Anda di halaman 1dari 40

SINTESIS NANOPARTIKEL BIMETAL Ag-Au

SEBAGAI INDIKATOR KOLORIMETRI ANALISIS LOGAM TIMBAL


SECARA CITRA DIGITAL

PROPOSAL PENELITIAN

OLEH:
TSAMARA SALSABILA
A1F017048

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan kadar logam berat dalam air laut yang terjadi pada
umumnya disebabkan oleh masuknya limbah industri, pertambangan,
pertanian dan domestik yang banyak mengandung logam berat. Dari
keempat jenis limbah tersebut, limbah yang umumnya paling banyak
mengandung logam berat adalah limbah industri. Limbah industri yang
timbul dari industrialisasi, baik yang terbentuk padat maupun cair
berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya. Limbah yang dibuang ke
perairan bebas dapat menyebabkan perubahan nilai dari perairan itu,
baik kualitas maupun kuantitas sehingga perairan dianggap tercemar
(Warni et al.,2017 ; Arisandy et al., 2012).
Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar
berbahaya yaitu logam berat tidak dapat diuraikan (non degradable) oleh
organisme hidup di lingkungan dan akan terakumulasi ke lingkungan.
Sedimen yang berada di dasar perairan merupakan habitat bagi biota
bentik, dan menjadi salah satu daerah terakumulasi logam berat
(Munandar et al., 2016; Husna et al., 2017). Terakumulasi atau
terkumpulnya logam berat di dasar perairan membentuk senyawa
komplek bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan
kombinasi (Svavarsson et al., 2011).
Logam berat merupakan logam toksik yang berbahaya jika masuk
ke dalam tubuh bila melebihi ambang batasnya, dan menjadi berbahaya
karena proses bioakumulasi. Bioakumulasi merupakan peningkatan
konsentrasi unsur kimia tersebut dalam tubuh makhluk hidup sesuai
piramida makanan. Dapat terakumulasinya logam berat melalui rantai
makanan, menyebabkan semakin tinggi tingkatan rantai makanan yang
ditempati oleh suatu organisme, akumulasi logam berat di dalam
tubuhnya juga semakin bertambah. Manusia yang merupakan konsumen

1
2

puncak, akan mengalami proses bioakumulasi logam berat yang besar di


dalam tubuhnya. Logam berat menimbulkan efek negatif dalam
kehidupan makhluk hidup seperti mengganggu reaksi kimia, menghambat
absorbsi dari nutrien-nutrien yang esensial (Hananingtyas, 2017). Salah
satu bahan pencemar pada perairan adalah logam berat Timbal (Pb).
Sumber-sumber timbal dapat berasal dari alam dan sebagai akibat
antropogenik. Aktivitas antropogenik masuknya timbal ke lingkungan
berasal dari berbagai aktivitas antara lain pertambangan, peleburan, dan
sebagai hasil samping dari industri accu (aki), kabel, pigmen , produksi
baja serta dari hasil pembakaran bahan bakar bensin yang mengandung
zat aditif TEL dan TML. Diperkirakan dari kegiatan pertambangan dan
peleburan jumlah timbal yang diemisikan ke dalam lingkungan sekiatar
126.000 ton/tahun, dan dari kegiatan lainnya sekitar 3 juta ton/tahun.
Secara alamiah timbal dapat masuk ke dalam lingkungan perairan melalui
pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan (Suksmerri,
2008 ; Simbolon, 2018).
Beberapa metode dapat digunakan untuk mengetahui konsentrasi
atau kadar logam di dalam sampel air lingkungan, diantaranya adalah
dengan menggunakan metode inductive coupled plasma mass
spectrometry (ICP-MS) dan menggunakan metode atomic absorpsion
spektroskopi (AAS) (Winiari, 2013). Namun, alat-alat analisis seperti ICP-
MS dan AAS memerlukan biaya yang mahal dan operator yang benar-
benar paham cara penggunaannya, oleh karena itu perlu dilakukan
pengembangan metode analisis kualitatif dan kuantitatif logam timbal(II)
yang praktis, murah dan mudah pengaplikasiannya.
Metode citra digital merupakan solusi untuk menganalisis logam
Pb. Metode ini memiliki potensi dalam analisis kuantitatif yang baik,
karena metode ini sederhana, tidak memerlukan alat yang mahal dan
dalam analisis kolorimetrik memiliki potensi yang tinggi (Dinata et al.,
2019). Indikator kolorimetri yang digunakan berbasis nanopartikel, prinsip
analisis kolorimetri berbasis nanopartikel adalah kemampuan agregasi
3

nanopartikel. Ketika nanopartikel beragregasi (satu sama lain saling


mendekat) interaksi antar bidang mereka menuntun pada terjadinya
penggabungan Plasmon interpartikel dan menyebabkan pergeseran
LSPR (Localized Surfaces Plasmon Resonance). Efek LSPR dari
nanopartikel inilah yang kemudian dikembangkan dan digunakan sebagai
basis indikator kolorimetri yang mudah, sensitivitas tinggi dan rendah
biaya (Irwan et.al.,2016).
Dalam beberapa tahun terakhir, telah dilakukan beberapa
penelitian menggunakan nanopartikel bimetal. Nanopartikel bimetal
mempunyai sifat optik yang sangat baik dibandingkan analog masing-
masing, sehingga dapat dijadikan indikator kolorimetri. Struktur
nanopartikel bimetal terdiri dari dua elemen yang berbeda yang baik
dalam susunan inti-cangkang. Nanopartikel bimetal tidak hanya memiliki
sifat kombinasi kedua logam, tetapi juga menghasilkan sifat yang muncul
karena efek sinergis antara dua logam. Nanopartikel bimetal Ag-Au lebih
diminati dibandingkan dengan mono-metalnya sendiri. Nanopartikel
bimetal menawarkan sifat optik yang luar biasa dengan adanya dua
logam dalam strukturnya (Berahim et al., 2018). Nanopartikel bimetal
dapat menutupi kelemahan dari masing-masing monometalnya sendiri
melalui proses hibridisasi, seperti kelemahan dari perak (sering
mengalami efek oksidasi dibandingkan emas) dan emas (fenomena
SPR lemah dibandingkan perak). Penggabungan dua logam ini
menghasilkan mekanik baru, sifat termal dapat digabungkan dalam
nano-terial hibridisasi dengan dapat menghasilkan bahan yang
responsif secara kimiawi dan berkembang baik secara optik seperti
nanopartikel bimetal Ag-Au (Podagatlapalli et al., 2015).
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukanlah penelitian
mengenai “Sintesis Nanopartikel Bimetal Ag-Au sebagai Indikator
Kolorimetri Analisis Logam Timbal secara Citra Digital”. Pada
penelitian ini dilakukan sintesis nanopartikel bimetal Ag-Au menggunakan
natrium borohidrida (NaBH4) sebagai reduktor dan trisodium sitrat
4

(Na3C6H5O7.2H2O) sebagai capping agent karna mempunyai gugus


karboksilat (-COO-), untuk menjaga stabilitas nanopartikel bimetal. Muatan
negatif dari ion sitrat yang teradsorpsi pada permukaan nanopartikel Ag-
Au akan dapat mencegah terjadinya agregasi antar sesama nanopartikel,
karena adanya gaya tolakan antar muatan negatif pada permukaannya
(Wyantuti et.al.,2016). Prekursor yang digunakan adalah larutan HAuCl4
dan AgNO3. Penelitian ini mengembangkan metode kolorimetri yang
cepat, sensitive, terbaru dan sederhana, untuk mendeteksi ion
Pb 2+ menggunakan nanopartikel bimetal Au-Ag yang disintesis. Saat
penambahan ion Pb 2+ ke larutan nanopartikel bimetal Ag-Au, dengan
afinitas tinggi Pb 2+ mengikat ke gugus -COO -  yang membatasi
nanopartikel bimetal Ag-Au yang mengakibatkan destabilisasi muatan
negatif pada permukaan nanopartikel bimetal Ag-Au. Adanya destabilisasi
elektrostatik menyebabkan aglomerasi (membentuk kumpulan) partikel
individu yang mengakibatkan perubahan warna larutan koloid dan puncak
resonansi plasmon permukaan (SPR) (Priyadarshini, 2011 ; Chai et.al,
2020).

1.2 Batasan Masalah


Adapun batasan permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1. Reduktor nanopartikel bimetal Ag-Au yang digunakan adalah
natrium borohidrida (NaBH4)
2. Capping agent yang digunakan trisodium sitrat (Na 3C6H5O7 . 2H2O)
3. Logam yang dianalisa adalah logam Pb2+
4. Alat sebagai pembanding untuk menganalisa logam timbal(II)
adalah spektrofotometer UV-vis
5. Variable yang divariasikan dalam penelitian ini meliputi : pH, suhu
dan waktu inkubasi
6. Nilai rata-rata komponen warna RGB dari gambar citra digital
diperoleh dengan program ImageJ
7. Teknik perhitungan Simple linear regression (SLR) dilakukan
5

dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007.


