Anda di halaman 1dari 18

Analisis kandungan logam berat (Cd dan Pb) pada air laut dan sedimen laut

di Perairan Kota Tanjungpinang


Azzah Zaizafun Syaikhah, Fadhliyah Idris, Agung Dhamar Syakti

e_mail : azzah.zaizafun31@gmail.com

Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan,


Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan Cd dan Pb pada air laut
dan sedimen laut di perairan Kota Tanjungpinang dilakukan pada bulan Mei
sampai Juli 2017. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
survay terhadap empat stasiun yang ditetapkan berdasarkan kondisi perairan dan
tinggi rendahnya aktivitas antropogenik. Analisis kandungan logam berat Cd dan
Pb menggunakan metode Atomic adsorption spectrofotometer (AAS). Hasil
pengukuran parameter perairairan seperti suhu,arus, pH air dan sedimen, DO, dan
BOT antar stasiunya tidak menunjukan perbedaan yang signifikan. Hasil analisis
kandungan logam Cd pada air maupun sedimen nilainya <LOD = 0,0030 mg/L
dan <LOQ = 0,0101 mg/L dan logam Pb antara 0,152 – 0,204 mg/L sedangkan
sedimen 95,4 – 613 mg/Kg nilai tersebut melebihi ambang batas. Hasil Korelasi
kandungan logam berat di air dan sedimen secara keseluruhan menunjukan
korelasi lemah negatif yaitu y = -3897x + 1085; R2= 0,195 dan r = -0,443.
Rendahnnya kandungan Cd diduga sedikitnya sumber kontaminasi dan adanya
bias pengambilan sampel sehingga tidak terdeteksi. Padatnya aktivitas masyarakat
seperti perkapalan, galangan kapal, penangkapan dan lain sebagainya di lokasi
penelitian memberikan konstribusi kontaminasi logam Pb di perairan.
Berdasarkan korelasinya keberadaan logam di sedimen tidak memiliki hubungan
dengan logam Pb di air.

Kata kunci: logam berat, air, sedimen, kota tanjungpinang

PENDAHULUAN

Kota Tanjugpinang merupakan Ibu Kota Provinsi Kepulauan Riau, secara

geografis terletak pada koordinat titik 00 51’ sampai 0059’ LU (Lintang Utara)

dan 1040 23’ sampai 1040 34’ BT (Bujur Timur) yang memiliki wilayah

perairan lebih kecil dibandingkan dengan daratannya hanya 107,96 Km2. Namun,

banyak memberikan konstribusi bagi masyarakat sekitarnya seperti sebagai

1
kawasan pemukiman, penangkapan, transportasi, pertambangan maupun budidaya

(BPS, 2015). Adanya aktivitas-aktivitas tersebut akan menghasilkan limbah

seperti limbah organik dan limbah anorganik yang menyebabkan resiko

pencemaran salah satunya pencemaran logam berat.

Menurut Arief (2016) logam berat merupakan suatu unsur yang terdapat dalam

tabel periodik yang mempunyai nomor atom diatas 22 tidak termasuk logam

alkali maupun alkali tanah. Secara alamiah logam berat ditemukan sangat sedikit

sekali di air yaitu sekitar kurang dari 1 µg/L (Darmono, 2001). Nasution &

Monika (2011) mengungkapkan bahwa logam berat dalam konsentrasi tertentu

akan menjadi kelompok bahan pencemar yang sangat berbahaya apabila masuk

kedalam lingkungan perairan laut. Logam berat dalam suatu lingkungan baik itu

air maupun sedimen dapat melalui banyak proses akumulasi yaitu secara fisik,

kimia dan biologis (Santosa, 2013).

Kadmium (Cd) dan timbal (Pb) merupakan jenis logam berat berbahaya.

Menurut Widowati et al. (2008) Cd secara biologis belum diketahui fungsinya dan

dianggap sebagai senyawa xenobiotik dengan toksisitas tinggi. Sedangkan Pb

merupakan jenis logam berat yang tidak dibutuhkan oleh organisme.

Logam berat yang terlarut dalam perairan pada konsentrasi tertentu akan

berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan organisme perairan.

Kontaminasi logam berat yang terakumulasi pada biota perairan akan berdampak

pada manusia dimana masyarakat memanfaatkan hasil laut sebagai pemenuh

kebutuhan sehari-hari.

