingkat nasional dengan nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama
inilah yang secara resmi dipakai sebagai nama organisasi profesi keperawatan Indonesia hingga kini.

LITERATUR DARI BERBAGAI SUMBER DI INTERNET

Diubah oleh bukansbytapifby 01-04-2018 19:02

Kutip Balas

profile-picture

tnuclrigregnif

23-03-2018 17:26

Kaskus Addict

Posts: 2,342

#3

sebutan perawat Suster aslinya berawal dari istilah Nun atau Sister (biarawati katolik) atau Zuster dari
bahasa Belanda. kita menerjemahkannya jadi Suster. namun topi khas perawat sekarang justru
terinspirasi dari topi biarawati protestan. kalo ga salah nama topinya veil. kalo secara umum sih disebut
nurse cap. sedangkan sebutan bagi suster-nya itu deaconesess. jadi veil yg dipake para deaconesses itu
tidak menutup dahi lagi dan tidak meliputi penutup rambut. jadi veil-nya tidak sama dengan biarawati
katolik. CMIIW

Kutip Balas

profile-picture

TS bukansbytapifby

23-03-2018 18:30

Kaskus Addict

Posts: 3,640

#4

Quote:

Original Posted By tnuclrigregnif►

sebutan perawat Suster aslinya berawal dari istilah Nun atau Sister (biarawati katolik) atau Zuster dari
bahasa Belanda. kita menerjemahkannya jadi Suster. namun topi khas perawat sekarang justru
terinspirasi dari topi biarawati protestan. kalo ga salah nama topinya veil. kalo secara umum sih disebut
nurse cap. sedangkan sebutan bagi suster-nya itu deaconesess. jadi veil yg dipake para deaconesses itu
tidak menutup dahi lagi dan tidak meliputi penutup rambut. jadi veil-nya tidak sama dengan biarawati
katolik. CMIIW

thank gan info tambahannya... agan Perawat juga, salam sejawat kalau gitu...

Kutip Balas

profile-picture

442tactician

23-03-2018 20:43

Kaskus Geek

Posts: 10,129
Posts: 132,288Perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan
tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan keperawatan
(UU RI. No. 23 tahun 1992 ttg kesehatan).
Keperawatan adalah pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio psiko sosio spiritual
yang komprehensif yang ditujukan kepada individu, kelompok dan masyarakat baik sakit
maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Lokakarya Nasional Perawat,
1983).
Asmadi (2008) mendefinisikan keperawatan sebagai suatu bentuk layanan kesehatan profesional
yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan. Keperawatan memiliki suatu cara pandang mendasar yang disebut sebagai
paradigma. Paradigma keperawatan merupakan suatu pandangan global yang dianut oleh
mayoritas kelompok ilmiah (keperawatan) atau hubungan berbagai teori yang membentuk suatu
susunan yang mengatur hubungan di antara teori tersebut guna mengembangkan model
konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja perawat. Paradigma keperawatan
terdiri atas empat unsur, yaitu keperawatan, manusia, sehat-sakit, dan lingkungan.

Sejarah keperawatan di dunia diawali pada zaman purbakala (Primitive Culture) sampai pada
munculnya Florence Nightingale sebagai pelopor keperawatan yang berasal dari Inggris.
Perkembangan keperwatan sangat dipengaruhi oleh perkembangan struktur dan kemajuan
peradaban manusia. Perkembangan keperawatan diawali pada :

1. Zaman Purbakala (Primitive Culture)


Quote:
Manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat diri sendiri (tercermin pada seorang ibu). Harapan
pada awal perkembangan keperawatan adalah perawat harus memiliki naluri keibuan (Mother Instinc).
Dari masa Mother Instic kemudian bergeser ke zaman dimana orang masih percaya pada sesuatu
tentang adanya kekuatan mistik yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Kepercayaan ini dikenal
dengan nama Animisme. Mereka meyakini bahwa sakitnya seseorang disebabkan karena kekuatan
alam/pengaruh gaib seperti batu-batu, pohon-pohon besar dan gunung-gunung tinggi. Kemudian
dilanjutkan dengan kepercayaan pada dewa-dewa dimana pada masa itu mereka menganggap bahwa
penyakit disebabkan karena kemarahan dewa, sehingga kuil-kuil didirikan sebagai tempat pemujaan dan
orang yang sakit meminta kesembuhan di kuil tersebut. Setelah itu perkembangan keperawatan terus
berubah dengan adanya Diakones & Philantrop, yaitu suatu kelompok wanita tua dan janda yang
membantu pendeta dalam merawat orang sakit, sejak itu mulai berkembanglah ilmu keperawatan.
Fenomena animisme terlihat pada sejarah Bangsa Mesir dan Cina. Pada masa itu bangsa Mesir
menyembah Dewa Isis, Dewa yang diyakini bisa menyembuhkan penyakit. Masyarakat Cina menganggap
penyakit disebabkan oleh syetan atau makhluk halus dan akan bertambah parah jika orang lain
memegang orang yang sakit, akibatnya perawat tidak diperkenankan untuk merawat orang yang sakit.

