Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PENERAPAN PROFESIONAL STATUS DI TATANAN RS DARI ASPEK


MANAJEMEN DAN PRAKTIK KLINIK

OLEH

KELOMPOK 1:

ASRIYANTI

NURYADI

RENNY SARAH

ROSENNI MARIA SINAGA

YUYUN YUCHANI

ZAINAB

PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN Sint CAROLUS

JAKARTA

2021
BAB I

1.1 Latar Belakang


Perkembangan dunia keperawatan modern dimulai sejak jaman
Florence Nightingale (1820-1910) The Lady with the Lamp karena perannya
dalam merawat tentara di malam hari menggunakan lentera pada saat perang
Krimea (1853-1856). Hingga saat ini filosofi keperawatan yang
dikembangkan oleh Nightingale masih digunakan dalam praktek pelayanan
Keperawatan.
Dunia Keperawatan semakin berkembang kearah yang lebih baik dan
telah diakui sebagai sebuah profesi atau professional yang ada di seluruh
negara di dunia. Organisasi-organisasi profesi perawat telah berdiri,
ANA(American Nurse Association) di Amerika, pada tahun 1989 didirikan
sebuah organisasi profesi keperawatan dunia yakni International Council Of
Nurse (INC) yang berfungsi dalam memastikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas untuk semua kalangan, kebijakan kesehatan secara global,
kemajuan pengetahuan keperawatan, serta memastikan pelayanan
keperawatan yang kompeten dan memuaskan. Di Indonesia sendiri telah
berdiri organisasi Profesi Perawat Nasional/PPNI pada tahun 1974 dan pada
tahun 2014 telah lahir undang-undang no.38 tentang keperawatan, ini
membuktikan perawat telah diakui sebagai sebuah profesi.
Perawat merupakan sebuah profesi yang bekerja dalam bidang
kesehatan yang memiliki kompetensi mandiri yakni mampu memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan kompetensi dan kewenangan yang
dimilikinya dalam memberikan pelayanan keperawatan dan memberikan
asuhan keperawatan kepada pasien/klien sakit maupun sehat pada individu,
keluarga dan masyarakat. Selain itu, perawat memiliki fungsi interdependen
yang merupakan kemampuan menjalin hubungan baik atau tindakan
kolaborasi dengan sesame perawat, dokter, maupun tenaga kesehatan lainnya.
Kompetensi perawat mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan
(soft dan hard skill). Aturan kompetensi ini tertuang dalam KMK Nomor
HK.01/07/MENKES/425/2020 tentang standar profesi keperawatan.
Pengembangan karier yang sesuai dengan kebutuhan dan kompetensi
perawat dapat diwujudkan, jika terdapat keseimbangan antara upaya
pengembangan karier yang secara individual dilakukan oleh perawat dan
upaya pengembangan karier secara organisasional yang dilakukan oleh pihak
manajemen rumah sakit. Rumah sakit sebagai penyedia jasa pelayanan
kesehatan saat ini sudah berkembang pesat. Jumlah rumah sakit di Indonesia
semakin meningkat, tercatat sejak tahun 2012 sampai dengan April 2018 terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rumah sakit dituntut untuk
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, karena rumah sakit tidak hanya
bersaing dengan rumah sakit lainnya tetapi juga bersaing dengan puskesmas,
praktik dokter, dan pelayanan kesehatan lainnya. Demi menjaga kualitas
pelayanan dan kinerja rumah sakit, pihak manajemen harus mampu
mempertahankan sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya. SDM
merupakan aset yang berharga dalam suatu perusahaan atau organisasi seperti
rumah sakit. Keberhasilan rumah sakit dalam memberikan jasa pelayanan
ditentukan oleh kualitas SDM. Perawat merupakan SDM terbesar di rumah
sakit yang memiliki peran penting dalam menjaga dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan.
Dalam upaya menganalisa penerapan prosefional status perawat di
tatanan rumah sakit maka makalah ini dibuat.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Menganalisis penerapan professional status ditatanan RS dari aspek
manajemen/praktik klinik
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui nilai professional keperawatan
b. Menganalisa penerapan jenjang karir di tatanan RS dari aspek
manajemen
c. Menganalisa penerapan jenjang karir di tatanan RS dari aspek praktik
klinik
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nilai Profesional Keperawatan


