Anda di halaman 1dari 7

REMEDIAL ETIKA KEPERAWATAN

“HUKUM KESEHATAN DAN KEPERAWATAN”

DISUSUN OLEH :
MHD.EKA SAPUTRA

(PO72201211719)

DOSEN PEMBIMBING :

ARTIA DIARINA,SKM.,MKM

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGPINAN
PRODI D.III KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023
ASPEK HUKUM PROFESI KEPERAWATAN
A. PENGANTAR
Profesi Perawat merupakan profesi yang membutuhkan perjuangan jangka panjang untuk
memposisikan dirinya sebagai profesi mandiri. Peninggalan Kolonialis Belanda
mengharuskan profesi perawat menjadi subordinat profesi kesehatan lain (efek aliran
kontinental). Walaupun kondisi di Belanda sekarang sudah berubah menjadi aliran anglo
saxon, di mana posisi perawat sejajar dengan profesi tenaga kesehatan lainnya. Bahkan
ada kata paramedis yang artinya para sama dengan subordinat atau bawahan. Sehingga
terkesan ada profesi yang kuat dan ada profesi yang lemah.

Akhirnya profesi perawat mengikrarkan diri sebagai profesi mandiri lewat Lokakarya
PPNI yang diadakan pada tahun 1983. Ada dukungan Konsorsium profesi kesehatan yang
diinisiasi oleh Prof. Dr. Maarifin maka dibentuklah program Sarjana Keperawatan.
Dengan program sarjana berarti syarat sebagai tenaga ahli profesi keperawatan sudah
terpenuhi. Universitas Indonesia sebagai lahan percontohan perkembangan berdirinya
Program Sarjana Ilmu Keperawatan (PSIK) yang di bawah naungan Fakultas Kedokteran
UI pada tahun 1985. Setelah berjalan selama 16 tahun dan dianggap kuat, maka berdirilah
Fakultas Ilmu Keperawatan (FIKUI) tahun 1997/1998.

B. CIRI-CIRI PEKERJAAN PROFESIONAL


Adapun ciri-ciri pekerjaan profesional telah dimiliki oleh p perawat yaitu: profesi

1. Dari zaman penjajahan Belanda, semua perawat sudah profesi mereka menjadi seumur
hidup. Bahkan ada yang sudah pensiun, masih membuka praktik sendiri atau bekerja di rumah
sakit swasta yang bisa membiayai kehidupannya. Walaupun kebanyakan perawat sebelum
tahun 1985 adalah lulusan SPK/SPR, tetapi berkat pengalaman lapangan, mereka mampu
melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan kebutuhan. menjadikan

2. Untuk menjadi seorang perawat, harus melalui proses pendidikan resmi yang panjang (3-5
tahun), mengikuti program akademik dan melakukan praktik klinik profesi, baru diangkat
sebagai lulusan perawat. Akan tetapi bila mau bekerja saat ini harus mengikuti uji kompetensi
yang sulit. Bila uji kompetensi lulus, maka perawat harus mengurus Surat Tanda Registrasi (STR)
dan Surat Izin Perawat (SIP). Pada saat bekerja harus mengikuti uji kredensial sehingga
dianggap sebagai perawat yang punya hak bekerja.

3. Untuk menjadi perawat yang benar dan baik, maka setiap perawat harus menjunjung tinggi
nilai-nilai luhur sebagai profesi membantu kesulitan pasien (helping profession). Perawat akan
bekerja mengikuti peraturan terkait hospital by laws, nursing care by laws, kode etik profesi
dan Standard Operational Procedure (SOP). Bila ini dapat dipatuhi, maka asuhan keperawatan
akan dapat menjamin mutu yang tinggi. keamanan dan keselamatan pasien.

