Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Skrining adalah suatu proses yang dilakukan untuk mengidentifikasi apakah


kebutuhan dan kondisi pasien dapat dipenuhi oleh sumber daya atau fasilitas yang ada di
rumah sakit yang dilakukan pada kontak pertama dengan pasien.
Skrining dapat dilaksanakan dengan menggunakan kriteria triase, penilaian visual,
atau berdasarkan pemeriksaan fisik., psikologik,pemeriksaan laboratorium, atau
pemeriksaan diagnostic imaging sebelumnya.
Penyesuaian kebutuhan pasien dengan misi dan sumber daya rumah sakit
tergantung dari informasi yang diperoleh saat melakukan skrining tentang kebutuhan
pasien,biasanya pada kontak pertama.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Skrining dilakukan terhadap pasien pada saat sebelum pasien masuk rumah sakit,
saat pasien tiba di rumah sakit atau saat pasien sudah di dalam rumah sakit.
Pada pasien yang datang lengsung ke rumah sakit, skrining dapat dilakukan melalui
telepon atau skrining dilakukan di tempat asal pasien yang dilakukan oleh petugas medis
Rumah Sakit Mitra Sehat Medika Pandaan.
Pasien yang akan dirawat atau terdaftar untuk mendapatkan pelayanan rawat jalan
adalah mereka yang kebutuhan dan kondisinya dapat dipenuhi oleh sumber daya dan misi
rumah sakit yang ddidentifikasi melalui proses skrining sebelumnya.
Informasi yang didapat melalui proses skrining penting dalam membuat keputusan
yang tepat tentang apakah pasien dapat dilayani atau harus dirujuk.

1. Jenis Skrining :
1.1. Skrining Non Medis :
Adalah skrining yang dilakukan pada saat pasien tiba di rumah sakit atau saat pasien
mendaftar, saat pasien di poliklinik rawat jalan, radiologi, laboratorium, dan fisioterapi
untuk menentukan pelayanan mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
pasien. Serta pelayanan yang dapat dipenuhi oleh rumah sakit dan dilakukan oleh
tenaga medis yang terlatih.
1.2. Skrining medis
Adalah skrining yang dilakukan melalui kriteria triase di UGD, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang (pemeriksaan laboratorium dan diagnostic imaging)
sebelumnya, yang dilakukan tenaga yang kompeten yaitu dokter atau perawat.

2
BAB III
TATA LAKSANA

1. Alur Skrining

Pasien tiba di RS

Skrining oleh petugas


RS

Bila tidak ada Bila ada kegawatan


kegawatan pada pada pasien
pasien

Pendaftaran pasien UGD


rawat jalan/ unit yang
dituju

2. Skrining Non Medis


Skrining ini dilakukan oleh tenaga-tenaga non medis yang berkontak langsung
dengan pasien saat pertama kali datang.
2.1. Petugas Non Medis(Security, Petugas pendaftaran dan petugas lain)
1. Melaksanakan skrining secara visual
2. Mengamati pasien yang masuk ke dalam ruang lingkup Rumah Sakit
Mitra Sehat Medika, bila melihat ada pasien yang terlihat kegawatan
seperti : sesak, nyeri perut hebat, lemas, pucat, muntah muntah dan lai-
lain maka petugas membantu pasien dan mengarahkan pasien ke UGD
untuk dilakukan triase di UGD.
3. Bila ada pasien yang membutuhkan bantuan, petugas non medis
menanyakan keluhan pasien tersebut (sambil melihat apakah ada
kegawatan pasien dibantu dan diarahkan ke UGD dan bila tidak ada
keadaan kegawatan pada pasien dan ingin berobat maka pasien
diarahkan ke pendaftaran.
Contoh :
Petugas : Selamat Pagi/ Siang/ Malam bu ada yang bisa saya
bantu (sambil mengamati kondisi pasien).
Pasien : Selamat Pagi/ Siang/ Malam pak Saya mau berobat,
pendaftaran dimana ya?
Petugas : (bila pasien terlihat sakit) ibu ada keluhan apa
sepertinya ibu terlihat pucat/nyeri?
(Bila pasien terlihat baik arahkan ke pendaftaran)

3
Pasien : Kepala saya pusing dan saya muntah-muntah
berulang
Petugas : Kalau begitu ibu sebaiknya ke UGD untuk
mendapatkan perawatan yang cepat, mari ibu saya temani (bantu
pasien hingga sampai ke UGD agar dapat dilakukan traise di UGD)
4. Bila petugas melihat kegawatan yang berhubungan dengan kehamilan
sepeti :ketuban pecah, perdarahan, kontraksi, dll, maka petugas
membantu pasien agar dibawa ke ruang bersalin dan ditindaklanjuti
oleh atau dokter yang bertugas.
5. Bila terdapat pasien kecelakaan, maka petugas diharapkan membantu
pasien hingga sampai ke UGD atau petugas menghubungi perawat
UGD untuk mengevakuasi pasien dengan benar.
2.2. Petugas Laboratorium, Radiologi, dan Fisioterapi
1. Melaksanakan skrining secara visual
2. Mengamati setiap pasien yang mau melakukan pemeriksaan
laboratoriumdan rontgen, petugas dapat melakukan pemeriksaan
pasien seperti suhu dan nadi, bila pasien terlihat ada kegawatan seperti
: nyeri hebat, pucat, lemas, sesak, demam, nadi lemah, dll maka
tanyakan keluhan pasien apa sudah berobat atau atau belum.
3. Bila pasien belum berobat dan datang hanya untuk pemeriksaan maka
sarankan pasien agar berobatke UGD agar mendapatkan pengobatan
dan tindak lanjut di UGD.
4. Bila pasien telah berobat, maka sarankan pasien ke UGD untuk
penanganan kegawatannya, sehingga dokter UGD dapat berkoordinasi
dengan DPJP untuk kegawatan pasien agar dapat ditindaklanjuti.
5. Setiap pasien yang diarahkan ke UGD petugas diharapkan membantu
pasien hingga sampai ke UGD dengan menggunakan kursi roda bila
diperlukan.
2.3. Petugas Farmasi
1. Melaksanakan skrining secara visual
2. Mengamati setiap pasien yang memberikan resep di apotek, bila pasien
terlihat kegawatan seperti nyeri hebat, pucat, lemas, sesak dll, maka
tanyakan keluhan pasien apa sudah berobat atau belum.
3. Bila pasien belum berobat dan datang hanya untuk pemeriksaan maka
sarankan pasien agar berobat ke UGD agar mendapatkan pengobatan
dan tindak lanjut di UGD.
4. Bila pasien telah berobat, maka sarankan pasien ke UGD untuk
penanganan kegawatannya, sehingga dokter UGD dapat berkoordinasi
dengan DPJP untuk kegawatan pasien agar dapat ditindaklanjuti.