8. Apilikasi dilakukan pada sampel air pantai pulaibai dan air danau
resapan UNIB.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan
dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana nanopartikel bimetal Au-Ag yang disintesis dapat
digunakan untuk mendeteksi logam timbal(II)?
2. Berapa pH larutan, suhu dan waktu inkubasi untuk kondisi
optimum nanopartikel bimetal Ag-Au?
3. Bagaimanakah keselektifan, keakuratan, dan kesensitifitan
nanopartikel bimetal Ag-Au analisis logam timbal(II) secara
spektrofotometer UV-vis dan citra digital?
4. Bagaimana analisis nanopartikel bimetal Au-Ag yang disintesis
terhadap sampel air lingkungan?

1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk :
1. Mendeskripsikan nanopartikel bimetal Au-Ag yang disintesis dapat
digunakan untuk mendeteksi logam Pb2+
2. Menentukan pH larutan, suhu dan waktu inkubasi untuk kondisi
optimum nanopartikel bimetal Ag-Au
3. Menganalisis keselektifan, keakuratan, dan kesensitifitan
nanopartikel bimetal Ag-Au analisis logam timbal(II) secara
spektrofotometer UV-vis dan citra digital
4. Menganalisis nanopartikel bimetal Au-Ag yang disintesis terhadap
sampel air lingkungan
6

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti mengenai cara sintesis
nanopartikel bimetal Ag-Au serta apilikasinya sebagai indikator
kolorimetri analisis kualitatif dan kuantitatif logam timbal(II) secara
spektrofotometri UV-vis dan citra digital.

1.5.2 Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan


Penelitian ini akan memberikan pengetahuan mengenai metode
alternatif sederhana dan murah untuk analisis kualitatif dan kuantitatif
logam timbal(II) dengan menggunakan nanopartikel bimetal Ag-Au.
Penelitian ini juga akan memberikan pengetahuan mengenai
pengembangan nanopartikel bimetal sebagai indikator kolorimetri analisis
kualitatif dan kuantitatif logam timbal. Data yang diperoleh dari penelitian
ini nantinya dapat menjadi rujukan dan pengembangan wawasan/ ilmu
pengetahuan lebih lanjut untuk analisis kualitatif dan kuantitatif logam
timbal(II).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Timbal (Pb)
Logam berat Timbal (Pb) merupakan salah satu jenis logam berat
yang sangat populer dan banyak dikenal masyarakat. Penggunaan
senyawa Pb secara luas untuk bahan katalis pendukung dalam proses
produksi bahan bakar bensin karena dapat meningkatkan nilai oktan
bahan bakar sekaligus berfungsi mencegah terjadinya ledakan saat
berlangsungnya pembakaran dalam mesin (Arisandi et. al., 2012).
Logam berat Pb juga digunakan untuk industri baterai, cat dan pestisida.
Pencemaran Pb di perairan yang melebihi konsentrasi ambang batas
dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut. Bagi
manusia, termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi, dapat
mengakibatkan gejala keracunan timbal seperti iritasi gastrointestinal
akut, muntah, sakit perut dan diare (Setiawan, 2014).
Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai
sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan
timbal dalam membentuk alloy dengan logam lain telah dimanfaatkan
untuk meningkatkan sifat metalurgi ini dalam penerapan yang sangat
luas, contohnya digunakan untuk kabel listrik, kontruksi pabrik-pabrik
kimia, kontainer dan memiliki kemampuan tinggi untuk tidak mengalami
korosi. Selain itu, Pb dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan
bakar dan pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab utama
peningkatan kadar Pb di lingkungan (Darmono, 1995). Hampir 10 %
dari total produksi tambang logam timbal digunakan untuk pembuatan
tetra ethyl lead atau TEL yang dibutuhkan sebagai bahan penolong
dalam proses produksi bahan bakar bensin karena dapat mendongkrak
(boosting) nilai oktan bahan bakar sekaligus berfungsi sebagai
antiknocking untuk mencegah terjadinya ledakan saat berlangsungnya

7
8

pembakaran dalam mesin ( Arisandy et al., 2012).


Menurut Firman et.al,. 2020, pada abu batubara terkandungan
beberapa logam seperti Hg, Cd, Cu, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, Zn dan Mn.
Abu batubara, baik fly ash (FA) maupun bottom ash (BA) berdasarkan
hasil uji dengan ICP-MS memiliki kandungan logam berat (heavy metal)
yang tinggi khususnya logam mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu),
kromium (Cr), timbal (Pb), nikel (Ni) dan arsen (As). Kandungan total
logam berat (11 jenis logam) fly ash sebanyak 687,72 ppm sedangkan
bottom ash sebanyak 317,65 ppm. Ada beberapa logam berat yang perlu
mendapat perhatian serius dari abu batubara salah satunya adalah
timbal dengan kadar 22,2-29,3 ppm.

2.1.2 Pencemaran Logam Timbal(II)


Timbal atau timah hitam, yang juga dikenal dengan nama
Plumbum (Pb) merupakan salah satu unsur logam berat yang tidak dapat
terurai oleh proses alam. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke perairan
melalui pengkristalan diudara dengan bantuan air hujan dan melalui
proses modifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan
angin. Timbal yang masuk ke perairan juga merupakan dampak dari
aktivitas kehidupan manusia dari daratan (antropogenik) (Jupriyati and
Soenardjo, 2013).
Sumber-sumber Pb dapat berasal dari alam dan sebagai akibat
antropogenik. Aktivitas antropogenik masuknya Pb ke lingkungan berasal
dari berbagai aktivitas antara lain pertambangan, peleburan, dan sebagai
hasil samping dari industri accu (aki), kabel,pigmen , produksi baja serta
dari hasil pembakaran bahan bakar bensin yang mengandung zat aditif
TEL dan TML. Diperkirakan dari kegiatan pertambangan dan peleburan
jumlah Pb yang diemisikan ke dalam lingkungan sekiatar 126.000
ton/tahun, dan dari kegiatan lainnya sekitar 3 juta ton/tahun. Beberapa
penelitian telah memperlihatkan cemaran akibat Pb ke lingkungan
dengan konsentrasi yang tinggi. Cemaran logam Pb terbanyak dilakukan
9

pada lingkungan perairan, dan kelompok organisme yang pertama kali


mengalami dampak dari limbah yang dibuang keperairan adalah
organisme perairan itu sendiri. (Suksmerri, 2008 ;Arisandy et al.,2012).
Penyebab utama logam berat menjadi bahan pencemar
berbahaya yaitu logam berat tidak dapat diuraikan (non degradable) oleh
organisme hidup di lingkungan dan akan terakumulasi ke lingkungan.
Sedimen yang berada di dasar perairan merupakan habitat bagi biota
bentik, dan menjadi salah satu daerah terakumulasi logam berat
(Munandar et al., 2016; Husna et al., 2017). Terakumulasi atau
mengendapnya logam berat di dasar perairan membentuk senyawa
komplek bersama bahan organik dan anorganik secara adsorbsi dan
kombinasi (Svavarsson et al., 2011).

2.1.3 Ambang Batas Logam Timbal (II)


Logam berat yang terkandung dalam batu bara dapat menimbulkan
polusi dan masuk kebadan perairan. Adanya logam berat di perairan,
berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun
efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini
berkaitan dengan sifat-sifat logam berat yang sulit diuraikan dan
keberadaannya secara alami sulit dihilangkan. Logam berat yang masuk
ke perairan pada kadar di atas batas baku mutu akan mencemari perairan
laut (Ketaren et al.,2019).
Nilai ambang batas menurut KEP-51/MENLH/2004 logam Pb
dalam air laut adalah 0,008 mg/l atau 0,0386 μM (Permanawati et.al,.
2013). Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/l dapat membunuh ikan di
perairan, bila biota air hidup di badan air yang mengandung senyawa Pb
pada konsentrasi 2,75-49 mg/l dan terpapar selama 245 jam akan
menyebabkan kematian pada Crustacea, sedangkan pada konsentrasi
Pb yang terlarut sebesar 3,5-64 mg/l yang terpapar selama 168-336 jam
akan menyebabkan kematian Insecta (Rahmidar et al., 2020).
10