Spoiler for "Zaman Purba": 

2. Zaman Peradaban Kuno

Pada masa ini, keyakinan mengenai penyebab penyakit masih mirip dengan zaman primitif, yaitu
didasarkan pada takhayul dan magis, sehingga penyembuhan membutuhkan penyembuhan
magis. Pendeta atau dokter penyihir menikmati status dalam masyarakat kuno. Sejalan dengan
perkembangan peradapan, teori praktis perawatan medis yang muncul sebagai penyebab
penyakit non-medis mulai terobservasi. Catatan tertua mengenai praktik penyembuhan ada pada
lembaran tanah liat berusia 4000 tahun yang dihubungkan dengan peradapan Sumeria. Lembaran
ini berisi tentang resep obat, tetapi tidak dituliskan untuk mengatasi penyakit apa.

Lontar Eber merupakan temuan kebudayaan Mesir. Lontar ini tertanggal sekitar tahun 1550 SM,
dan dipercayai sebagai teks medis tertua di dunia. Lontar ini berisi uraian tentang banyak
penyakit yang diketahui saat ini dan mengidentifikasi gejala spesifik. lontar Eber juga berisi 700
zat yang digunakan untuk obat-obatan disertai cara penyiapan dan penggunaannya. Mumifikasi
atau pembalseman juga muncul pada masa ini, mumifikasi berasal dari keyakinan bahwa ada
kehidupan setelah kematian. Dibutuhkan ilmu dan pengetahuan untuk membuat larutan yang bisa
digunakan untuk mengawetkan mayat. Hal ini menunjukkan bahwa pada masa itu sudah
mengenal ilmu fisiologi, anatomi dan patofisiologi.

Bangsa Yahudi kuno menyumbangkan Mosaic Health Code. Kode ini dianggap sebagai legislasi


sanitari pertama dan berisi catatan pertama mengenai syarat kesehatan masyarakat. Kode ini
mencakup aspek individu, keluarga, dan kesehatan komunitas, termasuk di dalamnya
membedakan antara yang bersih dengan tidak bersih.

Budaya Afrika kuno, fungsi pengasuhan yang dimiliki oleh perawat termasuk peran sebagai
bidan, herbalis, ibu susu, dan pemberi perawatan untuk anak dan lansia (Dolan, Fitzpatrick, dan
Herrmann, 1983). Budaya India kuno, sudah mengenal adanya perawat laki-laki yang memenuhi
kriteria sebagai berikut:

 Pengetahuan mengenai cara mempersiapkan obat yang akan diberikan


 Pintar
 Mampu mencurahkan kasih sayang ke pasien
 Kemurnian pikiran dan tubuh

Adapun perawat wanita India bertindak sebagai bidan dan merawat anggota keluarga yang sakit.
Peran perawat dalam budaya Cina kurang disebutkan, namun peran Cina kuno lebih banyak pada
penemuan obat herbal, pemakaian akupunktur sebagai metode pengobatan, dan publikasi Nei
Ching (canon of medicine), yang merinci empat langkah pemeriksaan: melihat, mendengar,
bertanya dan merasakan.

Sejarah Yunani dan Romawi kuno, perawatan orang sakit lebih maju dalam mitologi dan realitas.
Dewa mitos Yunani yang dinggap sebagai  dewa penyembuh adalah Asklepios, istrinya Epigone
adalah dewi penenang, Hygenia anak perempuan Asklepios adalah dewi kesehatan dan diyakini
sebagai perwujudan perawat. Kuil yang dibangun untuk menghormati Asklepios menjadi pusat
penyembuhan, pendeta kuil Asklepios memberikan penyembuhan melalui pengobatan natural
dan supranatural (Donahue, 1996). Seorang dokter Yunani kuno, Hipocrates, mempercayai
bahwa penyakit memiliki penyebab alami. Pernyataan Hipocrates ini sangat bertentangan dengan
pendapat tabib pendeta di kuil yang mengatakan bahwa penyebab penyakit adalah magis dan
mistik. Sedangkan kontribusi Romawi terhadap perawatan kesehatan adalah sanitasi umum,
pengeringan rawa, dan pembangunan saluran air, tempat pemandian umum dan pribadi, sistem
drainase, dan pemanasan sentral.