A. Dasar Hukum
Menurut UU no 44 tentang RS menyatakan bahwa Setiap tenaga
kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan
mengutamakan keselamatan pasien.
Perawat sebagai salah satu profesi di bidang kesehatan harus
mengikuti aturan tersebut, sebagaimana yang dijelaskan dalam UU no 40
tentang keperawatan yang menyatakan bahwa pelayanan keperawatan
adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik sehat maupun sakit.
B. Ciri Profesi
Utami, N (2016) dalam bukunya tentang Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional menjelaskan tentang ciri keperawatan sebagai
profesi adalah mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Mempunyai body of knowledge yang mencakup ilmu–ilmu dasar
(alam, sosial, perilaku), ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat,
ilmu keperawatan dasar, ilmu keperawatan klinis dan ilmu
keperawatan komunitas.
2. Pendidikan berbasis keahlian pada jenjang pendidikan tinggi, Di
Indonesia berbagai jenjang pendidikan telah dikembangkan dengan
mempunyai standar kompetensi yang berbeda-beda mulai DIII
keperawatan sampai dengan S3 sudah dikembangkan.
3. Memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik dalam
bidang profesi, keperawatan dikembangkan sebagai bagian integral
dari sistem kesehatan nasional. Pelayanan/askep yang dikembangkan
bersifat humanistik/ menyeluruh didasarkan pada kebutuhan pasien,
berpedoman pada standar asuhan keperawatan dan etika keperawatan.
4. Memiliki perhimpunan/organisasi profesi, keperawatan memiliki
organisasi profesi, yaitu PPNI, organisasi profesi ini sangat
menentukan keberhasilan dalam upaya pengembangan citra
keperawatan sebagai profesi serta mampu berperan aktif dalam upaya
membangun keperawatan profesional dan berada di garda depan
dalam inovasi keperawatan di Indonesia
5. Pemberlakuan kode etik keperawatan, dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan, perawat profesional selalu menunjukkan sikap dan
tingkah laku profesional keperawatan sesuai kode etik keperawatan.
6. Otonomi Keperawatan memiliki kemandirian, wewenang, dan
tanggung jawab untuk mengatur kehidupan profesi, mencakup
otonomi dalam memberikan askep dan menetapkan standar asuhan
keperawatan melalui proses keperawatan, penyelenggaraan
pendidikan, riset keperawatan dan praktik keperawatan dalam bentuk
legislasi keperawatan (UU No.38 tahun 2014 tentang Keperawatan).
7. Motivasi Bersifat Altruistik, masyarakat profesional keperawatan
Indonesia bertanggung jawab membina dan mendudukkan peran dan
fungsi keperawatan sebagai pelayanan profesional dalam
pembangunan kesehatan serta tetap berpegang pada sifat dan hakikat
keperawatan sebagai profesi serta selalu berorientasi kepada
kepentingan masyarakat.
Menurut Nursalam (2014) dalam bukunya tentang Manajemen
Keperawatan, ditinjau dari perkembangan iptek keperawatan serta dari
etika keprofesian dan sosial, terdapat empat faktor yang terkait erat dengan
proses profesionalisasi, yaitu: 1. pengembangan pendidikan tinggi
keperawatan; 2. pengembangan pusat riset keperawatan; 3. penataan
standar praktik keperawatan profesional melalui undang-undang praktik
keperawatan; 4. pendayagunaan organisasi keperawatan-pokja
keperawatan
Untuk dapat diakui dan diterima keberadaannya, profesi keperawatan
harus dapat menempatkan dirinya sejajar dan setenar dengan profesi lain.
Banyak upaya untuk menegakkan profesionalisme perawat, utamanya
menetapkan standardisasi dan regulasi/legislasi keperawatan yang meliputi
registrasi, akreditasi, sertifikasi dan lisensi praktik profesi keperawatan.
Kebutuhan terhadap perawat profesional akan terus meningkat dari waktu
ke waktu seiring dengan pengakuan pemerintah dan masyarakat terhadap
profesi perawat.
C. Definisi Nilai Profesional Keperawatan
Profesionalisme didefinisikan sebagai pelaksanaan secara konsisten
nilai-nilai utama yang dibuktikan dengan pelaksanaan kerja perwat dengan
profesional kesehatan lain guna mencapai kesehatan optimal dan
kesejahteraan bagi pasien, keluarga, dan komunitas dengan secara bijak
menerapkan prinsip altruisme, keunggulan, kepedulian, etik, rasa hormat,
komunikasi, dan akuntabilitas (AACN, 2009).
Fisher (2014) mengatakan bahwa nilai profesional dapat dibuktikan
dari sikap yang akhirnya mempengaruhi perilaku. Nilai profesional
keperawatan merupakan fondasi dari praktik, yang mengarahkan perawat
dalam berinteraksi dengan klien, rekan sejawat, praktisi profesional lain,
dan publik. Nilai-nilai yang menjadi identitas keperawatan ini memberikan
perawat kerangka kerja dalam mengurus kesejahteraan klien dan menjadi
fondasi perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan.