4. Untuk menjamin kualitas pelayanan keperawatan secara terus menerus, maka kelompok
profesi (PPNI), membentuk kolegium yang menetapkan standar praktik klinik dan standar
kinerja perawat. Pengawasan dan monitoring dapat dilakukan dari dalam fasilitas kesehatan
sendiri atau menunjuk mitra bestari yang akan mengevaluasi kinerja tiap tahun. Kinerja
perawat akan dilakukan terhadap sikap kinerja (kehadiran, disiplin, dedikasi, kerja sama, dan
komunikasi), kinerja pelayanan sesuai tugas pokok dibagiannya masing-masing,dan mutu
pelayanan keperawatan(kepatuhan terhadap SPO/SOP,kepuasan pelanggan internal dan
eksternal,pemahaman pasien terhadap edukasi perawat,pengkajian resiko jatuh dan kesalahan
pemberian obat)

C. INTI SARI PELAYANAN KEPERAWATAN


Intisari dari pelayanan keperawatan adalah bagaimana melaksanakan asuhan keperawatan
yang bermutu dan mengedepankan keselamatan bagi pasien sekaligus mencegah komplain
pasien yang tidak diselesaikan. Komplain akan muncul apabila pasien memilik perasaan bahwa
apa yang telah diterima tidak sesuai dengan haknya sebagai pelanggan. Walaupun secara nyata
produk jasa layanan kesehatan sulit dinyatakan (intangible), akan tetapi dengan dalih yang
masih asumsi, pasien sendiri dapat melakukan komplain.

INTISARI PELAYANAN KEPERAWATAN

SEBAGAI KLIEN

PROFESI MANUSIA SEBAGAI


KEPERAWATAN PASIEN

TERDAPAT TANGGUNG JAWAB MORAL,ETIK,DAN HAK ASASI


MANUSIA

Adapun hubungan pelaksanaan pelayanan keperawatan antara pasien dan perawat tidak
akan terlepas dari dari hubungan antara hak dan kewajiban masing-masing

seorang perawat yang sudah memiliki syarat perizinan dan lulus uji kompetensi harus berprinsip:

1. Mengedepankan pelayanan terbaik bagi pasien (unilitarian dan deontology).


2. Mengutamakan kemanfaatan yang baik (beneficence).
3. Menghindari yang akan membuat cedera pasien (nonmaleficence).
4. Menghormati hak-hak individu pasien yang merupakan otonomi yang tidak boleh
diubah/intervensi berlebihan oleh perawat (Right Based Ethics).

D. HUKUM YANG TERKAIT BIDANG KEPERAWATAN


Sebagai profesi mandiri, maka perawat harus menyadari dampak baik dan buruk yang akan terjadi.
Sebagaimana dijelaskan di bab-bab sebelumnya bahwa tuntutan hukum ada hukum perdata dan
pidana. Semua perawat harus mengetahui dan memahami peraturan atau perundang undangan
yang berlaku dan budaya kerja yang baik yang selama ini diterapkan. Peraturan yang berlaku dan
dapat dijadikan sumber hukum yang melindungi perawat dalam praktik klinik antara lain:
a. Undang-Undang Dasar 1945.
b. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional.
c. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
d. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan.
e. Undang-Undang RI Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan.
f. Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenaga kerjaan.
g. Undang-Undang RI Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
h. Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
i. Undang-Undang RI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Di samping itu, perawat harus menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi temuan baru untuk
kelancaran asuhan keperawatan, memerhatikan perjanjian internasional dan yurisprudensi yang
berlaku. Kesalahan pada tahapan izin, tidak akan ditolerir, sehingga manajer rumah sakit berani dan
tegas untuk menghentikan perawat yang bekerja tanpa izin yang lengkap. Akibat suatu kesalahan,
pasien akan komplain dan kadang sampai meja hijau (pengadilan). Mengingat masyarakat semakin
melek hukum, perawat harus hati-hati agar ada komplain pasien. Pasien dapat menggugat secara
administrasi tidak yaitu pidana (hukuman dan/atau denda), dan perdata (ganti rugi).