Spoiler for "Peradaban Yunani": 

3. Zaman Keagamaan
Quote:
Kemajuan peradapan manusia dimulai ketika manusia mengenal agama. Penyebaran agama
sangat mempengaruhi perkembangan peradaban manusia sehingga berdampak positif terhadap
perkembangan keperawatan. Pada permulaan Masehi, agama kristen mulai berkembang. Agama
kristen cukup besar mempengaruhi profesi keperawatan. Salah satu catatan di awal sejarah
digambarkan bahwa keperawatan merupakan bentuk perintah dari Diakonia, suatu kelompok
kerja seperti perawat kesehatan masyarakat atau yang mengunjungi orang sakit. Dalam awal
kehidupan gereja, Diakonia dijalankan oleh perempuan yang ditunjuk oleh pimpinan gereja.
Peran mereka adalah mengunjungi orang yang sedang sakit. Penunjukan dilakukan pada wanita
yang memiliki status sosial yang tinggi. Pada masa ini, keperawatan mengalami kemajuan yang
berarti seiring dengan kepesatan perkembangan agama kristen.

Kemajuan terlihat jelas, pada masa pemerintahan Lord Constantine, ia mendirikan xenodhoecim
atau hospes dalam bahasa latin yaitu tempat penampungan orang yang membutuhkan
pertolongan, terutama bagi orang-orang sakit yang memerlukan pertolongan dan perawatan.
Kemajuan profesi keperawatan pada masa ini juga terlihat jelas dengan berdirinya Rumah sakit
terkenal di Roma yang bernama Monastic Hospital. Rumah Sakit ini dilengkapi dengan fasilitas
perawatan berupa bangsal perawatan, bangsal untuk orang cacat, miskin dan yatim piatu. Sejak
abad pertengahan institusi yang bergerak dalam bidang sosial (1100 M sampai 1200 M) mulai
bergerak merawat lansia, orang sakit dan orang miskin (Deloughery, 1995).

Seperti di Eropa, pada pertengahan abad VI masehi, keperawatan juga berkembang di benua
Asia. Tepatnya di Asia Barat Daya yaitu Timur Tengah seiring dengan perkembangan agama
Islam. Pengaruh agama Islam terhadap perkembangan keperawatan tidak lepas dari keberhasilan
Nabi Muhammad SAW dalam menyebarkan agama Islam. Kegiatan pelayanan keperawatan
berkualiatas telah dimulai sejak seorang perawat muslim pertama yaitu Siti Rufaidah pada jaman
Nabi Muhammad S.A.W, yang selalu berusaha memberikan pelayanan terbaiknya bagi yang
membutuhkan tanpa membedakan apakah kliennya kaya atau miskin(Elly Nurahmah, 2001).
Sementara sejarah perawat di Eropa dan Amerika mengenal Florence Nightingale sebagai
pelopor keperawatan modern, Negara di timur tengah memberikan status ini kepada Rufaidah,
seorang perawat muslim. Talenta perjuangan dan kepahlawanan Rufaidah secara verbal
diteruskan turun temurun dari generasi ke generasi di perawat Islam khususnya di Arab Saudi
dan diteruskan ke generasi modern perawat di Saudi dan Timur Tengah (Miller Rosser, 2006)

Prof. Dr. Omar Hasan Kasule, Sr, 1998 dalam studi Paper Presented at the 3rd International
Nursing Conference “Empowerment and Health: An Agenda for Nurses in the 21st Century”
yang diselenggarakan di Brunei Darussalam 1-4 Nopember 1998, menggambarkan Rufaidah
adalah perawat profesional pertama dimasa sejarah islam. Dia tidak hanya melaksanakan peran
perawat dalam aspek klinikal semata, namun juga melaksanakan peran komunitas dan
memecahkan masalah sosial yang dapat mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit.
Saat kota Madinah berkembang, Rufaidah mengabdikan diri merawat kaum muslim yang sakit,
dan membangun tenda di luar Masjid Nabawi saat damai. Dan saat perang Badr, Uhud, Khandaq
dan Perang Khaibar dia menjadi sukarelawan dan merawat korban yang terluka akibat perang.
Dan mendirikan Rumah sakit lapangan sehingga terkenal saat perang dan Nabi Muhammad
SAW sendiri memerintahkan korban yang terluka dirawat olehnya.