D. Komponen Nilai Profesional Keperawatan


American Association of Colleges of Nursing (AACN, 2009)
menyebutkan beberapa nilai profesional keperawatan yang menjadi
fondasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan. Berikut nilai
profesional yang mencerminkan perawat profesional yang memandu
perawat untuk berperilaku etik dalam pemberian asuhan keperawatan.
Pertama, memperhatikan atau mementingkan kesejahteraan dan
keselamatan orang lain atau yang disebut altruisme. Altruisme dalam
praktik profesional diwujudkan dengan pemberian perhatian dan advokasi
perawat terhadap kebutuhan dan kesejahteraan klien. Wujud dari altruism
yakni dikesampingkannya kebutuhan perawat sendiri guna mendahulukan
kebutuhan pasien yang lebih penting.
Kedua, yakni otonomi (autonomy). Perawat yang menerapkan nilai ini
menunjukkan sikap menghargai hak pasien dalam pembuatan keputusan
terkait kesehatan pasien. Dengan penuh kesadaran perawat menyusun dan
memutuskan tindakan melalui pertimbangan-pertimbangan yang tepat.
Ketiga, menghormati martabat manusia dengan segala nilai dan
keunikan yang dimiliki individu dan kelompok. Perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatannya, meletakkan pasien pada posisi
seorang manusia yang memiliki hak-hak untuk dihormati sebagai seorang
manusia. Sebagai contoh, saat melakukan pemeriksaan fisik genitalia pada
pasien perempuan, perawat tetap menjaga privasi pasien.
Keempat, yakni integritas yang diwujudkan dengan tindakantindakan
yang sesuai dengan kode etik dan standar praktik. Refleksi yang muncul
dari nilai integritas dalam praktik profesional perawat ialah kejujuran yang
ditunjukkan perawat dalam sikapnya, serta diterapkannya kode etik dalam
pemberian pelayanan keperawatan yang dibutuhkan klien. Kelima,
keadilan sosial yang ditunjukkan dengan menjunjung tinggi prinsip moral,
prinsip legal, dan prinsip kemanusiaan sepanjang melaksanakan tugas
sebagai perawat. Nilai ini menghantarkan perawat untuk tidak membeda-
bedakan pelayanan keperawatan yang diberikannya kepada para klien.
Perawat tidak membedakan klien berdasarkan ras, suku, budaya, negara,
warna kulit, agama, maupun sekte kelompok yang lainnya. Perawat
memandang bahwa seluruh pasien adalah manusia, sehingga kesemuanya
memiliki hak yang sama untuk dipenuhi kebutuhan perawatannya. Weis
dan Schank (2009) telah menyusun instrumen untuk mengukur nilai
profesional keperawatan. Instrumen tersebut berasal dari American Nurses
Association (ANA) Code of Ethics for Nurses. Dari penelitian yang
dilakukan untuk merumuskan instrumen tersebut, ia menemukan lima nilai
profesional yang teridentifikasi sebagai komponen dasar faktor analisis
Weis & Schank (2009) menyusun sebuah instrumen yang dapat digunakan
untuk mengukur nilai profesional seorang perawat atau mahasiswa
perawat, yakni Nurses Professional Values Sclae-Revised (NPVS-R).
Instrumen ini disusun dan dikembangkan sedemikian rupa, sehingga
tersusunlah 28 pernyataan positif dengan skala likert untuk faktor analisis
yang merupakan turunan dari kode etik keperawatan yakni caring,
avtivism, trust, profesionalism, dan justice mengukur nilai profesional
keperawatan. Instrumen ini terdiri dari lima faktor analisis yang
merupakan turunan dari kode etik keperawatan yakni caring, activism,
trust, profesionalism, dan justice.
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan
perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau
menyayangi yang merupakan kehendak keperawatan. Selain itu, caring
mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang.
Caring juga mempelajari berbagai macam philosofi dan etis perspektif.
Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring
merupakan suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja
untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada klien. Dalam
keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam
praktik keperawatan.
Activism yang dimaksud adalah cara untuk menyatakan aktifitas
perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya
yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan
tugas dan tanggung keperawatan secara professional sesuai dengan kode
etik professional. Fungsi itu sendiri adalah suatu pekerjaan yang dilakukan
sesuai dengan perannya. Fungsi dapat berubah disesuaikan dengan
keadaan yang ada. Fungsi Perawat dalam melakukan pengkajian pada
Individu sehat maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan
berguna untuk pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di
miliki, aktifitas ini di lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan
kemandirian pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan
yang terdiri dari tahap pengkajian, identifikasi masalah (diagnosa
keperawatan), perencanaan, implementasi dan evaluasi.
Trust adalah membina hubungan saling percaya dan saling bantu,
dengan pasien. Ciri hubungan helping-trust adalah harmonis, empati, dan
hangat. Hubungan harmonis adalah hubungan yang harus dilakukan secara
jujur dan terbuka, tidak dibuat-buat. Perawat memberikan bantuan ketika
individu kesulitan memenuhi kebutuhan dasarnya (Watson dalam Asmadi,
2008).
Profesionalism merupakan proses dinamis dimana profesi
keperawatan yang telah terbentuk mengalami perubahan dan
perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan
masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap
sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh
masyarakat. Profesi Keperawatan, profesi yang sudah mendapatkan
pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk
berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia agar
keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan
pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan
langkahlangkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan
sosial di Indonesia (Bunner, 1984).
Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional
ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktik dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan. Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Contoh ketika perawat dinas sendirian dan ketika itu ada
klien baru masuk serta ada juga klien rawat yang memerlukan bantuan
perawat maka perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor dalam
faktor tersebut kemudian bertindak sesuai dengan asas keadilan (Perry &
Potter, 2010).
E. Pendidikan dan Jenjang Karir Keperawatan di Indonesia
Pengembangan karir profesional perawat dalam bentuk jenjang karir
perawat merupakan sistem untuk meningkatkan kinerja dan
profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan -7-
kompetensi yang menghasilkan kinerja profesional. Jenjang karir
mempunyai makna tingkatan kompetensi untuk melaksanakan asuhan
keperawatan yang akuntabel dan etis sesuai batas kewenangan (Permenkes
No 40, 2017).
Menurut UU no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan menjelaskan
bahwa Jenis Perawat terdiri atas: Perawat profesi; dan Perawat vokasi.
Perawat profesi terdiri atas: Ners; dan Ners spesialis. Untuk Pendidikan
Tinggi Keperawatan di Indonesia terdiri atas:
a. Pendidikan vokasi yaitu program Diploma Keperawatan
b. Pendidikan akademik yaitu program sarjana Keperawatan, program
magister Keperawatan, dan program doktor Keperawatan
c. Pendidikan profesi yaitu program profesi Keperawatan dan program
spesialis Keperawatan.
Menurut PMK no 40 tahun 2014 tentang Pengembangan Jenjang Karir
Profesional Perawat klinis disebutkan bahwa keberhasilan pemberian
asuhan keperawatan dilakukan dengan cara meningkatkan profesionalisme
perawat yaitu dengan pengembangan jenjang karir perawat.
Pengembangan karir profesional perawat berupa:
a. Perawat Klinis (PK);
b. Perawat Manajer (PM);
c. Perawat Pendidik (PP); dan
d. Perawat Peneliti/Riset (PR).
Pelaksanaan di tatanan klinik melalui penempatan perawat pada
jenjang yang sesuai dengan kompetensinya. Sementara Pimpinan rumah
sakit, puskesmas atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dan pemangku
kepentingan bertanggung jawab dalam pembinaan perawat dan wajib
memberikan kesempatan yang sama kepada perawat dalam pengembangan
jenjang karir perawat.
Pengembangan jenjang karir perawat klinis dilakukan melalui
pengembangan profesional berkelanjutan yaitu dengan mengikuti
pendidikan formal, pelatihan, penelitian dan pengabdian masyarakat,
workshop, atau seminar dan memberikan pengakuan terhadap kemampuan
yang didasarkan kepada pengalaman kerja dan kinerja praktik
keperawatan.
Pengembangan sistem jenjang karir profesional perawat pada
pedoman ini ditujukan bagi perawat klinis yang melakukan praktik sebagai
pemberi asuhan keperawatan di fasilitas pelayanan kesehatan. Secara utuh
jenjang karir profesional di Indonesia terdiri dari 4 bidang, meliputi
Perawat Klinis (PK), Perawat Manajer (PM), Perawat Pendidik (PP) dan
Perawat Peneliti/Riset (PR). Keempat jalur jenjang karir profesional
perawat digambarkan dalam Bagan 2.1
Bagan 1.1 Pola Penjenjangan Karir Profesional Perawat

Setiap bidang memiliki 5 (lima) level, dimulai level generalis, dasar


kekhususan, lanjut kekhususan, spesialis, subspesialis/konsultan. Untuk
menjadi perawat manajer level I dipersyaratkan memiliki kompetensi
perawat klinis level II. Untuk menjadi perawat pendidik level I
dipersyaratkan memiliki kompetensi perawat klinis level III. Untuk
menjadi perawat peneliti level I dipersyaratkan memilliki kompetensi
perawat klinis level IV.
BAB III

ANALISIS

Secara historis, hukum, kedokteran, dan pendeta dianggap sebagai profesi


sejati, meskipun pada akhir abad kesembilan belas, keperawatan tampaknya telah
memperoleh status profesional. Flexner (1915), mengembangkan daftar ciri-ciri
yang dia amati dalam profesi kedokteran, hukum, dan para ulama. Dia
mengusulkan bahwa suatu pekerjaan harus memenuhi semua kriteria untuk diakui
sebagai profesi. Flexner mengusulkan; kegiatan profesional pada dasarnya bersifat
intelektual dan otonom, profesional memperoleh formula teori mereka dari sains
dan pembelajaran, tujuan pembelajaran profesional adalah aplikasi praktisnya,
profesi memiliki pendidikan yang teratur dan sangat khusus dan profesi lebih
cenderung responsif dibandingkan kelompok lain.