Banyaknya aktivitas antropogenik yang memiliki resiko adanya kontaminasi

logam berat Cd dan Pb. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kandungan logam

2
Cd dan Pb pada air laut dan sedimen laut serta hubungan korelasi kandungan

logam di perairan Kota Tanjungpinag.

METODELOGI

Waktu dan Tempat


Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2017 di perairan Kota

Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Pengambian sampel air laut dan

sedimen sesuai dengan metode yang digunakan oleh Amin et al. (2011) dan

Hutagalung et al (1997). Lokasi sampling menggunakan metode purposive

sampling yang terdapat empat stasiun yang mewakili perairan Kota

Tanjungpinang berdasarkan kondisi dan aktivitas antropogenik yaitu perairan

Dompak (Stasiun I), perairan Sei Jang (Stasiun II), perairan Tanjung Unggat

(Stasiun III) dan Senggarang (Stasiun IV). Analisis sampel di lakukan di

Laboratorium FIKP Universitas Maritim Raja Ali Haji dan BTKLPP Kelas I

Batam.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Sampel air yang diambil merupakan sampel air permukaan sebanyak 250 mL

pada kedalaman 0-30 cm dan selanjutnya di masukan ke dalam botol polyetilen

3
yang telah dibilas dengan air sampel 3 kali. Sampel air kemudian dimasukan ke

dalam cool-box yang kemudian di lakukan analisis laboratorium. Sampel air

didestruksi berdasarkan metode SNI 6989.8 :2009 untuk Pb dan SNI 6989.16

:2009 untuk Cd. Sampel air laut sebanyak 50 mL diambahkan 5 mL asam nitrat

(HNO3) pekat dihomogenkan, kemudian diestruksi menggunakan hot plate pada

suhu 1500C pada lemari asam hingga volumenya berkurang menjadi 15-20 mL,

selanjutnya didinginkan dan kemudian Sampel disaring dengan kertas saring

bebas logam, Setelah disaring sampel diencerkan dengan menggunakan aquades

hingga 50 mL, selanjutnya dianalisis dengan AAS.

Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada saat surut. sedimen permukaan

(0-5 cm) diambil 500 gr menggunakan Ekman-grab dan kemudian sampel

sedimen dimasukan kedalam plastik polietilein dan selanjutnya masukan ke dalam

cool box. Sampel sedimen di destruksi berdasarkan metode yang digunakan oleh

Syakti et al. (2015) dan Yanthy et al. (2013) Sampel sedimen 50 gr dimasukan ke

dalam beker teflon dan dikeringkan dalam oven pada suhu 1500C selama 24 jam,

Setelah kering sempel ditimbang kembali kemudian dihaluskan dengan

menggunakan mortar. Sampel sedimen diambil 1 gr kemudian ditambahkan

dangan 20 mL larutan aquaregia (HNO3/HCL 1:2) sesuai dengan AFNOR NF X

31-151. Sampel didestruksikan selama 45 menit dengan suhu 600C dengan

Water bath, diakukan destriksi lanjutan dengan waktu yang sam 45 menit dengan

Hot plate dengan suhu 900C, hasil destruksi disaring dan filtratnya kedalam labu

ukur 50 mL kemudian diencerkan dengan air bebas logam sampai tanda tera,

Selanjutnya sampel dianalisis dengan AAS.

4
Selain kandungan logam berat dilakukan pengukuran parameter perairan

seperti suhu, arus, DO, pH air, pH sedimen dan bahan organik total (BOT) untuk

mengetahui kondisi umum perairan Kota Tanjungpinang.

Pengolahan Data

1) Konsentrasi Logam Berat


Untuk mengetahui konsentrasi sesungguhnya dalam logam berat pada air dan
sedimen dilakukan perhitungan :

Dimana :
C = Konsentrasi logam berat yang terbaca AAS (mg/L)
V = Volume sampel yang digunakan (L)
W = Berat contoh (Kg)

2) Koefisien Korelasi
Untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi logam berat (Cd dan Pb)
dalam air dan sedimen meggunakan rumus yaitu :

Keterangan :
r = Koefisien rata-rata korelasi
Sxy = Sebaran nilai pengamatan x dan y
2
Sx = Keragaman nilai x
2
Sy = Keragaman nilai y
x = Kandungan logam berat Cd atau Pb di Air laut
y = Kandungan logam berat Cd atau Pb di Sedimen laut

