Anda di halaman 1dari 5

PEMERIKSAAN DISPEPSIA

Dispepsia merupakan suatu kondisi dimana fungsi atau daya pencernaan terganggu. Dispepsia biasanya ditandai dengan keluhan berupa rasa nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Dispepsia merupakan hal yang umum terjadi dan biasanya disebabkan oleh GERD (gastroesophageal reflux disease) atau gastritis namun pada beberapa kasus juga dapat menjadi gejala awal dari peptic ulcer disease/ ulkus peptik atau bahkan kanker. Beberapa pemeriksaan perlu dilakukan untuk mendiagnosis dispepsia. Pemeriksaan awal seperti anamnesis dan pemeriksaan fisik dapat membantu dokter dalam menetapkan masalah dan diagnosis awal yang kemudian dapat dibantu dengan pemeriksaan lanjutan untuk menunjukkan diagnosis pasti. PEMERIKSAAN AWAL Anamnesis Anamnesis yang akurat diperlukan oleh seorang dokter untuk memperoleh gambaran akan keluhan yang terjadi, karakteristik keterkaitan dengan penyakit tertentu, keluhan bersifat lokal atau manfestasi gangguan sistemik. Harus terjadi persepsi yang sama antara dokter dan pasien dalam menginterpretasikan keluhan yang dialami pasien sehingga diagnosis dapat lebih tepat dan terarah. Pada anamnesis perlu ditanyakan : Keluhan utama Riwayat penyakit sekarang Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit keluarga Riwayat sosial Pada pemicu keluhan utama yang dialami pasien adalah nyeri ulu hati yang yang sudah dialami selama 2 minggu. Sejak 1 tahun yang lalu pasien sering mengalami nyeri ulu hati, kembung, dan sendawa namun sembuh setelah minum obat seperti promag dan waisan. Ayah dan ibu juga menderita penyakit yang sama. Pasien merupakan karyawan berdedikasi tinggi, sering makan tidak teratur, dan baru putus hubungan dengan pacarnya 2 bulan yang lalu. Berdasarkan lokasi nyeri, dapat dipikirkan kemungkinan kelainan yang terjadi : Lokasi nyeri Dugaan sumber nyeri Epigastrium gaster, pankreas, duodenum Periumbilikus usus halus, duodenum Kuadran kanan atas hati, duodenum, kantung empedu Kuadran kiri atas pankreas, limpa, gaster, kolon, ginjal Perlu diketahui kualitas nyeri yang dialami pasien. Namun hal ini tidak mudah terutama di Indonesia dimana ekspresi bahasa tidak sama untuk menggambarkan rasa nyeri. Pada dasarnya harus dibedakan antara nyeri kolik seperti pada obstruksi intestinal dan bilier, nyeri yang bersifat tumpul seperti pada batu ginjal, rasa seperti diremas pada kolesistitis, rasa panas seperti pada esofagitis, dan nyeri tumpul yang menetap pada apendisitis.

Intensitas nyeri juga dapat membantu dalam diagnosis penyakit. Pada keadaan akut, intensitas nyeri dapat diurutkan dari yang paling hebat sampai nyeri yang cukup ringan sesuai dengan urutan penyakit berikut : perforasi ulkus, pankreatitis akut, kolik ginjal, obstruksi ileus, kolesistitis, apendisitis, tukak peptik, gastroenteritis, dan esofagitis. Pada nyeri kronik banyak faktor psikologis yang berperan sehingga lebih sulit dalam menentukan diagnosis. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik digunakan untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat seperti tumor, organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang peritoneal atau peritonitis. Dari pemeriksaan fisik pada pemicu didapatkan nyeri tekan pada epigastrium dan perut sekitar pusar. Hati dan limpa tidak teraba. Dari anamnesis yang tepat dibantu pemeriksaan fisik yang baik, seorang dokter sudah dapat menentukan etiologi dan diagnosis penyakit yang dialami pasien. Pada kasus dispepsia, etiologi yang mungkin adalah : Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna seperti tukak gaster/duodenum, gastritis, tumor, atau infeksi bakteri Helicobacter pylori. Obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin, dll. Penyakit pada hati, pankreas, dan sistem bilier seperti hepatitis, pankreatitis, dan kolesistitis kronik. Dispepsia fungsional pada kasus yang tidak terbukti adanya gangguan pada organik dan struktural yang dapat menjelaskan gejala-gejala yang terjadi. Sering juga disebut dispepsia non ulkus. PEMERIKSAAN LANJUTAN Pemeriksaan Endoskopi Endoskop merupakan alat yang digunakan untuk memeriksa organ di dalam tubuh manusia secara visual dengan cara mengintip melalui alat tersebut atau melalui layar monitor sehingga kelainan yang ada pada organ dapat terlihat dengan jelas. Pemeriksaan endoskopi adalah pemeriksaan penunjang yang memakai alat endoskop untuk mendiagnosis kelainan-kelainan organ dalam tubuh antara lain saluran cerna, saluran kemih, rongga mulut, rongga abdomen, dll.