3.1 Profesional status dalam aspek Manajemen


Menurut Nursalam (2014), keperawatan sebagai profesi yang merupakan
bagian dari masyarakat akan terus berubah sejalan dengan masyarakat yang
terus berkembang dan mengalami perubahan. Keperawatan dapat dilihat dari
berbagai aspek, antara lain keperawatan sebagai bentuk asuhan profesional
kepada masyarakat, keperawatan sebagai ilmu pengetahuan dan teknologi
(iptek), serta keperawatan sebagai kelompok masyarakat ilmuwan dan
kelompok masyarakat profesional. Dengan terjadinya perubahan atau
pergeseran dari berbagai faktor yang memengaruhi keperawatan, akan
berdampak pada perubahan dalam pelayanan atau asuhan keperawatan,
perkembangan iptek keperawatan, maupun perubahan dalam masyarakat
keperawatan, baik sebagai masyarakat ilmuwan maupun sebagai masyarakat
profesional.
Saat ini dunia keperawatan di Indonesia sedang mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Bidang kesehatan telah menjadi industri dengan
pertumbuhan yang luar biasa dan dengan sendirinya kebutuhan akan tenaga
perawat yang profesional dan kompeten di bidangnya meningkat pula. Di satu
sisi, perkembangan ini merupakan suatu kesempatan bagi tenaga keperawatan
di Indonesia untuk meningkatkan eksistensinya dalam dunia kesehatan,
sehingga dapat bersanding secara sejajar dengan profesi lainnya. Namun, di
sisi lain perkembangan ini juga merupakan tantangan bagi insan keperawatan
Indonesia untuk membuktikan kemampuannya. Bila tenaga keperawatan
Indonesia tidak segera berbenah diri baik dari segi kompetensi maupun
maupun administrasi, maka kesempatan tersebut tidak dapat dimanfaatkan
dengan seefektif mungkin hingga bidang keperawatan Indonesia akan
ketinggalan dibandingkan tren dunia internasional. Beberapa tantangan dalam
manajemen keperawatan yang ada di Indonesia saat ini terutama terletak pada
masalah hukum dan peraturan mengenai keperawatan, beberapa di antaranya:
a. Belum ada kejelasan mengenai hirarki kompetensi perawatan yang berlaku
secara umum, sehingga standar kompetensi tersebut seringkali harus
ditetapkan oleh masing-masing lembaga pelayanan kesehatan secara
terbatas dan berbeda-beda antara institusi kesehatan yang satu dengan
yang lain. Contoh yang paling jelas adalah belum adanya peraturan yang
baku tentang batas kewenangan perawat lulusan D3 dan S1.
b. Tuntutan kompetensi dari perawat yang diangkat sebagai supervisor pun
belum didefinisikan secara khusus. Posisi manajerial dalam keperawatan
seringkali diasumsikan berbanding lurus dengan durasi pengabdiannya di
institusi kesehatan yang bersangkutan atau pengalaman teknisnya,
sehingga tuntutan akan kompetensi manajerial justru tidak terpenuhi.
c. Hubungan kolaborasi dengan profesi lainnya (terutama dokter) juga belum
distandarisasi. Batasan antara wewenang perawat dan wewenang dokter
masih tidak dijabarkan dengan jelas, sehingga seringkali menyudutkan
profesi perawat.
d. Standar kompensasi yang saat ini berlaku, masih berbasis profesi. Ini
menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan di sisi tenaga perawat karena
untuk tindakan yang sama dengan durasi serta risiko yang sama, tenaga
perawat mungkin menerima kompensasi yang lebih rendah dibandingkan
profesi lainnya.
e. Belum adanya pemisahan fungsi manajerial dan klinisi pada profesi
perawat. Meskipun keduanya merupakan satu kesatuan kompetensi yang
sulit dipisahkan, namun pencampuradukkan fungsi manajerial dan klinisi
pada satu orang tenaga perawat menghasilkan konflik kepentingan dalam
pemberian asuhan keperawatan. Perawat yang menyandang dua fungsi
tersebut setiap kali harus menentukan kepentingan mana yang harus ia
dahulukan, kepentingan pasien atau kepentingan manajemen.
3.2 Profesional status dalam aspek Praktik Klinik
Profesionalisme didefinisikan sebagai pelaksanaan secara konsisten nilai-
nilai utama yang dibuktikan dengan pelaksanaan kerja perawat dengan
profesional kesehatan lain guna mencapai kesehatan optimal dan
kesejahteraan bagi pasien, keluarga, dan komunitas dengan secara bijak
menerapkan prinsip altruisme, keunggulan, kepedulian, etik, rasa hormat,
komunikasi, dan akuntabilitas (AACN, 2009).
Fisher (2014) mengatakan bahwa nilai profesional dapat dibuktikan dari
sikap yang akhirnya mempengaruhi perilaku. Nilai profesional keperawatan
merupakan fondasi dari praktik, yang mengarahkan perawat dalam
berinteraksi dengan klien, rekan sejawat, praktisi profesional lain, dan publik.
Nilai-nilai yang menjadi identitas keperawatan ini memberikan perawat
kerangka kerja dalam mengurus kesejahteraan klien dan menjadi fondasi
perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan.
Keperawatan sebagai pelayanan atau asuhan profesional bersifat
humanistis, menggunakan pendekatan holistis, dilakukan berdasarkan ilmu
dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif pasien, mengacu
pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan
sebagai tuntutan utama. Demikianlah kira-kira secara umum tentang
keperawatan profesional yang merupakan tanggung jawab seorang perawat
profesional yang selalu mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. Perawat
dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau
rasional dan baik atau etis (Nursalam, 2014). Apabila ditinjau dari
perkembangan iptek keperawatan serta dari etika keprofesian dan sosial,
terdapat empat faktor yang terkait erat dengan proses profesionalisasi, yaitu:
a. Pengembangan pendidikan tinggi keperawatan;
b. Pengembangan pusat riset keperawatan.
c. Penataan standar praktik keperawatan profesional melalui undang-
undang praktik keperawatan.
d. Pendayagunaan organisasi keperawatan-pokja keperawatan.
Berdasarkan PERMENKES RI NO 40 Tahun 2017 tentang
pengembangan jenjang karir profesional perawat klinis, pengembangan karir
profesional perawat dalam bentuk jenjang karir perawat merupakan sistem
untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme, sesuai dengan bidang
pekerjaan melalui peningkatan kompetensi yang menghasilkan kinerja
profesional. Jenjang karir mempunyai makna tingkatan kompetensi untuk
melaksanakan asuhan keperawatan yang akuntabel dan etis sesuai batas
kewenangan. Adanya jenjang karir perawat dapat meningkatkan pelayanan
profesional perawat. Nelson, Sassaman, dan Phillips (2008) mengemukakan
bahwa program jenjang karir perawat dirancang untuk menginspirasi dan
menghargai keunggulan klinis yang dimiliki. Pengembangan karir perawat
dalam konteks penghargaan dapat berupa penghargaan level kompetensi dan
kewenangan yang lebih tinggi, juga diikuti dengan penghargaan material yang
memperhatikan tingkatan level karir dari setiap jenjang karir profesional.
Perawat profesional diharapkan mampu berpikir rasional, mengakomodasi
kondisi lingkungan, mengenal diri sendiri, belajar dari pengalaman dan
mempunyai aktualisasi diri sehingga dapat meningkatkan jenjang karir
profesinya. Pengembangan karir profesional perawat mencakup empat peran
utama perawat yaitu, Perawat Klinis (PK), Perawat Manajer (PM), Perawat
Pendidik (PP), dan Perawat Peneliti/Riset (PR). Perawat Klinis (PK) yaitu,
perawat yang memberikan asuhan keperawatan langsung kepada klien sebagai
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Perawat Manajer (PM) yaitu,
perawat yang mengelola pelayanan keperawatan di sarana kesehatan, baik
sebagai pengelola tingkat bawah (front line manager), tingkat menengah
(middle management), maupun tingkat atas (top manager). Perawat Pendidik
(PP) yaitu, perawat yang memberikan pendidikan kepada peserta didik di
institusi pendidikan keperawatan. Perawat Peneliti/Riset (PR) yaitu, perawat
yang bekerja di bidang penelitian keperawatan/kesehatan. Masing-masing
pengembangan karir perawat di Rumah Sakit maupun Pelayanan Primer
memiliki 5 (lima) level yaitu, level I sampai dengan level V. Jalur perawat
klinis memungkinkan peralihan jalur karir ke Perawat Manajer, Perawat
Pendidik, atau Perawat Riset. Peralihan jalur karir akan diatur dalam pedoman
yang terpisah dari pedoman ini. Beberapa Rumah Sakit Pemerintah dan
Swasta sudah mengembangkan jenjang karir sesuai dengan kebutuhannya
masingmasing meskipun belum mengarah pada pengembangan jenjang karir
profesional (profesional career ladder). Hal ini disebabkan karena belum
adanya acuan nasional tentang pengembangan karir profesional bagi perawat,
disisi lain pengembangan karir perawat di Pelayanan Primer khususnya
Puskesmas belum banyak diatur. Pengembangan karir pada saat ini lebih
menekankan pada posisi/jabatan baik struktural maupun fungsional (job
career) sedangkan pengembangan karir profesional (profesional career)
berfokus pada pengembangan jenjang karir profesional yang sifatnya
individual. Oleh karena itu, perlu dikembangkan karir profesional bagi
perawat dan pedomannya. Pedoman ini diharapkan dapat digunakan sebagai
acuan nasional dalam upaya pengembangan karir perawat yang melaksanakan
praktik keperawatan baik di fasilitas pelayanan kesehatan rujukan maupun
primer.

