Anda di halaman 1dari 12

Journal Syifa Sciences and Clinical Research (JSSCR)

Volume 4 Nomor 2
Journal Homepage: http://ejurnal.ung.ac.id/index.php/jsscr, E-ISSN: 2656-9612 P-ISSN:2656-8187
DOI : https://doi.org/10.37311/jsscr.v4i2.14411

Instrumen Diabetes Quality of Life Clinical Trial


Questionnaire (DQLCTQ) Untuk Mengukur Tingkat
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2
Arva Rizqa Maharani1*, Nera Umilia Purwanti1, Muhammad Akib Yuswar1
1 Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Handari Nawawi Kota Pontianak 78124, Indonesia

* Penulis Korespondensi. Email: arvarizqaa@gmail.com

ABSTRAK

Diabetes melitus tipe 2 merupakan suatu penyakit kronik yang tidak bisa disembuhkan secara
total yang yang ditandai dengan kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
Diabetes melitus tipe 2 memberikan dampak yang kurang baik terhadap kualitas hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil pengobatan terapi serta tingkat kualitas
hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Siantan Hulu. Penelitian ini merupakan
penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional menggunakan kuesioner Diabetes
Quality of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ) yang terdiri dari 8 domain. Pengumpulan
data dilakukan dengan teknik purposive sampling dengan jumlah responden 30 pasien. Hasil
kuesioner akan dikonversi menjadi angka untuk mendapat skoring. Kualitas hidup dikatakan
rendah jika nilai kualitas hidup <59 yang didapatkan dari rerata total nilai kualitas hidup.
Kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Siantan Hulu 16 responden
memiliki kualitas hidup rendah (53,33%) dan 14 responden memiliki kualitas hidup tinggi
(46,67%). Kualitas hidup pasien diabetes tipe 2 di Puskesmas Siantan Hulu masih tergolong
rendah. Karakteristik pasien dengan kualitas hidup rendah yaitu berjenis kelamin perempuan,
berusia >45tahun, berada pada tingkat pendidikan SD, tidak bekerja, dan berstatus
duda/janda.
Kata Kunci:
Diabetes melitus tipe 2, DQLCTQ, Kualitas hidup
Diterima: Disetujui: Online:
27-04-2022 19-05-2022 29-05-2022

396
Journal Syifa Sciences and Clinical Research. 4(2): 396-407

ABSTRACT

Diabetes mellitus type 2 is a chronic disease that can not be completely cured, which is characterized by
the increasing of glucose level in blood or hyperglycemia. Diabetes mellitus type 2 has a deficient impact
on the quality of life. The aim of this study is to determine the profile of therapeutic treatment and the
quality of life of patients with diabetes mellitus type 2 at Siantan Hulu Public Health Center. This
research is a descriptive study with a cross sectional method using Diabetes Quality of Life Clinical Trial
Questionnaire (DQLCTQ) which consists of 8 domains. The data is collected by using purposive
sampling technique with 67 patients as the respondents. The result of the questionnaire is converted into
numbers for scoring. The quality of life is determined to be low if the value is <59 which is obtained from
the average of the quality of life total value. The quality of life of patients with diabetes mellitus type 2
at Siantan Hulu Public Health Center has 16 respondents with a low quality of life (53,33%) and 14
respondents with a high quality of life (46,67%) The quality of life of patients with diabetes mellitus type
2 at Siantan Hulu Public Health Center is still relatively low. The characteristics of patients with low
quality of life are female, >45 years old, are at the elementary school level, do not work, and and have a
widow/widower status.
Copyright © 2022 Jsscr. All rights reserved.
Keywords:
Type 2 diabetes mellitus, DQLCTQ, Quality of Life
Received: Accepted: Online:
2022 -04-27 2022 -05-19 2022 -05-29

1. Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit yang terjadi saat tubuh tidak dapat
memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang dihasilkan[1].
International Diabetes Federation (IDF) mengkonfirmasi bahwa diabetes adalah salah
satu kedaruratan kesehatan global yang tumbuh paling cepat di abad ke-21.[2] Diabetes
melitus secara umum terbagi menjadi dua kelompok utama yaitu DM tipe 1 dan DM
tipe 2[3]. Angka kejadian DM tipe 2 mencapai 90% dari seluruh penderita DM. Diabetes
melitus tipe 2 (DM2) disebabkan karena ketidakmampuan tubuh menggunakan insulin
secara efektif atau biasa dikenal dengan resisten insulin[2].