4
5. Setiap pasien yang diarahkan ke UGD petugas diharapkan membantu
pasien hingga sampai ke UGD dengan menggunakan kursi roda bila
diperlukan.
2.4. Skrining Front Office (FO)
1. Melaksanakan skrining secara visual
2. Menanyakan tujuan kedatangan pasien dan memberikan penjelasan
tentang jenis-jenis pelayanan, waktu pelayanan, dan nama dokter
praktek di Rumah sakit Mitra Sehat Medika Pandaan.
3. Bila Pendaftaran via telepon maka ditanyakan keluhan pasien dan unit
yang akan dituju.
4. Melakukan skrining berdasarkan atas keluhan pasien, atau secara
kasat mata dicurigai ada kegawatan.
5. Bila ada kegawatan diminta untuk segera masuk ke UGD agar dapat
ditindak lanjuti oleh perawat atau dokter jaga yang bertugas saat itu
triase.
6. Jika sumber daya rumah sakit tidak sesuai dengan kebutuhan pasien,
maka pasien akan diarahkan ke rumah sakit lain, yang sesuai dengan
sarana pelayanan yang dibutuhkan pasien
7. Jika pasien hanya membutuhkan pelayanan penunjang, maka pasien
dapat mengetahui informasi apakah pelayanan tersebut dapat
dilakukan di Rumah Sakit Mitra Sehat Medika atau tidak dan setiap
pemeriksaan penunjang yang akan dilakukan harus selalu ada rujukan
ke Laboratorium atau Radiologi dari dokter.
8. Bila pasien hamil dan mempunyai keluhan di sekitar kehamilan, contoh
ketuban pecah, kontraksi, perdarahan, dll, maka pasien diminta untuk
ke ruang bersalin agar dapat ditindaklanjuti oleh bidan atau dokter jaga
yang bertugas saat itu.
9. Bila terdapat pasien kecelakaan, maka petugas menghubungi perawat
UGD agar perawat UGD dapat mengevakuasi pasien dengan benar.
3. Skrining Medis
3.1. Perawat di Unit Rawat Jalan
1. Skrining medis dilakukan oleh tenaga medis (perawat) yang berkontak
pertama dengan pasien.
2. Skrining medis oleh perawat dilakukan oleh perawat poli serta perawat
lain yang kontak pertama dengan pasien.
3. Ketika kontak pertama kali oleh pasien maka perawat menanyakan
keluhan pasien, sembari melihat kondisi pasien apakah ada kegawatan
atau tidak.
4. Pasien diarahkan ke pendaftaran (bila pasien dalam kondisi sehat dan
membutuhkan pengobatan) atau diarahkan ke UGD atau kamar

5
bersalin sesuai dengan keluhan pasien (bila pasien terdapat
kegawatan).
3.2. Perawat di Unit Gawat Darurat
5. Skrining medis dilakukan oleh tenaga medis (perawat) yang berkontak
pertama dengan pasien.
6. Skrining medis oleh perawat dilakukan oleh perawat UGD, sambil
melakukan anamnesa dengan pasien, perawat memeriksa TTV dan
melakukan triase.
7. Jika ada kegawatan maka perawat melakukan tindakan pertolongan
(live saving) dan melaporkanya pada dokter jaga.
8. Menganjurkan keluarga untuk melakukan pendaftaran.
9. Bila tidak ada kegawatan maka perawat melakukan tindakan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
10. Tenaga yang melakukan skrining secara visual telah mendapatkan
pelatihan PPGD dan skrining pasien.
3.3. Perawat Pada Permintaan Penjemputan Ambulan
1. Menanyakan nama jelas dan alamat lengkap pasien
2. Menanyakan kondisi pasien, meliputi kondisi umum dan keluhan
pasien.
3. Mempersiapkan sarana transportasi, mengirim tenaga keperawatan
dengan kriteria :
a. D3 Keperawatan
b. Minimal bekerja pada Unit Gawat Darurat selama 1 tahun
3.4. Perawat Ketika Menjemput Pasien.
1. Perawat melakukan skrining dengan pemeriksaan secara visual
tentang keadaan pasien
2. Melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi
pernapasan, frekuensi nadi dan saturasi O2.
3. Bila pasien dapat ditangani di Rumah sakit Mtra Sehat Medika maka
pasien segera dibawa ke rumah sakit Mitra Sehat Medika.
4. Apabila masalah penderita tidak dapat diterima di Rumah Sakit Mitra
Sehat Medika maka perawat mempersiapkan untuk dilakukan rujukan
ke tingkat rujukan yang lebih tinggi.
3.5. Dokter
1. Skrining medis dilakukan oleh dokter yang berkontak pertama dengan
pasien.
2. Skrining medis juga sekaligus dimaksudkan untuk mengidentifikasi
pasien-pasien asimptomatik yang beresiko mengidap gangguan
kesehatan serius.

6
3. Melalui proses skrining diharapkan dapat mengurangi morbiditas atau
mortalitas penyakit dengan penanganan dini terhadap kasus-kasus
yang ditemukan.
4. Skrining medis dilakukan melalui kriteria triase, anamnesa,
pemeriksaan fisik, psikologik, laboratorium klinik, atau diagnostic
imaging.
5. Pada kasus rujukan, skrining dapat dilakukan sebelum pasien tiba di
UGD bisa dilakukan via telepon maupun datang sendiri.
6. Bila pasien rujukan dilakukan dengan penjemputan, maka skrining
dilakukan ketika tim medis di tempat penjemputan.
7. Pasien hanya diterima apabila rumah sakit dapat menyediakan
pelayanan dan fasilitas yang dibutuhkan pasien rawat inap dan rawat
jalan dengan tepat.
4. Daftar pelayanan pasien Di Rumah Sakit Mira Sehat Medika Pandaan
Kebutuhan pasien akan pelayanan preventif, kuratif, rehabilitative dan paliatif
diprioritaskan berdasarkan kondisi pasien pada waktu proses admisi sebagai
pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap di Rumah Sakit Mitra Sehat Medika
Pandaan. Hal tersebut terdapat pada proses assesmen awal pasien yang
dilakukan oleh petugas.
4.1. Pelayanan preventif
Pelayanan preventif adalah usaha yang dilakukan untuk mencegah
terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.
1. Pemeriksaan pada ibu hamil untuk mendeteksi dini adanya kelainan pada proses
kehamilan
2. Pemeriksaan rutin tahunan (medical check up)
a. Pemeriksaan fisik head to toe
b. USG
c. Pemeriksaan lab. dll
3. Vaksinasi pada bayi dan anak- anak
a. Vaksin hepatitis B pada bayi baru lahir
b. Vaksin BCG
c. Vaksin Polio
d. Vaksin DTP
e. Vaksin Rotavirus
f. Vaksin Campak
g. Vaksin Influenza
h. Vaksin Varisela
i. Vaksin MMR
4.2. Pelayanan Kuratif
Pelayanan kuratif bertujuan untuk merawat dan mengobati pasien yang
menderita penyakit.