Jenjang karir profesional merupakan sistem untuk meningkatkan kinerja


dan profesionalisme, sesuai dengan bidang pekerjaan melalui peningkatan
kompetensi. Jenjang karir merupakan jalur mobilitas vertikal yang ditempuh
melalui peningkatan kompetensi, dimana kompetensi tersebut diperoleh dari
pendidikan formal berjenjang, pendidikan informal yang sesuai/relevan
maupun pengalaman praktik klinis yang diakui. Dengan arti lain, jenjang karir
merupakan jalur untuk peningkatan peran perawat profesional di sebuah
institusi. Dalam penerapannya, jenjang karir memiliki kerangka waktu untuk
pergerakan dari satu level ke level lain yang lebih tinggi dan dievaluasi
berdasarkan penilaian kinerja. Pengembangan sistem jenjang karir profesional
bagi perawat dapat dibedakan antara tugas pekerjaan (job) dan karir (career).
Pekerjaan sebagai perawat diartikan sebagai suatu posisi atau jabatan yang
diberikan/ditugaskan, serta ada keterikatan hubungan pertanggung jawaban
dan kewenangan antara atasan dan bawahan, dan mendapatkan imbalan
penghargaan berupa uang. Karir sebagai perawat diartikan sebagai suatu
bidang kerja yang dipilih dan ditekuni oleh individu untuk dapat memenuhi
kepuasan kerja individu melalui suatu sistem dan mekanisme peringkat, dan
bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan pekerjaan (kinerja) sehingga pada
akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap bidang profesi yang
dipilihnya. Pemilihan karir dan meningkatkannya secara bertahap akan
menjamin individu perawat dalam mempraktikkan bidang profesinya, karena
karir merupakan investasi jangka panjang yang menghasilkan pengakuan dan
penghargaan baik materi maupun non materi sesuai level karir perawat yang
disandangnya. Komitmen terhadap karir, dapat dilihat dari sikap dan perilaku
individu perawat terhadap profesinya serta motivasi untuk bekerja sesuai
dengan karir yang telah dipilihnya. Dalam sistem jenjang karir profesional
terdapat beberapa aspek yang saling berhubungan yaitu kinerja, orientasi
profesional dan kepribadian perawat, serta kompetensi yang menghasilkan
kinerja profesional.
BAB IV

PEMBAHASAN

Adanya jenjang karir perawat dapat meningkatkan pelayanan profesional


perawat. Nelson, Sassaman, dan Phillips (2008) mengemukakan bahwa program
jenjang karir perawat dirancang untuk menginspirasi dan menghargai keunggulan
klinis yang dimiliki. Pengembangan karir perawat dalam konteks penghargaan
dapat berupa penghargaan level kompetensi dan kewenangan yang lebih tinggi,
juga diikuti dengan penghargaan material yang memperhatikan tingkatan level
karir dari setiap jenjang karir profesional. Perawat profesional diharapkan mampu
berpikir rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri sendiri,
belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri sehingga dapat
meningkatkan jenjang karir profesinya.