Prevalensi DM global pada tahun 2019 sebanyak 9,3% (463 juta orang),
diperkirakan naik menjadi 10,9% (700 juta) pada tahun 2045. Pada tahun 2015, Indonesia
menempati peringkat 7 sebagai negara dengan penyandang DM terbanyak di dunia dan
diperkirakan akan naik peringkat 6 pada tahun 2040[2]. Berdasarkan Data dari
Riskesdas (2018) prevalensi DM di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 1,1%,
persentase ini mengalami kenaikan dari tahun 2013 yaitu 0,8%[4,5]. Prevalensi untuk
wilayah Kalimantan Barat tahun 2019 mencapai 8,43% dari tahun 2018 yaitu 4,3%[6,7].
DM merupakan salah satu penyakit yang masuk kedalam 10 besar penyakit yang
mendominasi penduduk di wilayah Kota Pontianak sepanjang tahun 2019 dengan
jumlah kasus yang terhitung sebanyak 12.913 kasus[8].

Diabetes melitus termasuk juga DM tipe 2 merupakan suatu penyakit kronik


yang tidak bisa disembuhkan secara total yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi
dan berakibat pada Health Related Quality Of Life (HRQOL). Menurut American Diabetes
Association (ADA) tujuan pengobatan diabetes adalah untuk menghilangkan keluhan,
mencegah atau menunda komplikasi dan mengoptimalkan kualitas hidup. Kualitas
hidup yang rendah dapat memperburuk komplikasi dan dapat berakhir kecacatan atau
kematian[9,10]. Diabetes Quality of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ) merupakan
salah satu instrumen spesifik terhadap penyakit diabetes dengan 8 domain yang dapat

397
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612

digunakan untuk mengukur kualitas hidup pasien diabetes dan telah diuji validitas dan
reliabilitasnya di Indonesia[11].

Hasil penelitian Teli[12] didapatkan kualitas pasien hidup pasien Di Puskesmas


Kota Kupang sebanyak 75,4% memiliki kualitas hidup rendah dan sebanyak 24,6%
dengan kualitas hidup tinggi. Sedangkan menurut Sormin[12] Di UPTD Puskesmas
Tunggakjati 60,4% pasien memiliki kualitas hidup rendah dan 39,6% pasien dengan
kualitas hidup tinggi. Berdasarkan uraian maka dilakukan penelitian mengenai
pengukuran kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Siantan Hulu
menggunakan instrumen yang spesifik untuk mengukur kualitas hidup pasien diabetes
melitus yaitu Diabetes Quality of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ).

2. Metode
Metode penelitian yang digunakan adalah observasional dengan rancangan
cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Utara.
Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Desember 2021 sampai Januari 2022. Data
yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer berupa kuesioner. Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Diabetes Quality of Life Clinical
Trial Questionnaire (DQLCTQ). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien
diabetes melitus yang menjalani pengobatan diabetes melitus di Puskesmas Siantan
Hulu Kota Pontianak. Pengumpulan data dilakukan secara purposive sampling dengan
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 30
pasien diabetes melitus tipe 2.

