2
22. Pelayanan pasien dalam tahap terminal meliputi :
a. Intervensi pelayanan pasien untuk mengatasi nyeri;
b. Memberikan pengobatan sesuai dengan gejala dan mempertimbangkan
keinginan pasien dan keluarga;
c. Menyampaikan secara hati-hati soal sensitif seperti autopsi atau donasi organ;
d. Menghormati nilai, agama, serta budaya pasien dan keluarga;
e. Mengajak pasien dan keluarga dalam semua aspek asuhan;
f. memperhatikan keprihatinan psikologis, emosional, spiritual, serta budaya
pasien dan keluarga.
23. Untuk menghindari penumpukan di unit gawat darurat disediakan ruang rawat inap
yang tersedia sebagai ruang transit sementara.
24. Pengelolaan yang efektif terhadap alur pasien (seperti penerimaan asesmen dan
tindakan transfer pasien serta pemulangan) dilaksanakan agar dapat mengurangi
penundaan asuhan kepada pasien.
25. RS mengatur alur pasien yang terdiri dari beberapa komponen, antara lain:
a. Ketersediaan tempat tidur rawat inap.
b. Perencanaan fasilitas alokasi tempat, peralatan, utilitas, teknologi medis, dan
kebutuhan lain untuk mendukung penempatan sementara pasien.
c. Perencanaan tenaga untuk menghadapi penumpukan pasien dibeberapa lokasi
sementara dan atau pasien yang tertahan di unit darurat.
d. Alur pasien di daerah pasien menerima asuhan, tindakan, dan pelayanan
(seperti unit rawat inap, laboratorium, kamar operasi, radiologi dan unit pasca
operasi).
e. Efisiensi pelayanan non klinis penunjang asuhan dan tindakan kepada pasien
(seperti kerumah tanggaan dan transportasi).
f. Pemberian pelayanan ke rawat inap sesuai kebutuhan pasien.
g. Akses pelayanan yang bersifat mendukung (seperti pekerja sosial, keagamaan
atau bantuan spiritual dan sebagainya).
4
2. Rumah sakit menetapkan kerangka waktu 60 menit untuk penyelesaian asesmen
awal pasien rawat jalan.
3. Rumah sakit menetapkan asesmen gawat darurat diselesaikan maksimal 2 jam
setelah dilakukan pemeriksaan.
4. Rumah sakit menetapkan kriteria risiko nutrisional dengan menggunakan skor
MUST yang dikembangkan bersama stat yang kompeten dan berwenang untuk
melakukan skrining risiko nutrisional sebagai bagian dari asesmen awal dan
kemudian pasien dengan risiko nutrisional dilanjutkan dengan asesmen gizi.
5. Rumah sa kit menetapkan kriteria asesmen kebutuhan tungsional dengan
menggunakan (Skala Barthel indeks) dan fisiko jatuh dengan menggunakan (Skala
Morse, Skala Humpty Dumpty, Skala get up and go) yang dikembangkan bersama
stat yang kompeten dan berwenang untuk melakukan skrining kebutuhan tungsional
termasuk risiko jatuh kemudian memenuhi kebutuhan fungsional lanjutan termasuk
risiko jatuh untuk memperoleh asuhan yang sesuai ketentuan rumah sakit.
6. Rumah sakit menetapkan regulasi semua pasien rawat inap dan raw at jalan
diskrining terhadap nyeri dan jika ada nyeri dilakukan asesmen.
7. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang asesmen tambahan untuk populasi
pasien tertentu antara lain :
a. Neonatus.
b. Anak.
c. Obstetril maternitas.
d. Geriatri (di Instalasi Rawat Jalan).
e. Pasien dengan kebutuhan untuk P3 (Perencanaan Pemulangan Pasien).
f. Sakit terminal/menghadapi kematian.
g. Pasien dengan rasa sa kit kronik atau nyeri (intense).