7
a. Dukungan penyembuhan dan perawatan pasien penderita TB
b. Rawat inap pasien dewasa
c. Rawat inap anak - anak
d. Pertolongan persalinan dan Sectio Secarea
e. Rawat inap Ibu hamil dan nifas patologis
f. Rawat Inap bayi baru lahir
4.3. Pelayanan Rehabilitatif
Pelayanan rehabilitative adalah upaya pemulihan kesehatan bagi pasien
dengan panyakit tertentu yang mengurangi fungsi organ tubuh pasien.
a. Latihan fisik oleh perawat fisioterapi
1. Pasien stroke
2. Pasien post op patah tulang
3. dll
b. Latihan fisik bagi pasien penderita TBC yaitu latihan batuk dan nafas
4.4. Pelayanan Paliatif
Pelayanan paliatif adalah pelayanan interdisipliner yang berfokus pada
pasien dengan penyakit serius atau mengancam jiwa.
a. Perawatan pasien di ruang HCU

5. Pemeriksaan penunjang berdasarkan diagnosa penyakit :


5.1. Kasus Obstetri Gynekologi
a. Abortus Imminens
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi), untuk memeriksa detak jantung
janin dan menentukan apakah embrio berkembang normal. Pada
abortus imimnen, mungkin terlihat kantung kehamilan (gestational
sac – GS) dan embrio yang normal.
3. Pemeriksaan darah (darah lengkap: dapat ditemukan kondisi
anemia)
b. Abortus Insipiens
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi), untuk memeriksa detak jantung
janin dan menentukan apakah embrio berkembang normal.
3. Pemeriksaan darah (darah lengkap: dapat ditemukan kondisi
anemia atau lekositosis pada abortus infeksiosa)
4. Pemeriksaan jaringan (patologi anatomi) dilakukan pada kasus
yang meragukan misalnya pada jaringan yang keluar didapatkan
gelembung seperti mola.
c. Abortus Inkompletus

8
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) Pada abortus inkompletus,
kantung kehamilan umumnya pipih dan iregular serta terlihat
adanya jaringan plasenta sebagai masa yang echogenik dalam
cavum uteri.
3. Pemeriksaan darah (darah lengkap: dapat ditemukan kondisi
anemia atau lekositosis pada abortus infeksiosa)
4. Pemeriksaan jaringan (patologi anatomi) dilakukan pada kasus
yang meragukan misalnya pada jaringan yang keluar didapatkan
gelembung seperti mola.
d. Abortus Kompletus
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi).
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat
tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.
4. Pemeriksaan darah.
e. Abortus Kompletus
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi).
Pada abortus kompletus, endometrium nampak saling mendekat
tanpa visualisasi adanya hasil konsepsi.
3. Pemeriksaan darah.
f. Abortus Infeksiosa / Terinfeksi
1. Tes kehamilan : positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu
setelah abortus.
2. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi), mulai adanya sisa jaringan di
cawan uteri
3. Pemeriksaan darah (darah lengkap: dapat ditemukan kondisi anemia
atau lekositosis pada abortus infeksiosa)
4. Pemeriksaan jaringan (patologi anatomi) dilakukan pada kasus yang
meragukan misalnya pada jaringan yang keluar didapatkan
gelembung seperti mola.
g. Kehamilan Ektopik
1. Pemeriksaan Laboratorium
• Kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit
• Tes kehamilan / plano test
2. Pemeriksaan USG
Didapatkan tanda-tanda cairan bebas

9
Terlihat kantong gestasi di luar kavum uteri.
3. Pemeriksaan Kuldosentesis (Douglass Punctie)
Untuk mengetahui dalam kavum douglasi ada darah.
h. Hiperemesis Gravidarum
1. Laboratorium:
• Urinalisa lengkap
• Gula darah
• Elektrolit
• Fungsi hati
• Fungsi ginjal
2. USG: menilai dan memastikan kehamilan.
i. Pre Eklamsia Ringan (PER)
1. Proteinuri > 0,3 gr/I/24 jam atau +/++
2. Hb, PVC, trombosit, asam urat
3. USG
4. NST
j. Pre Eklamsia Berat (PEB)
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien dengan
preeklamsia berat adalah pemeriksaan laboratorium. Hasil yang
diharapkan adalah:
1. Proteinuria (2,0 gram/24 jam atau > +2 pada dipstik)
2. Trombositopenia (<100.000/mm3)
3. Creatinin serum >1,2 mg/dl kecuali apabila diketahui telah meningkat
sebelumnya
4. Hemolisis mikroangiopatik (LDH meningkat)
5. Peningkatan LFT (SGOT,SGPT)
k. Eklamsia
1. Laboratorium lengkap
2. Ultrasonografi
3. Cardiotokografi
4. Pemeriksaan surfaktan dalam cairan ketuban
5. Pemeriksaan kadar estiiol dalam air kencing
l. Ketuban Pecah Dini(KPD)
1. USG : membantu menentukan usia kehamilan, letak janin, berat
janin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
2. Pemeriksaan darah lengkap, bila lekosit meningkat > 15.000/mm³
curigai adanya infeksi intra uterine
3. Dilakukan CTG

6.2. Penyakit Pada Anak dan Neonatus

10
a. Bronkiolitis
1. Pemeriksaan darah tepi tidak khas.
2. Pada pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat terlihat gambaran
hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral serta dapat terlihat bercak konsolidasi
yang tersebar.
3. Analisis gas darah dapat menunjukan hiperkarbia sebagai tanda air
trapping, asidosis respiratorik atau metabolik.
b. Diare tanpa Dehidrasi
1. Pemeriksaan tinja
a. makroskopik dan mikroskopik
b. pH, dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi laktosa
c. bila pedu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi (culture
dan sensitivity test)
2. Pemeriksaan analisa gas darah
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan serum elektrolit terutama kadar natrium, kalium, calsium
dan fosfor (terutama pada penderita diare yang disertai kejang)
5. Pemeriksaan kadar glukosa darah bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
c. Diare dengan Dehidrasi Ringan
1. Pemeriksaan tinja
a. makroskopik dan mikroskopik
b. pH, dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi laktosa
c. bila pedu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi (culture
dan sensitivity test)
2. Pemeriksaan analisa gas darah
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan serum elektrolit terutama kadar natrium, kalium, calsium
dan fosfor (terutama pada penderita diare yang disertai kejang)
5. Pemeriksaan kadar glukosa darah bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
d. Diare dengan Dehidrasi berat
1. Pemeriksaan tinja
a. makroskopik dan mikroskopik
b. pH, dan kadar gula dalam tinja dengan kertas lakmus dan tablet
clinitest, bila diduga terdapat intoleransi laktosa
c. bila pedu dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi (culture
dan sensitivity test)