4.1 Teori Benner


Risnah dan Irwan (2021) mengungkapkan, dalam menyusun teorinya,
Patricia Benner terinisiasi oleh fenomena di lapangan bahwa banyak sekali
perawat senior dan berpengalaman di rumah sakit yang memiliki pengalaman
dan berwawasan luas akan berbagai kondisi klien dan berbagai modalitas
terapi (know what), akan tetapi kurang memiliki pengetahuan yang melatar
belakangi berbagai modalitas perawatan tersebut (know how). Demikian pula
sebaliknya, para preceptor (pembimbing klinik) mahasiswa yang berpraktik di
rumah sakit kurang dapat memberikan bimbingan yang optimal kepada
mahasiswanya karena lebih memahami pengetahuan teoritis (know how) tanpa
dipadukan dengan pengetahuan klinis yang cukup (know what). Dari
pengamatan terhadap dua fenomena ini, Patricia Benner mengambil sudut
pandang bahwasannya teori adalah diturunkan atau dikembangkan dari situasi
klinis, dan praktik keperawatan di klinik dilaksanakan berdasarkan teori dan
dikembangkan pula oleh teori teori tersebut. Maka pada intinya, sesungguhnya
antara pengetahuan yang bersifat teoritik dan pengalaman atau pengetahuan
yang diperoleh saling menunjang dan memperkuat satu sama lain. Inilah yang
menjadi dasar pemikiran bagi Patricia Benner dalam mengembangkan
teorinya. Dan penekanan utama sebenarnya adalah pada bagaimana
mengembangkan pengalaman perawat di klinik dengan menjadikan
pengetahuan teoritis sebagai acuannya. Patricia Benner menjadikan
pengalaman klinik sebagai titik tolak karena memang selalu lebih bervariasi
dan kompleks dibandingkan apa yang dituliskan dalam teori, akan tetapi tetap
sangat bergantung pada teori itu sendiri.
Patricia Benner mencoba mendefinisikan kembali ke lima level
kompetensi perawat yang disusun oleh Dreyfus besaudara sebagai berikut:
a. Novice/ pemula Adalah perawat yang belum memiliki latar belakang
pengalaman klinik. Level ini paling cocok disematkan kepada mahasiswa
keperawatan yang akan memasuki dunia klinik, akan tetapi Patricia
Benner menambahkan perawat senior yang masuk ke lingkungan/ setting
yang sama sekali baru juga dapat dikategorikan ke dalam level ini.
Perawat pada level pemula perlu untuk selalu diarahkan dan diberi
petunjuk yang jelas (tidak konteksual, akan tetapi dapat langsung
diinterpretasi secara tekstual).
b. Advanced Beginner/ pemula tingkat lanjut Pada level ini perawat telah
memiliki pengalaman klinik dan mampu menangkap makna dari aspek-
aspek dalam suatu situasi keperawatan. Pada tahap ini perawat masih
memerlukan bimbingan dan arahan secara berlanjut karena belum
mampu memandang situasi secara luas. Perawat masih merasa bahwa
situasi klinik dan berbagai kasus pasien adalah sebuah tantangan yang
harus dilalui, dan belum memandang dari sisi kebutuhan pasien.
Meskipun demikian mereka masih sangat membutuhkan bantuan dari
senior. Level ini paling sesuai untuk fresh graduate ners.
c. Competent/ kompeten/ mampu Pada level ini perawat telah mampu
memilah dan memilih aspek mana dari suatu situasi keperawatan yang
benar benar penting dan kurang perlu dipertimbangkan lebih lanjut.
Kriteria utama dari level ini adalah perawat harus mampu membuat
perencanaan dan memprediksikan hal hal apa yang mungkin terjadi
selanjutnya. Keterbatasan dari level ini adalah perawat masih
memandang suatu situasi pasien secara parsial sehingga tindakannya pun
kurang dapat menyentuh setiap dimensi pasien sebagai individu yang
holistik.
d. Proficient/ cakap/ terampil/ handal Pada level ini perawat dapat
memandang situasi secara holistik, tidak hanya per aspek dari situasi
tersebut. Perawat mampu bertindak bagi pasien tanpa terlebih dahulu
melalui tahapan tahapan penetapan tujuan dan penyusunan rencana
tindakan. Pada level ini juga perawat telah lebih banyak berinteraksi
dengna pasien dan keluarganya.
e. Expert/ ahli/ pakar Pada level ini perawat telah dapat menentukan inti
masalah yang dialami oleh pasien dan segera mengetahu intervensi apa
yang paling tepat diberikan tanpa harus melalui serangkaian tahap
berpikir analitis. Secara intuitif perawat expert dapat menentukan
masalah dan tindakan tanpa dibingungkan dengan berbagai alternatif.
Pengalaman dan pengetahuan yang bersinergi dengan baik telah
membentuk naluri dan intuisinya sehingga dapat memandang pasien
secara keseluruhan dalam waktu yang singkat.
Suroso (2011) menjelaskan pada perkembangannya model jenjang karir
perawat diterapkan dan dikembangkan di berbagai Negara, seperti USA, UK,
Kanada, Taiwan, Jepang dan Thailand termasuk juga di Indonesia.
Memaparkan seorang perawat diberi tanggung jawab dan wewenang sesuai
dengan tingkatan kompetensi yang dimilikinya (jenjang karir perawat).
a. PK 1 : DIII, 2 tahun pengalaman atau Ners tanpa pengalaman dapat
dikategorikan dalam level Novice.
b. PK 2 : DIII, 5 tahun pengalaman atau Ners pengalaman 3 tahun, dalam
kategori Advanced Beginner dimana pengalaman yang dimiliki belum
cukup untuk dapat dilepaskan secara mandiri dalam memberikan asuhan
keperawatan.
c. PK 3 : DIII, 9 tahun pengalaman atau Ners pengalaman 6 tahun, atau Sp1
tanpa pengalaman dalam kategori Competent dimana perawat sudah
mempunyai kemampuan mempertimbangkan dan membuat perencanaan
yang diperlukan, dan sudah mandiri.
d. PK 4 : Ners, 9 tahun pengalaman, Sp1 pengalaman 2 tahun, Sp2 tanpa
pengalaman, Proficient mempunyai kemampuan melihat perubahan yang
relevan serta melibatkan keluarga dalam intervensi.
e. PK 5 : Sp1 pengalaman 4 tahun, Sp2 pengalaman 1 thn. Expert mampu
mengidentifikasi area dari masalah tanpa kehilangan pertimbangan waktu
untuk membuat diagnosa alternatif dan penyelesaian.

4.2 PERMENKES RI 40 Tahun 2017


Pengembangan karir profesional perawat mendorong perawat menjadi
perawat profesional atau Ners teregister (RN). Perawat profesional diharapkan
mampu berpikir rasional, mengakomodasi kondisi lingkungan, mengenal diri
sendiri, belajar dari pengalaman dan mempunyai aktualisasi diri sehingga
dapat meningkatkan jenjang karir profesinya. Jenjang karir profesional
perawat dapat dicapai melalui pendidikan formal dan pendidikan
berkelanjutan berbasis kompetensi serta pengalaman kerja dan kegiatan
keprofesionalan di fasilitas pelayanan kesehatan. Pengembangan sistem
jenjang karir profesional perawat pada pedoman ini ditujukan bagi perawat
klinis yang melakukan praktik sebagai pemberi asuhan keperawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan. Secara utuh jenjang karir profesional di
Indonesia terdiri dari 4 bidang, meliputi Perawat Klinis (PK), Perawat
Manajer (PM), Perawat Pendidik (PP) dan Perawat Peneliti/Riset (PR).