Konstribusi Rufaidah tidak hanya merawat mereka yang terluka akibat perang. Namun juga
terlibat dalam aktifitas sosial di komuniti. Dia memberikan perhatian kepada setiap muslim,
miskin, anak yatim, atau penderita cacat mental. Dia merawat anak yatim dan memberikan bekal
pendidikan. Rufaidah digambarkan memiliki kepribadian yang luhur dan empati sehingga
memberikan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasiennya dengan baik pula.
Sentuhan sisi kemanusiaan adalah hal yang penting bagi perawat, sehingga perkembangan sisi
tehnologi dan sisi kemanusiaan (human touch) mesti seimbang. Rufaidah juga digambarkan
sebagai pemimpin dan pencetus Sekolah Keperawatan pertama di dunia Isalam, meskipun
lokasinya tidak dapat dilaporkan (Jan, 1996), dia juga merupakan penyokong advokasi
pencegahan penyakit (preventif care) dan menyebarkan pentingnya penyuluhan kesehatan
(health education)

Memasuki abad VII Masehi, agama Islam tersebar ke berbagai pelosok negara dari Afrika, Asia
Tenggara sampai Asia Barat dan Eropa (Turki dan Spanyol). Pada masa itu di jazirah Arab
berkembang pesat ilmu pengetahuan seperti ilmu pasti, ilmu kimia, hygiene, dan obat-obatan.
Prinsip-prinsip dasar perawatan kesehatan seperti menjaga kebersihan diri (personal hygiene),
kebersihan makanan, air dan lingkungan berkembang pesat. Masa Late to Middle Ages (1000 –
1500 M), negara-negara Arab membangun RS dengan baik, dan mengenalkan perawatan orang
sakit. Ada gambaran unik di RS yang tersebar dalam peradaban Islam dan banyak dianut RS
modern saat ini hingga sekarang, yaitu pemisahan anatar ruang pasien laki-laki dan wanita, serta
perawat wanita merawat pasien wanita dan perawat laki-laki, hanya merawat pasien laki-laki
(Donahue, 1985, Al Osimy, 20
4. Zaman Abad Pertengahan
Quote:
Permulaan abad XVI, struktur dan orientasi masyarakat mengalami perubahan, dari orientasi
kepada agama berubah menjadi orientasi kekuasaan, yaitu perang, eksplorasi kekayaan alam
serta semangat kolonialisme. Akibat dari hal tersebut adalah banyak tempat ibadah (termasuk
gereja) yang ditutup, padahal tempat ini dijadikan tempat untuk merawat orang sakit.

Di satu sisi, kenyataan ini berdampak negatif. Penutupan tempat ibadah menyebabkan
kekurangan tenaga perawat karena sebelumnya, tindakan perawatan dilakukan oleh kelompok
agama. Untuk memenuhi kebutuhan perawat, bekas wanita jalanan (wanita tuna susila) atau
wanita yang bertobat setelah melakukan kejahatan diterima sebagai perawat. Kejadian ini
melatarbelakangi asumsi negatif terhadap perawat, masyarakat beranggapan bahwa wanita
terhormat tidak bekerja di luar rumah. Akibat reputasi ini perawat diupah dengan gaji rendah
dengan jam kerja lama pada kondisi kerja yang buruk (Taylor. C.,dkk, 1989)

Di sisi yang lain, adanya perang seperti perang Salib berdampak positif terhadap perkembangan
keperawatan. Untuk menolong korban perang dibutuhkan banyak tenaga sukarela yang
dipekerjakan sebagai perawat. Mereka terdiri dari kelompok agama, wanita-wanita yang
mengikuti suaminya ke medan perang turut merawat orang sakit jika diperlukan dan tentara
(pria) yang bertugas rangkap sebagai perawat. Pengaruh perang salib terhadap keperawatan
adalah mulainya dikenal istilah P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan), pada masa itu
keberadaan perawat mulai dibutuhkan dalam ketentaraan dan timbul peluang kerja bagi perawat
di bidang sosial. Setelah perang Salib, kota-kota besar mulai berdiri dan berkembang dengan
menurunkan faktor feodalisme. Perkembangan populasi penduduk yang luas di kota-kota
tersebut menyebabkan munculnya masalah kesehatan, yang secara otomatis akan membutuhkan
peran tenaga kesehatan (termasuk di dalamnya perawat).

