Anda di halaman 1dari 7

Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah

Kutowinangun
Nomor : 851/KEP/IV.6.AU/2019
Tentang : Kebijakan Pelayanan Pasien Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah
Kutowinangun

KEBIJAKAN PELAYANAN PASIEN


RUMAH SAKIT UMUM PKU MUHAMMADIYAH KUTOWINANGUN

1. Pemberian pelayanan yang seragam


a. Pemberian pelayanan yang seragam disepakati oleh direksi rumah sakit dan disesuaikan
dengan undang – undang dan peraturan terkait
b. Akses untuk pelayanan dan pengobatan, diberikan secara seragam tanpa membedakan
kemampuan pasien untuk membayar atau sumber pembiayaan
c. Akses pelayanan dan pengobatan yang memadai yang diberikan oleh praktisi yang
berkualifikasi tidak tergantung atas hari – hari tertentu atau waktu tertentu
d. Dengan kejelasan kondisi pasien maka alokasi sumber daya ditetapkan untuk memenuhi
kebutuhan pasien
e. Tingkat pelayanan yang diberikan kepada pasien sama di seluruh rumah sakit
f. Pasien dengan kebutuhan pelayanan keperawatan yang sama menerima pelayanan
keperawatan yang setingkat di seluruh rumah sakit
g. Praktisi/tenaga yang kompeten dalam asuhan pelayanan pasien adalah para pemberi
asuhan (PPA) yang terdiri dari Dokter, Perawat, Apoteker, Fisioterapi, dan Ahli Gizi.
h. Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) bertindak sebagai leader dari PPA yang lain
dalam pemberian asuhan pasien.
i. Permintaan pemeriksaan diagnostik imajing dan pemeriksaan laboratorium klinik
berdasar indikasi klinis/rasional.
2. Pengintegrasian pelayanan
a. Rencana pelayanan asuhan pasien dikoordinasikan dan diintegrasikan diantara berbagai
unit kerja pelayanan dalam jangka waktu 24 jam sesudah pasien dirawat.
b. Pelaksanaan / implementasi pelayanan asuhan pasien terintegrasi dan terkoordinasi
antar unit kerja pelayanan
c. Hasil atau kesimpulan rapat dari tim asuhan atau diskusi lain tentang kolaborasi di catat
dalam rekam medis pasien.

1
d. Setiap perintah pengobatan, program tindakan dan pemeriksaan penunjang tertulis
dalam catatan terintegrasi (CPPT).
e. CPPT diisi oleh Profesional Pemberi Asuhan yaitu, Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan Pasien, perawat, apoteker, dietisien dan fisioterapis.
3. Tindakan Klinis dan Tindakan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi dan laboratorium menggunakan formulir pemeriksaan
yangditulis dan ditandatangani oleh DPJP atau oleh dokter jaga atas perintah DPJP
yang terdokumentasi dalam rekam medis pasien. Alasan permintaan, hasil tindakan
klinis dan tindakan diagnostic terdokumentasi dalam rekam medis.
b. Perintah pengobatan, program tindakan, pemeriksaan laboratorium, radiologi atau
pemeriksaan lisan melalui telepon harus tertulis dalam catatan terintegrasi (CPPT).
4. Cara pemberian instruksi
a. Instruksi dituliskan secara detail mulai pengkajian awal, laporan pengobatan, lembar
operasi dan disimpan dalam rekam medis. Instruksi harus diberikan dalam bentuk
tertulis bukan secara lisan kecuali dalam kondisi darurat dimana jika tidak dilakukan
dalam waktu cepat akan mengakibatkan keterlambatan pelayanan pasien;
b. Instrukasi secara verbal/lisan/tidak langsung dilakukan oleh DPJP;
c. Instruksi terkait rencana asuhan pasien ditulis dalam rekam medis dalam waktu 24 jam
setelah pasien masuk ruang rawat inap;
d. Instruksi dokter tertulis dan order verbal hanya ditulis pada format/catatan
perkembangan pasien terintegrasi. Untuk verbal order dilakukan sesuai prosedur
komunikasi efektif.
e. Permintaan pemeriksaan radiologi (diagnostik imajing), laboratorium patologi klinik,
patologi anatomi, dan konsultasi harus mencakup diagnosis dan indikasi klinis yang
dibutuhkan untuk interpretasi;
f. Seluruh staf medis dan non medis yang diperbolehkan menulis pada catatan
perkembangan pasien terintegrasi adalah mereka yang bertanggung jawab pada pasien
tersebut. Hanya yang diijinkan untuk menulis perintah melakukannya, diatur dalam
surat tugas yang dikeluarkan Komite Medik dan Keperawatan;
g. Sistem peresepan, pemesanan obat, penjelasan penggunaan obat secara aman diatur
dalam prosedur tertulis.
5. Pemberian Informasi dan Edukasi kepada Pasien dan Keluarga
a. Pasien dan keluarga berhak mendapatkan informasi tentang hasil asuhan dan
pengobatan termasuk tentang hasil asuhan yang tidak diharapkan.
b. Rumah Sakit menyediakan pendidikan/edukasi untuk menunjang partisipasi pasien dan
keluarga dalam pengambilan keputusan dan proses pelayanan.