2.1.4 Nanopartikel Bimetal Ag-Au


Nanopartikel adalah partikel sangat kecil dengan ukuran
nanometer. Nanopartikel dapat diartikan sebagai partikel dengan ukuran
1-100 nm. Pada skala ukuran ini, sifat fisika, kimia, dan biologi dari
nanopartikel berbeda dari sifatnya sebagai atom/molekul tunggal.
Nanopartikel dapat terbuat dari material kimia alami yang beragam dan
yang paling sering adalah logam, oksida logam, silikat, keramik non-
oksida, polimer, organik, karbon, dan biomolekul. Nanopartikel memiliki
beberapa morfologi berbeda seperti sferis, silinder, platelet, tuba, dan
lainnya. Umumnya, permukaan nanopartikel dimodifikasi sesuai dengan
aplikasinya (Nagarajan dan Hatton, 2008).
Nanopartikel (NP) yang dimodifikasi dapat membuka wawasan
baru dalam banyak bidang sains dan nanoteknologi. Nanopartikel yang
dimodifikasi mendapat banyak perhatian peneliti untuk mengeksplorasi
aplikasi mereka sebagai indikator kolorimetri, antibakteri agen, tabir
surya, kaca pembersih diri, biosensor, cat, elektronik, alat pengiriman
obat dan banyak lainnya. Nanopartikel logam mulia seperti perak dan
emas adalah salah satu subjek yang paling banyak diteliti karena sifat
optik dan sifat fisikokimia dengan berbagai aplikasi di berbagai bidang
penelitian. Prinsip dasar terlibat untuk produksi nanopartikel ini adalah
reduksi ion logam masing-masing menjadi gugus atom dan selanjutnya
nukleasi / pertumbuhan menjadi bentuk nano-kristal dengan bantuan zat
pereduksi yang berbeda dan bermacam-macam metodologi (Samanta et
al.,2019).
Nanometals yang telah menerima pengakuan luas karena
aplikasinya yang unik di berbagai bidang, salah satunya nanopartikel
bimetal. Nanopartikel bimetal menunjukkan sifat elektronik, optik, magnet
dan kimiawi atau biologi yang menarik, karena efek bifungsional atau
sinergis baru. Nanopartikel bimetal melibatkan dua elemen logam yang
berbeda di bentuk inti-kulit, paduan atau hetero-struktur (Vellaichamy and
Periakaruppan, 2016).
11

Dalam beberapa tahun terakhir telah dilakukan beberapa penelitian


menggunakan nanopartikel bimetal. Struktur nanopartikel bimetal terdiri
dari dua elemen yang berbeda yang ada dalam susunan inti-cangkang.
Nanopartikel bimetal tidak hanya memiliki sifat kombinasi kedua logam,
tetapi juga menghasilkan sifat yang muncul karena efek sinergis antara
dua logam. Nanopartikel bimetal menawarkan sifat optik yang luar biasa
dengan adanya dua logam dalam strukturnya, yang mengarah ke
berbagai aplikasi salah satunya indikator kolorimetri. Nanopartikel bimetal
Ag-Au lebih diminati dibandingkan dengan analog monometaliknya
sendiri, karena nanopartikel bimetal dapat menutupi kelemahan dari
masing- masing monometalnya sendiri melalui proses hibridisasi, seperti
kelemahan dari perak (sering mengalami efek oksidasi dibandingkan
emas) dan emas (fenomena SPR lemah dibandingkan perak).
Penggabungan dua logam ini menghasilkan mekanik baru, sifat termal
dapat digabungkan dalam nano-terial hibridisasi dengan dapat
menghasilkan bahan yang responsif secara kimiawi dan berkembang
baik secara optik seperti Ag-Au (Berahim et al., 2018 ; Podagatlapalli et
al., 2015).
Menurut penelitian yang dilakukan Tetgure et al., 2015, pH
memainkan peran penting yang mempengaruhi ukuran, bentuk,
muatan permukaan, dan stabilitas sintesis nanopartikel. Pada pH
rendah, -COO dan NH 3 akan terprotonasi dan pengikatan dengan
nanopartikel akan meningkat. Pada penelitiannya, saat pH 7, ion
positif dan negatif berada pada kesetimbangan yang mengurangi
efisiensi pengikatannya dengan yang nanopartikel. Pada pH yang
lebih tinggi, konsentrasi --COO - dan NH 3 meningkat, mengurangi
pengikatan dengan nanopartikel. Semakin stabil pengikatan antara
amino asam dan nanopartikel yang disintesis merupakan kontributor
utama dalam mempengaruhi bentuk dan ukuran nanopartikel.
Menurut penelitian Wahyudi et.al,.2011, penambahan jumlah
reduktor pada kondisi percobaan yang dilakukan menyebabkan ukuran
12

partikel yang semakin kecil, hal ini diduga bahwa kelebihan reduktor
natrium borohidrida dalam larutan ikut berperan dalam menstabilkan
nanopartikel yang terbentuk. Menurut penelitian Shankar et.al,. 2004,
sintesis nanopartikel bimetal Ag-Au dengan perbandingan 1 : 1,
pembentukan nanopartikel perak relatif lambat dibandingkan dengan
pembentukan nanopartikel emas, nanopartikel emas terbentuk lebih awal
dan pembentukan nanopartikel perak tertunda. Nanopartikel perak
terbentuk setelah ekuilibrasi kepadatan nanopartikel emas, kemudian
berkumpul ke permukaan nanopartikel emas yang lebih besar, sehingga
membentuk struktur inti-cangkang. Alasan terbentuknya struktur ini tidak
dipahami dan mungkin karena adanya interaksi seperti ikatan hidrogen
dan interaksi elektrostatis antara molekul capping egent yang terikat pada
nanopartikel emas dan perak. Analisis dari gambar TEM nanopartikel
bimetal Ag-Au menunjukkan bahwa inti dalam nanopartikel bimetal Ag-Au
menyerupai nanopartikel emas murni dan partikel yang menyusun
cangkang menyerupai nanopartikel perak murni, dalam hal ukuran
keduanya dan bentuk. Dapat ditekankan di sini bahwa agregasi yang
terlihat tidak acak dan tampaknya didorong oleh interaksi tertentu.

2.1.5 Kolorimetri
Kolorimetri adalah suatu teknik pengukuran atau analisis kimia
yang berdasarkan pada diabsorbsinya cahaya oleh zat berwarna baik
warna yang berasal dari zat itu sendiri maupun warna yang
terbentuk akibat reaksi dengan zat lain. Metode analisis kolorimetri
didasarkan pada tercapainya kesamaan warna antara larutan sampel
dengan larutan standar dengan menggunakan detektor mata atau
sumber cahaya polikromatis. Selain itu metode kolorimetri ini juga
didasarkan kepada penyerapan atau absorbsi cahaya tampak oleh
suatu larutan atau senyawa kimia. Warna yang dihasilkan pada proses
analisis kolorimetri ini biasanya berasal dari pembentukan suatu
senyawa berwarna dengan penambahan suatu reagen yang tepat,
13

kemudian intensitas warna dapat dibandingkan. Jika telah tercapai


kesamaan warna berarti jumlah molekul zat penyerap yang dilewati
sinar pada kedua sisi tersebut telah sama dan ini dapat dijadikan
dasar sebagai perhitungan (Khopkar,2007).
Prinsip metode kolorimetri berbasis nanopartikel adalah
kemampuan agregasi nanopartikel. Ketika nanopartikel beragregasi (satu
sama lain saling mendekat) interaksi antar bidang mereka menuntun
pada terjadinya penggabungan Plasmon interpartikel dan menyebabkan
pergeseran LSPR (Localized Surfaces Plasmon Resonance). Efek LSPR
dari nanopartikel inilah yang kemudian dikembangkan dan digunakan
sebagai basis indikator kolorimetri yang mudah, sensitivitas tinggi dan
rendah biaya. Sifat khusus nanopartikel metal yaitu adanya surface
plasmon resonance (SPR) pada spektra absorpsi visibel. SPR
merupakan fenomena resonansi antara gelombang cahaya dan elektron-
elektron pada permukaan logam menghasilkan osilasi elektron-elektron
pada permukaan logam yang terkuantisasi. Surface Plasmon Resonance
(SPR) menghasilkan pengurangan intensitas cahaya yang bergantung
pada jenis logam serta ketebalan lapisan yang digunakan. Elektron bebas
dalam logam memiliki gelombang elektromagetik di dalam permukaan
logam disebut surface plasmon. Intensitas cahaya yang dipantulkan
kembali dari permukaan memiliki besar yang berbeda dari permukaan.
Intensitas ini dapat diukur untuk menentukan terjadinya fenomena SPR.
Absorpsi ini tampak pada nanopartikel emas, perak maupun tembaga,
namun tidak pada larutan bulknya (Rajabiah,2016 ; Irwan et.al.,2016).

