Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH TUGAS UJIAN ANORGANIK FISIK

REVIEW OLEH
PUTRI WENNY SISWANTY
TENTANG :

FABRIKASI ELEKTRODA TiO2/Ti NANO TUBE DENGAN


METODE ANODIZING TERDOPING NITROGEN DAN LOGAM Ag :
UJI KINERJA DEGRADASI SENYAWA ORGANIK RHODAMIN B
Dwiprayogo Wibowo1*), Muhammad Nurdin2*), Maulidiyah3*)

UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PASCASARJANA KIMIA
2018
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Peningkatan jumlah industri tekstil saat ini cukup pesat, maka semakin meningkat
pula limbah industri yang dihasilkan. Salah satu senyawa organik yang umum
digunakan dalam industri tekstil adalah Rhodamin B (Merck Index, 2006).
Penggunaan zat pewarna ini dilarang di Eropa mulai tahun 1984 karena Rhodamin B
termasuk karsinogenik yang kuat sehingga apabila terakumulasi di perairan maka
bersifat toksik dan membahayakan lingkungan. Pemerintah Indonesia melalui
keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. KEP.42/MENLH/10/1996 tanggal 29
Oktober 1996 telah menetapkan aturan-aturan dan parameter-parameter cemaran air
limbah industri yang berbahaya bagi kehidupan sekitarnya.
Beberapa usaha telah dilakukan untuk menanggulangi masalah pencemaran, antara
lain dengan cara konvensional misalnya proses biologis menggunakan mikroorganisme
maupun pendekatan lain seperti penggunaan karbon aktif. Akan tetapi pengolahan
limbah secara konvensional kurang efektif, karena struktur senyawa organik yang
terdapat dalam limbah mengandung satu atau beberapa buah cincin benzena yang relatif
stabil (Safni dkk., 2007).
Salah satu alternatif penanganan pencemaran yang sedang dikembangkan untuk
mendegradasi berbagai limbah industri khususnya limbah organik adalah proses
fotokatalitik. Beberapa keunggulan dari proses ini yaitu polutan organik dapat
didegradasi menjadi senyawa yang tidak berbahaya seperti air dan CO 2, serta
pemakaian bahan kimia dan energi yang lebih hemat. Penggunaan teknologi fotokatalis
dengan katalis semikonduktor TiO2 merupakan salah satu cara yang dapat digunakan
untuk mengatasi limbah cair. Proses fotokatalisis dapat berlangung pada suhu kamar
dan kebutuhan energinya jauh lebih rendah (Slamet dkk., 2006).
Berbagai modifikasi dan metode untuk meningkatkan aktivitas fotokatalis TiO 2, telah
dilakukan oleh beberapa peneliti. Gunlazuardi dkk. (2007) telah memodifikasi
material TiO2 dengan pendekatan pemanfaatan template molekul (surfaktan) dan
penambahan logam alkali serta penambahan suatu logam transisi atau logam - doped.
Slamet dkk. (2006) memodifikasi TiO2 dengan penambahan logam transisi berupa Cu
sehingga meningkatkan aktivitas fotokatalisis. Zhao et al. (2013) melakukan preparasi
N-doped TiO2 dengan proses hidrotermal dan telah berhasil memperkecil celah energi
sehingga membuat katalis aktif pada cahaya visibel.
Untuk meningkatkan kinerja fotokatalis TiO 2 dapat dilakukan secara elektrokimia
dengan menggabungkan proses fotokatalisis dengan proses elektrokimia, yang dikenal
dengan istilah fotoelektrokatalisis (Nurdin dkk., 2009). Metode fotoelektrokatalisis
merupakan metode proses reaksi dengan foton dan tegangan listrik. Mekanisme ini
tidak jauh beda dengan fotokatalisis tetapi dengan penambahan variabel medan listrik
yang dapat diamati adanya hubungan antara reaksi fotokatalis yang terjadi dan arus
yang dihasilkan (Gunlazuardi, 2001). Proses fotoelektrokatalisis telah terbukti menjadi
salah satu metode yang sangat efektif untuk mendegradasi polutan organik dalam air
(Li dan Liu, 2005; Quan et al., 2005). Santoso dkk. (2010) telah melaporkan
pengembangan sistem sel fotoelektrokimia, dimana bagian terpenting adalah preparasi
film TiO2 yang berukuran nano.
Penambahan dopan (logam maupun non logam) dapat meningkatkan aktivitas
fotokatalis pada pemaparan sinar tampak. Beberapa penelitian telah mencoba
melakukan amobilisasi logam dalam TiO 2, diantaranya amobilisasi emas (Yogi et al.,
2008), besi (Wang et al., 2008) dan perak (Whang et al., 2009; Soekoenay, 2014).
Sedangkan untuk amobilisasi non logam, Aditi et al. (2005) telah melakukan
amobilisasi nitrogen dalam TiO2. Dopan ion logam mempunyai level energi fermi
yang lebih rendah dibandingkan dengan TiO2 sehingga elektron tereksitasi dapat
ditransfer dari pita konduksi ke partikel logam yang menyisip pada permukaan TiO 2
sementara hole di pita valensi tetap bertahan di TiO 2 yang pada akhirnya
meningkatkan aktifitas fotokatalisis (Zaleska, 2008). Para peneliti tersebut telah
menerapkan modifikasi metode ini pada proses fotokatalisis.
Berdasarkan studi literatur yang telah ada, maka dalam penelitian ini dilakukan
untuk membandingkan data hasil fotoelektrokatalisis TiO2/Ti dengan menggunakan
metode anodizing (elektrokimia), selanjutnya di doping dengan non logam berupa
nitrogen (N) dan logam yaitu perak (Ag) yang berperan untuk meningkatkan
kemampuan degradasi pada polutan organik. Berdasarkan sistem ini akan dipelajari
tingkat efisiensi metode fotoelektrokatalisis dalam mendegradasi senyawa organik
Rhodamin B dengan variasi TiO2/Ti, N-TiO2/Ti dan Ag-TiO2/Ti