8. Asesmen ulang oleh dokter penanggung jawab pemberi pelayanan (DPJP), perawat
dan protesional pemberi asuhan (PPA) lainnya untuk evaluasi respons pasien
terhadap asuhan yang diberikan sebagai tindak lanjut, diantaranya :
a. Pelaksanaan asesmen ulang medis dilaksanakan minimal satu kali sehari,
termasuk akhir minggul libur untuk pasien akut.
b. Pelaksanaan asesmen ulang oleh perawat minimal satu kali per shift atau
sesuai dengan perubahan kondisi pasien.
c. Asesmen ulang oleh protesional pemberi asuhan (PPA) lainnya dilaksanakan
dengan interval sesuai regulasi rumah sakit.
5
9. Rumah sakit menetapkan pengaturan urutan penyimpanan lembar-Iembar RM agar
mudah dicari kernbali diakses dan terstandar, profesional pemberi asuhan (PPA)
dapat menemukan dan mencari kembali hasil asesmen di rekam medis. Hasil
seluruh asesmen dicatat di berkas rekam medis dan untuk memudahkan
menemukan hasil kembali yaitu:
a. Mencantumkan daftar isi pada berkas rekam medis.
b. Berkas warna merah muda untuk lemat CPPT dan informed consent bedah.
c. Berkas warna hijau untuk asesmen awal rawat inap.
d. Berkas warna kuning untuk informed consent anestesi.
e. Berkas warna biru muda untuk transfer pasien pre dan post bedah.
10. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang PPA yang kompeten dan
diberi kewenangan melakukan asesmen awal dan asesmen ulang dan asesmen
gawat darurat hanya dilaksanakan oleh medis, perawat, dan profesional pemberi
asuhan (PPA) lainnya yang kompeten dan berwenang yang memerlukan pendidikan
khusus, pelatihan, pengetahuan dan keahlian bagi profesional pemberi asuhan
(PPA) dan telah mendapatkan SPK dan RKK termasuk asesmen gawat darurat.
Identifikasi bagi mereka yang memenuhi syarat melakukan asesmen dan tanggung
jawabnya ditentukan secara tertulis. Asesmen dilakukan oleh setiap disiplinJ
profesional pemberi asuhan (PPA) dalam lingkup prakteknya, izin, peraturan
perundangan, dan sertifikasi.
D. ASUHAN PASIEN
1. Setiap pasien di RS Aisyiyah Bojoneqoro harus dikelola oleh Dokter Penanggung
Jawab Pelayanan ( DPJP ) untuk memberikan asuhan kepada pasien.
2. Pelaksanaan asuhan pasien terintegrasi berfokus pada pasien dan mencakup
elemen sebagai berikut :
a. Keterlibatan dan pemberdayaan pasien dan keluarga.
b. DPJP sebagai ketua tim PPA.
c. PPA bekerja sebagai tim interdisiplin dengan kolaborasi interprofesional dibantu
antara lain oleh PPK, panduan asuhan PPA lainnya, alur klinisJ clinical pathway
terintegrasi, algoritme, protokol, prosedur, standing order dan CPPT.
d. Perencanaan pemulangan pasien terintegrasi.
e. Asuhan gizi terintegrasi.
f. Peran MPP dalam penerapan pelayanan dan asuhan yang terintegrasi antar
PPA.
6
3. Proses dan pelaksanaan untuk mendukung kesinambungan dan koordinasi asuhan,
sebagai asuhan pasien terintegrasi yang berpusat pada pasien (patient centered
care).
4. MPP bukan merupakan Profesional Pemberi Asuhan aktif dan dalam menjalankan
manajemen pelayanan pasien mempunyai peran minimal sebagai berikut :
a. Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan asuhan pasien.
b. Mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien.
c. Mengoptimalkan proses reimbursemen, dan dengan fungsi sebagai berikut :
Assesmen untuk manajemen pelayanan pasien.