2.1.6 Spektrofotometer UV-vis


Spektrofotometri UV-vis merupakan gabungan antara
spektrofotometri UV dan Visible yang menggunakan dua buah sumber
cahaya berbeda, sumber cahaya UV dan sumber cahaya Visible.
Spektrofotometer UV-vis adalah pengukuran energi cahaya pada suatu
sistem kimia pada panjang gelombang tertentu (Day, 2002). Sinar
14

Ultraviolet (UV) mempunyai panjang gelombang diantara 200-400 nm,


dan sinar tampak (Visible) mempunyai panjang gelombang diatara 400-
750 nm. Pengukuran menggunakan spektrofotometer melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif.
Pengukuran menggunakan spektrofotometer melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga
spektrofotometer UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif. Nilai absorbansi pada spektrofotometri UV-Vis
menunjukkan perkiraan jumlah nanopartikel yang terbentuk. Panjang
gelombang dari absorpsi maksimum dapat mengindikasikan ukuran
partikel nanopartikel yang dihasilkan. Selain itu juga dapat diperoleh nilai
lebar setengah puncak maksimum (spectral bandwidth). Spectral
bandwidth atau SBW merupakan lebar pita cahaya pada setengah
puncak maksimum.
Prinsip dasar spektroskopi UV-Vis adalah berdasarkan pada
terjadinya transisi elektronik yang disebabkan penyerapan sinar UV-Vis
yang mampu mengeksitasi elektron dari orbital yang kosong.
Umumnya, transisi yang paling mungkin terjadi adalah transisi pada
tingkat tertinggi (HOMO) ke orbital molekul yang kosong pada tingkat
terendah (LUMO). Absorpsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi
elektron, yakni terjadinya promosi elektron- elektron dari orbital keadaan
dasar yang berenergi lebih rendah ke orbital yang berenergi tinggi.
Besarnya panjang gelombang cahaya UV-vis untuk mengeksitasi
elektron dari keadaan dasar ini bergantung pada mudahnya promosi
elektron di dalam suatu senyawa atau molekul yang dianalisa. Senyawa
yang berwarna yang dapat menyerap cahaya pada daerah tampak
umumnya mempunyai elektron yang lebih mudah untuk dieksitasi atau
dipromosikan dari pada senyawa yang tidak memiliki warna atau
menyerap cahaya pada panjang gelombang UV yang lebih pendek.
15

Besarnya serapan radiasi tersebut sebanding dengan banyaknya


molekul analit yang mengabsorpsi sehingga dapat digunakan untuk
analisis kuantitatif (Sirait,2009 ).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi spektrum serapan,
yaitu:
1. Jenis pelarut (polar atau nonpolar)
2. pH larutan
3. Kadar larutan (konsentrasi tinggi dapat menyebabkan polimerisasi
yang mengakibatkan perubahan spektrum serapan)
4. Tebal kuvet (kuvet dengan tebal yang berbeda memberikan
spektrum serapan yang berbeda)
5. Lebar celah (makin lebar celah maka serapan juga makin lebar,
cahaya makin polikromatis, resolusi serta puncak-puncak kurva
menjadi tidak sempurna
Besarnya intensitas serapan cahaya UV dan visible di dalam
spektrofotometer UV-vis dijelaskan di dalam hukum Lambert-Beer.
Hukum Lambert menyatakan bahwa proporsi berkas cahaya datang
yang diserap oleh suatu bahan/medium tidak bergantung pada intensitas
berkas cahaya yang datang. Hukum Lambert-Beer dapat dinyatakan
sebagai berikut :
A= εbc
Keterangan:
A = Absorbansi

ε = absorptivitas molar (dalam L mol-1cm-1)

c = konsentrasi molar (mol L-1)


b = panjang/ketebalan dari bahan/medium yang dilintasi oleh cahaya
(cm)
Beberapa spektrofotometer atau fotometer UV-vis dilengkapi
dengan pembacaan skala secara linear dari 0 %T sampai 100 %T.
Pengaturan 0 %T dilakukan dengan cara menghalangi sumber
16

cahaya dari detektor sedangkan 100 %T dilakukan dengan membuka


penghalang sumber cahaya dan kemudian melewatkan cahaya pada
larutan yang dianalisa sehingga dapat ditangkap dan dibaca oleh
detektor (Hendayana et.al., 1994).
Ketika suatu cahaya monokromatis melewati larutan berwarna
maka larutan tersebut akan menyerap cahaya pada panjang gelombang
tertentu dan disisi lain cahaya pada panjang gelombang tertentu
tersebut juga akan diteruskan. Panjang gelombang yang diteruskan ini
kemudian akan sampai ke mata sehingga mata dapat melihat warna
tertentu ketika menerima cahaya pada panjang gelombang yang
diteruskan tersebut. Warna suatu benda atau larutan yang terlihat
oleh mata ini disebut dengan warna komplementer. Warna
komplementer merupakan warna yang tampak atau terlihat oleh
mata. Spektrum panjang gelombang cahaya tampak dan warna-warna
komplementernya terdapat pada table 2.1.
Tabel 2. 1 Spektrum Cahaya Tampak Dan Warna-Warna Komplemeter

Panjang Warna yang Warna


Gelombang (nm) diserap Komplementer
400-435 Violet Kuning- Hijau
435-480 Hijau-Biru Kuning
480-490 Hijau-Biru Orange
490-500 Biru-Hijau Merah
500-560 Hijau Ungu
560- 580 Kuning-Hijau Violet
580-595 Kuning Biru
595-610 Orange Hijau- Biru
610-750 Merah Biru-Hijau
( Underwood, A.L dan R.A. Day, 2002 )

2.1.7 Citra Digital


17

Metode citra digital merupakan metode analisis kuantitatif


gabungan antara foto digital dan kolorimetrik. Metode ini memiliki potensi
yang baik dalam analisis kuantitatif dikarenakan metode ini sederhana,
tidak memerlukan alat yang mahal dan memiliki potensi yang tinggi dalam
analisis kolorimetrik. Metode citra digital pada analisisnya menggunakan
data RGB (Red, Green, Blue) dari suatu sampel yang merupakan
perluasan data dari suatu sistem warna, yang diinterprestasikan sebagai
pantulan cahaya suatu objek dan memiliki rentang nilai 0 sampai 225
unit. Pantulan cahaya suatu objek dibaca oleh Charge Couple Detector
(CCD) pada kamera digital, pantulan cahaya ini melewati filter Red,
Green dan Blue yang ada di dalam CCD. Nilai RGB sangat dipengaruhi
oleh faktor pada kondisi pengambilan foto, yaitu tingkat eksposur
(kecerahan), tingkat kejernihan (white balance), sumber pencahayaan,
pantulan cahaya objek dan kamera. Faktor ini dapat menimbulkan tingkat
kesalahan ketika warna yang sama dibandingkan dengan gambar yang
berbeda (Dinata et al., 2019).
Kurva kalibrasi metode Citra Digital dibuat dengan mengolah
terlebih dahulu foto yang diperoleh. Langkah-langkah yang dilakukan
adalah :
a) Gambar dari masing-masing campuran nanopartikel dan larutan
standar dicrop menggunakan Photoshop CS6 dengan ukuran 1,00
cm x 1,00 cm pada bagian yang kepekatan warnanya paling
merata.
b) Hitung nilai komponen warna RGB-nya menggunakan ImageJ.
c) Hitung nilai intensitas serapan (A) masing-masing komponen
warna RGB-nya menggunakan Microsoft Excel 2007 dengan
persamaan :
I0
A=log
It
Keterangan :
A = intensitas warna reflektance
18

I0 =nilai komponen warna larutan blanko


It =nilai komponen warna larutan standar
Persamaan linear Metode Citra Digital-SLR diperoleh dengan
memplotkan intensitas serapan R, G, dan B Vs konsentrasi
menggunakan Microsoft Excel 2007. Persamaan linear dengan gradient
(kemiringan) dan koefisien determinasi (R2) paling besar digunakan
untuk menentukan konsentrasi sampel yang akan dianalisis (Sari et al.,
2017) .
Secara matematis, citra merupakan fungsi kontinyu (continue)
dengan intensitas cahaya pada bidang dua dimensi. Agar dapat diolah
dengan komputer digital, maka suatu citra harus dipresentasikan secara
numerik dengan nilai-nilai diskrit. Repersentasi dari fungsi kontinyu
menjadi nilai-nilai diskrit disebut digitalisasi citra. Sebuah citra digital
dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M
kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut
piksel (pixel = picture element) atau elemen terkecil dari sebuah citra.

Suatu citra ƒ(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai


berikut:
0 ≤ x ≤ M-1
0 ≤ y ≤ N-1 (Tompunu et al., 2011)
Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna
pada citradigital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna
merupakan kombinasi dari tiga warna dasar,yaitu merah, hijau, dan
biru (Red, Green, Blue - RGB). RGB adalah suatu model warna yang
terdiri dari merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam membentuk suatu
susunan warna yang luas. Setiap warna dasar, misalnya merah,
dapat diberi rentang nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya
19

paling kecil = 0 dan paling besar = 255.