Analisis data yang dilakukan menggunakan uji univariat dengan menggunakan


software Microsoft Excel. Hasil penelitian yang berasal dari kuesioner akan
dikonversikan menjadi angka kemudian dilakukan perhitungan nilai kualitas hidup
dan akan diinterpretasikan secara deskriptif. Hasil skoring akan menggambarkan
kualitas hidup pada populasi, dimana semakin tinggi nilai skoring maka semakin tinggi
kualitas hidupnya. Kualitas hidup dikategorikan rendah apabila total skor lebih kecil
dari pada nilai mean

3. Hasil dan Pembahasan


Data Karakteristik Responden
Data karakteristik responden pada penelitian ini dijelaskan pada Tabel 1 yang
meliputi karakteristik jenis kelamin, usia, pendidikan pekerjaan dan status pernikahan.
Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 berdasarkan
jenis kelamin cenderung terjadi pada perempuan sebanyak 21 responden (70%).
Menurut Taylor[13] penyebab utama perempuan menderita diabetes tipe 2 adalah
karena terjadi penurunan hormon estrogen terutama pada saat masa menopause.
Hormon estrogen dan progesteron memiliki kemampuan untuk meningkatkan respon
insulin dalam darah. Saat masa menopause, kadar hormon estrogen dan progesteron
yang rendah mengurangi respons terhadap insulin.
Kelompok usia responden terbanyak berada pada kelompok lansia, baik itu
lansia awal maupun lansia akhir. Menurut Sharma[10] pada kelompok usia diatas 45
tahun cenderung mengakami penurunan kekuatan fisik dan mekanisme pertahanan
tubuh seiring dengan bertambahnya usia sehingga tubuh tidak lagi mampu menjalani
gaya hidup yang tidak sehat, yang pada akhirnya menghasilkan manifestasi penyakit
seperti diabetes. Penuaan berhubungan dengan penurunan toleransi glukosa yang ada

398
Journal Syifa Sciences and Clinical Research. 4(2): 396-407

di dalam tubuh seseorang. Proses penuaan menyebabkan perubahan fisiologis yang


berpengaruh pada proses homeostatis, salah satunya perubahan fungsi sel beta
pankreas. Proses degeneratif sel beta menyebabkan ketidakkuatan untuk menghasilkan
insulin dan mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah[14].

Table 1. Data Karakteristik Responden


N = 30
No Karakteristik
f %
1. Jenis Kelamin
Laki-laki 9 30,00
Perempuan 21 70,00
2. Usia
Dewasa Awal (26-35 tahun) 1 3,33
Dewasa Akhir (36-45 tahun) 5 16,67
Lansia Awal (46-55 tahun) 9 30,00
Lansia Akhir (56-65 tahun) 8 26,67
Manula (>65 tahun) 7 23,33
3. Pendidikan
Tidak Sekolah 0 0,00
SD 14 46,67
SMP 4 13,33
SMA 12 40,00
Perguruan tinggi 0 0,00
4. Pekerjaan
Bekerja 12 40,00
Tidak Bekerja 18 60,00
5. Status Pernikahan
Menikah 23 76,67
Duda/Janda 7 23,33
Pendidikan responden paling banyak berada pada kelompok pendidikan SD
yang masih tergolong rendah dengan jumlah responden sebanyak 14 (46,67%).
Meningkatnya tingkat pendidikan akan meningkatkan kesadaran seseorang untuk
hidup sehat dengan memperhatikan gaya hidup serta pola makan. Tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap kejadian penyakit diabetes melitus. Seseorang dengan tingkat
pendidikan tinggi umumnya akan memiliki banyak pengetahuan tentang kesehatan,
sehingga memiliki kesadaran lebih dalam menjaga kesehatanya[15].
Kelompok pekerjaan responden terbanyak berada pada kelompok tidak bekerja
yaitu sebanyak 18 responden (60%). Pada penelitian ini kelompok tidak bekerja
didominasi oleh profesi ibu rumah tangga. Menurut penelitian Ernawati[16] responden
yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga lebih berisiko menderita diabetes dapat
disebabkan karena selain memakan makanan sehari-hari, ibu rumah tangga juga
memakan makanan lain seperti menghabiskan makanan sisa anaknya. Hal ini dapat
menyebabkan bertambahnya jumlah timbunan lemak di dalam tubuh.
Berdasarkan karakteristik status pernikahan responden terbanyak berada pada
status menikah yaitu sebanyak 23 responden (76,67%). Penelitian Risanti[17] dengan
responden yang memiliki usia serupa dengan penelitian ini yaitu, rata rata diatas 40
tahun dan tidak sedikit yang berumur diatas 50 tahun (lansia) memiliki presentase