1.2 RUMUSAN MASALAH


Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan data hasil fotoelektrokatalisis TiO2/Ti
dengan menggunakan metode anodizing (elektrokimia), selanjutnya di doping dengan
non logam berupa nitrogen (N) dan logam yaitu perak (Ag) yang berperan untuk
meningkatkan kemampuan degradasi pada polutan organik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Anodizing
Anodizing alumunium adalah proses pelapisan Aluminium dengan zat warna. Pengertian
secara kimia adalah proses elektrolisa menggunakan larutan elektrolit sebagai penghubung antara
katoda dan anoda. Alumunium dipasang pada kutub positif (anoda) sehingga permukaannya
mengalami reaksi oksidasi dan terbentuk suatu lapisan oksida aluminium pada permukaan benda
tersebut, sehingga akan menjadi lapisan pelindung yang sekaligus berfungsi sebagai dekoratif. Proses
penganodaan ini tidak hanya dapat dilakukan pada logam Aluminium, tetapi juga pada logam lain
seperti Magnesium, Tembaga, Cadmium, Perak, Titanium dan sebagainya.
Secara alami, anodizing akan mengubah permukaan aluminium menjadi aluminium
oksida yang akan menjadi sebuah selaput tipis yang disebut pori-pori. Anodizing dapat
dilakukan berulang-ulang. Hal ini menyebabkan aluminium menjadi lapisan oksida kokoh
dan dapat meningkatkan daya tahan abrasi. Proses Anodizing juga dapat mengubah dan
memperbaiki tampilan aluminium. Dengan menggunakan bahan pewarna dan prosedur
khusus, Anodizing akan meningkatkan daya tahan korosi.
Proses Anodizing alumunium berbeda dengan proses pelapisan logam (electro
plating). Pada proses Anodizing benda dipasang pada kutub positif (anoda), sedangkan
pada proses electroplating benda dipasang pada kutub negatif (katoda). Sehingga proses
yang terjadi pun akan berbeda. Pada anodizing terjadi proses oksidasi, benda dioksidasikan
dengan aliran listrik sehingga benda akan terkikis dan terbentuk oksida logam yang
dimasuki oleh zat warna. Sedangkan pada proses electroplating proses yang terjadi adalah
proses reduksi. Garam – garam pada larutan elektrolit tereduksi di katode menjadi logam
bebas yang melapisi benda tersebut.

2.2 Titanium Dioksida


TiO2 adalah salah satu material yang banyak diteliti karena sifatnya yang
menarik. Meskipun telah ditemukan lebih dari 200 tahun yang lalu dan telah diteliti
sejak 85 tahun yang lalu namun hingga kini penelitian tentang TiO 2 masih aktif dan
tetap dikembangkan (Hoffmann et al., 1995). TiO2 ditemukan pertama kalinya pada
tahun 1821, dan tahun 1916 telah dikomersialkan sebagai zat pewarna putih.
Titanium oksida atau yang lebih sering disebut titania adalah keluarga (IV)
oksida yang merupakan semikonduktor dengan celah terlarang 3,0 untuk rutil dan
3,2 eV untuk fasa anatase (Hoffmann et al., 1995; Fujishima et al., 1999). Secara
kimia titanium dioksida dituliskan dengan lambang TiO 2. Senyawa ini biasa
digunakan sebagai pigmen pada cat tembok (Braun et al., 1992), tabir surya (Zallen
and Moret, 2006) pasta gigi (Yuan and Chen, 2005) solar sel, sensor, perangkat
memori serta sebagai fotokatalis.
Ti merupakan kristal yang berwarna putih dan juga salah satu logam berlimpah
nomor empat di dunia setelah aluminium, besi, dan magnesium. Selain itu, titanium
juga merupakan elemen berlimpah kesembilaan (mencakup 0,63% pada kerak
bumi) 0,6% mineral TiO2 yang utama adalah FeTiO3 (iliminite), CaTiO3
(perovskite). Titanium memiliki indeks bias (n) yang sangat tinggi yaitu 2,4 dalam
bentuk bubuk dan 2,7 dalam bentuk lapisan tipis (Dongsun et al., 2007). Ti juga
tahan terhadap degradasi warna akibat sinar matahari dengan titik lebur 1885˚C.
Ada dua bentuk alotropi dan lima isotop alami dari unsur yaitu Ti-46 sampai Ti- 50
dengan Ti-48 yang paling banyak terdapat di alam (73,8%) (Merck, 2000).

Secara fisika titanium memiliki sifat seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Titanium memiliki massa jenis yang rendah, tahan karat, memiliki biokompabilitas

yang tinggi dengan tubuh (Supriyanto dkk., 2007) sehingga dapat digunakan

sebagai produk implan dalam tubuh. Kristal TiO 2 bersifat asam dan tidak larut

dalam air, asam klorida, asam sulfat encer dan alkohol namun larut dalam asam

sulfat pekat dan asam fluorida.

Tabel 2.1. Sifat fisika TiO2

No Sifat Nilai
1 Densitas 4 g.cm-3
2 Porositas 0%
3 Modulus shear 90 Gpa
4 Elastisitas 23 Gpa
5 Resistivitas (25°C) 1012 Ω.cm
6 Resistivitas (700°C) 2,5×104 Ω.cm
7 Konstanta dielektrik 1 MHz 85 Volt/mil
8 Ekspansi termal RT- 1000 °C 9 × 10-6 K-1
9 Konduktivitas termal 25°C 11,7 WmK-1