Perencanaan untuk manajemen pelayanan pasien.
Komunikasi dan koordinasi.
Edukasi dan advokasi.
Kendali mutu dan biaya pelayanan pasien.
E. PENUNDAAN PELAYANAN
1. Rumah sakit memperhatikan kebutuhan klinik pasien rawat jalan dan rawat inap
pada waktu menunggu (penundaan dan atau kelambatan) untuk pelayanan
diagnosis dan pengobatan.
2. Pasien diberikan informasi tentang alasan dan sebab terjadinya penundaanl
kelambatan atau harus menunggu serta diberitahu tentang alternatif yang tersedia.
F. TRANSFER PASIEN
1. Transfer dilaksanakan sesuai dengan criteria yang sudah ditetapkan.
2. Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum
dipindahkan.
3. Proses transfer pasien didokumentasikan didalam berkas rekam medis pasien.
G. RUJUKAN
H. PEMULANGAN PASIEN
1. Untuk menjamin kesinambungan pelayanan dan asuhan pasien, harus dilakukan
rencana pemulangan pasien yang terintegrasi.
2. Bila diperlukan pada pemulangan pasien dapat dirujuk kepada fasilitas kesehatan
baik perorangan ataupun institusi yang berada dikomunitas dimana pasien berada,
yang bertujuan untuk memberikan kelanjutan pelayanan dan asuhan.
3. Rencana pemulangan yang kompleks dimulai segera setelah pasien masuk rawat
inap.
8
5. Pasien rawat jalan dengan asuhan yang kompleks atau yang diagnosisnya kompleks
diperlukan Profil Ringkas Medis Rawat Jalan (PRMRJ).
6. Pasien rawat jalan yang memerlukan PRMRJ adalah :
a. Pasien dengan diagnosis yang kompleks dengan criteria pasien dengan dua
jenis diagnosis medis atau lebih
b. Pasien dengan asuhan yang kompleks dengan criteria pasien yang dating
berulang dengan masalah kesehatan yang kompleks, pasien yang menjalani
lebih dari satu tindakan, dan pasien yang dilakukan pemeriksaan di beberapa
klinik yang berbeda.
7. Penyimpanan berkas PRMRJ harus mudah untuk dicari kembali.
8. Pelaksanaan pembuatan PRMRJ dievaluasi agar dapat memenuhi kebutuhan para
DPJP untuk meningkatkan mutu dan keselamatan pasien.
9. Ringkasan pasien rawat inap dibuat oleh DPJP atau DPJP utama sebelum pasien
pulang.
10. Rumah sakit mengatur proses pasien yang diperbolehkan meninggalkan rumah sakit
sementara dalam proses rencana pengobatan dengan ijin yang disetujui untuk waktu
tertentu (cuti).
11. Ringkasan pasien pulang berisi :
a. Riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik
b. Indikasi pasien dirawat inap,diagnosis, dan komorbiditas lain
c. Prosedur terapi dan tindakan yang telah dikerjakan
d. Obat yang diberikan dan obat setelah pasien keluar rumah sakit
e. Kondisi kesehatan pasien ( status present) saat akan pulang dari rumah sakit
f. Instruksi tindak lanjut
12. Salinan ringkasan pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
13. Salinan ringkasan pasien pulang diberikan kepada pasien atau keluarga, praktisi
kesehatan perujuk serta pihak penjamin pasien.
14. Setiap pasien yang yang menderita penyakit yang membahayakan dirinya sendiri
atau lingkungan dilakukan identifikasi.
15. Pasien rawat inap dan rawat jalan yang meninggalkan Rumah Sakit tanpa
pemberitahuan ( melarikan diri) dilaporkan kepada pihak berwajib.
I. TRANSPORTASI
10
6. Dalam menetapkan kriteria tersebut. RS melibatkan stat kompeten dan berwenang
serta memberikan pelatihan kepada stat unit yang terlibat.
11