Anggota :
Sinta Anjani (1113096000016)
Wawan setiyawan (1113096000017)
Satrio Nugroho (1113096000023)
Ariani Dwi (1113096000027)
Rara Citra Sulistina (1113096000028)
Analisis Logam Berat Pb Dan Cd Dalam Sampel Ikan Dan
Kerang Secara Spektofotometri Serapan Atom
Bab 1, Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Pencemaran perairan di sekitar Kota Banda Aceh dapat terjadi disebabkan oleh banyak
hal, diantaranya adalah limbah rumah tangga, pembuangan limbah pasar, perkotaan dan
proses erosi. Menurut Alaerts (1984) air tawar mengandung logam yang berasal dari
buangan air limbah, erosi, dan dari udara secara langsung. Air tawar mengandung
material anorganik dan organik yang lebih banyak daripada air laut. Material tersebut
mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi logam, sehingga pencemaran logam pada
air tawar lebih mudah terjadi.
Latar Belakang
Logam berat pada umumnya mempunyai sifat toksik dan berbahaya bagi organisme hidup, walaupun beberapa
diantaranya diperlukan dalam jumlah kecil. Beberapa logam berat banyak digunakan dalam berbagai kehidupan sehari-
hari. Secara langsung maupun tidak langsung toksisitas dari polutan itulah yang kemudian menjadi pemicu terjadinya
pencemaran pada lingkungan sekitarnya. Apabila kadar logam berat sudah melebihi ambang batas yang ditentukan dapat
membahayakan bagi kehidupan (Koestoer,1995).
Latar Belakang
Teknik Spektrofotometri Serapan Atom menjadi alat yang canggih dalam analisis. Ini disebabkan karena sebelum
pengukuran tidak selalu memerlukan pemisahan unsur yang ditentukan karena kemungkinan penentuan satu unsur
dengan kehadiran unsur lain dapat dilakukan, asalkan katoda berongga yang diperlukan tersedia. Spektrofotometri
Serapan atom ini dapat digunakan untuk mengukur logam sebanyak 61 logam.
1.2 Rumusan Masalah
Penyebab dari
pencemaran logam
berat
Rumusan Masalah
Spektrometri Serapan
Atom (SSA) dalam pengaruhnya terhadap
proses analis kimia pengkonsumsi biota
Tujuan
2. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi gas
asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20.000K, dan ada juga
tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu ± 30.000K.
3. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian luar
pada atap bangunan, agar asap yang dihasilkan oleh AAS, tidak berbahaya bagi
lingkungan sekitar.
Spektrofotometer serapan atom (AAS)
4. Kompresor
Kompresor merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini berfungsi untuk
mensuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh AAS, pada waktu pembakaran
atom.
5. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena burner
berfungsi sebagai tempat pancampuran gas asetilen, dan aquabides, agar
tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik api secara baik dan merata
Spektrofotometer serapan atom (AAS)
8. Detector
Dikenal dua macam detector, yaitu detector foton dan detector panas. Detector panas biasa dipakai untuk
mengukur radiasi inframerah termasuk thermocouple dan bolometer. Detector berfungsi untuk mengukur
intensitas radiasi yang diteruskan dan telah diubah menjadi energy listrik oleh fotomultiplier.
2.2 Prinsip kerja AAS
proses penguraian molekul menjadi atom dengan batuan energi dari api atau listrik. Atom yang berada dalam keadaan
dasar ini bisa menyerap sinar yang dipancarkan oleh sumber sinar, pada tahap ini atom akan berada pada keadaan
tereksitasi. Sinar yang tidak diserap oleh atom akan diteruskan dan dipancarkan pada detektor, kemudian diubah
menjadi sinyal yang terukur.
2.3 Logam Plumbum dan Kadmium
Plumbum (Pb)
Plumbum (Pb) adalah logam lunak berwarna abu-abu kebiruan mengkilat, memiliki titik lebur rendah, mudah dibentuk,
memiliki sifat kimia yang aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan.