2.5 Rodamin B

Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan adalah rhodamin B, yaitu merupakan
zat warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin B merupakan
zat warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan.
Rhodamin B bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan kanker. Uji toksisitas Rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus
dengan injeksi subkutan dan secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik
pada tikus ketika diinjeksi subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal. Sedangkan secara IV
didapatkan LD5089,5mg/kg yang ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal,
dan limfa diikuti perubahan anatomi berupa pembesaran organnya (MerckIndex, 2006).
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil.
Pengaruh buruk rhodamin b bagi kesehatan antara lain menimbulkan iritasi pada saluran
pernapasan, kulit, mata dan saluran pencernaan serta berpotensi terjadinya kanker hati.
Penyalahgunaan rhodamin B dalam banyak ditemuipada makanan dan minuman seperti es
cendol, permen, saus tomat dan kue. (Wijaya, 2011)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik dan Fotokatalisis, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo pada bulan April hingga
Agustus 2014.
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Preparasi Plat Ti (titanium)
Preparasi plat Ti (titanium) dilakukan dengan memotong plat Ti dengan kemurnian 99%
dan ketebalan 0,5 mm dengan ukuran 4 cm x 2 cm lalu diamplas menggunakan amplas
halus ukuran 1200 CC hingga permukaannya bersih dan mengkilap kemudian dicuci
dengan menggunakan larutan detergen, air, dan akuades. Hal ini dilakukan agar plat Ti
yang akan digunakan bersih dari zat-zat pengotor. Setelah dikeringkan di udara bebas, plat
Ti kemudian direndam (etching) menggunakan larutan campuran HF, HNO3, dan akuades
dengan perbandingan 1 : 3 : 6 selama 2 menit. Perlakuan ini bertujuan menghilangkan
lemak dan lapisan oksida yang masih terdapat pada permukaan logam Ti. Tahapan akhir
dalam preparasi ini adalah membilas plat Ti dengan akuades untuk menghilangkan sisa
larutan etching pada permukaan plat Ti kemudian dikeringkan di udara bebas.
3.2.2 Pembuatan Lapisan TiO2 dengan Metode Anodizing
Plat Titanium yang telah dipreparasi dimasukkan dalam probe yang telah diisi dengan
larutan elektrolit berupa NH4F 0,27 M dan akuades dalam gliserol 98%. Dimana pembuatan
larutan elektrolit ditimbang 0,99 gram NH4F dilarutkan menggunakan 4 mL akuades dan 96
mL gliserol 98%. Proses anodizing dilakukan dengan menempatkan plat Ti sebagai anoda
dan plat Cu sebagai katoda dengan menggunakan magnetic stirrer, serta memberikan beda
43
potensial sebesar 25 Volt yang dihubungkan dengan power supply. Proses anodizing ini
dilakukan selama 4 jam. Tahapan akhir yang dilakukan yaitu kalsinasi plat Ti selama 1,5
jam dengan suhu 500ᵒC untuk menguapkan sisa larutan elektrolit yang masih terdapat di
permukaan plat Ti sekaligus untuk mendapatkan kristal anatase TiO2 yang memiliki
aktivitas fotodegradasi lebih baik dibandingkan jenis kristal lainnya (Nurdin and
Maulidiyah, 2014).
3.2.3 Proses Doping TiO2/Ti dengan Nitrogen (N) menggunakan Metode Sol-Gel
Untuk mendoping TiO2 dengan nitrogen, sol terbuat dari larutan 1 berupa larutan koloid
TiO2 disiapkan dengan hidrolisis terkontrol dari titanium tetra isopropoksida diambil
sebanyak 4 mL dalam asetil asetonat 0,5 mL dan 15 mL etanol 99%. Larutan 2 berupa 15
mL etanol 99% dan 2 mL akuades dengan penambahan 1 mL asam asetat 0,1 M. Campuran
larutan direfluks selama 3 jam dengan suhu 50˚C (Adisti, 2011). Kemudian diaduk dengan
menggunakan magnetic stirrer selama 3 jam pada suhu 50˚C yang diikuti dengan
penambahan NH4Cl 5 M untuk menghasilkan sol TiO2 yang mengandung nitrogen. Sol yang
dihasilkan diuapkan pada suhu ruang selama 48 jam hingga membentuk gel. Selanjutnya gel
yang dihasilkan dipanaskan pada suhu 80˚C dalam oven selama 30 menit.
Proses pelapisan dengan proses pencelupan pada daerah yang telah ditumbuhi TiO 2 pada
plat titanium. Teknik pencelupan dilakukan selama 10 menit dan diangkat dengan cara
perlahan-lahan. Kemudian di kalsinasi dalam tanur selama 15 menit dengan suhu 150˚C.
3.2.4 Proses Doping dengan Logam Perak (Ag) menggunakan Metode Elektrodeposisi
Proses elektrodeposisi elektroda TiO2/Ti dilakukan dengan cara larutan elektrodeposisi
logam yang digunakan AgNO3 sebagai sumber dopan logam Ag dengan konsentrasi larutan
elektrolit yaitu 0,17 gram AgNO3 dilarutkan dalam 100 mL akuades, dengan penambahan
EDTA 0,5 gram dalam 100 mL, kedua larutan AgNO 3 dan larutan EDTA dicampurkan.
Metode elektrodeposisi dilakukan selama 1 menit, dengan beda potensial sebesar 1,0 Volt.
Ag-TiO2 yang terbentuk di simpan dalam desikator selama 24 jam (Wakhid, 2013).
3.2.5 Pembuatan ReaktorFotoelektrokatalisis
Elektroda TiO2/Ti, N-TiO2/Ti, dan Ag-TiO2/Ti yang diperoleh selanjutnya digunakan dalam
pembuatan reaktor fotoelektrokatalisis. Skema dan gambar reaktor fotoelektrokatalisis yang
dibuat adalah seperti yang terlihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema dan gambar reaktor fotoelektrokatalisis TiO 2/Ti. (1) probe berbentuk
tabung, (2) elektroda counter Pt, (3) elektroda kerja TiO2/Ti, N-TiO2/Ti dan Ag-TiO2/Ti (4)
elektroda pembanding Ag/AgCl, (5) lampu UV, (6) magnetic bar, (7) magnetic stirrer.
3.2.6 Karakterisasi Katalis
a. Linear Sweep Voltametry (LSV)
Pengukuran menggunakan Linear Sweep Voltametry dengan menggunakan larutan
NaNO3 0,1 M, dimana 0,85 gram NaNO3 dilarutkan dalam labu takar 100 mL. Pengujian LSV
44 Dengan scan rate 1x10-4 V/s. Dimana masing-
dilakukan dari potensial -1 Volt, hingga 1 Volt.
masing elektroda TiO2/Ti, N-TiO2/Ti, dan Ag-TiO2/Ti diuji dengan pemberian bias lampu UV
dan visibel. Hasil dari LSV untuk melihat adanya aktivitas fotoelektrokatalitik selama proses
pengujian.
b. Spektrofotometer Ultra Violet – Visibel (UV-Vis)
Pengukuran dengan spektrofotometer UV-Vis dilakukan untuk mengetahui kinerja degradasi
dari elektroda TiO2/Ti, N-TiO2Ti dan Ag-TiO2/Ti terhadap Rhodamin B.

c. Scanning Electrone Microscope (SEM)


Karakterisasi menggunakan SEM dilakukan untuk mengetahui keadaan lapisan tipis dari
TiO2, yang terbentuk. Dari hasil foto SEM akan terlihat pembentukan nano tube pada
permukaan lapisan tipis TiO2 yang telah terdoping dengan ukuran tertentu.
d. X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi menggunakan XRD dilakukan untuk melihat karakteristik kristal TiO2, yang
terbentuk. Hasil karakterisasi XRD berupa pola difraksi sinar-X akan menunjukkan puncak
yang spesifik pada spektrum hasil karakterisasi XRD yang merupakan identitas dari kristal TiO 2
yang diperoleh.
4 Uji Degradasi Zat Warna dengan Sistem Fotoelektrokatalisis
a. Penentuan kurva standar Rhodamin B
Metode untuk menentukan kurva standar Rhodamin B menggunakan larutan Rhodamin B
dengan konsentrasi 0,5 ; 1,0 ; 2,0 dan 3,0 ppm. Dimana pembuatan larutan tersebut Rhodamin B
100 ppm ditimbang 0,01 gram dilarutkan dalam 100 mL akuades. Rhodamin B 100 ppm dipipet
masing-masing 5 mL ; 10 mL ; 20 mL dan 30 mL dan dilarutkan dengan NaNO 3 0,1 M (dimana
pembuatan NaNO3 0,1 M, ditimbang 8,49 gram) dalam 1000 mL Aquades. Selanjutnya
ditentukan panjang gelombang dan ditentukan nilai absorbansi dari masing-masing konsentrasi
Rhodamin B menggunakan spektrofotometer UV-Vis.
b. Uji Degradasi Zat Warna Rhodamin B
Uji degradasi zat warna Rhodamin B 0,5 ; 1,0 ; 2,0 dan 3,0 ppm (+ 0,1 M NaNO3)
dilakukan dengan metode Multi Pulse Amperometry (MPA) dengan durasi 10 menit dan beda
potensial 0,5 Volt dalam keadaan variasi lampu UV dan lampu visibel. Tiap rentang waktu 10
menit dalam 1 jam dilakukan pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer UV-Vis
untuk mengetahui penurunan konsentrasi zat warna. Pengukuran dilakukan terhadap elektroda
TiO2/Ti, N-TiO2/Ti, dan Ag-TiO2/Ti. Hasil yang diperoleh diplot terhadap laju degradasi senyawa
Rhodamin B.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Lapis Tipis TiO2/Ti dengan Metode Anodizing
Pembuatan lapis tipis TiO2 pada permukaan plat Ti dengan metode anodizing yang
dilakukan selama 4 jam dengan beda potensial sebesar 25,0 Volt (Nurdin and Maulidiyah,
2014). Pengembangan sistem sel fotoelektrokimia, bagian terpenting adalah preparasi film
TiO2 yang berukuran nano (Santoso dkk., 2010). Dimana pemberian tegangan yang lebih
tinggi dalam pembuatan lapis tipis TiO 2/Ti, maka struktur yang dibentuk cenderung seperti
nodula atau partikulat. Secara umum proses anodizing akan membentuk nanomaterial yang
memiliki ukuran antara 1-100 nm (Ou and Lo, 2007).
Anodizing merupakan proses oksidasi elektrokimia yang akan menghasilkan
penambahan lapisan/film di atas suatu permukaan logam. Plat yang telah di anodizing
kemudian dikalsinasi pada suhu 500°C selama 1,5 jam. Proses kalsinasi ini bertujuan untuk
menguapkan pelarut-pelarut organik yang terjebak dalam plat titanium. Selain itu, Tjahjanto
dkk. (2001) melaporkan proses kalsinasi ini untuk mendapatkan kristal anatase TiO2 yang
memiliki aktivitas fotokatalisis lebih baik dibandingkan dengan jenis kristal yang lain dengan
suhu kalsinasi sekitar 500°C. Hal ini diakibatkan karena kristal anatase memiliki luas
permukaan yang lebih besar dan sisi aktif yang lebih besar sehingga mampu mengabsorbsi
cahaya lebih baik daripada jenis kristal rutile.
45 Struktur anatase energi band gapnya sebesar
3,2 eV yang setara dengan panjang gelombang UV 388 nm. Energi band gap ini menyatakan
seberapa besar energi yang dibutuhkan untuk transisi elektron dari pita valensi ke pita
konduksi.
Munculnya pori dan ruang kosong (void) di permukaan lapisan TiO2 merupakan
langkah awal terbentuknya nano tube (Bai et al., 2008) dan tingkat keasaman yang tinggi
pada dasar tube membantu pori membentuk struktur tube (El Ruby Mohamed and Rohani,
2011). Dengan teknik ini dihasilkan berupa TiO2/Ti yang terbentuk pada permukaan plat Ti.
Gambar 2 terlihat secara visual bahwa lapisan TiO 2 yang dihasilkan dengan metode anodizing
cukup homogen dan ketebalan lapisan cukup baik.
Plat Ti