399
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612

status menikah mencapai 94,7%. Menurut Risanti bukan berarti individu yang sudah
menikah ataupun duda-janda lebih berisiko untuk menderita DM daripada individu
yang belum menikah. Hal ini kemungkinan disebabkan karena usia penderita DM.
Umumnya toleransi glukosa menurun pada usia di atas 45 tahun ke atas. Seiring dengan
bertambahnya usia maka gangguan ataupun kerusakan sel beta pankreas akan
bertambah, yang menyebabkan semakin berkurangnya produksi insulin dan
menyebabkan terjadinya DM[18].
Kualitas Hidup
Berdasarkan Gambar 1 intstrumen Diabetes Quality of Life Clinical Trial
Questionnaire (DQLCTQ) pada masing-masing domain pada penelitian ini memiliki nilai
mean antara 33,08 – 74,67. Nilai tertinggi berada pada domain tekanan kesehatan
dengan nilai mean 74,67 dan nilai terendah pada domain efek pengobatan dengan nilai
mean 33,08. Nilai kualitas hidup didapatkan dari nilai mean yaitu 58,93 atau dapat
dibulatkan menjadi 59, sehingga dapat dikatakan kualitas hidup tinggi apabila nilai
kualitas hidup pasien ≥59 dan dikatakan kualitas hidup rendah apabila mempunyai
nilai <59.

80 74,67
69,73 67,44 68,7 69,76
70
59 59 59 59 59 59 59 59
60
48,33 47,07
50
40 33,08
30
20
10
0
Fisik Energi Tekanan Kesehatan Kepuasan Kepuasan Efek Frekuensi
kesehatan mental pribadi pengobatan Pengobatan Gejala

Mean Nilai Kualitas Hidup

Gambar 1. Skor Diabetes Quality of Life Clinical Trial Questionnaire


Berdasarkan pada Gambar 1 rata rata kedelapan domain pada kuesioner
DQLCTQ terdapat domain tekanan kesehatan, domain kesehatan mental, kepuasan
pribadi, kepuasan gejala dan frekuensi pengobatan yang berada diatas rata-rata nilai
kualitas hidup. Domain tekanan kesehatan memiliki rata-rata paling tinggi yaitu 74,67
hal ini menggambarkan bahwa responden pada penelitian ini tidak berkecil hati dalam
menerima kondisi kesehatannya, serta pasien tidak putus asa dalam menghadapi
penyakit DM tipe 2 yang dideritanya. Domain fisik, domain energi, domain efek
pengobatan masih berada pada nilai dibawah rata-rata nilai kualitas hidup. Domain efek
pengobatan memiliki nilai rata-rata paling rendah yaitu 33,99, nilai ini menggambarkan
bahwa responden pada penelitian ini masih kurang dalam mengontrol pola makan, sulit
menjalani diet, dan kurang dalam melakukan aktivitas fisik serta kegiatan
kesehariannya.

400
Journal Syifa Sciences and Clinical Research. 4(2): 396-407

Rendah; ; 53,33%
Tinggi; ; 46,67%
Gambar 2. Distribusi responden berdasarkan kualitas hidup