11
2. Pemeriksaan analisa gas darah
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal
4. Pemeriksaan serum elektrolit terutama kadar natrium, kalium, calsium
dan fosfor (terutama pada penderita diare yang disertai kejang)
5. Pemeriksaan kadar glukosa darah bila terdapat tanda-tanda
hipoglikemia.
e. Hepatitis Akut
1. Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia :
infestasi cacing, leukositosis : infeksi bakteri.
2. Urin : bilirubin urin
3. Biokimia :
a. Serum bilirubin direk dan indirek
b. ALT (SGPT) dan AST (SGOT)
c. Albumin, globulin
d. Glukosa darah
e. Koagulasi : faal hemostasis terutama waktu protrombin
4. Petanda serologis :
a. IgM antiHAV, HbsAg, IgM anti HBc, Anti HDV, Anti HCV, IgM
Leptospira, kultur urin untuk leptospira, kultur darah-empedu.
b. USG hati dan saluran empedu : Apakah terdapat kista duktus
koledokus, batu saluran empedu, kolesistitis ; parenkim hati, besar
limpa.
f. Kejang Demam
1. Pemeriksaan laboratorium
Darah perifer lengkap, elektrolit, gula darah, urinalisis dan biakan
darah, urin, atau feses. Pemeriksaan rutin lainnya tidak dianjurkan
2. Pemeriksaan radiologi:
X-ray kepala, CT Scan kepala atau MRI tidak rutin dan hanya
dikerjakan atas indikasi
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS):
Tindakan pungsi lumbal untuk pemeriksaan CSS dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis.
Pada bayi kecil, klinis meningitis tidak jelas, maka tindakan pungsi
lumbal dikerjakan dengan ketentuan sebagai berikut:
e. Bayi < 12 bulan: diharuskan
f. Bayi antara 12-18 bulan: dianjurkan
g. Bayi > 18 bulan: tidak rutin, kecuali bila ada tanda-tanda menigitis
4. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG):
Tidak direkomendasikan, kecuali pada kejang demam yang tidak khas
(misalnya kejang demam komplikata pada anak usia >6 tahun atau
kejang demam fokal)

12
g. Ketoasidosis Diabetik
1. Kadar glukosa darah.
2. Elektrolit darah (tentukan corrected Na) dan osmolalitas serum.
3. Analisis gas darah, BUN dan kreatinin.
4. Darah lengkap (pada KAD sering dijumpai gambaran lekositosis), HbA1c,
urinalisis (dan kultur urine bila ada indikasi).
5. Foto polos dada.
6. Keton urine (dan atau keton darah)
h. Pneumoni
1. Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung
jenis bergeser ke kiri.
2. Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah
menunjukkan keadaan hipoksemia (karena ventilation perfusion
mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat
tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik, asidosis
metabolik, dan gagal nafas.
3. Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi
dapat membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon
terhadap penanganan awal.
4. Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di
seluruh lapangan paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis
biasanya sebanding dengan derajat klinis penyakitnya, kecuali pada
infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya lebih berat daripada
keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
 Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
 Penebalan pleura pada pleuritis
 Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura,
pneumomediastinum, pneumotoraks, abses, pneumatokel
i. Asfiksia Neonatorum
1. Laboratorium : darah rutin,analisa gas darah, serum elektrolit
2. Foto polos dada
3. USG kepala
j. Sepsis Neonatorum
1. Leukositosis (> 25.000 x 109/L)                        
2. Leukopenia (< 4.000 x 109/L)                            
3. Netrofil muda > 10%                      
4. Perbandingan netrofil immatur (stab) dibanding total (stab+segmen)
atau I/T ratio > 0,2                                                 
5. Trombositopenia < 100.000 x 109/L)
CRP > 10 mg/dl atau 2 SD dari normal, peningkatan IgM
k. Demam Thypoid
13
1. Darah tepi perifer :
a. Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang,
defisiensi Fe, atau perdarahan usus
b. Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
c. Limfisitosis relative
d. Trombositopenia, terutama pada dema tipoid berat
2. Pemeriksaanserologi
a. Serologi widal : kenaikan titer S typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4
kali titer fase akut ke fase konvalesens
b. Kadar Igm dan IgG (typhi-dot)
3. Pemeriksaan biakan Salmonella
a. Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan peyakit
b. Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
4. Pemeriksaan Radiologik :
a. Fototoraks, apabila di duga terjadi komplikasi pneumonia
b. Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal
seperti perforasi usus atau perdarahans aluran cerna
c. Pada perforasi usus tampak :
• Distribusi udara tak merata
• Airfluid level
• Bayangan radioluscent di daerah hepar
• Udara beba spada abdomen
l. DHF (Dengue Hemoraghic Fever)
1. Darah perifer, kadar hemoglobin, leukosit dan hitung jenis, hematokrit,
trombosit. Pada apusan darah perifer juga dapat dinilai limfosit plasma
biru, peningkatan 15% menunjang diagnosis DBD.
2. Pemeriksaan radiologis
 Pemeriksaan foto dada, dilakukan atas indikasi (1) dalam keadaan
klinis ragn-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat kelainan
radiologis pada peremhesan plasma 20-40%, (2) pemanlauan
klinis, sebagai pedoman pemberian cairan.
 Kelainan radiologi, dilatasi pembuluh darah paru terutama hilus
kanan, hemithoraks kanan lebih radio opak dibandingkan kiri, kubah
diafragma kanan lebih tinggi daripada kiri, dan efusi pleura.
m. Infeksi Saluran Kemih
Biakan air kemih :
Dikatakan infeksi positif apabila :
1. Air kemih tampung porsi tengah : biakan kuman positif dengan jumlah
kuman ≥105/ml, 2 kali berturut-turut.

14
2. Air kemih tampung dengan pungsi buli-buli suprapubik : setiap kuman
patogen yang tumbuh pasti infeksi. Pembiakan urin melalui pungsi
suprapubik digunakan sebagai gold standar.
Dugaan infeksi :
1. Pemeriksaan air kemih : ada kuman, piuria, torak leukosit
2. Uji kimia : TTC, katalase, glukosuria, lekosit esterase test, nitrit test.
Mencari faktor resiko infeksi saluran kemih :
1. Pemeriksaan ultrasonografi ginjal untuk mengetahui kelainan struktur
ginjal dan kandung kemih.
2. Pemeriksaan Miksio Sisto Uretrografi/MSU untuk mengetahui adanya
refluks.
3. Pemeriksaan pielografi intra vena (PIV) untuk mencari latar belakang
infeksi saluran kemih dan mengetahui struktur ginjal serta saluran
kemih.
n. Sindrom Nefrotik
1. Pada urinalisis ditemukan proteinuria masif (3+ sampai 4+), dapat
disertai hematuria.
2. Pada pemeriksaan darah didapatkan hipoalbuminemia (< 2,5 g/dl),
hiperkolesterolemia, dan laju endap darah yang meningkat, rasio
albumin/globulin terbalik. Kadar ureum dan kreatinin umumnya 
normal kecuali ada penurunan fungsi ginjal.
o. Hipoglikemi pada Bayi Baru Lahir
1. Pemeriksaan kadar glukosa darah, baik menggunakan strip reagen /
glucose sticks (hasilnya 15% lebih rendah dari kadar dalam plasma),
maupun melalui laboratorium (darah vena)
2. Pemeriksaan urin rutin, khususnya reduksi urin pada waktu yang
sama dengan pengambilan sampel gula darah
3. Kadar elektrolit darah jika fasilitas tersedia
p. Kurang Energi Protein
1. Laboratorik :
terutama Hb, albumin, serum ferritin
2. Anthropometrik :
BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut
umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat
badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut
tinggi badan)
3. Analisis diet
q. Diabetes Melitus Type 1
1. Kadar glukosa darah puasa dan 2 jam setelah makan > 200 mg/dl.
2. Ketonemia, ketonuria.
3. Glukosuria.