Lapisan TiO2/Ti

Gambar 2. Hasil proses anodizing plat Ti membentuk TiO2


4.1.1 Doping TiO2/Ti dengan Nitrogen (N) menggunakan Metode Sol-Gel
Material N-TiO2/Ti yang dibuat menggunakan metode sol-gel. Metode sol gel
merupakan metode yang paling umum digunakan untuk mensintesis nanopartikel TiO 2
terdoping non logam maupun logam, terutama karena metode sol-gel memiliki berbagai
keuntungan yaitu dalam hal kemurnian, homogenitas, fleksibilitas, stoikiometri yang mudah
terkontrol, kemudahan dari pengolahan dan komposisi yang terkontrol cepat, ekonomis,
sederhana dan akurat. Berdasarkan laporan Morikawa et
al. (2001) penggunaan pendekatan sol-gel dapat menghasilkan nanopartikel TiO 2 terdoping
nitrogen dengan konsentrasi doping 1% hingga 20%.
Sol-gel disintesis menggunakan bahan dasar yaitu titanium tetra isopropoksida (TTIP)
untuk matriks atau media pendistribusian ion dopan, asetil asetonat berperan sebagai ligan
pengkelat yang akan menghasilkan reaksi eksotermis dan menjadikan larutan berwarna
kuning. Sedangkan untuk mendoping dengan nitrogen, pada sol yang telah terbentuk
ditambahkan ammonium klorida (NH4Cl) 5M (Adisti, 2011) sebagai sumber atom Nitrogen
yang bertujuan untuk menurunkan energi celah (band gap), dimana atom nitrogen tersebut
diharapkan akan menggantikan beberapa posisi atom oksigen pada semikonduktor TiO2.
TiO2 yang dibentuk dengan metode anodizing kemudian dilapisi menggunakan teknik
dip-coating (pencelupan) pada sol-gel yang dibentuk. Metode dip-coating telah banyak
digunakan dalam pembentukan lapisan film tipis pada permukaan karena film tipis yang
dihasilkan memiliki transparansi yang baik, seperti yang pernah dilakukan sebelumnya
(Rahayu, 2011). Setelah proses dip coating selesai, dikalsinasi dengan suhu 150°C.
(Gunlazuardi, 2010) telah melaporkan bentuk kristal anatase yang diamati terjadi pada
pemanasan TiO2 mulai dari suhu 120°C dan mencapai sempurna pada suhu 500 °C, pemilihan
temperatur bertujuan merekatkan lapisan N-TiO2 agar lebih kuat sehingga gaya adhesi antara
lapisan tipis N-TiO2 dengan TiO2 yang dibentuk pada lapisan plat Ti semakin baik, serta
menghilangkan pelarut air yang tertinggal, dan membentuk fase kristal anatase TiO2
(Santoso, 2010)
Dengan teknik ini merupakan suatu proses memasukkan atom lain (dopan) untuk tujuan
memperbaiki sifat-sifat bahan sesuai peruntukannya, diantaranya meningkatkan konduktivitas
semikonduktor, memperoleh semikonduktor dengan hanya satu pembawa muatan (electron
atau hole) atau mendapatkan semikonduktor yang memiliki energi celah lebih rendah dari
asalnya. Doping N-TiO2 menunjukkan aktifitas fotokatalitik yang signifikan pada berbagai
jenis reaksi dibawah daerah sinar tampak dan memiliki stabilitas yang baik (Chotimah, 2012).
Secara visual hasil yang diperoleh dalam teknik doping N-TiO2 terlihat pada Gambar 3.

Plat Ti

Lapisan N-TiO2/Ti

Gambar 3. Permukaan TiO2/Ti yang telah diamobilisasi N-TiO2


4.1.2 Doping TiO2/Ti dengan Logam Perak (Ag) menggunakan Metode Elektrodeposisi
Doping Ag dilakukan dengan metode elektrodeposisi, logam Ag dideposisikan pada
permukaan TiO2/Ti yang telah dibuat sebelumnya menggunakan metode anodizing. Logam
Ag digunakan karena dapat bertindak sebagai penjebak elektron dan diduga dapat
memperkecil terjadinya rekombinasi elektron dan hole (Cheng et al., 2010).
Elektrodeposisi logam Ag pada TiO2/Ti dilakukan dengan menggunakan elektrolit
AgNO3 0,1% dalam larutan EDTA yang berfungsi untuk mengikat logam dan dapat
mengontrol banyaknya jumlah logam Ag yang akan menempel pada TiO 2 yang dibentuk.
Proses elektrodeposisi dilakukan dengan cara menghubungkan elektroda TiO 2/Ti (katoda)
dengan sumber arus negatif, sedangkan plat Cu (anoda) dihubungkan dengan sumber arus
positif dan diberi potensial arus sebesar 1,0 Volt selama 1 menit. Pemberian arus pada proses
elektrodeposisi akan mengakibatkan logam Ag menempel pada permukaan TiO 2 yang telah
dibentuk dengan proses anodizing, ditampilkan pada Gambar 4.