Gambar 2 menggambarkan bahwa dari 30 responden pada penelitian ini


terdapat 16 responden (53,33%) yang memiliki kualitas hidup yang rendah dan
sebanyak 14 responden (46,67%) yang memiliki kualitas hidup yang tinggi. Gambar 1
menunjukkan bahwa masih ada beberapa domain kualitas hidup pasien masih memiliki
nilai yang lebih rendah atau dibawah nilai rata-rata kualitas hidup. Kualitas hidup yang
masih tergolong rendah yang terdapat pada beberapa domain dan lebih banyaknya
pasien yang memiliki nilai kualitas hidup rendah menggambarkan bahwa pasien
diabetes melitus tipe 2 masih memiliki kualitas hidup yang masih tergolong rendah.
Penelitian Teli[24] dengan jumlah pasien yang memiliki kualitas hidup kurang baik
sebesar 75,4% dan yang memiliki kualitas hidup baik sebanyak 24,6%. Penelitian
tersebut menggambarkan hal yang serupa bahwa terjadi penurunan pada semua aspek
kualitas hidup pasien DM yaitu fungsi fisik, fungsi mental, nyeri, kesehatan umum,
peran dan tanggungjawab, dan perubahan peran mengalami penurunan.
Menurut Yusra[25] penyakit DM tipe 2 dapat meningkatkan risiko pasien mengalami
keluhan-keluhan yang menyebabkan ketidakmampuan baik secara fisik, psikologis,
maupun sosial. Gejala yang dirasakan dapat mengakibatkan keterbatasan baik dari segi
fisik, psikologis maupun sosial, sehingga dapat berdampak terhadap kualitas hidup
pasien. Hal ini didukung oleh penelitian Gautam[26] bahwa didapatkan hasil bahwa
penyakit DM memberikan efek yang kurang baik terhadap kualitas hidup.
Kualitas Hidup Berdasarkan Karakteristik
Kualitas Hidup Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 3 menggambarkan persentase terbesar dari responden yang
mempunyai nilai kualitas hidup tinggi adalah responden dengan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 6 responden (66,7%). Persentase tertinggi dari responden yang mempunyai
nilai kualitas hidup rendah berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 responden (61,9%).
Kualitas hidup baik yang terdapat pada pasien berjenis kelamin laki-laki, karena
sebagian besar laki-laki memiliki kepuasan lebih tinggi, baik pada kesehatan mental
maupun hubungan sosial, sehingga akan merasa dirinya dalam keadaan baik meskipun
menderita penyakit DM[27]. Didukung oleh hasil penelitian Purwaningsih[28] yang
menyatakan bahwa laki-laki memiliki kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan
perempuan. Laki-laki lebih bisa menerima kenyataan dengan penyakitnya sehingga
keluhannya lebih sedikit, yang memungkinkan laki-laki memiliki kualitas hidup yang

401
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612

lebih tinggi.
80% Perempuan;
Laki-laki;
Tinggi; 66,70% Rendah;
70%
61,90%
60%
Perempuan; Laki-laki;
50% Rendah;
Tinggi; 38,10%
40% 33,30%

30%

20%

10%

0%
Tinggi Rendah
Laki-laki Perempuan

Gambar 3. Gambaran frekuensi kualitas hidup berdasarkan jenis kelamin

Kualitas Hidup Berdasarkan Usia


Gambar 4 menggambarkan bahwa persentase terbesar dari responden yang
mempunyai nilai kualitas hidup tinggi berada pada kelompok usia dewasa, yaitu
dewasa awal (26-35 tahun) sebanyak 1 responden (100%) dan dewasa akhir sebanyak 4
responden (80%).
Dewasa Awal (26-35 Tahun); Tinggi;

Manula (>65 Tahun); Rendah;


Dewasa Akhir (36-45 Tahun);

Lansia Awal (46-55 Tahun); Tinggi;


Tinggi; 80,00%

Lansia Awal (46-55 Tahun); Rendah;

85,70%
100,00%

Lansia Akhir (56-65 Tahun);


Lansia Akhir (56-65 Tahun); Tinggi;

Rendah; 62,50%
55,60%

Dewasa Awal (26-35 Tahun)


Manula (>65 Tahun); Tinggi; 14,30%

44,40%
Dewasa Akhir (36-45 Tahun);
37,50%

Dewasa Akhir (36-45 Tahun)


Rendah; 20,00%
Dewasa Awal (26-35 Tahun);

Lansia Awal (46-55 Tahun)


Rendah; 0,00%

Lansia Akhir (56-65 Tahun)

Manula (>65 Tahun)

TINGGI RENDAH

Gambar 4. Gambaran frekuensi kualitas hidup berdasarkan usia

Persentase tertinggi dari responden yang mempunyai nilai kualitas hidup


rendah adalah pada kelompok usia manula (>65 tahun) sebanyak 6 responden (85,7%).
Menurut penelitian Teli [24] pasien DM yang berusia kurang dari 65 tahun dan berusia
produktif lebih berupaya dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Usia memiliki
pengaruh terhadap cara seseorang dalam memandang kehidupan masa depan, baik itu

402
Journal Syifa Sciences and Clinical Research. 4(2): 396-407

pada koping terhadap masalah yang dihadapi maupun dalam pengambilan keputusan.
Usia memiliki kaitan yang erat terhadap prognosa penyakit, kecendrungan terjadinya
komplikasi, serta kepatuhan pasien terhadap terapi atau pengobatan[29].

