Anda di halaman 1dari 12

KHUTBAH

IDUL ADHA 1441 H / 2020 M

JUDUL
IDUL ADHA DALAM KONDISI PANDEMI COVID-19

Bangomolunow, 10 Zulhijah 1441 H / 31 Juli 2020


Khutbah I

Saudara kaum muslimin-muslimat yang dimuliakan Allah.


Mari kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah swt, yang telah begitu banyak
memberikan kenikmatan, sehingga kita tidak mampu menghitungnya.
Karena itu sudah keharusan kita untuk memanfaatkan segala kenikmatan
untuk mengabdi kepada-Nya sebagai manifestasi dari rasa syukur itu.
Salah satunya melaksanakan ibadah haji dan pemotongan hewan qurban di
Hari Raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik.
Shalawat dan salam kita sanjung agungkan kepada Nabi besar Muhammad
saw, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya dan para penerus risalahnya
yang terus berjuang untuk tegaknya nilai-nilai Islam di muka bumi ini hingga
hari kiamat nanti.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd,


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Sebagaimana dimaklumi ibadah haji, shalat Idul Adha dan kurban tidak bisa
dilepaskan dari sejarah kehidupan Nabi Ibrahim as.
Karenanya sebagai teladan para Nabi, termasuk Nabi Muhammad Saw, Nabi
Ibrahim As harus kita pahami untuk selanjutnya kita teladani dalam kehidupan
sekarang dan masa yang akan datang.
Oleh sebab itu, khutbah yang singkat ini berjudul “Idul Adha dalam Kondisi
Pandemi Covid-19."
Sesungguhnya ada tiga peristiwa penting yang tidak bisa lepas dari prosesi
pelaksanaan Hari Raya Idul Adha.
Ketiga peristiwa tradisional tersebut adalah ibadah haji, shalat Id dan
penyembelihan hewan kurban, yang menjadi sejarah hari raya Idul Adha (hari
Raya kurban) itu sendiri.
Tahun ini kita menyambut Idul Adha dengan suka cita, banyak sekali peristiwa
kelabu hadir sebelum datangnya hari besar ini.
Bahkan bisa dibilang tragedinya sangat memilukan. Banyak orang merasakan
suasana kelabu ini, bahkan kita semua yang ada di Indonesia.
Kondisi wabah Covid-19 yang sampai hari ini belum juga mereda, jangan
sampai membuat umat Islam kehilangan kendali akal sehatnya. Semua yang
terjadi di dunia tentu atas rencana dan ketentuan Sang Maha Kuasa.
Karenanya umat Islam harus bijak dan senantiasa mengedepankan prasangka
baik (husnudzan).
Tentunya takdir Allah Swt, ini tidak boleh serta merta menurunkan semangat
spiritual kita sebagai umat Islam.
Kita harus meyakini, selalu ada hikmah besar yang terkandung dari setiap
ketetapan yang diberikan oleh-Nya.

Apa boleh buat pelaksanaan ibadah haji, shalat Idul Adha dan kurban
dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 yang sampai saat ini belum adanya
tanda-tanda akan segera mereda.
Ibadah pertama dan utama dalam Idul Adha adalah pelaksanaan ibadah haji.
Akibat Covid-19 yang mewabah di berbagai penjuru dunia.
Calon jemaah haji Indonesia tahun 2020 tidak diberangkatkan ke tanah suci
Makkah. Hal ini dilakukan Pemerintah untuk menjaga keselamatan jiwa
jamaah dari tertular/terpapar virus Corona.
Sehingga wajar kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah saat ini sejalan
dengan fiqih Islam.
Pertimbangan paling utama adalah menjaga keselamatan jiwa (hifz nafs),
menjaga keberlangsungan agama melalui rukhshah.
Demikian juga halnya Pemerintah Arab Saudi pun tidak mengizinkan jamaah
dari luar negeri untuk menjalankan rukun Islam kelima ini.
Hanya warga Arab Saudi dan warga asing yang berada di Arab Saudi saja
yang diperkenankan untuk melaksanakan ibadah haji, dengan pembatasan
jumlah dan peraturan yang sangat ketat.
Bagi calon jamaah haji tahun 2020, keputusan ini tentu sangat berat untuk
diterima.
Setelah sekian lama menunggu antrean kuota haji dengan berbagai macam
usaha untuk melunasi ongkos naik haji, tapi giliran saatnya berangkat harus
mengalami penundaan.
Tentu ada hikmah besar yang bisa diambil dari keputusan ini, yaitu kesabaran
dan kepasrahan.
Pertama ujian kesabaran mari coba kita renungkan berfirman Allah dalam QS.
Al-Anfal ayat 46:

“Bersabarlah kalian, sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar”.