4.3 Berdasarkan Jurnal


Nurlina, dkk (2018) dalam sistem pengembangan jenjang karir perawat di
rumah sakit; Jenjang karir perawat merupakan suatu sistem yang didalamnya
terdapat model posisi pekerjaan berurutan yang membentuk karir seseorang.
Posisi tersebut menggambarkan tingkatan kompetensi untuk mendapatkan
kewenangan klinis sehingga dapat memberikan pelayanan asuhan keperawatan
yang efektif dan efisien Rivai dan Sagala (2009, dalam Sinambela, 2016).
Sistem jenjang karir dilaksanakan sebagai tugas perawat yang dapat digunakan
untuk penempatan perawat pada jenjang yang sesuai dengan keahliannya,
serta menyediakan kesempatan yang lebih baik terhadap karir perawat sesuai
dengan kemampuan dan potensinya (Marquis & Huston, 2010).
a. Pentingnya sistem pengembangan jenjang karir di Rumah Sakit
Sistem jenjang karir perawat mempunyai makna tingkatan posisi
kompetensi perawat untuk melaksanakan asuhan keperawatan sesuai
dengan batas kewenangan yang digambarkan dalam bentuk pola jenjang
karir (Kementrian Kesehatan RI, 2013). Dalam sistem jenjang karir
perawat, hasil yang akan didapatkan perawat yaitu kewenangan klinis dan
penugasan klinis yang akan di hasilkan pada setiap jenjangnya sehingga
dalam melaksanakan tugasnya sebagai perawat dapat memberikan
pelayanan yang efektif dan efisien terhadap pasien. Hariyati (2014)
menjelaskan jenjang karir akan memberikan jaminan dan kepastian pada
karir perawat agar bisa terus berkembang, ini dilakukan karena perawat
bekerja pada suatu sistem, sehingga perawat akan lebih mudah untuk
melaksankan tugasnya dan mengembangkan karir secara profesional.
Jenjang karir secara umum mempunyai manfaat untuk mengembangkan
prestasi pegawai, mencegah pegawai minta berhenti karena pindah kerja,
meningkatkan loyalitas pegawai, memotivasi pegawai agar dapat
mengembangkan bakat dan kemampuannya, mengurangi subjektivitas
dalam promosi, memberikan kepastian hari depan, mendukung organisasi
memperoleh tenaga yang cakap dan terampil melaksanakan tugas
(Sulistiyani & Rosidah, 2009). Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil
penelitian-penelitian sebelumnya, seperti dalam penelitian Suroso (2011)
menyatakan bahwa sistem jenjang karir dapat meningkatkan kepuasan
kerja perawat. Selain itu menurut penelitian Nelson, Sassaman, & Phillips
(2008) menyatakan bahwa dengan adanya sistem jenjang karir dapat
meningkatkan motivasi perawat dan menurunkan jumlah retensi perawat
karena perawat optimis dengan karir saat ini dan memiliki harapan untuk
pengembangan karir masa depan. Penelitian lain menyatakan bahwa
pengembangan jenjang karir perawat dapat mempengaruhi beberapa
variabel diantaranya mutu pelayanan keperawatan, komitmen perawat,
kinerja perawat, dan kepuasan kerja perawat. Seperti menurut penelitian
Sulung (2012) menyatakan bahwa pengembangan karir berpengaruh
terhadap mutu pelayanan keperawatan, dan hendaknya rumah sakit
melakukan penataan sistem jenjang karir berdasarkan kompetensi untuk
meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja perawat. Penelitian lain juga
menyatakan bahwa terdapat hubungan dan pengaruh antara pengembangan
karir terhadap komitmen perawat. Dengan tidak dilaksanakannya
pengembangan karir di rumah sakit maka akan memberikan dampak pada
kinerja perawat itu sendiri dan perawat akan merasa tidak dihargai dan
membuat perawat turnover (Oktariandini, 2015).
b. Pelaksanaan sistem pengembangan jenjang karir di Rumah Sakit
Penerapan dan pelaksanaan sistem jenjang karir di rumah sakit diharapkan
dapat meningkatkan loyalitas kerja, memotivasi perawat agar dapat
mengembangkan bakat dan kemampuan, mengurangi subjektivitas dalam
promosi, mendukung rumah sakit memperoleh tenaga yang cakap dan
terampil dalam melaksanakan tugas, meningkatkan prestasi perawat dan
mencegah perawat untuk berhenti bekerja karena pindah ke rumah sakit
lain (Sulistiyani & Rosidah, 2009). Dengan dilaksanakannya sistem
jenjang karir akan menurunkan jumlah retensi perawat dikarenakan
perawat optimis dengan karir saat ini dan memiliki harapan untuk
pengembangan karir di masa depan (Nelson, Sassaman, & Phillips, 2008).
Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan menjelaskan penanggungjawab
dalam penerapan dan pelaksanaan sistem jenjang karir tidak hanya bagi
manajemen rumah sakit, tetapi perawat adalah orang yang paling
bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan sistem tersebut.
Rumah sakit hanya sebagai pemberi dukungan dan fasilitator, tetapi
perawat harus bisa membuat rencana karir, memanfaatkan kesempatan
yang ada, memahami bahwa jenjang karir adalah suatu proses yang
bermanfaat dan mempunyai komitmen bahwa pengembangan pribadi itu
penting dilaksanakan (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan, 2009). Hal
ini selaras dengan pendapat Noe, Hollenbeck, Gerhart, & Wrigh, (2011)
dan Sinambela (2016) menyatakan bahwa walaupun dari pihak
Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) telah berperan baik dalam
kegiatan pengembangan, yang paling bertanggung jawab dalam
pengembangan karir adalah pegawai itu sendiri, dan ini merupakan salah
satu prinsip dasar dalam pengembangan karir.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Profesionalisme didefinisikan sebagai pelaksanaan secara konsisten nilai-
nilai utama yang dibuktikan dengan pelaksanaan kerja perawat dengan
profesional kesehatan lain guna mencapai kesehatan optimal dan
kesejahteraan bagi pasien, keluarga, dan komunitas dengan secara bijak
menerapkan prinsip altruisme, keunggulan, kepedulian, etik, rasa hormat,
komunikasi, dan akuntabilitas (AACN, 2009). Keperawatan sebagai pelayanan
atau asuhan profesional bersifat humanistis, menggunakan pendekatan
holistis, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada
kebutuhan objektif pasien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan
menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama.
Menurut UU no 44 tentang RS menyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan
yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi,
standar pelayanan Rumah Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku,
etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan
pasien. Hal ini menunjukkan bahwa keperawatan sudah diakui sebagai sebuah
profesi, namun dalam penerapannya masih terdapat banyak penyimpangan,
baik itu dari aspek manajemen maupun aspek praktik klinik.
Utami, N (2016) dalam bukunya tentang Etika Keperawatan dan
Keperawatan Profesional menjelaskan tentang ciri keperawatan sebagai
profesi adalah mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Mempunyai body of knowledge yang mencakup ilmu–ilmu dasar (alam,
sosial, perilaku), ilmu biomedik, ilmu kesehatan masyarakat, ilmu
keperawatan dasar, ilmu keperawatan klinis dan ilmu keperawatan
komunitas.
b. Pendidikan berbasis keahlian pada jenjang pendidikan tinggi, Di
Indonesia berbagai jenjang pendidikan telah dikembangkan dengan
mempunyai standar kompetensi yang berbeda-beda mulai DIII
keperawatan sampai dengan S3 sudah dikembangkan.
c. Memberikan pelayanan kepada masyarakat melalui praktik dalam bidang
profesi, keperawatan dikembangkan sebagai bagian integral dari sistem
kesehatan nasional. Pelayanan/askep yang dikembangkan bersifat
humanistik/ menyeluruh didasarkan pada kebutuhan pasien, berpedoman
pada standar asuhan keperawatan dan etika keperawatan.
d. Memiliki perhimpunan/organisasi profesi, keperawatan memiliki
organisasi profesi, yaitu PPNI, organisasi profesi ini sangat menentukan
keberhasilan dalam upaya pengembangan citra keperawatan sebagai
profesi serta mampu berperan aktif dalam upaya membangun keperawatan
profesional dan berada di garda depan dalam inovasi keperawatan di
Indonesia.
e. Pemberlakuan kode etik keperawatan, dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan, perawat profesional selalu menunjukkan sikap dan tingkah
laku profesional keperawatan sesuai kode etik keperawatan.
f. Otonomi Keperawatan memiliki kemandirian, wewenang, dan tanggung
jawab untuk mengatur kehidupan profesi, mencakup otonomi dalam
memberikan askep dan menetapkan standar asuhan keperawatan melalui
proses keperawatan, penyelenggaraan pendidikan, riset keperawatan dan
praktik keperawatan dalam bentuk legislasi keperawatan (UU No.38 tahun
2014 tentang Keperawatan).
g. Motivasi Bersifat Altruistik, masyarakat profesional keperawatan
Indonesia bertanggung jawab membina dan mendudukkan peran dan
fungsi keperawatan sebagai pelayanan profesional dalam pembangunan
kesehatan serta tetap berpegang pada sifat dan hakikat keperawatan
sebagai profesi serta selalu berorientasi kepada kepentingan masyarakat.
Penerapan professional status di tatanan RS dari aspek manajemen saat ini
masih mengalami berbagai tantangan diantaranya:
1) Belum ada kejelasan mengenai hirarki kompetensi perawatan yang berlaku
secara umum.
2) Tuntutan kompetensi dari perawat yang diangkat sebagai supervisor pun
belum didefinisikan secara khusus.
3) Hubungan kolaborasi dengan profesi lainnya (terutama dokter) juga belum
distandarisasi.
4) Standar kompensasi yang saat ini berlaku, masih berbasis profesi. Ini
menyebabkan timbulnya rasa ketidakadilan di sisi tenaga perawat karena
untuk tindakan yang sama dengan durasi serta risiko yang sama, tenaga
perawat mungkin menerima kompensasi yang lebih rendah dibandingkan
profesi lainnya.
Penerapan professional status di tatanan RS dari aspek praktik klinik
diupayakan dengan melaksanaan sistem jenjang karir di rumah sakit
diharapkan dapat meningkatkan loyalitas kerja, memotivasi perawat agar
dapat mengembangkan bakat dan kemampuan, mengurangi subjektivitas
dalam promosi, mendukung rumah sakit memperoleh tenaga yang cakap dan
terampil dalam melaksanakan tugas, meningkatkan prestasi perawat dan
mencegah perawat untuk berhenti bekerja karena pindah ke rumah sakit lain
(Sulistiyani & Rosidah, 2009). Namun pada kenyataannya masih banyak RS
yang belum menerapkan hal tersebut. Hal ini membuat perawat jarang bahkan
masih ada yang tidak terpapar terkait jenjang karir dan berujung pada proses
pelayanan.
DAFTAR PUSTAKA