Sebuah jenis warna dapat digambarkan sebagai sebuah
vector di ruang 3 dimensi yang biasanya dipakai dalam matematika,
koordinat dinyatakan dalam bentuk tiga bilangan yaitu : komponen x,y
dan z. misalkan sebuah vecxtor dituliskan dalam bentuk (x,y,z). Dalam
bentuk warna komponen-komponen tersebut digantikan dengan
komponen Red (R), green (G) dan Blue (B). Jadi sebuah warna dapat
dituliskan sebagai berikut : Warna = RGB (30,75,255). Putih =
(255,255,255), sedangkan warna hitam memiliki komponen warna
(0,0,0). Bentuk representasi warna dari gambar citra digital dapat dilihat
pada gambar 2.1

Gambar 2 1 Representasi Warna RGB Pada Citra Digital

2.1.8 ImageJ
ImageJ adalah perangkat lunak sumber terbuka yang banyak
digunakan yang memungkinkan pengguna untuk memvisualisasikan,
memeriksa, mengkuantifikasi, dan memvalidasi data citra ilmiah. Metode
berbasis pencitraan memiliki peran penting dalam file ilmu hayat dan
telah mengalami pertumbuhan yang luar biasa dalam beberapa dekade
terakhir. Analisis gambar memungkinkan pengguna mengekstrak
informasi dari gambar secara reprodusibel. Agar hal ini terjadi, algoritme
dan parameter yang digunakan harus tetap terbuka dan konsisten. Jika
ada komponen algoritme yang dimiliki, peneliti mungkin tidak dapat
20

mereproduksinya bekerja atau melacak perubahan dengan transparansi


penuh, yang sangat penting bagi proses ilmiah. ImageJ memiliki
sederhana dan toolbar tunggal yang terbuka saat program berjalan, dan
toolbar ini tetap sama sejak tahun-tahun awalnya. Di samping stabilitas
luar biasa ini, ImageJ juga unik dan fleksibel. Intinya fitur sejak awal telah,
dan masih, yang dapat diperluas oleh pengguna untuk dipenuhi
kebutuhan spesifik dari analisis mereka (Schroeder et al., 2021)

Gambar 2 2 Tampilan fitur dari ImageJ

2.1.9 Simple Linear Regression (SLR)


Regresi Linier merupakan metode regresi dimana persamaan yang
dihasilkan berupa persamaan linier. Dari persamaan yang dihasilkan
dapat dihitung perdiksi dengan memasukkan nilai-nilai variabel prediktor
pada persamaan tersebut. Dari proses tersebut dapat dihasilkan nilai
prediksi variabel respon. Multiple Regresi Linier dapat menggunakan
lebih dari satu variabel prediktor dan satu variabel respon. Variabel
prediktor dan respon yang digunakan pada Regresi Linier berupa variabel
numeric (Yusuf and Hakim, 2012).
Selain itu, model regresi juga dapat dimanfaatkan untuk
melakukan prediksi untuk variable terikat. Dalam menentukan regresi

koefisien dilibatkan koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi


adalah besarnya keragaman (informasi) di dalam variable Y yang dapat

diberikan oleh model regresi yang didapatkan. Nilai R2 berkisar antara 0

s.d. 1.Dimana semakin besar nilai R2 semakin baik model regresi yang
diperoleh (Kurniawan, 2008).
Dalam menganalisis hubungan antara variable bebas X dan
21

variable respon Y, ada kemungkinan terjadi hubungan linear yang


berbeda untuk setiap interval X. Apabila regresi X terhadap Y memiliki
hubungan linear tertentu pada interval X, tetapi juga memiliki hubungan
linear yang berbeda pada interval X yang lain maka model regresi linear
sederhana kurang tepat digunakan karena hasil analisis tidak dapat
memberikan informasi yang menyeluruh tentang data (Syilfi et al., 2012).
Analisis regresi sederhana merupakan hubungan antara dua
variabel yaitu variable bebas (variable independen) dan variabel tak
bebas (variabel dependen). Regresi linier sederhana digunakan untuk
mendapatkan hubungan matematis dalam bentuk suatu persamaan
antara variabel tak bebas tunggal dengan variabel bebas tunggal.
Regresi linier sederhana hanya memiliki satu peubah X yang
dihubungkan dengan satu peubah tidak bebas Y. Bentuk umum dari
persamaan regresi linier untuk populasi adalah :
y=a+bx
Keterangan :
y = variable tak bebas
x= variable bebas
a= parameter intercept
b= parameter koefisien regresi variable bebas

2.2 Penelitian yang Relevan


Pada penelitian yang dilakukan Shankar et.al, sistensi
nanopartikel bimetalik Ag-Au dengan mereduksi ion perak dan emas
dalam campuran 1:1 dengan kaldu daun Neem. Nanopartikel berada
dalam kisaran 50 hingga 100 nm. Pembentukan nanopartikel perak relatif
lambat dibandingkan dengan pembentukan nanopartikel emas,
nanopartikel emas terbentuk lebih awal dan pembentukan nanopartikel
perak tertunda. Nanopartikel perak terbentuk setelah ekuilibrasi kepadatan
nanopartikel emas, kemudian berkumpul ke permukaan nanopartikel
emas yang lebih besar, sehingga membentuk struktur inti-cangkang.
22

Penelitian tentang mendeteksi logam Pb yang dilakukan E


Priyadarshini (2020) dan Chai et.al (2020) yang menggunakan
nanopartikel emas, dan disimpulkan deteksi ion Pb2+ menggunakan
nanopartikel pada dasarnya didasarkan pada agregasi nanopartikel emas
yang disebabkan oleh pengikatan ion Pb 2+ ke permukaan nanopartikel,
menghasilkan perubahan kromatik yang sesuai dalam warna dan
pergeseran puncak resonansi plasmon permukaan (SPR).
Penelitian tentang penggunaan citra digital sebagai analisis
kolorimetri telah banyak dilakukan seperti yang dilakukan Firdaus et.al
(2019) dan Nordan et.al (2020), menggunakan kamera digital untuk
penelitian citra digital yang mereka lakukan masing-masing untuk
menganalisis logam berat yang ada diperairan, dengan cara sampel difoto
dalam mini studio kemudian dilakukan analisis secara citra digital dengan
mencari masing-masing nilai intensitas warna RGB dari masing-masing
komponen warna.
 Ilustrasi reaksi pembentukan nanopartikel bimetal Ag shell-Aucore :

Gambar 1.Reaksi ilustrasi pembentukan nanopartikel Ag-Au

 Ilustrasi mekanisme deteksi Pb2+ menggunakan nanopartikel Ag-


Au
23

Gambar 2. Ilustrasi mekanisme deteksi Pb2+ menggunakan nanopartikel


Ag-Au
2.3 Kerangka Berfikir

Gambar 3. Kerangka Berfikir


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Program Studi
Pendidikan Kimia Fakultas Keguruan Unversitas Bengkulu. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2021.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya :

Seperangkat alat-alat gelas, pipetmikro kapasitas 1000 µL dan 200 µL


spektrofotometer UV- VIS, filter air, kamera Canon dan Ministudio.
Aplikasi yang digunakan adalah Microsoft Excel dan ImageJ.

3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya :
perak nitrat perak (AgNO3), tetrachloroauric acid (HAuCl4), natrium sitrat
(Na3C6H5O7. 2H2O), natrium borohidrida (NaBH4), Pb 2+, Ca2+, Co2+ Zn2+,
Na2+, Mg2+, Cr3+, Hg, Fe2+, Al3+, Ba2+, HCl, NaOH, air demineralisasi, air
danau UNIB, dan air pantai pulaubai.

3.3 Prosedur Penelitian


3.3.1 Sterilisasi Alat Gelas
Alat-alat gelas yang akan digunakan pada penelitian ini terlabih
dahulu disterilisasi dengan cara dicuci terlebih dahulu dengan
menggunakan deterjen, setelah itu dibilas dengan air hingga bersih.
Lalu alat-alat gelas tersebut dibilas lagi dengan menggunakan HCL
2M lalu dibilas lagi dengan menggunakan air demineralisasi.

24
25

3.3.2 Pembuatan Larutan


3.3.2.1 Pembuatan Larutan HAuCl4 2 mM
Larutan HAuCl4 1 mM dibuat dengan cara mengencerkan larutan
stok HAuCl4 52,04 mM yang telah disediakan. Sebanyak 240 μL larutan
HAuCl4 52,04 mM, dimasukan kedalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan
air demineralisasi sampai tanda batas.

3.3.2.2 Pembuatan Larutan AgNO3 1 mM


Larutan Stok AgNO3 1 mM dibuat dengan cara melarutkan serbuk
AgNO3 sebanyak 1,698 mg dengan 5 mL air demineralisasi di dalam
gelas kimia. Setelah itu larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10
mL dan ditambahkan dengan air demineralisasi sampai tanda batas labu
ukur.