Sifat Fisika
Fasa pada suhu kamar : padatan
Densitas : 11,34 g/cm
Titik leleh : 327,5 0C
Titik didih : 17490C
Panas Fusi : 4,77 kJ/mol
Panas Penguapan : 179,5 kJ/mol
Kalor jenis : 26,650 J/molK
Logam Plumbum dan Kadmium
Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut
dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium Oksida bila
dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor
(Cd Klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk Cd2+ yang
bersifat tidak stabil. Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh
321oC, titik didih 767oC dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3
2,4 Kelemahan AAS
Kelemahan AAS
a. Ganguan kimia
Gangguan kimia terjadi apabila unsur yang dianailsis mengalami reaksi kimia dengan anion atau kation tertentu
dengan senyawa yang refraktori, sehingga tidak semua analiti dapat teratomisasi. Untuk mengatasi gangguan
ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) penggunaan suhu nyala yang lebih tinggi, 2) penambahan zat
kimia lain yang dapatmelepaskan kation atau anion pengganggu dari ikatannya dengan analit. Zat kimia lai yang
ditambahkan disebut zat pembebas (Releasing Agent) atau zat pelindung (Protective Agent).
b. Absorpsi Latar Belakang (Back Ground)
Absorbsi Latar Belakang (Back Ground) merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan adanya
berbagai pengaruh, yaitu dari absorpsi oleh nyala api, absorpsi molecular, dan penghamburan cahaya.
Kelemahan AAS
c. Gangguang Matrik
Gangguan ini terjadi apabila sampel mengandung banyak garam atau asam, atau bila pelarut yang digunakan tidak
menggunakan pelarut zat standar, atau bila suhu nyala untuk larutan sampel dan standar berbeda. Gangguan ini
dalam analisis kualitatif tidak terlalu bermasalah, tetapi sangat mengganggu dalam analisis kuantitatif. Untuk
mengatasi gangguan ini dalam analisis kuantitatif dapat digunakan cara analisis penambahan standar (Standar
Adisi).
Kelemahan AAS
c. Gangguan Ionisasi
Gangguan ionisasi terjadi bila suhu nyala api cukup tinggi sehingga mampu melepaskan
electron dari atom netral dan membentuk ion positif. Pembentukan ion ini mengurangi jumlah
atom netral, sehingga isyarat absorpsi akan berkurang juga. Untuk mengatasi masalah ini
dapat dilakukan dengan penambahan larutan unsur yang mudah diionkan atau atom yang
lebih elektropositif dari atom yang dianalisis, misalnya Cs, Rb, K dan Na. penambahan ini
dapat mencapai 100-2000 ppm.
Bab 3, Metode Penelitian
3.1 alat dan bahan
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol, labu ukur 100 ml, gelas kimia, cawan porselen, oven, desikator
dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) (simadzu AA 6200). Bahan- bahan yang digunakan adalah sampel biota
air (ikan, kerang), HNO3, H2SO4, HClO4, aquades, serbuk Cd dan Pb. Bahan kimia tersebut diperoleh secara komersial
dan Wako Ltd, Japan.
3.2 Cara Kerja
Perlakuan sampel
Pembuatan kurva kalibrasi
Metode pengambilan sampel
Gambar
Gambar 2,
2, sungai
sungai lamboro
lamboro
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel biota air kerang dan ikan (insang, hati dan isi perut) yang diambil
pada aliran sungai di kawasan Lambaro,Lamnyong dan Pantee Pirak. Sampel diambil pada 3 titik sampling pada setiap
sungai dan setiap dari tiga titik sampling dijadikan satu (komposit). Pengambilan sampel dilakukan selama tiga bulan.
Uji Kepekaan Dan Presisi Alat Uji AAS
Uji kepekaan dan presisi alat uji AAS dilakukan dengan mengukur serapan larutan standar 2 ppm dengan 3 kali pengukuran,
sedangkan presisi alat uji ditentukan dengan menghitung seimpangan baku dari pengukuran 6 kali serapan larutan standar
tersebut.
Pembuatan kurva kalibrasi
Kurva kalibrasi standar untuk penentuan logam Cd dan Pb diperoleh dengan mengukur serapan larutan standar masing-
masing unsure pada kondisi optimum unsur. Kisaran larutan standar Pb adalah 0,1 – 2,5 mg/L, sementara Pb dan Cd dibuat
dengan memvariasikan konsentrasinya dalam rentang 0,01 – 1,5 mg/L. kurva kalibrasi di peroleh dengan membuat kurva
antara konsentrasi terhadap serapan masing – masing unsur.
Perlakuan Sampel
lalu ditambahkan 3 mL Didihkan pada suhu ruangan dan di pelan- pelan, kemudian
aquades, dipanaskan kembali
tambahkan 1 mL HNO3 pekat ditambahkan 9 mL aquades.
hingga larutan hampir kering
Bila sampel tidak semua larut Sampel siap diukur dengan AAS
ditambahkan lagi HClO4 pekat dan menggunakan nyala udara-
HNO3 pekat, asetilen.
Pengoprasian dan optimasi AAS
Pada menu
measurements pilih dipindahkan ke larutan
measure sample. standar hingga data
keluar
Pengoprasian dan optimasi AAS
dilakukan
pengukuran blanko
setetlah itu Dimasukkan blanko kembali
Dimasukkan ke dan dilakukan pengukuran
sampel 1 sampel ke 2.