15
4. Bila hasil meragukan atau asimtomatis, perlu dilakukan uji toleransi
glukosa oral (oral glucosa tolerance test).
5. Kadar C-peptide.
 Marker imunologis : ICA (Islet Cell auto-antibody), IAA (Insulin auto-
antibody), Anti GAD (Glutamic decarboxylase auto-antibody).1
r. Alergi Makanan
1. Uji kulit :
Sebagai pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup
seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu kucing, tepung sari rumput,
atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
2. Darah tepi :
Bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit
5000/ml disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi
makanan.
3. IgE total dan spesifik:
Harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar
IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita
adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi
imun seluler.
6.3. Bedah
a. Tumor Parotis
1. C-foto dengan kontras (sialografi) dilakukan pada kista parotis, untuk
melihat ada batu (sialolit) dan sumbatan saluran kelenjar parotis
(duktus Stenoni).
2. X-foto kepala AP/lateral dilakukan pada karsinom parotis yang
infiltrasi ke tulang mandibula.
3. CT Scan diperlukan pada tumor ganas parotis yang mobilitasnya
terbatas, untuk mengetahui luas infiltrasi serta menentukan
operabilitas. CT Scan ini dapat dikerjakan bersama-sama sialografi
(CT Sialografi)
4. Biopsi
 Fine needle aspiration (FNA)
 Biopsi insisional untuk tumor ganas parotis yang inoperabel
b. Kanker Payudara
Diagnosis : Tripel diagnostik :
1. Klinis
2. Mammografi atau USG Mamma
3. FNA, pemeriksaan patologi spesimen operasi ( frozen section atau
paraffin block )
Staging
1. T : Klinis, imaging, patologi ( jenis histologi, derajat diferensiasi )

16
2. N : Klinis, imaging, biopsi sentinal node
3. M : Klinis, imaging ( X-foto toraks, USG abdomen, bone scan, CT-scan,
MRI )
c. Tumor Testis
1. Penanda tumor ( beta hCG, AFP )
2. Foto toraks
3. USG testis & abdomen
4. CT-scan bila tersedia
d. Karsinoma Tyroid
1. Pemeriksaan radiologis :
a. X-foto leher AP/Lat : untuk mengetahui ada kalsifikasi yang
berbentuk seperti pasir, penyempitan atau pendorongan trakea oleh
karsinom tiroid yang besar.
b. X-foto thoraks AP/lat : untuk mengetahui ada metastasis dalam
bentuk coin lesion, efusi pleura, osteolitik tulang dinding thoraks.
2. Pemeriksaan laboratorium :
a. Kadar kalsitonin serum meningkat pada karsinoma tipe meduler
b. Penanda tumor human thyroglobulin (hTG) untuk follow-up
keganasan tiroid diferensiasi baik (tipe papiler dan folikuler)
3. Biopsi:
FNAB : untuk screening keganasan tiroid
e. Pembesaran Kelenjar Getah Bening
1. FNAB, biopsi eksisional, atau biopsi insisional
2. DL - LED
3. Tumor marker bila ada fasilitas
4. Pemeriksaan serologis (TB-DOT, toksoplasma)
5. CT-scan bila ada indikasi
f. Tumor Jinak dan Tumor Non Neoplastik Kulit
1. Diagnosis : Pemeriksaan patologi spesimen operasi
2. Staging : - (hanya untuk tumor ganas)
g. Varises Tungkai
-
h. Hemoroid
Proktoskopi, sigmoidoskopi
i. Apendisitis
Laboratorium rutin, USG abdomen (kalau diperlukan)
j. Fistula Perianal
Fistulografi : pada kasus fistel yang kompleks
k. Peritonitis Umum /Peritonitis Generalisata
Pemeriksaan Laboratorik:
1. Pemeriksaan darah lengkap : lekositosis dapat lebih dari 25.000/mm³
atau lekopeni kurang dari 4.000/mm³
2. Pemeriksaan darah lain seperti faal pembekuan darah, fungsi faal hati,
fungsi ginjal, serum elektrolit, kadar gula darah diperlukan untuk

17
mengetahui kondisi umum pasien dan berat peritonitis yang terjadi. Pada
proses yang sudah lanjut dapat terjadi gagal organ multipel.
Pemeriksaan Radiologik:
Pada foto polos abdomen 3 posisi dapat terlihat ada gambaran udara bebas
atau tampak pelebaran jarak loop usus yang berdekatan. Pada 70% kasus
perforasi gaster akan memberikan gambaran udara bebas di bawah
diafragma sedang perforasi apendiks hampir tidak dijumpai udara bebas
Peritoneal fat line dan peritoneal psoas shadow menghilang karena edema.
l. Batu Saluran Kemih
1. Laboratorik:
a. Urinalisis
 Lekosituria
 Hematuria
 Proteinuria
b. Biakan urine, test kepekaan antibiotik
c. Darah lengkap, kreatinin serum, BUN, asam urat, kalsium, phospor.
Klirens kreatinin apabila BSK pada kedua ginjal
d. Analisis Batu
2. Radiologik :
a. Foto polos abdomen: 80% Batu saluran Kemih (BSK) radio-opak
b. IVP: dapat menentukan dengan tepat letak batu, terutama batu-batu
yang radiolusen
c. USG : dikerjakan bila terdapat batu radiolusen, gangguan fungsi ginjal
dan curiga pionefrosis
Renogram : untuk mengetahui fungsi ginjal satu persatu maupun
obstruksi pada gagal ginjal (atas indikasi)
m. Benigna Hipertrofi Prostat (BPH)
1. Laboratorium : serum kreatinin, BUN, PSA (Prostate Specific Antigen)
2. Radiologi : - USG Urologi  estimasi volume prostat
- TRUS  Trans Rectal Ultra Sonografi
3. Uroflowmetri
n. Hematothoraks
Laboratorium : pemeriksaan DL, saturasi O2
Radiologi : foto polos toraks, CT scan toraks, USG toraks
o. Hematuria
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Urinalisis lengkap
b. Kultur-urin dan test kepekaan antibiotik
c. Sitologi-urin : indikasi pemeriksaan ini terjadi lebih kuat apabila
hematuria tanpa disertai nyeri atau keluhan miksi yang lain. Urin untuk