3.3.2.3 Pembuatan Larutan Na3C6H5O 7. 2H2O 1%


Diambil Na3C6H5O7. 2H2O 4,25 mg dilarutkan dengan
menambahkan 10 mL air demineralisasi ke dalam gelas kimia,
kemudian dimasukan kedalam labu ukur dan ditambahkan air hingga
tanda batas. Larutan stock natium sitrat dengan konsentrasi 1% siap
digunakan.

3.3.2.4 Pembuatan Larutan NaBH4 2 mM


Diambil 7,568 mg NaBH4 dilarutkan dengan menambahkan 10 mL
air demineralisasi ke dalam gelas kimia, kemudian dimasukan
kedalam labu ukur dan ditambahkan air hingga tanda batas. Larutan
stock NaBH4 dengan konsentrasi 2 mM siap digunakan.

3.3.2.5 Pembuatan Larutan Logam Standar


26

Larutan stok 0,1 mM atau 100 μM dibuat dengan menimbang


serbuk Pb(C2H3O2)2 sebanyak 3,253 mg, kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 ml. Setelah itu ditambahkan air demineralisasi
sampai tanda batas labu ukur dan digoncang-goncangkan. Kemudian
larutan stok 100 μM tersebut diencerkan menjadi konsentrasi
Larutan stok logam standar dibuat dengan cara menimbang dan
melarutkan logam tersebut di dalam labu ukur 100 ml dengan
air demineralisasi. Massa dari masing-masing logam untuk membuat
larutan stok 100 μM dapat dilihat pada tabel 3.1. Kemudian larutan stok
tersebut diencerkan menjadi kosentrasi 20 μM .
Tabel 3.1 Massa Logam Untuk Membuat Larutan Stok 100 μM
Logam Massa
CaCl2 1,11 mg
Cr(NO3)3. 9H2O 4,0 mg
FeCL2. 4H2O 2 mg
BaCl2. 2H2O 2,44 mg
HgSO4 2,92 mg
MnSO4. H2O 2,46 mg
Co(NO3)3. 6H2O 2,9 mg
MgCl2. 6H2O 2,03 mg
NaNO3 0,8 mg
ZnCL2 1,36 mg

3.3.3 Sintesis Nanopartikel Bimetal Ag-Au


Sintesis nanopartikel bimetal Ag-Au menurut penelitian Syied et.al.
yang dimodifikasi, dengan cara diambil 25 mL natrium borohidrida (2 mM)
dimasukan kedalam gelas kimia, ditambahkan 1 mL 1% sitrat ditambah
dan diaduk. Kemudian, dipanaskan menggunakan hot plate,
ditambahkan setetes demi setetes 3 mL HAuCI4 1 mM dan 3 mL AgNO 3 1
mM, ini menghasilkan variasi warna dari kuning pucat menjadi warna
27

merah. Selanjutnya dikarakterisasi dikarakterisasi dengan


spektrofotometer UV-Visible dengan mengamati panjang gelombangnya.

3.3.4 Penentuan pH Optimum


Penentuan pH optimum dilakukan dengan cara diambil sebanyak
1 mL nanopartikel bimetal Ag-Au, kemudian dimasukkan kedalam kuvet.
Lalu, ditambahkan larutan asam (HCL) dan basa (NaOH) masing-masing
sebanyak 300 µL, bertujuan untuk menurunkan dan menaikkan pH
darinanopartikel bimetal Ag-Au yang akan dianalisis pH optimumnya.
Penambahan asam berfungsi untuk menurunkan pH nanopartikel
bimetal Ag-Au dari pH 7 menjadi pH 5 dan 6. Sedangkan penambahan
basa berfungsi untuk menaikkan pH nanopartikel bimetal Ag-Au menjadi
pH 8 dan 9. Kondisi optimum pH dari nanopartikel bimetal Ag-Au ini
dapat dilihat dari nilai perubahan absorbansi yang diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis pada suhu ruangan (25°C).

3.3.5 Penentuan Suhu Optimum


Penentuan suhu optimum dilakukan dengan cara diambil
sebanyak 1 mL nanopartikel bimetal Ag-Au pada pH optimum, kemudian
dimasukkan kedalam labu erlenmeyer. Setelah itu, diberi 3 perlakuan,
pertama dimasukkan kedalam gelas kimia yang berisi air dingin (es
batu), diletakkan labu erlenmeyer yang berisi nanopartikel bimetal Ag-
Au hingga suhu 15°C dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 280-700 nm. Perlakuan kedua, diletakkan nanopartikel
bimetal Ag-Au kedalam gelas kimia pada suhu 30°C. Perlakuan ketiga,
diletakkan nanopartikel bimetal Ag-Au kedalam gelas kimia yang berisi
air panas pada suhu 45°C d dan diukur absorbansinya pada panjang
gelombang 280 -700 nm. Perlakuan ketiga, nanopartikel bimetal Ag-Au
diukur langsung pada panjang gelombang 280 -700 nm (pada suhu
ruang 25°C).
28

3.3.6 Penentuan Waktu Inkubasi


Penentuan waktu inkubasi optimum dilakukan dengan cara
mengambil 1 mL nanopartikel bimetal Ag-Au pada pH dan suhu
optimum, lalu ditambahkan ion logam Pb2+ 20 μM kemudian diinkubasi
dengan 4 waktu berbeda yaitu 1 menit, 10 menit, 20 menit dan 30
menit. Setelah itu, diukur absorbansi dari setiap perlakuan pada panjang
gelombang 280-700 nm.

3.3.7 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum


Panjang gelombang maksimum ditentukan pada nanopartikel
bimetal Ag-Au yang tidak ditambahkan larutan standar logam. Spektrum
absorbansi nanopartikel bimetal Ag-Au diukur pada rentang panjang
gelombang 280-700 nm. Panjang gelombang maksimum ditentukan
berdasarkan absorbansi maksimum.

3.3.8 Penentuan Keselektifan Nanopartikel Bimetal Ag-Au Terhadap


Logam Berat
Sebanyak 1 m L larutan koloid nanopartikel bimetal Ag-Au yang
telah dibuat pada kondisi optimum dimasukkan kedalam kuvet, kemudian
masing-masing sebanyak 1 m L larutan logam standar yang mengandung
ion dengan konsentrasi 40 μL ditambahkan ke dalam kuvet. Kemudian
diamati perubahan warnanya dan diukur absorbansinya dengan
menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang 280-
700 nm. Keseleklifan nanopartikel bimetal Ag-Au terhadap logam
ditentukan dengan melihat perubahan warna nanopartikel yang paling
mencolok dan perubahan absorbansi yang paling besar setelah
penambahan larutan standar logam.

3.3.9 Analisis Logam Pb2+ Dengan Metode Spektrofotometer UV-vis


dan Citra Digital
Larutan nanopartikel bimetal Ag-Au yang telah dibuat pada
29

kondisi optimum masing- masing dimasukkan sebanyak 1 mL ke dalam


kuvet, kemudian ditambahkan 1 mL larutan standar logam Pb2+ masing-
masing dengan konsentrasi 0 μM , 8 μM , 16 μM , 24 μM , 32 μM , dan 40 μM .
Kemudian semua campuran diletakkan di dalam mini studio untuk diambil
foto atau gambarnya sebagai data untuk analisis secara citra digital.
Kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimum sebagai data untuk analisis dengan metode spektrofotometer
UV-vis.

3.3.10 Penentuan Kesensitifitas Nanopartikel Bimetal Ag-Au


Terhadap Logam Pb2+
Uji kesensiitifan nanopartikel bimetal Ag-Au dilakukan dengan
memasukkan masing-masing nanopartikel bimetal Ag-Au sebanyak 1 m L
pada kondisi optimum kedalam kuvet, kemudian ditambahkan dengan 1
m L larutan logam Pb2+ dengan variasi konsentrasi penambahan 0 μM , 8
μM , 16 μM , 24 μM , 32 μM , dan 40 μM . Kemudian diamati perubahan
warnanya dan diukur absorbansinya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-vis. Sensitivitas nanopartikel bimetal Ag-Au
ditentukan dengan melihat perubahan warna nanopartikel bimetal Ag-Au
yang menjadi ungu dan semakin biru keunguan dan perubahan
absorbansinya setelah penambahan larutan standar logam timbal(II),
dibandingkan dengan warna dan absorbansi larutan blanko (tanpa
penambahan logam timbal(II) ).