3) Indeks Pencemaran (IP), Faktor Konsentrasi (Concentration Factor, CF)


dan Indeks Geoakumulasi (geoaccumulations, Igeo)
Berdasarkan KEPMENLH No.115 tahun 2003 untuk mengetahui nilai IP dapat
di tentukan dengan cara :

5
1. Pilih parameter-parameter yang ada di dalam baku mutu air laut.
2. Hitung harga Ci/Li untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan
sampel.
3. Penggunaan nilai (Ci/Li) hasil pengukuran jika nilai ini lebih kecil dari 1,0
dan penggunaan (Ci/Li) baru jika nilai (Ci/Li) hasil pengukuran lebih besar dari 1,0
(Ci/Li) baru = 1,0 + P.log (Ci/Li) hasil pengukuranR.
4. Tentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Li
((Ci/Li) R dan (Ci/Li) M ).
5. Tentukan harga indeks pencemaran

Keterangan :
Evaluasi terhadap nilai indeks pencemaran adalah :
 0 ≤ IP ≤ 1,0 = memenuhi baku mutu
 1,0 < IP ≤ 5,0 = tercemar ringan
 5,0 < IP ≤ 10 = tercemar sedang
 PI > 10 = tercemar berat
Untuk mengetahui nilai CF berdasarkan rumus yang digunakan oleh Syakti et
al.(2015) :

Keterangan :
C[Heavy metal] : Konsentrasi logam berat terukur dalam sedimen
C[Background] : Konsentrasi logam dibumi

Penentuan nilai CF mengacu pada Hakanson (1980), nilai Igeo dapat ditentukan
dengan rumus :

6
Faktor 1,5 merupakan koreksi matrik background akibat dari effek litosfer.

Penentuan nilai Igeo mengacu pada Förstner dan Müller (1981), yaitu terbagi

menjadi 6 kelas : kelas 0 (Praktis tidak tercemar) Igeo ≤ 0, kelas 1 (tidak tercemar

sampai tercemar sedang) 0 <I geo <1, kelas 2 (cukup tercemar) 1 <I geo <2,

Kelas 3 (cukup tercemar berat) 2 <Igeo <3, Kelas 4 (tercemar berat), 3 <Igeo <4;

Kelas 5 (sangat berat tercemar), 4 <I geo <5, Kelas 6 (sangat tercemar) 5> Igeo.

Nilai background yang digunakan untuk mendapatkan nilai CF dan Igeo

mengikuti Turekian dan Wedepohl (1961).

Analisis data

Data yang diperoleh disajikan dalam tabel dan grafik serta dianalisis

secara statistik dan dibahan secara deskriptif. Analisis statistik dilakukan

dengan Statistical Package for Social Science (SPSS) versi 16 dan MS.Excel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4. Konsentrasi logam Cd dan Pb


Rata-rata Konsentrasi Logam
Cd Pb
Stasiun
Air Sedimen Air Sedimen
(mg/L) (mg/Kg) (mg/L) (mg/Kg)
I <0,001 <0,7 0,204 ± 0,017 95,4 ± 59,56
II <0,001 <0,7 0,176 ± 0,009 465,2 ± 62,21
III <0,001 <0,7 0,168 ± 0,021 613,0 ± 176,64
IV <0,001 <0,7 0,152 ± 0,014 437,6 ± 38,83
Ambang batas 0,001 0,7 0,008 30,2
Sd (Blanko) 0,0005 -
LOD 0,0030 -
LOQ 0,0101 -

1) Kandungan Cd di Air Laut dan Sedimen

Hasil pengukuran kandungan logam berat Cd pada air laut dan sedimen laut

hampir keseluruhan nilainya <LOD yang hanya dapat mendeteksi konsentrasi

logam diatas 0,0030 mg/L dan nilai <LOQ 0,0101 mg/L. Dilihat dari hasil
7
pembacaan tersebut dapat diasumsikan bahwa kadar Cd baik di air maupun di

sedimen masih dibawah ambang batas dan tidak menutup kemungkinan logam Cd

masih dalam kondisi alamiah atau sedikitnya sumber kontaminasi logam Cd di

perairan sekitar kota Tanjungpinang.

Kandungan logam Cd rendah dapat disebabkan karena mineral CdS jarang

ditemukan di alam (Palar, 2008). Selain itu bisa juga disebabkan karena sifat Cd

yang tidak larut dalam basa (Widowati et al. 2008). Berdasarkan data parameter

perairan menunjukan pH perairan tidak memiliki perbedaan atau hampir sama

pada setiap stasiunnya bersifat basa.