2
c. Semua kegiatan pemberian informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga herus
tercatat dalam rekam medis
6. Pelayanan Pasien resiko tinggi dan penyediaan pelayanan resiko tinggi
a. Pasien yang digolongkan resiko tinggi diidentifikasi oleh rumah sakit berdasarkan :
1) Umur
2) Kondisi
3) Kebutuhan bersifat kritis
4) Kebutuhan peralatan komplek
5) Penggunaan darah dan produk darah
6) Risiko sampingan sebagai akibat suatu prosedur atau rencana asuhan (trombosis
vena dalam, ulkus dekubitus, dan jatuh).
b. Pelayanan dengan resiko tinggi antara lain :
1) Pelayanan isolasi
2) Pelayanan geriatri
3) Pelayanan terminal
4) Pelayanan pasien emmergency
5) Pelayanan pemberian darah/Produk darah.
6) Pelayanan pasien anak, pasien rentan dan resiko kekerasan.
7. Early Warning System (EWS)
Early Warning System (EWS) digunakan sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk
menditeksi secara cepat keadaan pasien sebelum mengalami kegawat daruratan.
a. Nilai skor Early Warning System (EWS) pasien pada skor awal denga kondisi penyakit
akut dan pemantauan secara berkala pada semua pasien resiko tinggi yang akan
berkembang menjadi kritis selama berada di Rumah Sakit.
b. Pemantauan rutin pada pasien rawat inap, minimal 1x dalam 1 sift dinas perawat.
c. Ukur skor Early Warning System (EWS) sesuai dengan parameter.
d. Laporkan skor Early Warning System (EWS) ke DPJP sesuai skor.
e. Dokumentasikan hasil skor perhitungan EWS.
f. Parameter Early Warning System (EWS)
8. Pelayanan Pasien Gawat Darurat/ Emmergency
a. Pelayanan pasien memperhatikan kondisi dan kategori berdasarkan tingkat kegawatan
pasien.
b. Adanya asuhan pelayanan emmergency yang tepat untuk menghindari perkembangan
penyakit yang lebih parah dan bahkan dapat mengancam jiwa pasien.
c. Adanya sistem rujukan yang tepat dan aman pada pasien emmergency.
9. Pelayanan Resusitasi
a. Tindakan resusitasi jantung paru dilakukan pada pasien dengan indikasi henti nafas dan
henti jantung