18
pemeriksaan sitologi adalah urin yang ditampung setelah penderita
melakukan aktivitas fisik, bukan urin pertama pagi hari.
d. Pemeriksaan darah lengkap
e. Pemeriksaan faal ginjal
f. Pemeriksaan faal hemostatis, bila ada kecenderungan perdarahan di
tempat lain
g. Kalau bisa pemeriksaan titer anti streptolisin O, khususnya pada anak-
anak.
2. Pemeriksaan “Rotgen”
a. Foto polos abdomen (BOF)
b. Pielografi intravena
c. USG
d. CT Scan (atas induksi)
3. Pemeriksaan Sistoskopi :
Segera dikerjakan bila urin masih merah. Bila urin sudah tidak merah
lagi, sitoskopi dikerjakan setelah ada hasil pemeriksaan yang disebutkan
di atas dan hasilnya tidak menggugurkan indikasi untuk sistoskopi. Kalau
perlu sekaligus dikerjakan pielografi-retrograd dan atau pengambilan
“sample” urin utnuk pemeriksaan sitologi.
6.4. Penyakit Dalam
a. Diabetes Melitus
Pemeriksaan laboratorium
1. Hb, leukosit, hitung jenis leukosit, laju endap darah
2. Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan
3. Urinalisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur, kreatinin
4. SGPT, albumin / globulin
5. Kolesterol total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida
6. A1 C
7. Albuminuria mikro
Pemeriksaan penunjang lain:
EKG, foto toraks, funduskopi
b. Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
Pemeriksaan Cito : gula darah, elektrolit, ureum, kreatinin, aseton darah,
urin rutin, analisis gas darah, EKG
Pemantauan
1. Gula darah : tiap jam
2. Na+ , K+, CI : tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan .
3. Analisis gas darah : bila pH < 7 saat masuk→ diperiksa setiap jam s.d
pH >7,1. Selanjutnya setap hari sampai stabil.
Pemeriksaan lain (sesuai indiksai): kultur darah, kultur urin, kultur pus.
c. Hypertensive Heart Disease

19
Pemeriksaan penunjang
Foto rongent dada :
Pembesaran jantung, distensi vena pulmonaris dan redistribusinya ke
apeks paru (opasifikasi hilus paru bisa sampai ke apeks), peningkatan
tekanan vaskular pulmonar, kadang – Elektrokardiografi : Membantu &
menunjukkan etiologi gagal jantung (infark, iskemia, hipertrofi, dan lain-
lain) dapat ditemukan low votage, T inversi, QS, depresi ST, dan lain-lain.
Laboratorium
1. Kimia darah (termasuk ureum, kreatinin, glukosa, elektrolit), hemoglobin,
tes fungsi tiroid, tes fungsi hati, dan lipid darah
2. Urinalisa untuk mendeteksi proteinuria atau glukosuria.
Ekokardiografi
Dapat menilai dengan cepat dengan informasi yang rinci tentang fungsi
dan struktur jantung, katup dan perikard. Dapat ditemukan fraksi ejeksi
yang rendah < 35 – 40 % atau normal, kelainan katup (stenosis mitral,
regurgitasi mitral, stenosis trikuspid atau regurgitasi trikuspid), hipertrofi
ventrikel kiri, dilatasi atrium kiri, kadang – kadang ditemukan dilatasi
ventrikel kanan atau atrium kanan, efusi perikard, tamponade, atau
perikarditiskadang di temukan efusi pleura.
d. Sindrom Koroner Akut
1. EKG
2. Foto rongent dada
3. Petanda biokimia : darah rutin, CK, CKMB, Troponin T, dll
4. Profil lipid, gula darah, ureum, kreatinin
5. Ekokardigrafi
6. Tes treadmill (untuk stratifikasi setelah infark miokard)
7. Angiografi koroner
e. Osteoartritis
1. LED (pada OA inflamatif, LED akan meningkat)
2. Analisis cairan sendi
3. Radiografi sendi yang terserang
Artroskopi
f. Demam Berdarah Dengue (DBD)
1. Laboratorium
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin,hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk
melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma
biru.
Saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik
terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG lebih banyak.
Parameter laboratoris yang dapat diperiksa antara lain:

20
1. Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ketiga dapat
ditemui limfosit relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada
fase syok akan meningkat.
2. Trombosit : umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
3. Hematokrit : kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit > 20% dari hematokrit awal, umumnya mulai
pada hari ketiga demam.
4. Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Diner,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau
kelainan pembekuan darah.
5. Protein/albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma.
6. SGOT/SGPT dapat meningkat
7. Ureum,kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
8. Elektrolit : sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
9. Golongan darah dan cross match : bila diberikan transfuse darah
atau komponen darah.
10. Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue.
11. IgM : terditeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
12. IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terditeksi pada hari ke 14, pada
infeksi sekunder IgG mulai terditeksi pada hari ke 2
2. Pemeriksaan radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura terutama pada hemitoraks kanan
tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura dapat
dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan rongen dada sebaiknya
dalam posisi lateral dekubitus kananan (pasien tidur pada sisi badan
sebelah kanan). Asites dengan efusi pleura dapat pula dideteksi dengan
pemeriksaan USG.Pemeriksaan darah rutin dilakukan untuk menapis
pasien tersangka.
g. Demam Tifoid
Pemeriksaan Darah perifer lengkap, tes fungsi hati, serologi, kultur darah
(biakan empedu).
h. Sepsis dan Renjatan Septik
DPL, tes fungsi hati, ureum kreatinin, gula darah,AGD, elektrolit, kultur
darah dan infeksifokal(urin, pus,sputum, dan lain-lain) disertai uji kepekatan
mikroorganisme terhadap antimikroba, foto toraks.
i. Fever Of Unknown Origin