2) Kandungan Logam Berat Pb di Air dan Sedimen Laut

(a) (b)
Grafik 1. a. Kandungan Logam Pb di air (mg/L), b. Kandungan logam berat di
sedimen (mg/Kg)

Hasil analisis kandungan logam berat Pb di air dan sedimen dapat dilihat pada

grafik 1. Konsentrasi logam Pb di air diperoleh rata-rata pada setiap stasiunnya

antara 0,152 – 0,204 mg/L. Konsentrasi tertinggi terdapat pada stasiun I yang

dianggap memiliki sedikit aktivitas masyarakat wilayah pesisir yaitu dengan rata-

rata konsentrasi 0,204 ± 0,017 mg/L. Sedangkan konsentrasi logam Pb terendah

yaitu pada stasiun IV yang merupkan daerah bekas penambangan bouksit dengan

8
konsentrasi 0,152 ± 0,014 mg/L. Pada stasiun II dan III dianggap memiliki

aktivitas antropogenik sangat tinggi dengan kisaran rata-rata kandungan logam Pb

yaitu 0,176 ± 0,002 mg/L dan 0,168 ± 0,021 mg/L. Tingginya kandungan Pb pada

stasiun tersebut diduga dari aktivitas transportasi kapal ferry buangan air balas

kapal atau terjadinya kebocoran bensin bertimbal yang terbawa oleh pergerakan

pasang surut. Ahmed et al. (2017) menyatakan rendahnya kandungan Pb

diperairan akibat dari sedikitnya aktivitas antropogenik yang menjadi sumber

kontaminasi seperti kebocoran bensin yang mengandung timbal.

Hasil dari pengukuran kandungan logam berat Pb di sedimen memiliki

konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi logam berat di air

yaitu dengan rata-rata konsentrasi 95,4 – 613 mg/Kg. Kandungan logam Pb

disedimen tertinggi berada di Stasiun III dengan rata-rata 613 ± 176,4 mg/Kg dan

terendah berada di Stasiun I yaitu dengan rata-rata 95,4 ± 59,96 mg/Kg. Pada

stasiun II dan IV memiliki konsentrasi yang mendekati yaitu 465,2 ± 62,21

mg/Kg dan 437,6 ± 38,83 mg/Kg. Kandungan Pb di sedimen memiliki nilai

konsentrasi yang lebih tinggi di Stasiun III dibandingkan dengan Pb di air. Hal ini

bisa terjadi diduga akibat banyaknya aktifitas yang turut menyumbang

kontaminasi logam Pb seperti sebagai jalur transportasi, galangan kapal seperti

ketika proses pengecatan. Senyawa timbal bisanya menjadi alloy dalam cat (Palar,

2008). Rompas et al. (2009) mengatakan bahwa Pb yang sering di gunakan

sebagai campuran yaitu Pb(OH)2, PbCO3, Pb3O4(timbal merah) dan timbal merah

digunakan biasanya sebagai cat tahan karat berupa bubuk berwarna merah cerah.

Selain itu aktivitas rumah tangga seperti lapisan alat-alat masak, pembuangan

9
baterai bekas serta pengelupasan cat pipa-pipa dan dinding yang digunakan oleh

proyek pengairan.

Nilai konsentrasi Pb di perairan yang masih ditoleransi menurut KEPMENLH

No 51 tahun 2004 yaitu 0,008 mg/L dan sedimen mengikuti acuan kanada CCME

(2001) yaitu 30,2 mg/Kg.

3) Parameter Perairan

Kondisi perairan pada suatu lingkungan tertentu dapat dilihat dari parameter

fisika kimia perairan diantaranya seperti suhu, arus, pH (derajat keasaman), DO

(Dissolved oxygen) maupun bahan organik. Menurut Pratiwi et al. (2013),

parameter kualitas air pada dasarnya dapat mempengaruhi konsentrasi logam

berat perairan.