3
b. Tindakan resusitasi tidak dilakukan pada kematian normal seperti yang biasa terjadi
pada penyakit akut atau kronik yang berat, stadium terminal suatu penyakit yang tidak
dapat disembuhkan lagi, bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan
pulih yaitu sesudah 1/2 – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa
resusitasi jantung paru.
c. Semua karyawan Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Kutowinangun harus
mampu melakukan tindakan RJP.
d. Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat
dan kasih sayang pada akhir kehidupannya.
10. Pelayanan Penanganan,Penggunaan dan Pemberian Darah atau Produk Darah
a. Pelayanan Penanganan, pemberian darah/produk darah yang aman dan bermutu sangat
tergantung pada uparan perbaikan Mutu dan Keamanan RS.
b. Pengolahan,penanganan dan pemberian darah/produk darah harus sesuai standar.
c. Adanya dukungan sumber daya manusia dan dukungan teknologi yang menjamin mutu
dan keamanan pelayanan pemberian darah/produk darah.
11. Pelayanan Pasien Koma dan Penggunaan Alat Bantu Hidup
a. Keputusan tentang kematian dibuat berdasarkan standar medis yang dibuat oleh dokter.
b. Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Kutowinangun tidak/belum memberikan
Pelayanan Alat Bantu Hidup (ventilator)
c. Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Kutowinangun tidak/belum memberikan
pelayanan Pasien koma karena keterbatasan alat sehingga pasien di rujuk ke RS lain
yang mempunyai pelayanan tersebut.
12. Pelayanan Pasien dengan Penyakit Menular
a. Pelayanan pasien dengan penyakit menular merupakan suatu upaya pencegahan dan
pengendalian transmisi kuman patogen dari sumber infeksi (penderita dan karier) ke
petugas atau pasien lain termasuk terhadap pasien immunosupresif.
b. Rumah Sakit menetapkan pemisahan antara pasien dengan penyakit menular melalui
airbone dan yang rentan karena immunosupressed atau sebab lain
c. Tata laksana pasien dengan penyakit menular harus mengikuti kaidah-kaidah
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang berlaku di Rumah Sakit Umum PKU
Muhammadiyah Kutowinangun :
1) Ruang isolasi digunakan untuk pasien TB Paru Aktif, Diphteri, dan Penyakit lain
dengan transmisi droplet dan airborne (contohnya: varicella, campak).
2) Apabila isolasi kontak penuh, maka pasien di rujuk ke rumah sakit lain yang
memiliki .
3) Pasien suspek atau sudah didiagnosis infeksi dengan Kebijakan Isolasi/penanganan
khusus secara nasional seperti TB MDR atau Flu Burung, langsung dirujuk di
rumah sakit yang telah ditetapkan menjadi Rumah Sakit Rujukan.

4
d. Pembersihan ruangan, pengelolaan linen, dan sampah di ruangan isolasi harus
mengikuti kaidah-kaidah Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang berlaku di Rumah
Sakit Umum PKU Muhammadiyah Kutowinangun.
13. Pelayanan Haemodialis
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Kutowinangun tidak/belum memberikan
Pelayanan Haemodialisa.
14. Pelayanan Pasien dengan Restraint
a. Restraint adalah suatu metode atau cara pembatasan/restriksi yang disengaja terhadap
kegiatan/perilaku seseorang.
b. Cara pembatasan/restraint dapat dengan cara pembatasan fisik, pembatasan mekanis,
suveilans teknologi, pembatasan kimia, dan pembatasan psikologis.
c. Pengambilan keputusan untuk pengaplikasian restraint dibicarakan/didiskusikan dengan
pasien, kerabat, keluarga, dan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) kecuali pada
kondisi emergensi
d. Kewenangan untuk membuat keputusan mengenai penggunaan restraint adalah Dokter
Penanggung Jawab Pasien (DPJP).
e. Restraint berperan sebagai cara/alternatif terakhir apabila metode yang kurang restriktif
lainnya tidak berhasil/tidak efektif untuk memastikan keselamatan pasien, keluarga, staf,
atau orang lain.
f. Untuk menentukan perlu atau tidaknya menggunakan restraint, diperlukan suatu
asesmen pada setiap individu secara komprehensif untuk menentukan kebutuhan akan
restraint berikut jenis yang dipilih.
g. Setiap episode penggunaan restraint harus dinilai dan dievaluasi serta berdasarkan
instruksi dokter.
h. Instruksi penggunaan restraint yang bertujuan untuk manajemen perilaku
destruktif/membahayakan harus dievaluasi dalam kurun waktu tertentu.
i. Perawat/tenaga medis lain tidak boleh memberhentikan penggunaan restraint dan
kemudian me-reaplikasinya kembali di bawah instruksi yang sama (sebelumnya).
j. Tidak terdapat kriteria mengenai perilaku apa saja yang dianggap membahayakan.
Keputusan mengenai perilaku berbahaya ini dibuat berdasarkan penilaian oleh dokter
(Clinical Judgement).
k. Penggunaan restraint /(termasuk obat dan alat) harus didokumentasikan dalam rencana
perawatan /tata laksana pasien.
l. Penggunaan restraint harus diimplementasikan dengan teknik benar dan aman.
15. Pelayanan pasien Geriatri
a. Pasien geriatri adalah orang tua yang berusia 60 tahun ke atas yang memiliki penyakit
lebih dari 2/majemuk (multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani, dan
atau kondisi sosial yang bermasalah.