Bab 4, Hasil dan Pembahasan
Uji Kepekaan dan Presisi Alat Uji AAS
Harga kepekaan alat uji AAS pada penelitian ini diperoleh dengan mengukur larutan standar Cd dengan
konsentrasi 2 ppm dengan 3 kali pengukuran. Berdasarkan data serapan yang diperoleh dihitung kepekaan alat uji (S)
dengan formula S = 0,0044 (C1/A1), C1 dan A1 masing-masing adalah konsentrasi dan serapan standar Cd yang dipilih.
Nilai presisi alat uji (s) diperoleh dengan mengukur serapan larutan standar Cd konsentrasi 2 ppm dengan 6 kali
pengukuran. Data serapan yang diperoleh, dihitung presisi alat uji (s) dengan formula s = (A-B)x0,04, dengan A = nilai
serapan tertinggi dan B = nilai serapan terendah dari 6 nilai serapan yang diperoleh. Berdasarkan perhitungan diperoleh
data kepekaan dan presisi alat AAS masingmasing adalah 0,019 ppm dan 0,65 %. Berdasarkan data yang diperoleh
tersebut dapat disimpulkan bahwa alat uji AAS masih layak digunakan dengan kepekaan dan presisi yang masih berada
di bawah batas persyaratan. Kelayakan alat uji yang memenuhi persyaratan dengan memperoleh kepekaan <0,040 ppm
dan presisi alat <1 %.
Linearitas Kurva Kalibrasi
Analisis kadar logam Pb dan Cd pada ikan dan kerang dilakukan dengan menggunakan metode serapan
sampel, kemudian diintrapolasikan ke dalam kurva kalibrasi standar masing-masing unsur sehingga akan
diperoleh konsentrasi regresi masing-masing unsur. Kadar unsur dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut:
Kadar = Creg x P x V mg/kg (1)
G
dengan Creg = konsentrasi regresi
P = faktor pengenceran
V = volume pelarutan
G = berat sampel
Analisis Kadas Pb dan Cd dalam Sampel
Tabel 1. Rata-rata hasil analisis kandungan logam berat Pb dalam biota air.
Berdasarkan data pada Tabel 1 dan Tabel 2, setelah dilakukan uji anova
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan untuk kadar Pb dan Cd pada
kedua jenis biota air dan diantara ketiga lokasi sampel. Data-data pada Tabel 1 dan
2 menunjuk bahwa kandungan rata-rata logam Pb dan Cd pada sampel ikan dan
kerang paling tinggi diperoleh pada sampel yang berasal dari lokasi Lamnyong. Hal
ini diduga karena adanya batas muara sungai flood way Krueng Aceh dengan laut.
Kandungan logam di daerah dekat muara sungai lebih tinggi dari pada daerah laut
lepas. Hal ini disebabkan dalam perjalanannya air mengalami kontaminasi, baik
karena erosi maupun pencemaran dari sepanjang tepi sungai. Namun demikian berdasarkan datadat dari Tabel 1 dan 2
menunjukkan bahwa kadar logam Pb dan Cd dalam ikan dan kerang pada ketiga lokasi yang berbeda belum melebihi
ambang batas maksimum yang diperbolehkan yaitu di bawah konsentrasi 2,0 μg/L dan 1,0 μg/L sesuai Keputusan
Dirjen POM Republik Indonesia (Dartius, 1996).
Bab 5, Penutupan
Spektrofotometri Serapan Atom didasarkan pada besarnya energi yang diserap oleh atom-atom netral
dalam keadaan gas. Agar intensitas awal sinar (Po) dan sinar yang diteruskan (P) dapat diukur, maka
energi sinar pengeksitasi harus sesuai dengan energi eksitasi atom penyerap dan energi penyerap ini
diperoleh melalui sinar lampu katoda berongga.
Kandungan logam Pb dan Cd ditemukan pada ikan dan kerang yang hidup pada aliran sungai Lambaro, Lamyong dan
Pantee Pirak dengan konsentrasi yang berbeda-beda untuk setiap logam, namun perbedaannya tidak signifikan.
Saran
Pada saat praktek menggunakan alat spektrofotometer serapan atom perlu adanya kerjasama antara praktikan dan
pembimbing agar praktikan dapat memahami dan mampu menggunakan alat dengan baik dan benar.
Dafar Pustaka
Said, N. I. 2008. Teknologi Pengelolaan Air Minum “Teori dan Pengalaman Praktis”. Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi, Jakarta.
Sudarmaji, Mukono J, dan Corie I. P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 Dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal
Kesehatan Lingkungan, VOL. 2, NO. 2. http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-2-03.pdf.