Tabel 2. Parameter Fisika Kimia perairan Kota Tanjungpinang

Parameter
Stasiun pH
Suhu (0C) Arus (cm/s) pH Air DO (mg/L) BOT (%)
sedimen

I 31,9 ± 1,67 9,89 ± 2,98 8,26 ± 0,09 7,60 ±0,22 7,19±0,84 1,94 ±1,15

II 30,4 ± 0,36 13,07± 3,73 8,09 ± 0,31 7,29±0,01 7,43±0,10 5,32±1,77

III 30,4 ± 0,43 6,94 ± 5,86 7,48 ± 0,19 7,22 ±0,29 7,55±0,53 2,92±1,04

IV 30,9 ± 0,59 5,20 ± 2,78 7,30 ± 0,17 7,34 ±0,33 7,29±0,25 2,12±0,19

AB* 28 – 30 - 7,00-8,50 >5 -

Berdasarkan hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan di Kota

Tanjungpinang dapat dilihat pada tabel 2. Hasil pengukuran rata-rata suhu pada

setiap lokasi penelitian yaitu 30,4 – 31,9 0C. Rata-rata suhu tertinggi di Stasiun I

yaitu 31,9sedangkan rata-rata suhu terendah yaitu terdapat pada stasiun II yaitu

30,4 ± 0,36 0C. Tingginya suhu perairan diduga akibat dari waktu pengambilan

sampling yang dilakukan pada siang hari sehingga nilai suhu tinggi dibandingkan
10
dengan stasiun lainnya. Berdasarkan KEPMENLH No 51 Tahun 2004 kisaran

rata-rata suhu pada setiap stasiunnya masih dalam kisaran nilai ambang batas.

Suhu memiliki pengaruh terhadap kecepatan reaksi kimia dan kelarutan gas dalam

perairan (Amin et al., 2011).

Hasil Pengukuran arus pada setiap lokasi penelitian yaitu antara 5 – 13 cm/s .

Menurut Harahap (1999) dalam sitio et al. (2013) kecepatan arus terbagi menjadi

4 golongan yaitu 0 – 25 cm/s berarus lambat 25 – 50 cm/s berarus sedang 50 – 1

cm/s berarus cepat dan >1 m/s berarus sangat cepat. Berdasarkan rentang hasil

pengukuran kecepatan arus masih tergolong arus yang lambat sehingga dalam

kondisi tersebut kemungkinan menjadi salah satu faktor kelarutan logam di

perairan.

Air laut mempunyai sistem penyangga untuk menceggah adanya perubahan

pH, terjadinya perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan mengganggu sistim

penyangga (Rukminasari et al., 2014). pH tertinggi terdapat di Stasiun I dan

terendah di Stasiun IV yaitu 8,29 dan 7,30. Berdasarkan KEPMENLH No 51

tahun 2004 kisaran pH perairan tersebut masih dalam nilai ambang batas kualitas

perairan yaitu 7,00 – 8,50. Selain pH air juga di lakukan pengukuran pH di

sedimen diperoleh pada kisaran rata- rata yaitu 7,22 – 7, 60. Dari hasil

pengukuran tersebut pH sedimen jauh lebih rendah dibandingkan dengan pH air.

Terjadinya peningkatan atau penurunan pH air diduga akibat faktor dekomposisi

oleh mikroorganisme. Menurut Rompas et al. (2009) mengatakan bahwa

perubahan pH dipengaruhi oleh perubahan gas CO2 dan CO3-.

DO merupakan kadungan oksigen terlarut dalam air yang menentukan kualitas

Perairan (Eshmat et al., 2014). Kelarutan oksigen pada lokasi penelitian dapat

11
dilihat pada Tabel 2. Konsentrasi DO terendah berada di Stasiun I dengan rata-rata

7,19 mg/L. Bila dilihat dari rentang tersebut maka kelarutan oksigen dalam

perairan disetiap lingkungan masih berada pada kisaran ambang batas yang

ditetapkan oleh KEPMENLH No 51 tahun 2004 yaitu >5. Kandungan DO

perairan akan berkaitan erat dengan parameter perairan lainnya seperti suhu dan

salinitas misalnya.

Hasil pengukuran bahan organik disetiap lokasi penelitian yaitu antara 0,50% –

6,64 %. Kandungan bahan organik tertinggi terdapat di Stasiun II yang memiliki

aktivitas antropogenik yang cukup padat seperti pemukiman, budidaya, restoran

dan lintas transportasi serta di sepanjang lokasi sampling masih terdapat

tumbuhan mangrove yang belum direklamasi diperoleh presentase bahan organik

1,94% - 5,32%. dan yang terendah di Stasiun I yaitu 1,94 %. Menurut Arisandy

(2012) Kandungan bahan organik di daerah mangrove lebih tinggi dibandingkan

daerah lainnya. Kandungan bahan organik pada substrat berkaitan erat dengan

jenis substrat atau tipe substratnya (Kinasih, 2015). Menurut Ahmed et al. (2017),

karakterisai sedimen memberikan data penting terhadap trasportasi dan proses

pengendapan partikel sedimen.