American Association of Colleges of Nursing (AACN). (2009). The Essential of

Baccalaurate Education for Professional Nursing Practice. America.

http://www.aacn.nche.edu/education-resources/BaccEssentials08.pdf

Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan. (2009). Pedoman Pengembangan Sistem

Jenjang Karir Perawat. Departemen Kesehatan.

Fisher, M. (2014). A Comprasion of Professional Value Development Among

PreLicensure Nursing Students in Associate Degree, Diploma, and

Bachelor of Science in Nursing Programs. Nursing Education Perspectives.

Januari, Vol. 35, No. 1, hal 37-42. Doi : 10.5480/11-729.1

Marquis, B. L., & Huston, C. J. (2010). Kepemimpinan dan Manajemen

Keperawatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: EGC.

Nelson, J., Sassaman, B., & Phillips, A. (2008). Perspectives in ambulatory care

career ladder program for registered nurses in ambulatory care. Nursing

Economic, Vol. 26/No. 6.

Noe, R. A., Hollenbeck, J. R., Gerhart, B., & Wrigh, P. M. (2011). Manajemen

Sumber Daya Manusia: Mencapai Keunggulan Bersaing. Jakarta: Salemba

Empat.

Nurlina, F., Sekarwana, & Somantri, I,. (2018). Sistem Pengembangan Jenjang

Karir Perawat di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Aeromedika: Poltekes TNI

AU Ciumbuleuit Bandung.
Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik

Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.

Oktariandini, N. R. (2015). Pengaruh pengembangan karir organisasi terhadap

komitmen perawat pada rumah sakit umum pusat dr. Hasan Sadikin

Bandung.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 40 tahun 2017.

Pengembangan Jenjang Karir Profesional Perawat.

Risnah & Irwan (2021). Falsafah dan Teori Keperawatan dalam Integrasi

Keilmuan. Alluidin University Press.

Rivai, V., & Sagala, E. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk

Perusahaan. Jakarta: Rajawali Pers.

Sinambela, P. P. (2016). Manajemen SumberDaya Manusia (Membangun Tim

Kerja yang Solid untuk Meningkatkan Kinerja). Jakarta: Bumi Aksara.

Sulistiyani, A. T., & Rosidah. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Suroso, J. (2011). Penataan Sistem Jenjang Karir Berdasarkan Kompetensi untuk

Meningkatkan Kepuasan Kerja dan Kinerja Perawat di Rumah Sakit.

UU No 38 tahun 2014, Tentang Keperawatan


UU No 44 tahun 2009 Tentang Rumah sakit

Weis, D., & Schank, M.J. (2009). Development and Psychometric Evaluation of

the Nurses Professional Values Scale-3. Journal of Nursing Measurement;

Vol. 25, No.3, hal.400-408. Doi 10.1891/1061-3749.25.3.400

Anda mungkin juga menyukai