E. SISTEMATIKA ETIKOLEGAL KEPERAWATAN


Sebagai perawat yang baik maka akan bersedia mengikuti peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) bekerja sama Konsil Keperawatan Indonesia
(KKI) harus mampu mengawal pelaksanaan praktik keperawatan kepada setiap perawat secara legal.
Legal berarti mengikuti kode etika keperawatan dengan baik dan prosedur praktik klinik sesuai
peraturan yang dikeluarkan pemerintah.
Program ini sangat untuk mengintegrasikan ilmu kesehatan sekaligus mengonsilidasikan mana tugas
mandiri dan mana tugas kolaborasi antar tenaga kesehatan. Yang paling penting adanya program ini
sebenarnya adalah menyamakan persepsi dalam membentuk jiwa korsa antar calon tenaga
kesehatan di lapangan (Provider) untuk berkolaborasi sehingga bermanfaat bagi kualitas pelayanan
kesehatan yang menguntungkan pasien dan masyarakat.
Program pendidikan yang menyiapkan calon pemimpin tenaga kesehatan yang dilakukan secara
kolektif akan membentuk jiwa korsa, juga sudah diwadahi oleh Kementerian Kesehatan RI. Dalam
Undang Undang RI Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan,
pada Pasal 11 dibagi menjadi:

1. Tenaga medis yaitu dokter, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter gigi spesialis.
2. Tenaga psikologi klinis yaitu psikologi klinis.
3. Tenaga keperawatan yaitu perawat.
4. Tenaga kebidanan yaitu bidan.
5. Tenaga kefarmasian, yaitu apoteker dan teknis kefarmasian. 6. Tenaga kesehatan masyarakat
yaitu epidemiologi kesehatan, tenaga promosi kesehatan dan ilmu perilaku, pembimbing
kesehatan kerja, tenaga administrasi dan kebijakan kesehatan, tenaga biostatistik dan
kependudukan, serta tenaga kesehatan reproduksi dan keluarga.
6. Tenaga kesehatan lingkungan, yaitu sanitasi lingkungan, entomologi kesehatan, dan
mikrobiologi kesehatan
7. Tenaga gizi, yaitu nutrisionis dan dietisie.
8. Tenaga keterapian fisik, yaitu fisioterapis, okupasi terapis, terapis wicara, dan akupunktur.
9. Tenaga keteknisian medis, yaitu perekam medis dan informasi kesehatan, teknik
kardiovaskuler, teknisi pelayanan darah, refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata
anestesi, terapis gigi dan mulut, dan audiologis.
10. Tenaga teknik biomedika, yaitu radiografer, elektromedis, ahli teknologi laboratorium medik,
fisikawan medik, radioterapis, dan ortotik prostetik.
11. Tenaga kesehatan tradisional, yaitu tradisional ramuan dan tenaga kesehatan tradisional
keterampilan.
12. Tenaga kesehatan lainnya.

Dari kedua belas tenaga kesehatan dalam Pasal 11 tersebut ada beberapa perpindahan klasifikasi
yang harus dijelaskan lebih lanjut, yaitu:
1. Kebidanan, yang sejak semula bersama dengan keperawatan, dilepas dari kotak keperawatan
dan sekarang berdiri sendiri.

2. Perubahan dan penambahan tenaga keteknisian medis untuk tenaga teknisi pelayanan darah,
refraksionis optisien/optometris, teknisi gigi, penata anestesi, terapis gigi dan mulut, dan
audiologis. Tenaga kesehatan di atas basic ilmu dasarnya keperawatan, tapi sekarang dilepas
dari kotak keperawatan.

3. Tenaga teknik biomedika, memuat ahli teknologi laboratorium medik dan ortotik prostetik.
Apakah ahli teknologi laboratorium medik lulusan D3 analis atau SMK analis.