Kualitas Hidup Berdasarkan Pendidikan


Gambar 5 menggambarkan persentase terbesar dari responden yang memiliki
nilai kualitas hidup tinggi adalah SMA sebanyak 8 responden (66,7%). Persentase
tertinggi dari responden yang mempunyai nilai kualitas hidup rendah adalah SD
sebanyak 10 responden (71,4%). Tingkat pendidikan berpengaruh terhadap kualitas
hidup karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka seseorang akan semakin
berusaha mengakses informasi terkait kesehatannya, sehingga pengetahuannya akan
semakin meningkat [30].

SD; Rendah; 71,40%


SMA; Tinggi; 66,70%
SD SMP SMA

SMP; Rendah; 50,00%


SMP; Tinggi; 50,00%

SMA; Rendah; 33,30%


SD; Tinggi; 28,60%

TINGGI RENDAH

Gambar 5. Gambaran frekuensi kualitas hidup berdasarkan status pendidikan

Sejalan dengan penelitian Wahyuni yang menggambarkan tingginya kualitas


hidup pada individu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi maka individu tersebut
akan cenderung mencari tahu lebih banyak tentang penyakitnya dari berbagai media
informasi [31]. Responden dengan pendidikan yang lebih tinggi maka akan lebih mudah
dalam memahami dan mencari tahu informasi mengenai penyakit yang sedang
dideritanya, sehingga akan mempengaruhi efikasi diri dan kepatuhan seseorang dalam
manajemen penyakit untuk mencegah komplikasi. Kepatuhan pasien DM dalam
perawatan diri dapat mencegah terjadinya komplikasi sejak dini, sehingga dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien DM [32].

Kualitas Hidup Berdasarkan Pekerjaan


Gambar 6 menggambarkan persentase terbesar dari responden yang
mempunyai nilai kualitas hidup tinggi adalah kelompok yang bekerja sebanyak 9
responden (75%). Persentase tertinggi dari responden yang mempunyai nilai kualitas
hidup rendah adalah kelompok tidak bekerja yaitu sebanyak 13 responden (72,2%).
Sejalan dengan penelitian Sari yang menyatakan kelompok yang bekerja memiliki

403
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612

kualitas hidup yang lebih baik daripada kelompok tidak bekerja. Kelompok yang
bekerja memiliki aktivitas yang lebih banyak dan memiliki peluang yang lebih besar
untuk bersosialisasi, sehingga tidak terlalu memikirkan tentang penyakit yang
dideritanya. Selain itu, responden dengan status tidak berkeja lebih banyak
menghabiskan sebagian waktunya di dalam rumah dan cenderung memiliki aktivitas
fisik yang kurang [33]. Ketiadaan pekerjaan dapat membuat penderita DM Tipe 2 lebih
memikirkan mengenai biaya untuk kehidupannya dan keluarganya termasuk biaya
perawatan dan pengobatan mereka. Beban pikiran yang banyak akan membuat
penderita DM tipe 2 lebih mudah mengalami stress [34].
Bekerja; Tinggi; 75,00%

Tidak bekerja; Rendah;


Bekerja Tidak bekerja

72,20%
Tidak bekerja; Tinggi; 27,80%

Bekerja; Rendah; 25,00%

TINGGI RENDAH

Gambar 6. Gambaran frekuensi kualitas hidup berdasarkan pekerjaan

Kualitas Hidup Berdasarkan Status Pernikahan


Gambar 7 menggambarkan persentase terbesar dari responden yang
mempunyai nilai kualitas hidup tinggi adalah responden dengan status menikah
sebanyak 13 responden (56,5%). Persentase tertinggi dari responden yang mempunyai
nilai kualitas hidup rendah adalah responden dengan status janda/duda sebanyak 1
responden (50%).
Duda/Janda; Tinggi;

