Silabi
Sejak tahun 2000, rumah sakit sering muncul di media massa baik elektronik maupun
media cetak dengan pemberitaan negatif yang terkait dengan masalah pelanggaran hukum
dalam melakukan pelayanan kesehatan. Tuntutan perawat untuk mendapatkan gaji yang
tinggim, tuntutan pasien dengan berlandaskan beraneka peraturan perundang-undangan dari
KUHP, KUH Perdata, UU perlindungan konsumen, UU kesehatan, UU praktik Kedokteran
pemberitaan tentang limbah Rumah Sakit, perlu diluruskan oleh pihak yang terkait dengan
pelayanan kesehatan.
Pelayanan rumah sakit yang sangan kompleks, dengan sumber daya manusia yang
memiliki latar belakang pendidikan yang lengkap mulai dari tenaga yang tidak berpendidikan
sampai profesor, dengan fasilitas yang sama dengan perhotelan ditambah alat-alat kedokteran
yang canggih dan mutakhir, memerlukan pengelola yang handal yang benar-benar paham
terhadap hak dan kewajibannya, baik dibidang pelayanan kesehatan maupun sebagai
pengusaha yang mengelola rumah sakit sebagai perusahaan.
Dari aspek pembiayaan, dana yang diperlukan rumah sakit mulai dari saat berdirinya
samapi engan dana pemeliharaan untuk gedung, alat dan sunber daya manusia memerlukan
biaya operasional yang sangat besar. Biaya pemeliharaan yang besar ini tentunya menjadi
beban konsumen pengguna jasa rumah sakit. Sebagaimana kita ketahui, bahwa konsumen
pengguna jasa rumah sakit adalah pasien, sehingga beban operasional rumah sakit yang tinggi
ini akan menjadi bebean pasien yang memerlukan pertolongan bagi kesembuhan dirinya.
Beban biaya yang harus dikeluarkan pasien ini sangat besar bila kita bandingkan dengan
keadaan sosial ekonomi rata-rata masyarakat Indonesia saat ini. Sehingga wajarlah bila
pasien yang sudah mengeluarkan biaya yang tinggi ini, muydah bereaksi negatif bila pasien
beranggapan bila dirinya tidak mendapatkan pelayanan sebagaimana yang diharapkannya.
Disisi lain, rumah sakit yang berdiri berdiri megah dengan peralatan canggih dengan
jumlah pasien yang selalu penuh dan membayar mahal, seringkali dianggap memperoleh
keuntungan yang banyak dari usaha yang dilakukannya. Oleh karena itu, pengelola rumah
sakit perlu “waspada” terhadap berbagai kemungkinan yang dapat terjadi terutama terkait
dengan pengeluaran dana akibat tuntutan hukum dari berbagai pihak yang ingin ikut
mendapatkan bagian hasil dari rumah sakit.
Berangkat dari uraian tersebut, maka tinajuan berbagai aspek hukum yang dapat
“menjerat” rumah sakit merupakan hal yang cukup penting untuk diberikan sebagai bekal
peserta didik di Program Studi Manajemen Rumah Sakit
Sesuai dengan salah satu kompetensi yang harus dicapai pada Program Studi
Manajemen Rumah Sakit MM STIE Indonesia Banjarmasin perihal jiwa kepemimpinan
individu (individual leadership), maka setelah menyelesaikan mata kuliah Aspek Hukum
Rumah Sakit ini, peserta didik diharapkan mampu menjadi leader yang benar-benar
bertanggungjawab serta mengerti hak dan kewajibannya segai pemimpin yang tidak saja
peduli terhadap kemajuan usahanya, tetapi juga peduli kepada pasien sebagai konsumen jasa
yang merupakan penyumbang dana yang ikut andil dalam keberhasilan rumah sakit.
Sehuungan dengan itu, maka beberapa aspek hukum yang diharapkan dapat benar-
benar dihayati oleh peserta didik meliputi :
1. Etika Rumah Sakit
Sebagai penyedia jasa pelayanan kesehatan, rumah sakit tidak boleh hanya memikirkan
segi komersial saja. Kewajiban moral untuk memberikan pelayanan kepada pasien dari
segi kemanusiaan dan rasa empati terhadap penderitaan konsumennya juga harus dimiliki
oleh setiap insan yang bekerja di rumah sakit. Oleh karena itu, Kode Etik Rumah Sakit
Indonesia (KODERSI) sebagai etik yang harus dipatuhi perlu dimengerti dan dijadikan
sikap hidup peserta didik Manajemen Rumah Sakit.
Tujuan
Metode Kuliah
Prestasi belajar mahasiswa akan dinilai melalui komponen penilaian dengan bobot
nilai seperti berikut :
1 Tugas-tugas Makalah 30 %
Buku Teks
A. BUKU WAJIB :
Minggu
Materi Bahan Bacaan
Ke