Plat Ti

Lapisan TiO2/Ti

Lapisan Ag-TiO2/Ti

Gambar 4. Permukaan TiO2/Ti yang diamobilisasi dengan logam Ag


4.2 Karakterisasi Elektroda Kerja
4.2.1 Penentuan Struktur Kristal TiO2 Anatase menggunakan X-Ray Diffraction (XRD)
XRD merupakan alat yang digunakan untuk mengkarakterisasi struktur kristal,
ukuran kristal dari suatu bahan padat. Semua bahan yang mengandung kristal tertentu ketika
dianalisa menggunakan XRD akan memunculkan puncak-puncak yang spesifik. Metode
difraksi umumnya digunakan untuk mengidentifikasi bentuk kristal dari senyawa yang belum
diketahui yang terkandung dalam suatu padatan dengan cara membandingkan dengan data
difraksi dengan database yang dikeluarkan oleh International Centre for Diffraction Data
berupa Powder Diffraction File (PDF). Oleh karena itu, XRD digunakan dalam penelitian ini
untuk melihat karakteristik kristal anatase TiO2 yang terbentuk.
Gambar 5 hasil karakterisasi XRD pada TiO 2 yang dibuat dengan metode
anodizing (Gambar 7), pola difraksi menunjukkan adanya lima puncak yang merupakan
spektrum yang dihasilkan oleh kristal anatase TiO2. Kelima puncak ini masing-masing terdapat
pada bidang 101, 112, 200, 105, dan 211.

Gambar 5. Spektrum XRD; (A) TiO2 pada permukaan plat Ti, (B) TiO2 anatase standar, (C) PlatTitanium
4.3 Penentuan Bentuk TiO2 Nano tube menggunakan Scanning Electrone Microscopy
(SEM)
Hasil karakterisasi dengan SEM pada TiO2 yang dibuat dengan metode anodizing
terlihat pembentukan nano tube berdiameter dalam sekitar 10-60 nm. Gambar 6 dapat
dilihat terbentuknya struktur nano tube yang dihasilkan dari proses anodizing.

Gambar 6. Hasil karakterisasi SEM lapisan tipis TiO 2 anodizing dengan waktu 4 jam
pada perbesaran (a) 20 ribu kali, (b) 40 ribu kali, dan (c) 60 ribu kali.
Terbentuknya nanomaterial TiO2 menunjukkan bentuk yang dihasilkan berupa
ukuran nano. Semakin besar luas permukaan plat Ti yang teroksidasi, maka semakin
banyak permukaan yang aktif sehingga dapat mempercepat/mengarahkan terjadinya
reaksi, sehingga semakin efisien pula kinerja fotoelektrokatalisis yang dihasilkan.
Dengan semakin kecilnya ukuran partikel TiO2 maka potensial redoks akan semakin
meningkat dan mengakibatkan laju reaksi fotoelektrokatalitik juga akan meningkat.
4.4 Pembuatan Reaktor Fotoelektrokatalisis
Elektroda yang telah diperoleh selanjutnya digunakan dalam reaktor
fotoelektrokatalisis. Teknik pembuatan reaktor dengan menggunakan lampu UV dan visibel di
dalam kotak berukuran 60 cm x 30 cm dan didalamnya dilapisi dengan aluminium foil. Skema
dan gambar reaktor fotoelektrokatalisis yang dibuat seperti yang terlihat pada Gambar 7.

Gambar 7. Reaktor Fotoelektrokatalisis


4.5 Penentuan Aktivitas Elektroda menggunakan Potentiostat Portable dengan Metode
Linear Sweep Voltametry (LSV)
Arus cahaya merupakan arus yang teramati saat elektroda diiradiasi sinar UV atau
visibel dimana arus ini juga merupakan ukuran laju transfer muatan antar muka
semikonduktor/elektrolit, sehingga dapat digunakan sebagai ukuran laju pembentukan radikal
OH pada permukaan katalis. Dalam penelitian ini, pengukuran arus cahaya sebagai fungsi
potensial dilakukan menggunakan teknik Linear Sweep Voltametry (LSV) dengan larutan
elektrolit natrium nitrat 0,1 M yang dihubungkan dengan potensiostat portable.

2.00E-04

1.00E-04
VIS
0.00E+00 UV
-1.00E+00 0.00E+00 1.00E+00 GELAP
-1.00E-04

-2.00E-04

A B
2.50E-04
2.00E-04
1.50E-04
1.00E-04
5.00E-05 Vis
0.00E+00 UV
-5.00E-01
-5.00E-05 5.00E-01 Gelap
-1.00E-04
-1.50E-04
-2.00E-04
-2.50E-04 C

Gambar 8. Grafik Linear Sweep Voltametry (LSV); (A) elektroda TiO2/Ti,


(B) elektroda N-TiO2, dan (C) elektroda Ag-TiO2/Ti
Pada Gambar 8.A, LSV dari elektroda TiO 2/Ti yang dihasilkan memiliki aktivitas tertinggi
pada saat diiradiasi penyinaran lampu UV, hal ini sesuai dengan teori bahwa TiO 2 memiliki
aktivitas fotoelektrokatalisis pada saat diiradiasi lampu UV, karena aktif pada panjang
gelombang ≤ 388 nm, dengan Energy gap (Eg) 3,2 eV. Adapun matriks TiO 2 tanpa dopan tidak
memberikan respon arus cahaya ketika keadaan gelap dan memberikan respon arus cahaya ketika
diiradiasi sinar visibel karena energi yang diperoleh dari sumber cahaya visibel lebih kecil untuk
48
mengaktifkan TiO2/Ti.
Gambar 8.B, LSV N-TiO2 yang dihasilkan adanya aktivitas fotoelektrokatalisis.
Terlihat pada saat gelap dan saat diiluminasi cahaya UV, arus respon cahaya yang teramati
mendekati nol sedangkan pada saat elektroda diiradiasi dengan sinar visibel memiliki intensitas
yang baik. Aktivitas elektroda N-TiO2/Ti menunjukkan dengan penyinaran cahaya visibel
membuktikan doping N pada TiO2 memiliki aktivitas yang baik dan mampu bersifat
fotoelektrokatalisis dengan penyinaran lampu visibel.
Gambar 8.C, LSV Ag-TiO2 yang dihasilkan memiliki aktifitas yang baik saat diiradiasi
lampu visibel, respon yang dihasilkan membuktikan bahwa elektroda Ag-TiO 2/Ti mampu bekerja
dengan penyinaran lampu visibel. Saat elektron bergerak dari pita valensi ke pita konduksi maka
elektron dijebak oleh logam Ag sehingga mampu memperkecil terjadinya rekombinasi elektron
dan hole sehingga dengan penyinaran cahaya visibel maka energi yang digunakan jauh lebih
rendah. Begitu juga dengan penyinaran lampu UV pada Ag-TiO 2 elektron mampu bergerak dari
pita valensi ke pita konduksi sehingga memiliki aktivitas fotoelektrokatalisis, akan tetapi
menunjukkan penyinaran lampu UV lebih rendah dibanding penyinaran lampu visibel.
4.6 Uji Degradasi Senyawa Organik Rhodamin B menggunakan Elektroda TiO2/Ti, N-
TiO2/Ti dan Ag-TiO2/Ti
4.6.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ max) Terhadap Senyawa Organik
Rhodamin B menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Senyawa berwarna dapat terukur dengan spektofotometer UV-Vis karena memiliki gugus
kromofor yang memberikan warna pada senyawa tersebut. Hal ini disebabkan karena setiap
molekul mampu menyerap cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dan energi yang
dibutuhkan untuk mengalami transisi elektron dari keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Panjang
gelombang maksimum Rhodamin B yang diperoleh 554 nm.
Hal ini telah terjadi transisi elektron yang melibatkan elektron-elektron π yang berkonjugasi
disepanjang gugus kromofor senyawa Rhodamin B heterosiklik dengan menyerap energi dan