Spoiler for Abad Pertengahan: 

Kurangnya pemeliharaan kesehatan dan sanitasi serta meningkatnya kemiskinan di daerah


pedesaan mengakibatkan munculnya masalah kesehatan yang serius pada abad kelima belas
sampai abad tuju belas. Faktor-faktor sosial, seperti hukum yang menekan orang miskin dan
pajak terhadap jendela rumah, menyebabkan menurunnya ventilasi karena pemilik rumah
menutup jendela guna menghindari membayar pajak. Hal tersebut melahirkan suatu kondisi
kesehatan yang memerlukan respon dari perawat.

Pada tahun 1633 dibentuklah kelompok biarawati oleh St. Vincent de paul. Kelompok ini
merawat orang-orang di rumah sakit, orang terlantar dan kaum miskin. Selanjutnya kelompok ini
terkenal luas sebagai perawat keliling karena mereka merawat orang sakit di rumah-rumah. Pada
masa ini juga mulai dirintis pendidikan keperawatan yang dipelopori oleh Louise de Gras.
Program pendidikan yang diberikan saat itu adalah pengalaman merawat orang sakit di rumah
sakit, dan juga melakukan kunjungan rumah. (Donahue, 1995)

Peran rumah sakit terhadap perkembangan keperawatan tidak dapat diabaikan. Setidaknya ada
tiga rumah sakit yang berperan besar terhadap perkembangan perawat pada zaman pertengahan.
Pertama Hotel Dieu di Lion, meskipun pada awalnya pekerjaan perawat dilakukan oleh para
mantan Wanita Tuna Susila (WTS) yang telah bertobat, namun rumah sakit ini berperan besar
dalam kemajuan keperawatan. Hal ini disebabkan karena tidak lama kemudian pekerjaan perawat
digantikan oleh perawat yang terdidik melalui pendidikan keperawatan di rumah sakit tersebut.
Kedua, Hotel Dieu di Paris, dirumah sakit ini pekerjaan keperawatan dilakukan oleh kelompok
agama, namun sesudah revolusi Perancis, kelompok agama dihapuskan dan pekerjaan diganti
oleh orang-orang bebas yang tidak terikat agama. Ketiga, St. Thomas Hospital, didirikan tahun
1123 M, di rumah sakit inilah tokoh keperawatan Florence Nightingale memulai karirnya
memperbarui keperawatan. Abad XVIII, pengembangan kota yang lebih besar membawa
penambahan jumlah rumah sakit dan memperbesar peran perawat.

Spoiler for Florence Nightingale: 

Pada pertengahan abad XVIII dan memasuki abad XIX reformasi sosial masyarakat meruba
peran perawat dan wanita secara umum. Pada masa ini keperawatan mulai dipercaya orang dan
pada saat ini juga nama Florence Nightingale. Florence Nightingale lahir pada tahun 1820 dari
keluarga kaya dan terhormat. Ia tumbuh dan berkembang di Inggris dengan pendidikan yang
cukup. Meskipun ditentang keras oleh keluarganya, ia diterima mengikuti kursus pendidikan
perawat pada usia 31 tahun. Pecahnya perang Krim (Crimean War), dan penunjukan dirinya oleh
Inggris untuk menata asuhan keperawatan pada sebuah rumah sakit Militer milik Turki memberi
peluang baginya untuk meraih prestasi (Taylor. C., 1989). Hal ini disebabkan karena ia berhasil
mengatasi kesulitan atau masalah yang dihadapi dan berhasil menepis anggapan negatif terhadap
wanita dan meningkatkan status perawat.

Seusai perang krim, Florence Nightingale kembali ke Inggris. Sejarah perkembangan


keperawatan di Inggris sangat penting dipahami karena Inggris membuka jalan bagi kemajuan
dan perkembangan perawat di mana kepeloporan Florence Nightngale diikuti oleh Negara-
negara lain. Tahun 1860, Nightingale menulis Notes on Nursing: What it is and What it is not
untuk masyarakat umum. Filosofinya terhadap praktik keperawatan merupakan refleksi dari
perubahan kebutuhan masyarakat. Ia melihat peran perawat sebagai seseorang yang bertugas
menjaga kesehatan seseorang berdasarkan pengetahuan tentang bagaimana menempatkan tubuh
dalam suatu status yang bebas dari penyakit (Nightingale, 1860; Schuyler, 1992). Pada tahun
yang sama, ia mengembangkan program pelatihan untuk perawat pertama kali, sekolah pelatihan
Nightingale untuk perawat di St. Thomas’ Hospital di London. Konsep pendidikan inilah yang
mempengaruhi pendidikan keperawatan di dunia dewasa ini.