21
Pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imunologi,
radiologi, EKG, biopsi jaringan tubuh, pencitraan, sidikan (scanning),
endoskopi / peritoneoskopi, angiografi, limfografi, tindakan bedah
(laparatomi percobaan), uji pengobatan
j. Intoksikasi Organofosfat
1. Laboratorium klinik
 analisa gas darah
 darah lengkap
 serum elektrolit
 pemeriksaan fungsi hati
 pemeriksaan fungsi ginjal
 sedimen urin
2. EKG
 Deteksi gangguan irama jantung
3. Pemeriksaan radiologi
Dilakukan terutama bila curiga adanya aspirasi zat racun melalui
inhalasi atau dugaan adanya perforasi lambung.
k. Penyakit Ginjal Kronik
DPL, ureum, kreatinin, UL, tes klirens kreatinin (TTK), elektrolit (Na, K, Cl,
Ca, P, Mg), profil lipid, asam urat serum, gula darah, AGD, SI, TIBC, feritin
serum, hormon PTH, albumin, globulin, USG ginjal, pemeriksaan
imunologi, hemostasis lengkap, foto polos abdomen, renogram, foto toraks,
EKG, ekokardiografi, biopsi ginjal, HBs Ag, Anti HCV, Anti HIV.
l. Gagal Ginjal Akut (CGA)
1. Tes fungsi ginjal
2. DPL
3. Urinalisis elektrolit
4. AGD
5. Gula darah
m. Hipertensi
Urinalisis, tes fungsi ginjal, gula draah, elektrolit, profil lipid, foto toraks,
EKG; sesuai penyakit penyerta : asam urat, aktivitas renin plasma,
aldosteron, katekolamin urin, USG pembuluh darah besar, USG ginjal,
ekokardigrafi
n. Krisis Hipertensi
Pemeriksaan penunjang dilakukan dua cara yaitu :
1. Pemeriksaan yang segera seperti :
a. darah : darah rutin, BUN, creatinine, elektrolit, gula darah.
b. urine : Urinalisa dan kultur urine.
c. EKG : 12 Lead, melihat tanda iskemi, untuk melihat adanya hipertrofi
ventrikel kiri ataupun gangguan koroner
22
d. Foto dada : apakah ada oedema paru (dapat ditunggu setelah
pengobatan terlaksana).
2. Pemeriksaan lanjutan (tergantung dari keadaan klinis dan hasil
pemeriksaan yang pertama) :
a. Sangkaan kelainan renal : IVP, Renal angiography ( kasus
tertentu), biopsi renal (kasus tertentu).
b. Menyingkirkan kemungkinan tindakan bedah neurologi : Spinal tab,
CT Scan.
c. Bila disangsikan Feokhromositoma : urine 24 jam untuk
Katekholamine, metamefrin, venumandelic Acid (VMA).
USG (USG Abdomen) untuk melihat struktur ginjal dilaksanakan
sesuai kondisi klinis pasien
o. Infeksi HIV /AIDS
1. Anti-HIV ELISA
2. Anti-HIV Western Blot
3. Antigen p-24
4. Hitung CD4
5. Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR
6. Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis infeksi oportunistik
p. Ulkus Peptikum
1. Endoskopi saluran cerna bagian atas
2. Barium dobel kontras
3. Pemeriksaan kuman Helicobacter Pylori dengan menggunakan Tes
Serologi, CLO (Campylobacter Like Organism), UBT (Urease Breath
Test) dan biakan.
q. Dispepsia
Endoskopi saluran cerna bagian atas dan biopsi, pemeriksaan terhadap
adanya infeksi Helicobacter pylori, pemeriksaan fungsi hati, amilase dan
lipase, fostase alkali dan gamma GT, USG Abdomen
r. Hematemesis Melena
DPL, hemostasis lengkap atau masa perdarahan, masa pembekuan, masa
protrombin, elektrolit (Na, K, CI), pemeriksaan fungsi hati (cholinesterase,
albumin/globulin, SGOT/SGPT, petanda hepatitis B dan C), endoskopi SCBA
diagnostik atau foto rontgen OMD, USG hati.
s. Hematoskezia
1. Laboratorium :
• DPL tiap 6 jam, analisis gas darah, elektrolit
• Pemeriksaan hemostatis lengkap
• Pemeriksaan etiologi: Kultur Widal-Gall, serologi amuba, serologi IDT
amuba, kultur salmonella-Shigella feses-urin, pemeriksaan mikroskopik
parasit di feses

23
2. Kolonoskopi, ileoskopi, jejunoskopi, dan biopsi. Pada demam tifoid
kolonoskopi sebaiknya dilakukan bila demam sudah menghilang dan
keadaan umum membaik
3. Foto abdomen 3 posisi
4. Colon in loop kontras ganda
5. USG abdomen
6. CT Scan abdomen / foto usus halus
7. Foto dada
8. EKG
t. Sirosis Hati
1. (DPL, SGOT, SGPT, Fosfatase alkali, albumin, kolin esterase, PT,
seromarker hepatitis), USG, biopsi hati, endoskopi saluran cerna bagian
atas, analisis cairan asites.
2. Laboratorium : rasio albumin dan globulin terbalik.
u. Hepatoma (Hepatocellular Carsinoma ) / Kanker Hati Seluler (KHS)
1. Laboratorium :
- peningkatan AFP,
- fosfatase alkali
- PIVKA II,
- SGOT, SGPT
- Seromarker hepatitis (HBsAg, anti HCV)
2. Radiologi :
- USG : lesi fokal / difus di hati CT Scan, biopsi hati
v. Hepatitis Virus Akut
Laboratotium :
1. SGOT
2. SGPT
3. Fosfatase alkali
4. Bilirubin
5. Seromarker (IgM anti HAV, HBs Ag, IgM anti HBc, anti HCV, IgM anti
HEV)
w. Abses Hati
1. Laboratorium : DPL, SGPT, bilirubin, serologi amuba
2. USG : rongga dalam hati
3. Aspirasi : kultur cairan pus
x. Perlemakan Hati Non Alkoholik
1. Laboratorium : gula darah, profil lipid, SGOT, SGPT, fosfatase alkali,
gamma GT, seromarker hepatitis, ANA, anti ds DNA
2. USG
3. Biopsi hati
6.5. Ortophedi

24
a. Fraktur (Patah Tulang)
1. X-Ray untuk menentukan diagnosis yang pasti dan penting untuk
perencanaan penatalaksanaan.
2. Pemeriksaan radiolosi :
- Tentukan tulang yang fraktur, bagiannya, ekstensi ke sendi, jenis
garis fraktur
- Dibuat minimal dengan 2 proyeksi (AP dan lateral)
- Mencakup 2 sendi (distal dan proksimal)
- Pada Px anak dibuat juga x-ray dari sisi yang sehat (untuk
perbandingan)
- Pemeriksaan radiologi khusus seperti tomografi, penggunaan zat
kontras, CT- Scan, MRI, Radio isotope, scanning, USG dll
3. Pemeriksaan laboratorium : darah dan urine.
b. Fraktur Terbuka (Patah Tulang Terbuka)
1. Laboratorium : darah rutin
2. Radiologi : Foto Rontgen minimal 2 proyeksi (AP dan lateral, aksial,
tangensial)
c. Dislokasi
Foto roentgen sendi bersangkutan minimal dua proyeksi
d. Fraktur Femur
Foto Rontgen Femur AP/Lat
e. Fraktur Patella
Foto Rontgen Femur AP/Lat
f. Fraktur Cruris
Foto Cruris AP/Lat
g. Dislokasi Sendi Lutut
Foto rontgen genu AP dan lateral
h. Ruptur Tendon Achilles
-
i. Ruptur Meniskus
1. Rontgen genu AP dan lateral
2. MRI
3. Arthroscopy
4. Arthrogram
j. Dislokasi Bahu
Foto Shouder AP
6.6. Saraf
a. Kejang /Epilepsi Status ( Generalized Tonic Clonic Status)
1. Laboratorium
Darah: kimia darah, hematologi, dan kadar obat-obat anti epileptik di
dalam darah, gas darah.