49
menjadi bukti mengapa senyawa ini memperlihatkan warna merah karena terjadi transisi di daerah
sinar tampak. Kurva kalibrasi diperoleh dengan memplotkan konsentrasi dengan absorbansi
sehingga diperoleh persamaan garis lurus ; y = 0,2018x + 0,0011 .
4.6.2 Uji Degradasi terhadap Pewarna Organik Rhodamin B menggunakan Elektroda
TiO2/Ti, N-TiO2/Ti dan Ag-TiO2/Ti
Sistem fotoelektrokatalisis merupakan kombinasi antara proses elektrokimia dengan
fotokatalisis, dimana elektroda kerja dari TiO2/Ti, N-TiO2/Ti dan Ag-TiO2/Ti jika dikenai lampu
UV ataupun visibel akan memberikan pasangan elektron dan positive hole (h+). Positive hole akan
menginisiasi reaksi oksidasi pada permukaan elektroda, sedangkan elektron dialirkan melalui back
contact ke elektroda counter dan ditransfer ke penangkap elektron yang ada pada larutan. Aliran
elektron dapat diamati sebagai arus cahaya dan besarnya proporsional dengan kandungan zat
organik Rhodamin B dalam larutan.
Pemisahan electron-hole akan meningkat dengan pemberian potensial bias positif pada
elektroda kerja yang tercelup di dalam larutan, sebagai akibat terbentuknya medan listrik di dekat
antarmuka, sehingga permukaan elektroda kerja bersifat anodik. Dalam situasi ini rekombinasi
elektron dan hole dengan cara memindahkannya ke larutan melalui elektroda bantu yang bersifat
katodik (Nurdin, 2009). Dengan cara demikian beda potensial akan meningkatkan pemisahan
muatan sehingga efisiensi pembentukkan radikal OH makin tinggi maka mempercepat proses
degradasi senyawa organik Rhodamin B.
Pengujian degradasi senyawa organik Rhodamin B dilakukan menggunakan konsentrasi
Rhodamin B 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm dan 3 ppm, dengan perlakuan secara fotolisis dan juga
fotoelektrokatalisis. Metode fotolisis merupakan metode yang digunakan untuk mendegradasi
suatu senyawa hanya menggunakan radiasi sinar, seperti ditunjukkan pada Gambar 9.
3
2.5
Konsentrasi (ppm)

2 RhB 0,5
1.5 PPM
UV
1
RhB 1
0.5 PPM
0 UV
0 10 20 30 40 50 60
Waktu (menit)

Gambar 9. Grafik fotolisis Rhodamin B ketika penyinaran cahaya UV dan visibel


Dari Gambar 9 konsentrasi Rhodamin B ketika di radiasi sinar UV dan visibel secara
fotolisis terjadi penurunan konsentrasi secara lambat, hal ini disebabkan karena terjadinya reaksi
oksidasi dari Rhodamin B serta pemutusan ikatan Rhodamin B ketika penyinaran sinar UV
ataupun visibel. Menurut Wilhelm dan Stephan (2007) ketika iluminasi sinar UV ataupun visibel
serta terjadinya reaksi oksidasi pada senyawa organik Rhodamin B, maka secara tidak langsung
terjadinya pemutusan ikatan pada Rhodamin B menjadi Rhodamin.
Fotokatalis merupakan katalis yang bekerja dengan bantuan sinar (foton). Dengan metode
fotokatalisis terjadi penurunan konsentrasi Rhodamin B yang ditunjukkan pada Gambar 10.
Dalam hal ini, semikonduktor TiO2 merupakan fotokatalis yang menyerap energi foton pada
daerah UV.
3
Konsentrasi (ppm)

2.5 RhB 0,5 ppm UV


2 RhB 1,0 ppm UV
1.5 RhB 2,0 ppm UV
1 RhB 3,0 ppm UV
0.5 RhB 0,5 ppm Vis
0
RhB 1,0 ppm Vis
0 20 40 60
RhB 2,0 ppm Vis
Waktu (menit) RhB 3,0 ppm Vis

Gambar 10. Grafik penurunan konsentrasi Rhodamin B secara fotokatalisis TiO2/Ti


Jika dibandingkan metode fotoelektrokatalisis dari TiO2/Ti, dengan pemberian beda
50 konsentrasi dan variasi cahaya menggunakan
potensial sebesar 0,5 volt pada berbagai jenis
potensiostat portable menunjukkan aktivitas dalam mendegradasi senyawa organik Rhodamin B
secara cepat dibanding menggunakan fotokatalis TiO 2. Gambar 11 menunjukkan penurunan
konsentrasi secara signifikan dari Rhodamin B dengan menggunakan katalis TiO 2/Ti secara
fotoelektrokatalisis.
3
2.5
Konsentrasi (ppm)

RhB 0,5 ppm UV


2 RhB 1,0 ppm UV
1.5 RhB 2,0 ppm UV
1 RhB 3,0 ppm UV
0.5 RhB 0,5 ppm Vis
RhB 1,0 ppm Vis
0
0 20 40 60 RhB 2,0 ppm Vis
RhB 3,0 ppm Vis
Waktu (menit)
Gambar 11. Grafik penurunan konsentrasi Rhodamin B secara fotoelektrokatalisis menggunakan
katalis TiO2/Ti.
Berdasarkan Gambar 9, Gambar 10 dan Gambar 11 terlihat jelas perbedaan tingkat degradasi
yang dihasilkan oleh proses fotolisis, fotokatalisis dan fotoelektrokatalisis. Proses fotolisis
menunjukkan aktivitas degradasi yang paling rendah dibandingkan kedua proses lainnya dimana
Rhodamin B diiluminasi dengan foton kemungkinan adanya pemutusan ikatan pada senyawa
Rhodamin B. Pada proses fotokatalisis sudah menunjukkan aktivitas degradasi yang baik
meskipun belum sebaik proses fotoelektrokatalisis. Hal ini disebabkan karena proses ini kadang
mengalami hambatan akibat terjadinya rekombinasi electron-hole sehingga spesi aktif akan
berkurang yang akan mengakibatkan aktivitas degradasi akan rendah pula. Sedangkan proses
fotoelektrokatalisis pada dasarnya tidak jauh beda dengan proses fotokatalisis, adanya penambahan
elektron (arus listrik) yang mencegah proses rekombinasi electron-hole saat iluminasi cahaya
dilakukan. Hasil menunjukkan bahwa degradasi molekul dari zat warna Rhodamin B akan lebih
jauh efisien menggunakan metode fotoelektrokatalisis dibandingkan fotolisis dan fotokatalisis.