3.3.11 Preparasi Sampel


Sampel air danau UNIB dan air pantai pulaubai diambil, kemudian
sampel yang telah diambil tersebut disaring dengan menggunakan
penyaring vakum, kemudian sebanyak 100 ml sampel ditambahkan
dengan 5 ml larutan NaOH 2 M dan disaring. Filtrat hasil penyaringan
kemudian ditambahkan lagi dengan larutan HCL 2 M sebanyak 5 ml
untuk mengembalikan pHnya ke keadaan awal.
30

3.3.12 Pengukuran Kadar Logam Timbal(II) Pada Sampel Air


Lingkungan
Dimasukkan nanopartikel bimetal Ag-Au sebanyak 1 mL ke
dalam kuvet, lalu ditambahkan masing-masing 1 mL larutan sampel
yang telah di preparasi ke dalam kuvet. Selanjutnya, diambil gambar citra
digitalnya dengan menggunakan kamera smartphone Samsung A20S di
dalam mini studio untuk analisis dengan metode citra digital.
Konsentrasi Pb2+ pada sampel ditentukan dengan menggunakan
kurva kalibrasi larutan standar Pb2+ yang telah diperoleh dari metode
citra digital SLR.

3.3.13 Teknik Analisa Data


3.3.13.1 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metode Spektrofotometri UV-vis
Kurva kalibrasi metode spektrofotometer uv-vis dibuat dengan
cara memplotkan nilai absorbansi (A) Vs Konsentrasi menggunakan
microsoft excel 2007 dari data yang telah diperoleh dari pengukuran
dengan menggunakan spektrofotometer UV-vis pada panjang gelombang
maksimum. Persamaan linear yang diperoleh dari kurva digunakan untuk
menentukan konsentrasi sampel air yang akan dianalisis.
Persamaan linear yang diperoleh berbentuk :
y=mx+c
Dengan :
y = Absorbansi
x = Konsentrasi
m = Konsentrasi
c = Intercep

3.3.13.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi Metode Citra Digital


31

Kurva kalibrasi citra digital dibuat dengan cara mengolah terlebih


dahulu foto/ atau gambar citra digital yang telah diperoleh dengan cara :
1. Gambar/ foto dari nanopartikel bimetal Ag-Au yang telah
ditambahkan larutan standar Pb2+ di Crop dengan menggunakan
apilikasi Photosop CS6 dengan ukuran0.5 x 0.5 cm pada bagian
yang warnanya paling merata
2. Dicari nilai komponen warna dari masing-masing larutan
tersebut dengan menggunakan program ImageJ
3. Dihitung nilai intensitas Absorbansi (A) dari masing-masing
komponen warna RGB dengan menggunakan persamaan :
I0
A=log
It
Dengan :
A = intensitas serapankomponen warna
I0 = Nilai intensitas kompoen warna larutan blanko
It = Nilai intensitas komponen warna larutan standar
4. Kurva kalibrasi metode citra digital dengan teknik analisis simple
linear regression (SLR) diperoleh dengan cara memplotkan
intensitas Absorbansi (A) komponen warna R,G,B Vs Konsentrasi.

Persamaan linear dengan gradient dan koefisien regresi (R2)


paling besar dari kurva digunakan untuk menentukan konsentrasi
sampel yang akan dianalisis (Purnomo, 2016).

3.3.13.3 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of


Quantitation (LOQ)
LOD dihitung dengan cara mencari nilai standar deviasi (SD)
dari nilai intensitas serapan warna merah untuk setiap pengulangan dan
nilai gradien dari kurva kalibrasi nanopartikel bimetal Ag-Au. Setelah
memperoleh nilai standar deviasi(SD) dan gradien, maka LOD dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut :
32

3 x SD
LOD =
Slope
Keterangan :
LOD = Batas deteksi
SD = Standar deviasi
Slope = Gradien/kemiringan

A. Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation


(LOQ) Metode Spektrofotometer UV-vis
Penentuan batas deteksi/Limit of Detection (LOD) larutan
nanopartikel bimetal Ag-Au dengan penambahan larutan standar Pb
konsentrasi µM menggunakan metode spektrofotometri UV-Vis,
dilakukan dengan cara mengukur absorbansi dari nanopartikel bimetal
Ag-Au sebanyak 10 kali pengulangan.

B. Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation


(LOQ) Metode Citra Digital
Untuk batas deteksi/Limit of Detection (LOD) larutan nanopartikel
bimetal Ag-Au dengan penambahan larutan standar Pb konsentrasi µM
menggunakan metode citra digital, dilakukan dengan cara blanko (Ag-
AuNP) difoto sebanyak 10 kali pengulangan. Setelah itu, dianalisis
secara citra digital untuk mendapatkan nilai intensitas warna RGB.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sintesis Nanopartikel Bimetal Ag-Au


Pada penelitian ini, sintesis nanopartikel bimetal Ag-Au dibuat
dengan cara, diambil 25 mL natrium borohidrida (2 mM) dimasukan
kedalam gelas kimia, ditambahkan 1 mL 1% sitrat ditambah dan
diaduk. Kemudian, dipanaskan menggunakan hot plate, pada suhu
40◦C ditambahkan sedikit demi sedikit 1 mL HAuCI4 2 mM dan 1 mL
AgNO3 1 mM hingga terjadi perubahan menjadi warna merah.
Perubahan warna dari kuning pucat ke coklat dan menjadi warna
merah. Intensitas fluoresensi relatif stabil pada kisaran suhu 20-40 °C.
Ketika suhu lebih tinggi dari 40 °C, intensitas fluoresensi nanopartikel
akan menurun.
Nanopartikel bimetal Ag-Au dikarakterisasi dengan
spektrofotometer UV-Visible dan diamati panjang gelombang 516 nm.
Dapat dilihat pada Gambar.
1.2

0.8

0.6

0.4

0.2

0
250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750

Gambar 4.Panjang gelombang nanopartikel bimetal Ag-Au (516 nm)

33
34

Menurut penelitian Shankar et.al,. 2004, dengan AgNO 3 :


HAuCl 4 adalah 1 : 1, pembentukan nanopartikel perak relatif lambat
dibandingkan dengan pembentukan nanopartikel emas, nanopartikel
emas terbentuk lebih awal dan pembentukan nanopartikel perak
tertunda. Nanopartikel perak terbentuk setelah ekuilibrasi kepadatan
nanopartikel emas, kemudian berkumpul ke permukaan nanopartikel
emas yang lebih besar, sehingga membentuk struktur inti-cangkang.
Dalam penelitian ini digunakan AgNO3 : HAuCl 4 yaitu 1 : 2
dengan AgNO3 1mM sebanyak 1 mL dan HAuCl 4 2 mM sebanyak 1
mL. Semakin banyaknya partikel-partikel maka terjadinya peluang
bertumbukan akan semakin besar, nanopartikel emas terbentuk
lebih awal. Nanopartikel perak terbentuk setelah ekuilibrasi
kepadatan nanopartikel emas. dan berkumpul ke permukaan
nanopartikel emas yang lebih besar, sehingga membentuk struktur
inti-cangkang.

4.2 Penentuan Kondisi Optimum


4.2.1 Penentuan pH Optimum
4.2.2 Penentuan Suhu Optimum
4.2.3 Penentuan Inkubasi Optimum
4.3 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
4.4 Penentuan Keselektifan Nanopartikel Bimetal Ag-Au Terhadap
Logam Berat
4.5 Analisis Logam Pb2+ dan Metode Spektrofotometer UV-Vis dan
Citra Digital
4.6 Penentuan Keselektifan Nanopartikel Bimetal Ag-Au Terhadap
Logam Berat
4.7 Pengukuran Kadar Logam Timbal (II) pada Sampel Air
Lingkungan
35

4.8 Analisis Data


4.8.1 Kurva Kalibrasi Metode Spektrofotometer UV-Vis
4.8.2 Kurva Kalibrasi Metode Citra Digtial
4.9 Penentuan Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation
(LOQ)
4.9.1. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ)
Metode Spektrofotometer UV-Vis
4.9.2. Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ)
Metode Citra Digtial

DAFTAR PUSTAKA
Arisandi, K.R. Herawati, E.Y. dan Supriyanto, E. 2012. Akumulasi
logam berat timbal (Pb) dan gambaran histologi pada jaringan
Avicennia marina (forsk.) Vierh di perairan pantai Jawa Timur.
Jurnal Penelitian Perikanan, 1 (1) (2012):15-25. Universitas
Brawijaya. Malang.

Berahim, N., Basirun, W., Leo, B., Johan, M., 2018. Synthesis of Bimetallic
Gold-Silver (Au-Ag) Nanoparticles for the Catalytic Reduction of 4-
Nitrophenol to 4-Aminophenol. Catalysts 8, 412.
https://doi.org/10.3390/catal8100412

Chai, F., Wang, C., Wang, T., Li, L., & Su, Z. (2010). Colorimetric
detection of Pb2+ using glutathione functionalized gold
nanoparticles. ACS applied materials & interfaces, 2(5), 1466-
1470.Darmono, 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk
Hidup. UI-Press. Jakarta.