25
2. EEG harus dikerjakan untuk waktu rekaman lebih dari 30 menit.
3. EKG
b. Stroke Iskemik Akut
Untuk ketepatan dan kecepatan diagnosis, perlu tersedia fasilitas standar
untuk pemeriksaan berikut ini:
1. CT (computed tomography) scan
Pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras harus dilakukan sesegera
mungkin setelah penderita tiba di ruang gawat darurat.
2. EKG (elektrokardiografi)
Karena pentingnya iskemia dan aritmia jantung, serta penyakit jantung
lainnya sebagai penyebab stroke, maka pemeriksaan EKG harus
dilakukan pada semua penderita stroke akut.
3. Kadar gula darah
Pemeriksaan kadar gula darah sangat diperlukan karena pentingnya
diabetes mellitus sebagai salah satu faktor risiko utama stroke.
Tingginya kadar gula darah pada stroke akut berkaitan dengan
tingginya angka kecacatan dan kematian. Selain itu, dengan
pemeriksaan dapat diketahui adanya hipoglikemia yang memberikan
gambaran klinis menyerupai stroke.
4. Elektrolit serum dan faal ginjal
Pemeriksaan ini diperlukan, terutama berkaitan dengan kemungkinan
pemberian obat osmoterapi pada penderita stroke yang disertai
peningkatan tekanan intrakranial dan keadaan dehidrasi.
5. Darah lengkap (hitung sel darah)
Pemeriksaan darah lengkap diperlukan untuk menentukan keadaan
hematologik yang dapat mempengaruhi stroke iskemik, misalnya
anemia, polisitemia, dan keganasan.
6. Faal hemostasis
Pemeriksaan jumlah trombocyte, waktu prothrombin (PT) dan
thromboplastin (aPTT) diperlukan terutama berkaitan dengan
penggunaan obat antikoagulan dan trombolitik.
7. X-fototoraks
Pemeriksaan radiologik toraks berguna untuk menilai besar jantung,
adanya kalsifikasi katup jantung, maupun edema paru.
8. Pemeriksaan lain yang diperlukan pada keadaan tertentu (sesuai
indikasi) adalah : tes faal hati, saturasi oksigen, analisis gas darah,
toksikologi, kadar alkohol dalam darah, pungsi lumbal (bila ada dugaan
perdarahan subaraknoid, tetapi gambaran CT scan normal), EEG
(elektro-ensefalografi) terutama pada paralysis Todd.
c. Perdarahan Subarachnoid
1. Darah

26
Darah lengkap: kimia darah (kadar glukosa, serum elektrolit, tes faal
ginjal dan hati), Faal hemostasis (PT, aPTT)1,4
2. Punksi lumbal: jangan dikerjakan apabila diduga perdarahan intra
serebral. CT scan / MRI kepala nampak jelas area hiperdens /
hiperintens sejak awal serangan
d. Stroke PIS (Perdarahan Intra Cerebra)l
1. Darah: Darah lengkap: kimia darah (kadar glukosa, serum elektrolit, tes
faal ginjal dan hati), Faal hemostasis (PT, aPTT)1,3
2. Punksi lumbal: jangan dikerjakan apabila diduga perdarahan intra
serebral. CT scan / MRI kepala nampak jelas area hiperdens /
hiperintens sejak awal serangan
e. Meningitis TB
Pemeriksaan Radiologi:
1. X-foto Thorax, Waters, Mastoid, dan lain-lain (untuk mencari fokus
primer).
2. CT Scan kepala + kontras / MRI kepala.
3. Punksi lumbal: tekanan meningkat, jumlah sel meningkat sampai ribuan
terutama polimorfonuklear, kadar protein meningkat, kadar glukosa
menurun.
4. CT Scan kepala dengan kontras sebelum dilakukan punksi lumbal.
Pada keadaan CT Scan kepala tidak dimungkinkan dan tidak
didapatkan kontra indikasi, maka tindakan LP dapat dilakukan.1
Selain pemeriksaan secara rutin, perlu diperiksa:
1. Hapusan (smear) pengecatan gram, fiksasi dengan pooled serum.
2. Kultur dapat dari darah, cairan serebrospinal atau fokus infeksi: OMP,
sinusitis, gigi.
f. Meningitis Bakterial
Pemeriksaan Radiologi:
1. X-foto Thorax, Waters, Mastoid, dan lain-lain (untuk mencari fokus
primer).
2. CT Scan kepala + kontras / MRI kepala.
3. Punksi lumbal: tekanan meningkat, jumlah sel meningkat sampai ribuan
terutama polimorfonuklear, kadar protein meningkat, kadar glukosa
menurun.
4. CT Scan kepala dengan kontras sebelum dilakukan punksi lumbal.
Pada keadaan CT Scan kepala tidak dimungkinkan dan tidak
didapatkan kontra indikasi, maka tindakan LP dapat dilakukan.1,3
Selain pemeriksaan secara rutin, perlu diperiksa:
1. Hapusan (smear) pengecatan gram, fiksasi dengan pooled serum.
2. Kultur dapat dari darah, cairan serebrospinal atau fokus infeksi: OMP,
sinusitis, gigi

27
g. Tumor Intra Kranial
1. Foto polos tengkorak
2. Neurofisiologi: EEG, BAEP
3. CT Scaning/MRI Kepala + kontras
h. Koma
1. Darah: fungsi ginjal, fungsi hati, kadar gula darah, elektrolit
2. Oftalmoskop
3. Punksi lumbal bila tidak ada papil bendung
4. Eko-ensefalografi
5. CT scan
6. MRI
7. Elektro-ensefalografi
i. Sindrom Guillian Barre
1. Pungsi lumbal
Didapatkan disosiasi sitoalbumin (kenaikan kadar protein
tanpa diikuti kenaikan sel) pada minggu kedua. Pada minggu pertama,
kadar protein masih normal.2,3
2. Elektrodiagnostik
a. AIDP:
 Konduksi sensoris sering nihil, bila muncul, latensi distal sangat
memanjang, kecepatan hantar saraf sangat lambat, dan amplitudo
rendah.
 Konduksi motoris, distal latensi sangat memanjang, dan kecepatan
hantar saraf sangat lambat. Bisa didapatkan blok konduksi atau
dispersi temporal pada stimulasi proksimal.
 F-wave dan H-reflex sangat memanjang atau nihil.
b. AMSAN:
 Konduksi sensoris nihil, atau amplitudo rendah dengan distal latensi
dan kecepatan hantar saraf normal.
 Konduksi motoris nihil, atau amplitudo rendah, dengan distal latensi
dan kecepatan hantar saraf normal.
c. AMAN:
Pemeriksaan konduksi saraf sama dengan AMSAN, kecuali konduksi
sensoris normal.
j. Maistenia Gravis
1. Darah: Darah lengkap: kimia darah (kadar glukosa, serum elektrolit, tes faal ginjal
dan hati), Faal hemostasis (PT, aPTT)2,3
2. Punksi lumbal: jangan dikerjakan apabila diduga perdarahan intra serebral. CT
scan / MRI kepala nampak jelas area hiperdens / hiperintens sejak awal serangan.

28
BAB IV
DOKUMENTASI

Pendokumentasian skrining terutama skrining medis, didokumentasikan dalam


berkas rekam medis. Tujuan pendokumentasian ini untuk mengikuti perkembangan penyakit
dan evaluasi pengobatan ataupun penanganan, serta nantinya akan digunakan untuk bahan
perencanaan pemulangan pasien.

29

Anda mungkin juga menyukai