Setiap orang yang sabar memiliki keuntungan tersendiri.


Keuntungan dari orang yang bersabar adalah memiliki harapan dan tidak putus
asa karena gagal dalam urusannya.
Iman seseorangpun sangat kuat kaitannya dengan kesabaran. Kesabaran
adalah sikap yang paling dibutuhkan dalam menjalankan ibadah haji.
Di dalamnya kesabaran juga bisa menjadi ukuran mabrur atau tidaknya haji
yang dilaksanakan. Jadi ibadah haji merupakan ukuran ujian sabar atau
tidaknya seseorang.
Seluruh rangkaian ibadah haji itu membutuhkan kesabaran mulai dari
menabung, saat pendaftaran, masa tunggu keberangkatan berpuluh tahun
menunggu, saat berangkat, sampai dengan pelaksanaan dan kembali ke
kampung halaman.
Tanpa kesabaran, jamaah haji tidak akan mungkin mampu melewati rangkaian
ibadah yang memerlukan kekuatan mental dan fisik seperti tawaf, sa'i, wukuf,
dan melempar jumrah.
Ini memberikan hikmah kepada semua calon jamaah haji yang ditunda
keberangkatannya, untuk semakin melatih kesabaran sebelum waktunya
berangkat nanti.
Kesabaran dalam menerima penundaan ini nantinya akan menjadi wasilah
kemabruran haji kelak.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd,


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Hikmah kedua tentang kepasrahan atau disebut dengan tawakkal. Allah Swt,
selalu menyandingkan lafaz tawakal dengan orang-orang yang beriman.
Ini menjadi indikator jika tawakal adalah hal yang sangat diagungkan dan
hanya untuk orang mukmin dan merupakan bagian dari hati yang akan
membawa seseorang pada jalan kebahagiaan lahir dan batin, dunia dan
akhirat.
Terkait dengan hal ini Allah Swt, pun telah memberikan panduan, jika kita
memiliki tekad bulat dalam melaksanakan sesuatu, maka kita harus pasrah diri
kepada-Nya.
Dalam QS. Ali Imran ayat 159 dinyatakan:

“Apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.


Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal.”
Ditundanya pelaksanaan ibadah haji tahun ini, para calon jemaah haji harus
yakin dan pasrah pada Allah karena ini juga merupakan ketetapan Allah.
Haji adalah ibadah yang harus diawali dengan kepasrahan karena harus pergi
jauh meninggalkan orang-orang yang dicintai dan harus berjuang
menyelesaikan rangkaian kewajiban dan rukun haji.
Kain ihram warna putih yang dipakai jemaah pun sudah menandai, para
jamaah haji pasrah atas takdir Allah seperti mayit yang terbungkus kain kafan.
Dengan kepasrahan ini tentunya akan menjadikan para calon jamaah haji lebih
tenang dalam beribadah.
Sehingga wajar ada yang menyebutnya sebagai puncak kepasrahan dalam
sikap keberagamaan pada diri seseorang dalam rangkaian memenuhi perintah
ajaran seperti yang diisyaratkan dalam rukun Islam yang kelima.
Inilah, mungkin hikmah mengapa haji ditempatkan pada posisi rukun Islam
yang kelima.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd,