Day, R.A dan Underwood. 2002. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi


Keenam. Jakarta : Erlangga

Dinata, A.A. Firdaus, M.L. Elvia, R.Penerapan Kemometrik Pada Metode


Citra Digital Untuk Analisis Ion Merkuri (II) Dengan Indikator
Nanopartikel Perak. 3(1):105-113

Firdaus, M. L., Apriyonda, H., Elvinawati, E., Swistoro, E., & Sundaryono,
A. (2019). Pembuatan Nanopartikel Perak yang Ramah
Lingkungan Beserta Aplikasinya untuk Mendeteksi Ion Merkuri
36

Secara Citra Digital. al-Kimiya: Jurnal Ilmu Kimia dan


Terapan, 6(2), 52-57.

Hananingtyas, I., 2017. Studi Pencemaran Kandungan Logam Berat


Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Ikan Tongkol (Euthynnus
sp.) di Pantai Utara Jawa. Biotropic 1, 41–50.
https://doi.org/10.29080/biotropic.2017.1.2.41-50

Hendayana,Sumar, dkk. 1994 .Kimia Analitik Instrument. Semarang : IKIP


Semarang Press

Huda, H.B. 2016. Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Ekstrak


Buah Cermai Sebagai Sensor Kualitatif Dan Kuantitatif Logam
Berat. SKRIPSI. Universitas Bengkulu.

Husna, J.A., Octavina C., Purnawan S. 2017. Kelimpahan Foraminifera


Bentik pada Sedimen di Perairan Pantai Lamreh, Aceh Besar.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2(1):
66-73.

Irwan, R. Zakir, M. Budi, P., 2016. Effect of AgNO 3 Concentration and


Synthesis Temperature On Surface Plasmon Resonanse (SPR) of
Silver Nanoparticle, 4(1): 356-361s

Ketaren, C.B.B. Hakim, A.A. Fahrudin, A. dan Waediatno, Y. 2019.


Kandungan Logam Berat Pb Undur-Undur Laut dan Implikasinya
Pada Kesehatan Manusia. 19(1): 90-100

Khopkar, SM. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Kurniawan, D. 2008. Regresi Linear (Linear


Regression).https://ineddeni.files.wordpress.com/2008/07/regresi
_linier.pdf(diakses tanggal 24 Oktober 2020).

Kusumanto, R. D., & Tompunu, A. N. (2011). pengolahan citra digital


untuk mendeteksi obyek menggunakan pengolahan warna model
normalisasi RGB. Semantik, 1(1).

Masuo, H. Kiyoshi, N. Makio, N. dan Toyokazu, Y.2007. Nanoparticle


Technology Handbook. The Netherlands : Elsevier

Munandar, A. Ali A.A., Karina S. 2016. Struktur Komunitas


Makrozoobenthos di Estuari Kuala Rigaih Kecamatan Setia Bakti
Kabupaten Aceh Jaya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan
Perikanan Unsyiah, 1(3): 331-336.
37

Nagarajan, R. dan Hatton, T.A.2008. Nanoparticles: Synthesis


Stabilization, Passiavation, and Functionalization. Washington,
DC: American Chemical Society

Nordan, H., Firdaus, M. L., & Elvia, R. (2020). Analisis Kadar Merkuri
Pada Biota Air Dengan Nanopartikel Perak Secara Citra Digital di
Lokasi Penambangan Emas Kabupaten Lebong. Alotrop, 4(1).

Jupriyati, R., Soenardjo, N., 2013. Volume 3, Nomor 1, Tahun 2013,


Halaman 61-68 Online di:
http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr. Journal Of Marine
Research. 3, 8.

Podagatlapalli, G.K., Hamad, S., Rao, S.V., 2015. Trace-Level Detection


of Secondary Explosives Using Hybrid Silver–Gold Nanoparticles
and Nanostructures Achieved with Femtosecond Laser Ablation. J.
Phys. Chem. C 119, 16972–16983.
https://doi.org/10.1021/acs.jpcc.5b03958

Priatna, D.E., Purnomo, T., Kuswanti, N., n.d. Kadar Logam Berat Timbal
(Pb) pada Air dan Ikan Bader (Barbonymus gonionotus) di Sungai
Brantas Wilayah Mojokerto 6.

Priyadarshini, E. 2011. Agregasi yang diinduksi logam dari nanopartikel


emas yang tertutup valin: Pendekatan yang efisien dan cepat
untuk pendeteksian kolorimetri ion Pb2+. 2(2): 343

Rahmidar, L., Al Fatih, H., Sulastri, A., 2020. Pemanfaatan Nanopartikel


Logam Mulia untuk Mengukur Kadar Logam Berat dalam Berbagai
Sampel Cair. pendipa. jurnal. pendik. sains 4, 70–74.
https://doi.org/10.33369/pendipa.4.3.70-74

Rajabiah, N. 2017. Surface Plasmon Resonance (SPR) Phenomenon of


the Oxidizing and Reducing Polypyrrole. Turbo: Jurnal Program
Studi Teknik Mesin, 5(2).

Rompas RM, 1998. Kimia Lingkungan. Bandung:Tarsito

Sari, P. I., Firdaus, M. L., & Elvia, R. (2017). Pembuatan Nanopartikel


Perak (NPP) Dengan Bioreduktor Ekstrak Buah Muntingia
calabura L Untuk Analisis Logam Merkuri. Alotrop, 1(1).

Samanta, S. Agarwal, S. Nair, K.K. Harris, R.A. dan Swart, H.2019.


Biomelecular assisted synthesis and mechanism of silver and gold
nanoparticles. IOP Publishing : Cross Mark
38

Schroeder et al. - 2021 - The ImageJ.pdf, n.d.

Setiawan, H., 2014. PENCEMARAN LOGAM BERAT DI PERAIRAN


PESISIR KOTA MAKASSAR DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA 11, 14.

Shankar, S.S., Rai, A., Ahmad. A., Sastry, M. 2004. Rapid synthesis of
Au, Ag, and bimetallic Au core–Ag shell nanoparticles using Neem
(Azadirachta indica) leaf broth. 275:496–502

Simbolon, A.R., 2018. Analisis Risiko Kesehatan Pencemaran Timbal (Pb)


Pada Kerang Hijau (Perna viridis) di Perairan Cilincing Pesisir DKI
Jakarta. OLDI 3, 197. https://doi.org/10.14203/oldi.2018.v3i3.207

Sirait, R.A. 2009. Penerapan Metode Spektrofotometri Ultraviolet Pada


Penetapan Kadar Nifedipin Dalam Sediaan Tablet. Skripsi.
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14303/1/09E02476.pdf.

Suksmerri. 2008. Dampak Pencemaran Logam Timah Hitam (Pb)


Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2(2) : 200-
202

Svavarsson, J. A. Granmo, R. Ekelund, J. Szpunar. 2011. Occurrence


and effects organition on adult common whelk buccinum
undatum (Molusca, Gastropods) in Harbours and in a Simulated
Dredging Situation. Mar. Poll.Bull, 42: 370-376.

Syeid, A. Elgorban, A.M. Bahkali, A.H. 2020. Development of Ag


decorated Au core-shell. pdf, n.d

Syilfi, Ispriyati, D, Safitri D. 2012. Analisis Regresi Linear Piecewise Dua


Segmen. JURNAL GAUSSIAN. 1(1): 219-228.

Tetgure, S. R., Borse, A. U., Sankapal, B. R., Garole, V. J., & Garole, D. J.
(2015). Green biochemistry approach for synthesis of silver and
gold nanoparticles using Ficus racemosa latex and their pH-
dependent binding study with different amino acids using UV/Vis
absorption spectroscopy. Amino acids, 47(4), 757-765.

Vellaichamy, B., Periakaruppan, P., 2016. A facile, one-pot and eco-


friendly synthesis of gold/silver nanobimetallics smartened rGO for
enhanced catalytic reduction of hexavalent chromium. RSC Adv.
6, 57380–57388. https://doi.org/10.1039/C6RA10544K
39

Wahyudi, T., Sugiyana, D., Helmy, Q., Sintesis Nanopartikel Perak Dan Uji
Aktivitasnya Terhadap Bakteri E.coli Dan S.aeuru. Arena Tekstil.
26(1):1-60

Winiari, A dan Kurniawan, F. 2013. Deteksi Merkuri Secara Langsung


Menggunakan Larutan Partikel Nano Emas. JURNAL SAINS
DAN SENI POMITS. Vol. 2, No. 1, 1-3.

Wyantuti, S., Hartati, Y. W., & Panatarani, C. 2016. PEMBUATAN


ELEKTRODE NANOPARTIKEL EMAS BERBASIS GRAFIT
UNTUK SENSOR KROMIUM. Jurnal ICA (Indonesian Chemia
Acta), 6(1), 18-24.

Yusuf and Hakim . 2012 . Pengembangan Perangkat Lunak Prediktor Nilai


Mahas.pdf, n.d.

Anda mungkin juga menyukai