Kontribusi Florence Nightingale bagi perkembangan keperawatan adalah menegaskan bahwa


nutrisi merupakan satu bagian penting dari asuhan keperawatan, meyakinkan bahwa okupasional
dan rekreasi merupakan suatu terapi bagi orang sakit, mengidentifikasi kebutuhan personal
pasien dan peran perawat untuk memenuhinya, menetapkan standar manajemen rumah sakit,
mengembangkan standar okupasi bagi pasien wanita, mengembangkan pendidikan keperawatan,
menetapkan dua komponen keperawatan yaitu kesehatan dan penyakit, meyakinkan bahwa
keperawatan berdiri sendiri dan berbeda dengan profesi kedokteran, dan menekankan kebutuhan
pendidikan berlanjut bagi perawat (Taylor, C. 1989).
Perang sipil (1860-1865) menstimulasi perkembangan keperawatan di Amerika Serikat.Clara
Burton, pendiri palang merah Amerika merawat pejuang di medan pertempuran, membersihkan
luka, memenuhi kebutuhan dasar, dan menenangkan para pejuang dalam menghadapi kematian.
(Donahue, 1995). Setelah perang sipil, sekolah keperawatan di Amerika dan Kanada mulai
membentuk kurikulum sendiri mengikuti sekolah Nightngale. Sekolah pelatihan yang pertama di
Kanada, St. Catherina di Ontario didirikan tahun 1874. Tahun 1908, Mary Agnes Snively
membantu terbentuknya The Canadian National Association of Trained Nurses, selanjutnya
nama tersebut berubah menjadi The Canadian Nurses Association (CNA) pada tahun 1924.
(Donahue, 1995). Tahun 1899 afiliasi Amerika dan Kanada berhenti, organisasi baru dibentuk
dengan nama American Nurses Association (ANA) pada tahun 1911.

Keperawatan di rumah sakit berkembang pada akhir abad XIX, tetapi di komunitas, keperawatan
tidak menunjukkan peningkatan yang berarti sampai tahun 1893 ketika Lilian Wald dan Mary
Brewster membuka The Henry Street Settlement, yang berfokus pada kebutuhan kesehatan orang
miskin yang tinggal di rumah penampungan New York. Perawat yang bekerja di tempat ini
memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap klien daripada mereka yang bekerja di
rumah sakit, karena mereka seringkali menghadapi situasi yang membutuhkan tindakan mandiri
dari perintah dokter. Selain itu, dalam mengobati penyakit, orang miskin mmebutuhkan terapi
keperawatan yagn ditujukan untuk memperbaiki nutrisi, memberikan penginapan, dan
mempertahankan kebersihan. Kemajuan terlihat di rumah sakit, kesehatan masyarakat, dan
pendidikan terjadi pada awal abad keduapuluhan. Pada masa itu mulai dirintis pendidikan
keperawatan di tingkat universitas. Dengan berkembangnya pendidikan keperawatan maka
praktik keperawatan juga mengalami perluasan. Pada tahun 1901 didirika The Army Nurses
Corps, diikuti dengan berdirinya The Navy Nurses Corps pada tahun 1908. Spesialisi

SEJARAH KEPERAWATAN DI INDONESIA

Spoiler for Perawat Indonesia: 

Quote:

Tidak banyak literatur yang mengungkapkan perkembangan keperawatan di Indonesia. Seperti


perkembangan keperawatan di dunia pada umumnya, perkembangan keperawatan di Indinesia
juga dipengaruhi kondisi sosial ekonomi yaitu penjajahan pemerintah kolonial Belanda, Inggris
dan Jepang serta situasi pemerintahan Indonesia setelah Indonesia merdeka. Perkembangan
keperawatan di Indonesia pada dasarnya dibedakan atas masa sebelum kemerdekaan dan masa
setelah kemerdekaan (orde lama dan orde baru).