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Ibadah kedua yang kita laksanakan tengah pademi Covid19 yaitu pelaksanaan
shalat Id, Pemerintah melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan
ketentuan seputar perayaan Idul Adha 2020/1441H.
Aturan tentunya mengutamakan protokol kesehatan demi mencegah virus
corona.
Tercantum dalam Surat Edaran Nomor 18 Tahun 2020 tentang
Penyelenggaraan Shalat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban Tahun
1441 H/2020 M Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19.
Aturan wajib diperhatikan terutama di daerah dengan jumlah kasus dan
penularan Covid-19 masih tinggi.
Dalam edaran disebutkan, shalat Idul Adha bisa dilaksanakan di masjid,
lapangan, atau ruangan dengan sebelumnya berkoordinasi dengan gugus
tugas Covid-19.
Dengan menekankan pentingnya memperhatikan protokol kesehatan saat
ibadah shalat Id, hal ini dilakukan sebagai langkah pencegahan penularan dan
penyebaran Covid-19.
Meskipun masa pendemi Covid-19 pelaksanaan shalat Id, harus tetap akan
mempererat tali silaturrahmi dengan sanak famili, tetangga, dan saudara
muslim lainnya.
Silaturahmi harus tetap terjaga, baik bertemu langsung atau melalui media
telekomunikasi seperti hand phone, media sosial dan sebagainya.
Sebab shalat Idul Adha dikerjakan secara berjamaah dan pelaksanaannya di
masjid atau di tanah lapang.
Dengan begitu, dapat dipastikan akan berjumpa dengan umat Islam lainnya,
sehingga bagi yang susah bertemu akibat kesibukan masing-masing dapat
berjumpa dan berkumpul di tempat dan acara yang sama.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar wa lillahil Hamd,


Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah.

Ibadah ketiga yang kita lakukan di tengah pademi Covid19 yaitu ibadah
qurban. Pandemi virus Corona memukul berbagai aspek kehidupan. Sektor
perekonomian paling terdampak oleh wabah mematikan ini.
Di tengah wabah ini, ibadah kurban akan lebih bermakna dan terasa bagi
masyarakat ekonomi lemah. Selama pandemi berbagai sektor tak terkecuali
sektor ekonomi ikut terkena imbasnya.
Banyak masyarakat yang tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya karena
harus kehilangan mata pencarian. Ibadah kurban bisa menjadi bukti kepekaan
sosial masyarakat yang mampu secara ekonomi terhadap yang miskin.
Kurban semakin memberikan kesadaran kepada kita, harta yang kita miliki
bukanlah mutlak milik kita. Harta dan materi di dunia hanya titipan dari Allah
SWT, yang di dalamnya terdapat hak orang lain.
Kenikmatan yang kita rasakan tidak akan berkurang sedikit pun ketika harus
berbagi dengan orang lain melalui pembelian hewan kurban.
Kita harus menyadari, sesungguhnya hakikat memberi adalah menerima.
Manusia tidak perlu khawatir karena nikmat Allah Swt, sangatlah banyak.
Saking banyaknya kita tidak akan bisa menghitungnya, melalui firman-Nya
dalam QS. An-Nahl ayat 18 mengingatkan kita:

"Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang."

Pengorbanan harta melalui hewan kurban, akan semakin mendekatkan kita


dengan Allah Swt.
Hal ini selaras dengan makna kurban itu sendiri yakni berasal dari bahasa Arab
qariba-yaqrabu-qurban wa qurbanan wa qirbanan, yang artinya dekat.
Sehingga kurban adalah mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan
sebagian perintah-Nya.
Dari hal ini kita bisa menarik dua hikmah dari ibadah kurban di masa pandemi
Covid-19.
Pertama adalah hikmah vertikal, yakni semakin dekatnya kita kepada Allah
Swt dan hikmah horizontal yakni kedekatan dengan sesama manusia dengan
saling berbagi rezeki di tengah situasi sulit akibat pandemi Covid19 ini.
Kurban tidak hanya soal ibadah, berkurban mengandung manfaat ekonomi
yang besar, terutama dalam masa pandemi seperti saat ini.
Oleh sebab itu, para dermawan untuk meluaskan pandangan terhadap ibadah
kurban. Kurban, bukan hanya perihal ritual yang dikerjakan selama satu hari
dalam setahun.
Tapi kurban memikirkan bagaimana hewan itu dibeli, bagaimana dia
dikumpulkan, bagaimana nasib petani-petani dan peternak.
Ini akan menarik semua, dari mulai kandangnya, menyediakan lahannya,
kemudian menyewakan.
Ini salah satu cara kita menggerakkan ekonomi umat, dan ini yang diinginkan
oleh agama.
Pantas Al-Quran menunjukkan adanya anjuran supaya berkurban untuk
mendekatkan diri kepada Allah Swt, yaitu dengan menyembelih binatang
ternak. Dalam QS. Al-Kautsar ayat 1-3 dinyatakan:

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak.


Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah, sesungguhnya
orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.”