Sumber : http://www.medhelp.org/adam/graphics/images/en/15849.jpg

Untuk pemeriksaan endoskopi saluran pencernaan bagian atas, terdapat beberapa jenis yaitu : Esofagogastroduodenoskopi Jejunoskopi Enteroskopi Kapsul endoskopi Pada kasus dispepsia, pemeriksaan endoskopi yang digunakan adalah esofagosgastroduodenoskopi. Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dispepsia tersebut disertai oleh keadaan yang disebut alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama dan terjadi pada usia di atas 45 tahun. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik, terutama keganasan, sehingga memerlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik pemeriksaan ini dapat mengidentfikasi dengan akurat adanya kelainan struktural/organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor, dll. Pemeriksaan dengan endoskopi juga dapat memiliki fungsi lain yaitu biopsi/ pengambilan contoh jaringan yang dicurigai untuk didapatkan gambaran histopatologiknya atau mengidentifikasi adanya bakteri seperti Helicobacter pylori.

Sumber : http://www.littleleakers.com/images/EGD.gif

Pemeriksaan Ultrasonografi Pemeriksaan ini sangat berguna untuk mengidentifikasi kelainan padat intra abdomen, misalnya batu kandung empedu, kolesistitis, sirosis hati, dll. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau tumor. Pemeriksaan ini terutama bermanfaat pada kelainan yang bersifat penyempitan dan obstruktif yang tidak dapat dilewati oleh skop endoskopi.

Pada pemeriksaan radiologi untuk saluran cerna bagian atas, digunakan barium sulfat yang merupakan medium kontras yang dapat dilihat oleh sinar X. Saat pasien menelan suspensi barium, suspensi itu akan melapisi esofagus dengan barium sehingga imaging dapat dilakukan.

Sumber : http://top.ucsf.edu/media/112124/barium%20swallow.jpg

Rapid Urease Test Tes Rapid Urease atau tes CLO (Campylobacter like organism) merupakan tes untuk mendiagnosis keberadaan Helicobacter pylori. Dasar dari tes ini adalah untuk mendeteksi enzim urease yang dihasilkan oleh Helicobacter pylori yang mana akan mengkatalisasi konversi urea menjadi amonia dan bikarbonat. Tes ini dilakukan bersamaan dengan gastroskopi. Biopsi dari mukosa akan diambil dari antrum lambung, lalu dimasukkan ke dalam medium yang mengandung urea dan indikator fenol merah. Urease yang dihasilkan Helicobacter pylori akan menghidrolisis urea menjadi amonia yang mana akan meningkatkan pH dari medium sehingga warna spesimen akan berubah dari kuning menjadi merah. Urea Breath Test Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk deteksi infeksi Helicobacter pylori secara non invasif. Cara kerjanya adalah dengan menyuruh pasien menelan urea yang mengandung isotop karbon. Bila ada aktivitas dari urease Helicobacter pylori maka akan dihasilkan isotop karbon dioksida yang diserap dan dikeluarkan melalui pernapasan. Hasilnya dinilai dengan membandingkan kenaikan ekskresi isotop dibandingkan dengan nilai dasar. Bila hasilnya positif maka terdapat infeksi Helicobacter pylori. Penggunaan UBT memiliki kelebihan dibandingkan dengan tes yang menggunakan biopsi karena tes ini dianggap mewakili seluruh permukaan mukosa lambung. Polymerase Chain Reaction PCR merupakan salah satu pilihan yang baik untuk tes keberadaan Helicobacter pylori karena memiliki sensitivitas yang tinggi (94-100%) serta spesifisitas yang tinggi (100%). Bahan yang digunakan adalah spesimen biopsi baik yang sudah diparafin maupun bekas tes urease seperti CLO. Keuntungannya adalah kemampuan untuk mendeteksi infeksi dengan intensitas rendah bahkan ekspresi dari berbagai gen bakteri. Selain biopsi muka lambung, PCR dapat pula mendeteksi infeksi

Helicobacter pylori dengan memeriksa cairan lambung yang perlu dijaga agar jangan sampai terjadi kontaminasi baik dari skop enoskopi maupun rongga mulut atau plak gigi karena dapat memberikan hasil positif palsu. DAFTAR PUSTAKA 1. Hartanto H et al. Kamus kedokteran Dorland ed 29. Jakarta : EGC; 2002. 2. Fauci et al. Harrisons principles of internal medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill Companises; 2008. 3. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (ed). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2009.

Anda mungkin juga menyukai