Pada masa pemerintahan kolonial Belanda perawat berasal dari penduduk pribumi yang disebut
velpleger dengan dibantu zieken oppaser sebagai penjaga orang sakit. Mereka bekerja pada
Rumah Sakit Binnen Hospital di Jakarta yang didirikan tahun 1799 untuk memelihara kesehatan
staf dan tentara Belanda. Usaha pemerintah kolonial Belanda di bidang kesehatan pada masa itu
antara lain: Dinas Kesehatan Tentara yang dalam bahasa Belanda disebut Militiary Gezondherds
Dienst dan Dinas Kesehatan Rakyat atauBurgerlijke Gezondherds Dienst. Pendirian rumah sakit
ini termasuk usaha Daendels mendirikan rumah sakit di Jakarta, Surabaya dan Semarang,
ternyata tidak diikuti perkembangan profesi keperawatan yang berarti karena tujuannya semata-
mata untuk kepentingan tentara Belanda.

Ketika VOC berkuasa, Gubernur Jendral Inggris Raffles (1812-1816) sangat memperhatikan
kesehatan rakyat. Berangkat dari semboyannya “Kesehatan adalah milik manusia”, ia melakukan
berbagai upaya memperbaiki derajat kesehatan penduduk pribumi. Tindakan yang dilakukan
antara lain: pencacaran umum, membenahi cara perawatan pasien dengan gangguan jiwa serta
memperhatikan kesehatan dan perawatan para tahanan.

Setelah pemerintahan kolonial kembali ke tangan Belanda, usaha-usaha peningkatan kesehatan


penduduk mengalami kemajuan. Di Jakarta tahun 1819 didirikan beberapa rumah sakit, salah
satu diantaranya adalah Rumah Sakit Stadsverband berlokasi di Glodok (Jakarta Barat). Pada
tahun 1919 rumah sakit ini dipindahkan di Salemba dan sekarang bernama Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM). Saat ini RSCM menjadi pusat rujukan nasional dan pendidikan
nasional. Dalam kurun waktu ini (1816-1942), berdiri pula beberapa rumah sakit swasta milik
katolik dan protestan, misalnya: RS Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Cikini-Jakarta Pusat, RS
St. Carolus Salemba-Jakarta Pusat, RS St. Boromeus di Bandung dan RS Elizabeth di Semarang.
Bersamaan dengan berdirinya rumah sakitdi atas, didirikan sekolah perawat. RS PGI Cikini
tahun 1906 menyelenggarakan pendidikan juru rawat, kemudiam RSCM menyelenggarakan
pendidikan juru rawat tahun 1912.

Kekalahan tentara sekutu dan kedatangan Jepang (1942-1945) menyebabkan perkembangan


keperawatan mengalami kemunduran. Bila renaissance berakibat buruk pada perkembangan
keperawatan Inggris, maka penjajaan Jepang merupakan masa kegelapan dunia keperawatan di
Indonesia. Pekerjaan perawat pada masa Belanda dan Inggris sudah dikerjakan oleh perawat
yang terdidik, sedangkan pada masa Jepang yang melakukan tugas perawat bukan dari orang
yang sudah dididik untuk menjadi perawat. Pemimpin rumah sakit juga diambil alih dari orang
Belanda ke orang Jepang. Pada saat itu obat-obatan sangat minim, sehingga wabah penyakit
muncul dimana-mana. Bahan balutan juga terbatas, sehingga daun pisang dan pelepah pisang
digunakan sebagai bahan balutan.

Pembangunan bidang kesehatan dimulai tahun 1949. Rumah sakit dan balai pengobatan mulai
dibangun. Tahun 1952, sekolah perawat mulai didirikan, yaitu Sekolah Guru Perawat dan
Sekolah Perawat tingkat SMP. Pendidikan keperawatan profesional mulai didirikan mulai tahun
1962 dengan didirikannya Akademi Keperawatan milik Departemen Kesehatan di Jakarta untuk
menghasilkan perawat profesional pemula. Hampir bersamaan dengan itu didirikan pula Amper
milik Depkes di Ujung Pandang, Bandung dan Palembang.

Di Indonesia, keperawatan telah mencapai kemajuan yang sangat bermakna bahkan merupakan
suatu lompatan yang jauh kedepan. Hal ini bermula dari dicapainya kesepakatan bersama pada
Lokakarya Nasional Keperawatan pada bulan Januari 1983 yang menerima keperawatan sebagai
pelayanan profesional (profesional service) dan pendidikan keperawatan sebagai pendidikan
profesi (professional education). Dalam Lokakarya Keperawatan tahun 1983, telah dirumuskan
dan disusun dasar-dasar pengembangan Pendidikan Tinggi Keperawatan. Sebagai realisasinya
disusun kurikulum program pendidikan D-III Keperawatan, dan dilanjutkan dengan penyusunan
kurikulum pendidikan Sarjana (S1) Keperawatan.