3
2.5 RhB 0,5 ppm UV
N-TiO2/Ti
Konsentrasi (ppm)

2 RhB 1,0 ppm UV


N-TiO2/Ti
1.5
RhB 2,0 ppm UV
1 N-TiO2/Ti
RhB 3,0 ppm UV
0.5 N-TiO2/Ti

0
0 10Waktu
20 (menit)
30 40 50 60

Gambar 12. Grafik Hasil degradasi Rhodamin B menggunakan katalis N-TiO 2/Ti secara
fotoelektrokatalisis
Degradasi menggunakan elektroda N-TiO2/Ti memiliki aktivitas yang baik dalam
mendegradasi senyawa Rhodamin B. Penurunan konsentrasi pada Gambar 12 menunjukkan bahwa
N-TiO2/Ti mampu bekerja aktif pada penyinaran cahaya visibel. Hal ini membuktikan bahwa N-
TiO2/Ti dapat menurunkan energi band gap maka energi cahaya yang dibutuhkan untuk membuat
elektron mengalami keadaan transisi dari pita valensi ke pita konduksi semakin sedikit,
diakibatkan karena jarak antara pita valensi dengan pita konduksi yang relatif kecil.
3
2.5
RhB 0,5

Kon sentrasi (ppm)


2 ppm UV Ag-
TiO2/Ti
1.5 RhB 1,0
ppm UV Ag-
1 TiO2/Ti
0.5
0
0 10Waktu
20 (menit)
30 40 50 60
Gambar 13. Grafik Hasil degradasi Rhodamin B menggunakan katalis Ag-TiO 2/Ti
secara fotoelektrokatalisis
Degradasi menggunakan elektroda Ag-TiO2/Ti memiliki aktivitas yang baik dalam
mendegradasi senyawa Rhodamin B pada penyinaran cahaya visibel. Hal ini membuktikan bahwa
Ag-TiO2 mampu bekerja baik dalam sinar visibel
51 karena perak dapat menjebak fotogenerasi
elektron dari semikonduktor dan memungkinkan hole untuk membentuk radikal hidroksil yang
menghasilkan reaksi degradasi spesies organik (Saravanan et al., 2013).
3 RhB 0,5
ppm UV N-
2.5 TiO2/Ti
Konsentrasi (ppm)

2 RhB 1,0
ppm UV N-
1.5 TiO2/Ti
RhB 2,0
1 ppm UV N-
TiO2/Ti
0.5 RhB 3,0
0 ppm UV N-
TiO2/Ti
0 10 20 30 40 50 60
RhB 0,5
Waktu (menit) ppm UV Ag-
TiO2/Ti

Gambar 14. Grafik Hasil Perbandingan degradasi Rhodamin B menggunakan katalis


N-TiO2/Ti dan Ag-TiO2/Ti secara fotoelektrokatalisis
Dari Gambar 14 hasil degradasi Rhodamin B menggunakan elektroda Ag-TiO 2/Ti lebih aktif
dibandingkan N-TiO2/Ti dalam mendegradasi Rhodamin B saat penyinaran sinar visibel. Hal ini
Ag-TiO2/Ti menahan terjadinya rekombinasi elektron sementara N-TiO 2/Ti hanya menurunkan
band gap dari TiO2/Ti. Selain itu, preparasi Ag-TiO 2/Ti dengan metode elektrodeposisi jauh lebih
tipis dibandingkan dengan teknik N-TiO2/Ti hal ini terbukti terlihat penurunan konsentrasi
Rhodamin B. Menurut Arief dkk. (2008) untuk menghasilkan aktivitas fotokatalitik yang baik
dengan teknik doping dimana menghasilkan lapisan yang rata homogen dan transparan serta
menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil.

