Anda di halaman 1dari 4

Gejala Klinik Dispepsia

Kriteria diagnosis Rome III mengatakan didiagnosis sebagai dispepsia fungsional bila
terdapat salah satu gejala atau lebih dari kriteria dibawah ini yang telah berlangung minimal
selama tiga bulan dengan rentang waktu enam bulan, yaitu :

- Rasa penuh dan cepat kenyang


- Nyeri epigastrium
- Rasa terbakar di epigastrium
- Tidak ada penyakit struktural

Selain itu juga dinyatakan bahwa dispepsia ditandai dengan adanya satu atau lebih
dari gejala dispepsia yang diperkirakan berasal dari daerah gastroduodenal. Kriteria dispepsia
memiliki utilitas terbatas dan terbagi atas 2 kelompok berdasarkan bukti yang tersedia, yaitu
kelompok yang berhubungan dengan makanan, dan kelompok yang berhubungan dengan
nyeri. Pada klinis, pengelompokan ini tidak dipergunakan dan kriteria dispepsia tetap
diaplikasikan. Mual dan muntah juga memiliki kriteria sendiri dalam kelompok lain yang
berbeda di luar dari dispepsia (Chang, 2006).

Gejala seperti penurunan berat badan, timbulnya anemia, melena, muntah yang
prominen, merupakan petunjuk awal akan kemungkinan adanya penyebab organik yang
membutuhkan pemeriksaan penunjang diagnostik secara lebih intensif seperti endoskopi dan
sebagainya (Djojoningrat, 2007).

Pemeriksaan Penunjang

Keluhan dispepsia yang berulang dalam waktu cukup lama tanpa adanya perburukan dapat
mengindikasikan tidak adanya proses serius. Beberapa pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan antara lain terdiri dari: endoskopi, pemeriksaan laboratorium, ultrasonografi
(USG), radiologis, pencitraan, dan Urease breath test (UBT) yang akan diuraikan sebagai
berikut :

1. Endoskopi
Insiden kegansan meningkat seiring dengan bertambahnya usia (terutama 55 tahun),
maka pemeriksaan endoskopi diindikasikan pada :
a. Pasien > 55 tahun dengan dispepsia awitan baru atau
b. Pasien < 55 tahun namun memiliki tanda bahaya yaitu :
 Anemia
 Perdarahan
 Muntah terus menerus
 penurunan berat badan > 10% tanpa sebab yang jelas
 disfagia yang memberat
 odinofagia
 riwayat keganasan lambung atau duodenum pada keluarga
 riwayat keganasan esofagus
 riwayat ulkus peptikum sebelumnya yang terdokumentasi
 massa intraabdomen , atau
 limafadenopati.

Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak


membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan di
esofagus, lambung dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan warna
mukosa, lesi, tumor jinak atau ganas. Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan
perlu diperhatikan di antaranya adalah esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus,
tumor jinak atau ganas yang umumnya lokasinya di bagian distal esofagus (Hadi,
2002).

Pemeriksaan endoskopi dapat mengidentifikasi kelainan struktural dan


mukosa, seperti gastritis, ulkus ataupun keganasan , sekaligus dapat dilakukan biopsi
jaringan untuk pemeriksaan H pylori dan melihat gambaran ganas atau jinak pada
histopatologi. Meskipun demikian, biopsi dapat melewatkan 5 - 10 % kasus
keganasan, terutama bila pasien telah mendapat terapi antibiotik atau antisekretorik
asam lambung.

2. Pemeriksaan laboratorium
Biasanya banyak digunakan ntuk gangguan fungsi pankreas (amilase dan lipase),
fungsi tiroid, mau pun gula darah. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan
adalah pemeriksaan darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah
bila ditemukan leukositosis berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja,
jika tampak cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia ulcer, sebaiknya
diperiksa asam lambung (Hadi, 2002).
3. Ultrasonografi (USG)

USG dilakukan untuk menilai kelainan pankreatobilier, misal batu empedu atau
kolesistitis. Endoscopic retrograde cholangiopancreaticography (ERCP) dan
Endoskopi Ultrasonografi ( EUS ) dapat menilai sistem pankreatobilier dengan lebih
detail seperti koledokolitingis, pankreatitis, atau pseudokista pancreas. Ultrasonografi
(USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhir-akhir ini makin banyak
dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnosis dari suatu penyakit. Apalagi
alat ini tidak menimbuikan efek samping, dapat digunakan setiap saat dan pada
kondisi penderita yang berat pun dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan alat USG pada
dispepsia terutama bila ada dugaan kearah keiainan di traktus biliaris, pankreas,
keiainan tiroid, bahkan juga ada dugaan tumor di esofagus dan lambung (Hadi, 2002).

4. Radiologis
Pemeriksaan radiologis banyak menunjang diagnosis suatu penyakit di saluran makan.
Setidak-tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologis terhadap saluran makan
bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal
akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak
antiperistaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga
sedikit barium yang masuk ke usus. Pada tukak di lambung, maupun di duodenum
akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi
kontras media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya reguler, semisirkuler,
dengan dasar licin. Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang
ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari lambung berubah.
Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti
terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestin terutama di jejenum yang
disebut sentinal loops (Hadi, 2002).
5. Pencitraan
Pencitraan dengan barium meal dapat digunakan untuk melihat kelainan struktur
mukosa atau adanya massa, terutama bila endoskopi tidak dapat masak akibat
penyempitan.
6. Urease breath test (UBT)
Digunakan sebagai baku emas untuk evaluasi infeksi H. pylori dengan sensitivitas dan
spesifisitas cukup tinggi hingga mencapai 95%.
Chang L. 2006. From Rome to Los Angeles-The Rome III Criteria for the Functional GI
Disorders. Medscape Gastroenterology. (Available from: http://www. medscape.
com/viewarticle/533460, Diakses 23 Oktober 2011).

Anda mungkin juga menyukai