Menikah; Rendah; 43,50%


Menikah; Tinggi; 56,50%

Duda/Janda; Rendah;
50,00%

50,00%

Menikah Duda/Janda

TINGGI RENDAH

Gambar 7. Gambaran frekuensi kualitas hidup berdasarkan status pernikahan

404
Journal Syifa Sciences and Clinical Research. 4(2): 396-407

Menurut penelitian Mulia[35] mayoritas responden dengan status menikah atau


responden yang memiliki pasangan, mempunyai kualitas hidup lebih baik dari
responden dengan status janda maupun duda. Status perkawinan bukan merupakan
salah satu faktor resiko yang memiliki hubungan langsung dengan penyakit DM.
Namun, responden dengan status menikah mendapatkan dukungan dari suami/istri
yang merupakan pasangan hidup. Sejalan dengan penelitian Retnowati bahwa
dukungan dari pasangan yaitu dengan memberikan motivasi dan fasilitas dalam
menerapkan pola hidup sehat serta dapat saling barbagi informasi dan opini terkait
dengan penyakit diabetes [36].
4. Kesimpulan
Kualitas hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Siantan Hulu
menggunakan instrumen Diabetes Quality of Life Clinical Trial Questionnaire (DQLCTQ)
tergolong rendah (53,33%). Karakteristik pasien dengan kualitas hidup rendah yaitu
berjenis kelamin perempuan, berusia >45tahun, berada pada tingkat pendidikan SD,
tidak bekerja, dan berstatus duda/janda.
Referensi
[1] World Health Organization. Global Report on Diabetes. France: World Health
Organization; 2016.
[2] International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. 9th ed. International
Diabetes Federation; 2019.
[3] World Health Organization. Classification of diabetes mellitus 2019. Geneva:
World Health Organization; 2019.
[4] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Republik Indonesia;
2013.
[5] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Laporan Riskesdas 2018. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Republik Indonesia;
2019.
[6] Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Profil kesehatan kalimantan barat
2018. Pontianak: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat; 2019.
[7] Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Profil kesehatan kalimantan barat
2019. Pontianak: Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat; 2020.
[8] Dinas Kesehatan Kota Pontianak. Profil Kesehatan Pontianak 2019. Pontianak:
Dinas Kesehatan Kota Pontianak; 2019.
[9] Megari K. Quality of life in chronic disease patients. Heal Psychol Res
2013;1(3):141–8.
[10] PERKENI. Konsensus pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia 2015. Jakarta: PB PERKENI; 2015.
[11] Adikusuma W, Perwitasari DA, Supadmi W. Pengukuran kualitas hidup pasien
diabetes melitus tipe 2 yang mendapat antidiabetik oral di Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Bantul Yogyakarta. J Ilm Ibnu Sina 2016;1(1):1–8.
[12] Sormin MH, Tenrilemba F. Analisis faktor yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien diabetes melitus tipe 2 di UPTD Puskesmas Tunggakjati
Kecamatan Karawang Barat tahun 2019. J Kesehat Masy 2019;3(2):120–46.
[13] Taylor CR, Lillis C, LeMone P, Lynn P, LeBon M. Fundamental of nursing: the
art and science of nursing care. 7th Editio. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins; 2011.