5
b. Pada saat asesmen pada pasien (orang tua) berusia > 60 tahun dan hanya memiliki 1
(satu) gangguan fungsi jasmani dan rohani dan tidak ada kondisi sosial yang
bermasalah, maka dirawat oleh dokter sesuai masalah yang ditemukan.
c. Apabila selama dalam perawatan timbul permasalahan/diagnosa baru, maka
dikonsulkan/rawat bersama dengan Tim Geriatri di Rumah Sakit Umum PKU
Muhammadiyah Kutowinangun.
d. Pasien geriatri dirawat di ruang rawat inap atau HCU
16. Pelayanan Pasien dengan Ketergantungan dan Resiko Kekerasan
a. Rumah sakit memfasilitasi asuhan pasien yang lemah, lanjut usia dengan
ketergantungan bantuan dan lanjut usia tidak mandiri.
b. Rumah sakit memfasilitasi kebutuhan asuhan pasien anak dan anak dengan
ketergantungan.
c. Pasien yang dicurigai resiko kekerasan dilakukan asesmen resiko dan identifikasi
kebutuhan pelayanannya.
17. Pelayanan Kemoterapi
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Kutowinangun tidak / belum melayani pasien
kemoterapi.
18. Pelayanan Pasien Nyeri
a. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya kerusakan
jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan emosional yang
merasakan seolah-olah terjadi kerusakan jaringan.
b. Manajemen nyeri merupakan implementasi/pelaksanaan dari perencanaan pelayanan
pasien.
c. Rumah Sakit mempunyai prosedur untuk identifikasi pasien yang kesakitan.
d. Pasien yang kesakitan mendapat asuhan sesuai pedoman Manajemen nyeri.
19. Pelayanan Pasien Terminal
a. Penyakit terminal adalah suatu penyakit yang tidak bisa disembuhkan lagi.
b. Petugas pemberi asuhan harus dapat menyiapkan dukungan dan bantuan pada pasien
terminal sehingga pada saat-saat terakhir dalam hidup bisa bermakna dan akhirnya
dapat meninggal dengan tenang dan damai.
c. Pasien dan keluarga dilibatkan pengambilan keputusan dalam asuhan pasien.
d. Rencana asuhan pasien terminal ditujukan kepada pasien dan keluarga meliputi aspek
psikososial, emosional, dan dan kebutuhan spiritual pasien dan keluarga dalam
menghadapi kematian dan kesedihan.
e. Rencana asuhan ditujukan kepada pasien dan keluarga didasarkan pada
agama/kepercayaan dan budaya.
f. Pelayanan pasien terminal tidak dibatasi waktu dalam pendampingannya.
g. Pasien terminal dirawat di HCU, atau ruang rawat inap biasa.

6
h. Untuk memudahkan pemantauan dalam asuhan pasien, penempatan pasien terminal
didekatkan dengan nurse station.

Anda mungkin juga menyukai