4. Apakah lulusan SKM atau D3 di kotak keterapian fisik, keteknisian medis, dan teknik biomedika
bisa melanjutkan S1, sehingga memenuhi jenjang kesarjanaan sebagai persyaratan untuk
jenjang karier tertinggi. Padahal dalam UU RI No. 39 Thn. 1999 tentang Hak Asasi Manusia
(HAM), Pasal 13 yang bunyinya:
"Setiap orang berhak untuk mengembangkan dan memeroleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya sesuai dengan martabat manusia demi kesejahteraan pribadinya, bangsa
dan umat manusia".
Profesi keperawatan dalam UU RI No. 36 Thn. 2014 yang diakui sebagai profesi mandiri, juga
memiliki hak secara etikolegal untuk melaksanakan praktik mandiri. Pelaksanaan praktik profesi
keperawatan memiliki landasan etika dan hukum di lapangan sebenarnya yang tidak jauh berbeda
dengan profesi kesehatan yang lain.
sistematika etikolegal praktik keperawatan yang merupakan syarat untuk memenuhi aspek yuridis.
Setiap perawat harus memahami bahwa perawat memiliki landasan hukum profesi keperawatan
yang sudah baku, yaitu:
1. Tingkatan pertama, adalah menjadikan Undang-Undang Dasar atau
undang-undang sebagai payung tertinggi. Profesi sudah memiliki rujukan
hukum tertinggi yaitu Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Di samping itu, perawat juga memiliki
pedoman undang-undang yaitu Undang Undang RI Nomor 38 Tahun 2014
tentang Keperawatan. Bagi perawat yang bekerja di fasilitas pelayanan
seperti rumah sakit, harus memahami dan mengikuti fungsi Undang-
Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam UU ini
perawat harus memahami tugas dan tanggung dalam praktik klinik dan
akibat hukum bila terjadi kesalahan yang disengaja (malpraktik), maupun
tidak disengaja (neglect/lalai).
2. Tingkatan kedua setelah undang-undang, maka dapat dilihat peraturan
pemerintah tentang posisi dan tanggung jawab perawat di institusi
pelayanan atau praktik klinik. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 35
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, perlu
menetapkan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman
Organisasi Rumah Sakit. Untuk selanjutnya mengetahui posisi dan
tanggung jawab perawat di rumah sakit. Dalam Perpres ini, Pasal 6
menjelaskan bahwa di rumah sakit diakui adanya unsur pelayanan
keperawatan.
3. Tingkatan ketiga dari sistematika etikolegal dari profesi keperawatan
adalah merujuk kepada peraturan menteri kesehatan RI. Peraturan
menteri kesehatan dapat berupa Peraturan Menteri Kesehatan
(Permenkes) dan Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes). Adapun
Permenkes RI yang sesuai dengan persyaratan perawat untuk bekerja
sebagai tenaga kesehatan adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1796/MENKES/PER/VIII/2011, tentang Registrasi Tenaga Kesehatan.
Sedangkan profesi bidan menggunakan Keputusan Menteri Kesehatan RI
Nomor:369/MENKES/SKIII/2007 tentang Standar Profesi Bidan. Kemenkes
RI juga berhak mengeluarkan peraturan tentang kinerja keperawatan,
standar asuhan keperawatan perminatan, dan peraturan yang
berhubungan dengan mutu pelayanan keperawatan serta tata cara
peningkatan jenjang karier.
Ketiga tingkatan di atas adalah jawaban untuk mematuhi peraturan dari
segi yuridis atau aspek hukum. Agar perawat dapat melaksanakan
pelayanan praktik keperawatan dengan sah di lapangan maka, organisasi
PPNI, Dewan Etik Keperawatan, Majelis Uji Kompetensi, dan Konsil
Keperawatan Indonesia membuat standar peraturan pelaksana lapangan.
Peran PPNI Kepmenkes 1239/2001 dalam mendukung pelaksanaan
praktik klinik keperawatan yaitu: mengumpulkan angka kredit, dan
rekomendasi perizinan praktik perawat.PPNI bekerja sama dengan Majelis
Etik dan Hukum Keperawatan (MEHK) memiliki kewenangan untuk
membuat peraturan dan standar kerja seperti:
a. Menetapkan Kode Etik Keperawatan, yang berisi hubungan etik
antara perawat dengan pihak-pihak terkait seperti pasien, perawat
lain, tenaga kesehatan lain, masyarakat dan pejabat terkait.
b. Menetapkan hak dan kewajiban perawat.
c. Menetapkan Standar Prosedur Operasional/SPO pelayanan
dan/atau tindakan keperawatan.
d. Melakukan uji kompetensi lulusan baru dan yang sudah bekerja.
e. Memberikan kemudahan pembuatan STR dan rekomendasi
pembuatan SIP dan atu SIK.

Anda mungkin juga menyukai