405
P-ISSN: 2656-8187, E-ISSN: 2656-9612

[14] Srimiyati. Pengetahuan Pencegahan Kaki Diabetik Penderita Diabetes Melitus


Berpengaruh. MEDISAINS J Ilm Ilmu-ilmu Kesehat 2018;16(2):76–82.
[15] Pahlawati A, Nugroho PS. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Usia dengan
Kejadian Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Palaran Kota Samarinda
Tahun 2019. Borneo Student Res 2019;1(1):1–5.
[16] Emawati F, Muherdiyantiningsih, Effendi R, Herman S. Profil Distribusi Lemak
Tubuh dan Lemak Darah Dewasa Gemuk Di Perdesaan dan Perkantoran. Penelit
Gizi dan Makanan 2004;27(1):1–9.
[17] Risanti I. Karakteristik penderita diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi yang
dirawat inap di rsud dr. Pirngadi medan tahun 2016 [Skripsi]. Medan: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara; 2018.
[18] Irawan D. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di
Daerah Urban Indonesia [Tesis]. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia; 2010.
[19] International Diabetes Federation. IDF Diabetes Atlas. 10th ed. International
Diabetes Federation; 2021.
[20] PERKENI. Pedoman pengelolaan dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di
Indonesia 2019. Jakarta: PB PERKENI; 2019.
[21] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia;
2005.
[22] Palupi DA, Musyafaah N. Analisis peresepan obat antidiabetik oral pada resep
BPJS di Apotek Husada Farma Kabupaten Kudus Februari 2016. Cendekia
Utama 2016;1(5):19.
[23] Mutmainah I. Hubungan kadar gula darah dengan hipertensi pada pasien DM
tipe II di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. 2013;
[24] Margaretha T. Kualitas Hidup Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Se
Kota Kupang. J Keperawatan Kupang 2017;15(1):119–34.
[25] Yusra A. Hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien
diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam rumah sakit umum pusat
fatmawati Jakarta [Tesis]. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia; 2011.
[26] Gautam Y, Sharma AK, Agarwal AK, Bhatnagar MK, Trehan RR. A cross-
sectional study of QOL of diabetic patients at tertiary care hospitals in Delhi.
Indian J Community Med 2009;34(4):346–50.
[27] Juanita, Safitri CS. Hubungan basic conditioning factors dengan kualitas hidup
lanjut usia dengan diabetes melitus di rsud dr. Zainoel abidin banda aceh. Idea
Nurs J 2016;7(1):48–60.
[28] Purwaningsih N. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien diabetes melitus tipe 2 di instalasi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi
periode februari - maret 2018. 2018;
[29] Zurmeli, Bayhakki, Utami GT. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis. J Online
Mhs Perpust Fak Keperawatan 2015;2(1):670–81.
[30] Jannah NR. Gambaran Kualitas Hidup Pada Lansia Penderita Diabetes Melitus
di Wilayah Kerja Puskesmas Mojolaban Kabupaten Sukoharjo [Skripsi].
Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta;
2020.

406
Journal Syifa Sciences and Clinical Research. 4(2): 396-407

[31] Wahyuni Y, Nursiswati, Anna A. Kualitas Hidup berdasarkan Karekteristik


Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. J Keperawatan Padjadjaran 2014;2(1):25–34.
[32] Susanti D, Sukarni, Pramana Y. Hubungan antara efikasi diri dengan perawatan
mandiri kaki pada pasien diabetes melitus di poli penyakit dalam rsud sultan
syarif mohamad alkadrie pontianak. Tanjungpura J Nurs Pract Educ 2020;2(1).
[33] Sari RM, At Thobari J, Andayani TM. Evaluasi kualitas hidup pasien diabetes
melitus tipe 2 yang diterapi rawat jalan dengan anti diabetik oral di rsup dr.
Sardjito. J Manaj dan Pelayanan Farm 2011;1(1):38–9.
[34] Syatriani S. Hubungan Pekerjaan Dan Dukungan Keluarga Dengan Stres Pada
Pasien Dm Tipe 2 Di Daerah Pesisir Kota Makassar. In: Seminar Nasional
Sinergitas Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Makassar: 2019. page
26–7.
[35] Mulia S, Diani N, Choiruna HP. Perbandingan kualitas hidup pasien diabetes
melitus tipe 2 berdasarkan lama menderita. Caring Nurs J 2019;3(2):46–51.
[36] Retnowati N, Satyabakti P. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas
Hidup Penderita Diabetes Melitus Di Puskesmas Tanah Kalikedinding. J Berk
Epidemologi 2015;3(1):57–68.

407

Anda mungkin juga menyukai