2.5 Rodamin B

Zat pewarna sintesis yang sering ditambahkan adalah rhodamin B, yaitu merupakan zat
warna sintetik yang umum digunakan sebagai pewarna tekstil. Rhodamin B merupakan zat
warna tambahan yang dilarang penggunaannya dalam produk-produk pangan. Rhodamin B
bersifat karsinogenik sehingga dalam penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan kanker.
Uji toksisitas Rhodamin B telah dilakukan terhadap mencit dan tikus dengan injeksi subkutan
dan secara oral. Rhodamin B dapat menyebabkan karsinogenik pada tikus ketika diinjeksi
subkutan, yaitu timbul sarcoma lokal. Sedangkan secara IV didapatkan LD5089,5mg/kg yang
ditandai dengan gejala adanya pembesaran hati, ginjal, dan limfa diikuti perubahan anatomi
berupa pembesaran organnya (MerckIndex, 2006).
Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang digunakan pada industri tekstil. Pengaruh
buruk rhodamin b bagi kesehatan antara lain menimbulkan iritasi pada saluran pernapasan, kulit,
mata dan saluran pencernaan serta berpotensi terjadinya kanker hati. Penyalahgunaan rhodamin
B dalam banyak ditemuipada makanan dan minuman seperti es cendol, permen, saus tomat dan
kue. (Wijaya, 2011)
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan menggunakan metode anodizing terbentuknya lapisan TiO2 nano tube pada
permukaan plat Ti dan dilanjutkan dengan doping nitrogen (N) dan perak (Ag)
menghasilkan aktivitas respon arus cahaya elektroda N-TiO 2/Ti dan Ag-TiO2/Ti yang
mampu aktif pada sinar visibel, sementara elektroda TiO2/Ti mampu aktif pada sinar UV.
2. Hasil uji aktivitas fotoelektrokatalisis untuk mendegradasi senyawa organik Rhodamin B
menunjukkan tetapan laju degradasi untuk elektroda TiO 2/Ti saat diiradiasi cahaya visibel
sebesar 0,0227 menit-1 dan cahaya UV sebesar 0,09 menit-1 yang aktif pada penyinaran
sinar UV. Sementara untuk N-TiO2/Ti dan Ag-TiO2/Ti memiliki aktivitas yang baik dalam
mendegradasi senyawa organik Rhodamin B saat diiradiasi sinar visibel, dengan nilai
tetapan laju degradasi untuk N-TiO2/Ti saat diradiasi sinar visibel sebesar 0,0372 menit-1
dan sinar UV sebesar 0,0223 menit-1 dan Ag-TiO2/Ti saat diiradiasi sinar visibel sebesar
0,0732 menit-1 dan sinar UV sebesar 0,0331 menit-1.
DAFTAR PUSTAKA
Adisti, L.P., 2011, Sintesis dan Karakterisasi N-TiO2 Doping Menggunakan Titanium Tetra
Iso Propoksida (TTIP) yang Termodifikasi Asetilasetonat dengan Menggunakan
Metode Sol-Gel, Skripsi, Universitas Halu Oleo, Kendari.
Aditi, R., Gandhe, Julio, and B. Fernandes, 2005, A simple method to synthesize N-doped
rutile titania with enhanced photocatalytic activity in sunlight. J. of Solid State
Chemistry
Arief, S., Alif, A., dan Willian, N., 2008. Pembuatan Lapisan Tipis TiO 2-Dopped Logam (M-
Ni, Cu dan Zn) dengan Metode Dip-Coating dan Aplikasi Sifat Katalitiknya pada
Penjernihan Air Rawa Gambut. J. Ris. Kim. Vol. 2 No. 1.
Bai, J., Zhou, B., Li, L., Liu, Y., Zheng, Q., Shao, J., Zhu, X., Cai, W., Liao, J. & Zou, L.
2008. The formation mechanism of titania nanotube arrays in hydrofluoric acid
electrolyte. Journal of Materials Science,5343, 1880-1884.
Cheng, B., Le, Y., and Yu, J., 2010. Preparation and enhanced photocatalytic activity of
Ag@TiO2 core-shell nanocomposite nanowires. Journal of Hazardous Materials, 177:
971-977.
Chotimah, K., 2012. Preparasi dan Karakterisasi N doped TiO 2 nanotube dengan metodr
anodisasi serta uji aktiivitas degradasinya terhadap Zat Warna Congo Red. Universitas
Indonesia. Skripsi
El ruby Mohamed, A. & Rohani, S., 2011. Modified TiO 2 nanotube arrays (TNTAs) :
progressive strategies towards visible light response photoanode, a review. Energy &
Environmental Science, 4, 1065-1086.
Gunlazuardi, J., 2001. “Fotokatalisis pada Permukaan TiO2 : Aspek Fundamental dan
Aplikasinya” ykrisna@ui.edu., Universitas Indonesia, Jakarta.
Gunlazurdi, J., Slamet, dan Krisyuningsih, Y. K., 2007. Studi Fundamental dan Aplikasi TiO 2
Fotokatalisis, jarnuzi@ui.edu, ykrisna@ui.edu., Universitas Indonesia, Jakarta.
Li, X.Z., Liu, H.S., 2005, “Development of an E-H2O2/TiO2 Photoelectrocatalytic Oxidation
System for Water and Wastewater Treatment”. Environ. Sci. Technol. 39, 4614–4620
Menteri Lingkungan Hidup No. KEP.42/MENLH/10/1996 tanggal 29 Oktober 1996
Merck Index, 2006, Chemistry Constant Companion, Now with a New Additon, Ed 14Th, 1410,
1411, Merck & Co., Inc, Whitehouse Station, NJ, USA
Nurdin dan Maulidiyah, 2014. Fabrication of TiO2/Ti Nanotube Electrode by Anodizing Method
and Its Application On Photoelectrocatalytic System, International Journal of Scientific &
Technology Research. 3 (2): 122-126.
Nurdin M., Wibowo, W., Supriyono, Febrian, M.B., Surahman, H., Krisnandi, Y.K., dan
Gunlazuardi, J., 2009. “Pengembangan Metode Baru Penentuan Chemical Oxygen Demand
(COD) Berbasis sel fotoelektrokimia: Karakterisasi Elektroda Kerja Lapis Tipis TiO 2/ITO”.
MAKARA, SAINS, 13, 1-8.
Ou, H-H. & Lo, S-L., 2007. Review of titania nanotubes synthesized via the hydrothermal
treatment: Fabrication, modification, and application. Separation and Purification
Technology, 58, 179-191.
Quan, X., Yang, S., Ruan, X., Zhao, H., 2005. “Preparation of Titania Nanotubes and Their
Environmental Applicationsas Electrode”. Environ. Sci. Technol, 39, 3770-3775.
Rahayu, E., 2011, Pengembangan Sensor Chemical Oxygen Demand (COD) Berbasis
Fotoelektrokatalitik Menggunakan Elektroda Kerja TiO 2/Ti Terhadap Senyawa Organik:
KHP, Metanol dan Asam Benzoat, Skripsi, Universitas Haluoleo, Kendari.
Safni, Maizatisna, Zulfarman, Sakai, T., 2007. “Degradasi Zat Warna Naphtol Blue Black Secara
Sonolisis Dan Fotolisis Dengan Penambahan TiO2-Anatase”. J. Ris. Kim. Vol. 1 No. 1.
Santoso, I., Surahman, H., Krisnadi, Y.K., Tribidasari, I., dan Gunlazuardi, J., 2010, Optimasi
Sistem Penentuan Chemical Oxygen Demand (COD) Menggunakan Probe Berbasis
Fotoelektrokatalisis TiO2 : Preparasi dan Karakterisasi Elektroda Lapis Tipis TiO 2/SnO2-F.
Universitas Indonesia, Jakarta
54
Soekoenay, N., 2014. Uji Aktivitas TiO2 Doped-N Dan Logam Ag Terhadap Fotodegradasi Zat
Warna Organik Biru Metilena. Skripsi Universitas Halu Oleo
Slamet, Arbianti, R., Marliana, E., 2006, “Pengolahan Limbah (Cr(VI) dan Fenol dengan
Fotokatalis Serbuk TiO2 dan CuO/TiO2 Reaktor”. 11(2):78-85.
Tian, M., Wu, G., Adams, B., Wen, J., and Chen, A., 2008. Kinetics of Photoelectrocatalytic
Degradation of Nitrophenols on Nanostructured TiO2 Electrodes. J. Phys. Chem. C. 112; 825-
831.
Tjahjanto, R.T., dan Gunlazuardi, J., 2001, Preparasi Lapisan Tipis TiO 2 sebagai
Fotokatalis :Keterkaitan antara Ketebalan dan Aktivitas Fotokatalisis, J. Penelitian
Universitas Indonesia, 5(2):81-91.
Wakhid, L, I., 2013, Studi Preparasi Doped TiO 2 Nanotube yang Didekorasi Logam Transisi Ag
untuk mendapatkan Aktivitas Fotokatalitik pada Daerah Sinar Tampak, skripsi, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Wang, D., B.Yu, F. Zhou, C. Wang,W. and Liu., 2008. Synthesis and Characterization of Anatase
TiO2 Nano Tubes and Their Use in Dye-Sensitized Solar Cells. Materials Chem and Phys
Whang, H.Huang., M. Hseih.,and J. Chen., 2009, Laser induced silver nanoparticles on Titanium di
oxide for photocatalytic degradation of methylene blue, International Journal of Molecular
Sciences, 10.
Wilhelm, P., and Stephan, D., 2007. Photodegradation of rhodamine B in Aqueous solution via
SiO2@TiO2 nano-spheres. Journal of Photochemmistry and Photobiology A: Chemistry 185 :
19-25.
Yogi, C., Kojima, K, Wada, N., Tokumoto, H., Takai, T., Mizoguchi, and T., Tamiaki, H., 2008,
Photocatalytic Degradation of Methylene Blue by TiO2 Film and Au Particles - TiO2 Composite
Film, Thin Solid Films, 516 (17):5881- 5884.
Zaleska, A., 2008, Doped-TiO2: A Review, Recent Patents on Engineering, 2(3):157-164.
Zhao, K., Wu, Z., Tang, R., and Jiang, Y., 2013. “Preparation of Highly Visible-Light Photocatalytic
Active N-Doped TiO2 Microcuboids”. Journal of the Korean Chemical Society, Vol. 57, No. 4

Anda mungkin juga menyukai