4) Korelasi Kandungan Logam Berat di Air dan Sedimen

Konsentrasi logam Cd di air dan sedimen tidak dapat dikorelasikan karena

nilainya <LOD dan <LOQ. Korelasi logam Pb di air dan sedimen pada masing-

masing stasiun menunjukan adanya korelasi sedang positif kecuali pada stasiun II

memiliki korelasi berlawanan arah. Persamaan garis linier dari hasil korelasi pada

stiap stasiunnya dapat dilihat pada Tabel 3.

12
Tabel 3. Korelasi logam Pb di air dan sedimen pada setiap stasiun
ST P.garis linier R2 r
I Y= 2310x – 377,8 0,432 0,657
II Y= 3092x + 1009 0,221 -0,470
III Y=5632x – 333,2 0,448 0,669
IV Y=1478x+212,6 0,279 0,529

Berdasarkan persamaan garis linier yang ditunjukan apabila terjadi peningkatan

1 mg/L logam Pb di air mnyebabkan peningkatan logam pb sedimen di stasiun I

sebesar 2310 mg/Kg (2,310 mg/L), stasiun III 5632 mg/Kg (5,632 mg/L), stasiun

IV 1478 mg/Kg (1,478 mg/L), sedangkan pada stasiun II menunjukan bahwa

apabila tejadi penurunan logam Pb sebesar 1 mg/L di air menyebabkan

peningkatan logam Pb di sedimen sebesar 3092 mg/Kg (3,092 mg/L).

Dari pernyataan tersebut perentase yang mumungkinkan pengaruh logam di

sedimen akibat dari logam dalam kolom perairan pada stasiun I yaitu 43,2 %,

stasiun III 44,8 % dan stasiun IV 27,9% dari air maka sisanya faktor lainnya

sedangkan Kandungan logam Pb di Stasiun II menunjukan hubungan korelasi

lemah negatif atau berlainan arah yaitu dengan presentase korelasi 22,1% faktor

dari air dan 77,9% dari faktor lainnya. Apabila kandungan logam Pb di air dan

sedimen dikorelasikan dari ke empat stasiun diperoleh persamaan garis linie y = -

3897x + 1085; R2= 0,195 dan r = -0,443 dilihat pada grafik 3.

1
Konsentrasi Pb sedimen

0,8
(mg/Kg)

0,6
y = -3897,x + 1085,
0,4 R² = 0,195
r = -0,433
0,2

0
0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25
Konsentrasi Pb air (mg/L)

Grafik 3. Korelasi logam Pb di air dan sedimen


13
Hasil tersebut bahwa konsentrasi logam Pb di air memberikan hubungan yang

lemah terhadap konsentrasi logam di sedimen yaitu hanya sebesar 19,5%.

Berdasarkan data tersebut menjelaskan bahwa 19,5% logam Pb di sedimen

dipengaruhi oleh keberadaan logam Pb di air dan sisanya 80,5% di pengaruhi

faktor lainnya.

Umumnya peningkatan maupun penurunan logam berat pada air

mengakibatkan peningkatan logam di sedimen akibat dari faktor pengenceran dan

pengendapan serta pengikatan bahan organik (Prianto et al. 2008). Namun, dilihat

dari persamaan garis liniernya menunjukan korelasi yang berlainan arah yang di

maksudkan bahwa pada setiap peningkatan logam Pb sebesar 1 mg/L

menyebabkan penurunan logam Pb di sedimen sebesar -3897 mg/Kg (-3,897

mg/L). Hal tersebut terjadi dapat diduga akibat dari adanya faktor lingkungan

maupun jenis sedimen yang berbeda di setiap stasiunnya serta bias waktu

pengambilan sampel yang berbeda. Suatu lingkungan perairan umumnya akan

ditemukan senyawa logam yang keberadaannya dipengaruhi oleh faktor

lingkungan seperti suhu, pH, DO serta berbagai karakter sedimen (Darmono,

2001).