Ayat dalam surat tersebut menunjukan agar senantiasa beribadah hanya


kepada Allah Swt. Berkurban sebagai tanda bersyukur atas nikmat yang telah
dilimpahkan-Nya.
Sementara hadits Nabi Saw yang menjadi dasar hukum kurban di antaranya:

“Hai manusia, sesungguhnya atas tiap-tiap ahli rumah pada tiap-tiap tahun
disunatkan berkurban." (HR. Abu Dawud)
Hadits tersebut menerangkan, berkurban itu bukanlah ditentukan untuk sekali
saja melainkan disunatkan tiap-tiap tahun kalau ada kesanggupan untuk
berkurban.
Dalam hadits yang lain Nabi Saw bersabda:

“Dari Abi Hurairah: Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: Barang siapa


yang mempunyai kemampuan tetapi tidak berkurban, maka janganlah ia
menghampiri tempat shalat kami.” (HR. Ahmad dan Ibn Majah)

Dalil-dalil nash tersebut di atas, menurut jumhur ulama bahwa hukum kurban
hukumnya sunat muakad. Sangat wajarlah ibadah kurban merupakan salah
satu amalan yang besar bagi umat Islam.
Dalam surat Al-Kautsar di atas, Allah akan memberikan nikmat yang luar biasa
kepada hamba-Nya yang mau beribadah dengan ikhlas, dengan catatan
mendirikan shalat, mau berkurban, dan tidak menyekutukan-Nya.
Ibadah kurban, merupakan bentuk ibadah ruhiyah yang memiliki aspek sosial
yang sangat tinggi. Apabila ibadah-ibadah mahdhoh lainnya sulit
diterjemahkan dalam kemanfaatan sosialnya, beda halnya dengan kurban.
Ditinjau dalam sudut pandang ekonomi Islam, kurban menjadi salah satu
sarana distribusi di mana konsep distribusi dimasukkan di dalamnya unsur
keadilan dan pemerataan.
Pemenuhan kebutuhan fakir dan miskin menjadi pokok utama pendistribusian
daging hewan kurban, sedangkan kerabat dan si pekurban tetap diperhatikan.
Tingkat kepedulian antar sesama meningkat disebabkan interaksi sosial yang
terjalin.
Prosesi penyembelihan, pengurusan, dan pembagian daging menjadi momen
untuk saling berinteraksi sosial, dengan diakhiri pendistribusian kepada
mereka yang berhak atas daging kurban tersebut.
Akhirnya dalam situasi seperti ini, kita diminta untuk memperbanyak sedekah,
doa, istighfar, shalawat, zikir, dan bacaan al-Quran.
Kita semua berdoa semoga musibah ini segera berlalu dan situasi kembali
normal dan lebih baik lagi.
Kita mengambil hikmah dari musibah ini, kita semakin dekat kepada Allah Swt,
lebih banyak waktu bersama keluarga di rumah, lebih luang waktu
berkomunikasi dengan orang terdekat, kolega, rekan, dan tetangga.
Demikian khutbah ini semoga bermanfaat untuk kita semua, mohon maaf atas
segala kekhilafan dan kekuarangan serta terima kasih atas perhatiannya.
Khutbah II
Ya Allah saat-saat yang syahdu ini, kami segenap hamba-hamba-Mu,
berkumpul, bersimpuh di tempat yang suci yang penuh rakhmat, menyebut
nama-Mu yang agung, berzikir, bermunajat kepadaMu dengan takbir, tahmid,
dan tahlil.

Ya Allah, bersihkan hati dan jiwa ini dari hasad dan dengki, persatukan jiwa-
jiwa ini dalam cinta karena-Mu dan dalam ketaatan kepada-Mu, jangan Engkau
biarkan setan musuh-Mu menggerogoti persaudaraan kami.

Ya Rabbi, ampuni kami atas kehilafan dan dosa kami kepada anak-anak kami,
suami, istri kami, belum mampu mendidik dan membahagiakan mereka.

Ya Rabb, karuniakan kami jasad yang terpelihara dari maksiat, terpelihara dari
harta haram, makanan haram, perbuatan haram. Izinkan jasad ini pulang
kelak, jasad yang bersih.

Ya Rabb, bukakan pintu hati kami agar selalu sadar bahwa hidup ini hanya
mampir sejenak, hanya Engkau tahu kapan ajal menjemput kami, jadikan sisa
umur menjadi jalan kebaikan bagi ibu bapak kami, jadikan kami menjadi anak
yang shaleh yang dapat memuliakan ibu bapak kami.

Anda mungkin juga menyukai