Pengembangan pelayanan keperawatan profesional tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan


profesional keperawatan. Pendidikan keperawatan bukan lagi merupakan pendidikan
vokasional/kejuruan akan tetapi bertujuan untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang
menguasai ilmu keperawatan yang siap dan mampu melaksanakan pelayanan/asuhan
keperawatan profesional kepada masyarakat. Jenjang pendidikan keperawatan bahkan telah
mencapai tingkat Doktoral. Pendidikan tinggi keperawatan diharapkan menghasilkan tenaga
keperawatan profesional yang mampu mengadakan pembaruan dan perbaikan mutu
pelayanan/asuhan keperawatan, serta penataan perkembangan kehidupan profesi keperawatan.
Perkembangan keperawatan bukan saja karena adanya pergeseran masalah kesehatan di
masyarakat, akan tetapi juga adanya tekanan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
keperawatan serta perkembangan profesi keperawatan dalam menghadapi era globalisasi.

Pendirian Program Studi Ilmu Keperawatan (PSIK) pada tahun 1985 merupakan momentum
kebangkitan profesi keperawatan di Indonesia. Sebagai embrio Fakultas Ilmu Keperawatan,
institusi ini dipelopori oleh tokoh keperawatan Indonesia, antara lain Achir Yani S, Hamid,
DN.Sc; mendiang Dra. Christin S Ibrahim, MN, Phd; Tien Gartinah, MN dan Dewi Irawaty,
MA, dibantu beberapa pakar dari Konsorsium Ilmu Kesehatan dan sembilan pakar keperawatan
dari Badan Kesehatan Dunia (WHO). Pada tahun 2000 mulai muncul Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) diberbagai Universitas di Indonesia (Universitas Airlangga, Universitas
Gajah Mada, Universitas Hasanudin, Universitas Andalas dan Universitas Sumatra Utara).

Tahun 1974 tepatnya tanggal 17 Maret didirikan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI).
Sebagai fusi dari beberapa organisasi keperawatan yang ada sebelumnya, PPNI mengalami
beberapa kali perubahan bentuk dan nama organisasi. Embrio PPNI adalah Perkumpulan Kaum
Verpleger Boemibatera (PKVB) tahun 1921. Pada saat itu profesi perawat Sangat dihormati oleh
masyarakat berkenaan denga tugas mulia yang dilakukan dalam merawat orang sakit. Lahirnya
sumpah pemuda 1928, mendorong perubahan nama PKVB menjadi Perkumpulan Kaum
Verpleger Indonesia (PKVI). Pergantian nama ini berkaitan dengan semangat nasionalisme .
PKVI bertahan sampai tahun 1942 berhubungan dengan kemenangan Jepang atas sekutu.

Bersamaan dengan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, tumbuh organisasi profesi


keperawatan. Tiga organisasi profesi yang ada antara tahun 1945-1954 adalah Persatuan Djuru
Kesehatan Indonesia (PDKI), Persatuan Djuru Rawat Islam (Perjurais) dan Serikat Buruh
Kesehatan (SBK). Pada tahun 1951 terjadi pembaharuan organisasi profesi keperawatan yaitu
terjadi fusi organisasi yang ada menjadi Persatuan Djuru Kesehatan Indonesia (PDKI) sebagai
upaya konsolidasi organisasi profesi tanpa mengikutsertakan SBK karena terlibat pada
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Kurun waktu 1951-1958 diadakan kongres di Bandung dan mengubah nama PDKI menjadi
Persatuan Pegawai Dalam Kesehatan (PPDK) dengan keanggotaan bukan hanya dari perawat.
Tahun 1959-1974 terjadi pengelompokan organisasi keperawatan antara lain Ikatan Perawat
Wanita Indonesia (IPWI), Ikatan Guru Perawat Indonesia (IGPI) dan Ikatan Perawat Indonesia
(IPI) tahun 1969. Akhirnya tanggal 17 Maret 1974 seluruh organisasi keperawatan kecuali
Serikat Buruh Kesehatan bergabung menjadi satu organisasi profesi tingkat nasional dengan
nama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). Nama inilah yang secara resmi dipakai
sebagai nama organisasi profesi keperawatan Indonesia hingga kini.

Anda mungkin juga menyukai