5) IP, CF dan Igeo


Menurut KEPMENLH No.115 tahun 2003 untuk mengetahui tingkat

pencemaran relatif kualitas perairan yang diizinkan dengan mengukur indeks

pencemaran (IP). Sedangkan tingkat kontaminasi logam di sedimen dapat

dievaluasi dengan menentukan nilai CF dan Igeo, (Hidayanti et al. 2014; Ali et

al. 2016). Menurut Hakanson (1980), CF merupakan rasio dari perbandingan

nilai konsentrasi logam terukur dengan konsentasi background .

14
Tabel 4. Indeks pencemaran air dengan parameter logam dan sedimen
Indeks
Stasiun air Sedimen
IP CF Igeo
I 7,41 4,77 1,41
II 5,67 23,26 3,94
III 5,58 30,65 4,30
IV 5,61 21,88 3,86

Hasil pengukuran indeks pencemaran perairan dengan parameter logam Cd dan

Pb bagi kehidupan biota perairan dikatagorikan tercemar ringan yaitu 5 > IP < 10.

Konstribusi terbesar kontaminasi logam diduga berasal dari masukan dari aktivitas

masyarakat sekitar lingkungan perairan Kota Tanjungpinang terutama perkapalan

dan domestik. Damaianto dan Masduki (2014), mengatakan bahwa aktivitas

seperti pelayaran nelayan pelabuhan nelayan diperkirakan memakai bahan yang

mengandung logam berat menjadi sumber utama masuknya logam berat ke

perairan. Selain itu tidak menutup kemungkinan keberadaan logam berat di air

tercampur dengan sedimen perpukaan dihimbau karena waktu pengambilan

sampel saat keadaan surut di setiap stasiunnya.

Hasil pengukuran CF kandungan logam Pb di sedimen kontaminasi tinggi.

Nilai CF dari tertinggi hingga terendah secara berurutan yaitu mulai dari staisiun

III, II, IV dan I yaitu dengan nilai CF sebesar 30.65, 23.26, 21.88, 4.77.

Berdasarkan katagori yang ditentukan nilai CF tergolong tinggi pada stasiun I dan

sangat tinggi II, III dan IV. Tingginya nilai kontaminasi di Stasiun III diduga

akibat dari tingginya aktivitas masyarakat sekitarnya yang menyumbang

kontaminasi logam Pb.

Nilai Igeo logam Pb di sedimen pada setiap stasiunnya terjadi pencemaran

logam Pb. Berdasarkan kelas nilai Igeo di Stasiun I berada pada kelas 2 (1 <Igeo

15
<2) tergolong cukup tercemar, stasiun II dan IV berada di kelas 4 (3 <Igeo <4)

tercemar berat dan stasiun III berada di kelas 5(4 <Igeo <5) sangat berat tercemar.

KESIMPULAN

Kandungan logam Cd pada air maupun sedimen di perairan Kota

Tanjungpinang terdeteksi konsentrasi sesungguhnya dibuktikan saat pengukuran

alat dengan sensitifitas nilai <LOD dan <LOQ yaitu <0,0030 dan <0,0101 mg/L.

Sedangkan kandungan Cd pada air dan sedimen di perairan Kota Tanjungpinang

melebihi ambang batas (baku mutu) standar yang ditentukan yaitu berada pada

kisaran rata-rata 0,152 - 0,204 mg/L di air dan 95,4 – 613 mg/Kg di sedimen.

Rendahnya kandungan Cd diduga karena sumber masukan yang rendah atau

kesalahan dalam perlakuan bisa saja menjadi faktor sehingga nilai Cd tidak dapat

terdeteksi. Sedangkan ambang batas (baku mutu) standar yang ditentukan dan

berdasaran indeks pencemaran tergolong terkontaminasi tinggi pada air dan cukup

tercemar di sedimen.

Hasil pengukuran parametr perairan diperoleh rata-rata suhu antara 30,00 –

34,68 0C, arus dengan kisaran rata-rata 0,002 – 0,17 m/s, pH pada air di peroleh

rata-rata pada setiap stasiunnya 7,11 – 8,38 dan sedimen 6,98 – 7,68, DO

diperoleh rata-rata 6,16 - 8,30 mg/L dan kandungan BOT di sedimen yaitu sengan

rata-rata 0,50 % - 6,64 %. Hasil tersebut masih dalam cakupan nilai ambang batas

bagi kehidupan biota perairan.

Korelasi kandungan Pb pada keempat stasiun diperoleh korelasi dengan

persamaan garis linier y = -3897x + 1085; R2= 0,195 dan r = -0,443. Dari

persamaan garis linier tersebut menunjukan bahwa konsentrasi logam Pb di air

16
dan sedimen berkorelasi lemah dengan kondisi terbalik dimana peningkatan

logam Pb di air menyebabkan penurunan logam di sedimen.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan kali ini saya ingin mengucapkan terimakasih pertama kepada

kedua orang tua saya yang selalu memberikan dukungan moral maupun materil,

kedua kepada pembimbing yang telah senantiasa membentu dalam proses

pengerjaannya serta rekan-rekan seperjuangan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed, M. M., Daumenq, P., Awaleh, M. D., Syakti, A. D., Asia, L., Chiron, S.,
2017. Level and sources of heavy metals and PAHs in sedimen of Djibouti City
(Republic of Djibouti). Marine Pollution. 120(1-2) : 340-346
Ali, M. M., Ali, M. L., Islam, M. S., Rahman, M. Z., 2016. Perliminary
assessment heavy metals in water and sediment of Kharanaphuli river
Bangladesh. Environmental Nanotecnology Monitoring and management. 5 :
27-35.
Amin, B., Afriani, E., Saputra, M. A., 2011, Distribusi spasial logam Pb dan Cu
pada sedimen dan air laut permukaan di perairan Tanjung Buton Kabupaten
Siak Provinsi Riau. Teknik Biologi. 2(1) : 1-8.
Arisandy, K. R., Herawati, E. Y., Suprayitno, E., 2012. Akumulasi logam berat
timbal (Pb) dan gambaran histologi pada jaringan Avicenia mariana (forsk)
Vierh di perairan Pantai Jawa Timur. Perikanan. 1(1) : 15-25.
BPS, 2015, Statistik daerah Kota Tanjungpinang 2015, Tanjungpinang
Damaianto, B., Masduki, A., 2014. Indeks pencemaran air laut Pantai Utara
Kabupaten Tuban dengan parameter logam. Teknik Pomits. 3(1) : 1 - 4
Darmono, 2001. Lingkungan Hidup Dan Pencemaran : Hubungannya dengan
Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press.
Hakanson, L., 1980. An ecological risk index for aquatic pollution control a
sedimentological approach. Water Research. 14 : 975-1001.
Hidayati, N. V., Siregar, A. S., Sari, L. K., Putra, G. L., Hartono., Nugraha, I. P.,
Syakti, A. D., 2014. Pendugaan tingkat kontaminasi logam berat Pb, Cd dan Cr
pada Air dan sedimen di perairan Segara Anakan Cilacap. Omni-Akuatika.
8(18) : 30 – 39.

17
Hutagalung et al et al, H. P., Setiapermana, D., Riyono, S. H., 1997. Metode
analisis air laut, sedimen dan biota. LIPI.
Palar, H, 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rineke Cipta.
Pratiwi, A. R., Pratomo, A., Willian, N., 2013. Analisis kandungan logam berat pb
dan cd terhadap lamun (Enhalus acoroides) sebagai bioindikator di perairan
tanjung lanjut Kota Tanjungpinang. Ilmu Kelautan.
Prianto, N., Dwijayanto., Ariani, F., 2008. Kandungan logam berat Hg, Pb, Cd,
dam Cu) pada Ikan, air, dan sedimen di Waduk Cirata Jawabarat. Bioteknologi
dan Perikanan. 3(1) : 69-78.
Rompas, R. M., Rumampuk, N. D. C., Rompas, J. R., 2009. Oseanografi kimia.
PT. Walau Bengkulen.
Rukminisari, N., Nadiarti., Awaludin, K., 2014. Pengaruh derajat keasaman (pH)
air laut terhadap konsentrasi kalsium dan laju pertumbuhan helmida sp. Ilmu
Kelautan dan Perikanan. 24(1) : 28-34.
Sitio, F. W., Saam, Z., Zulkifli., 2015.Analisis pengaruh penambangan galian c
terhadap lingkungan perairan dan sosial ekonomi di Desa Kampung Pinang
Kecamatan Perhentian Raja Kabupaten Kampar. Perikanan. 43(1) : 12-24
Widowati, W., Sastiono, A., Jusuf, R. R., 2008. Efek toksik logam. Cv.Andi
Offset.

18

Anda mungkin juga menyukai