Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) 1950

DISUSUN OLEH:
1. RISFA WELIANA PUTRI
2. RAHMATULLAH
3. FEI HENGKI

SMAN 1 KOTABARU

Jl. Berangas Raya KM 4.0 Nomor 39 A, Sigam, Pulau Laut Utara, Kab. Kotabaru,
Kalimantan Selatan 72112
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah,dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Pemberontakan PKI Madiun 1948. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal secara
berkelompok sehingga dapatmemperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu, kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbukakami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalahilmiah ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah ini
tentang bermanfaat untuk teman temansekalian dan dapat memberikan inpirasi terhadap
pembaca.
DAFTAR ISI

COVER .................................................................................................................................................
KATA PENGANTAR .........................................................................................................................
DAFTAR ISI ........................................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................................................
A. Latar Belakang ...........................................................................................................................
B. Rumusan masalah ......................................................................................................................
C. Tujuan ........................................................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN .....................................................................................................................
A. Latar Belakang pemberontakan APRA .....................................................................................
B. Dimulainya serangan APRA .....................................................................................................
C. Reaksi pemerintah Indonesia untuk menumpas APRA .............................................................
D. Dampak kegagalan APRA .........................................................................................................
BAB III PENUTUP..............................................................................................................................
A. Kesimpulan dan saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSAKA.................................................................................................................................
 
BAB I 
PENDAHULUANA
 
A. Latar Belakang
Pergerakan Ratu Adil yang sempat mengadakan kudeta militer di Indonesia,
Angkatan perang yang didirikan oleh bekas tentara Belandayang juga dibantu oleh orang
pribumi. Kudeta berdarah ini memakan banyak korban dari kalanganTentara Nasional
Indonesia. Tentara ini adalah tentara Pro Belanda yang mengadakan kudeta di masa
Revolusi Indonesia.gerakan ini mengadakan pemberontakan karena mereka tidak suka
pada pengaruh Soekarno.Gerakan ini melakukan pergolakan di daerah Jawa, mereka
pernah berhasil menguasai Kota Bandung, tetapi mereka tidak berhasil menguasai. Kota
kota lain yang berada di daerah daerah lainnya.Dalam pergolakan ini mereka juga sempat
meminta bantuan kepada Tentara Islam Indonesia, tetapi bantuan dari Tentara Islam
Indonesia tidak datang sesuai perjanjian.
Westerlingtidak sendirian dalam melakukan aksinya di juga dibantu oleh salah satu
sultan yaitu, Sultan Hamid II.Gerakan ini juga melakukan banyak pembantaian kepada
masyarakat yang ada didaerah Sulawesi. Nama dari gerakan ini diambil dari ramalan
Buku Jawa Kuno (Kitab Jayabaya),didalam kitabtersebut di ramalkan bahwa pada suatu
saat nanti akan muncul seseorang yang akan menegakan hukum dan juga akan
membebaskan rakyat Indonesia dari segala bentuk penjajahan dan juga belenggunya.
gerakan ini merencanakan pembunuhan terhadap banyak anggota pemerintahan
diantaranya Sultan Hamengkubuwono dan Ali Budiarjo namun upaya yang sudah
direncanakan ini tidak berhasil di realisasikan, malahan otak dari konspirasi itu dapat
diketahui.Otak dari gerakan tersebut salah satunya berhasil ditangkap oleh Tentara
Nasional Indonesiayaitu Sultan Hamid II yang juga salah satu dari anggota RIS, namun
Raymond Westerling berhasil melarikan diri ke luar Negeri dengan menumpang
pesawat Catalina Milik Belanda.

B. Rumusan masalah
1. Apa yang melatar belakangi terjadinya pemberontakan APRA ?
2. Kapan dimulainya serangan APRA ?
3. Reaksi pemerintah Indonesia untuk menumpas APRA ?
4. Apa dampak kegagalan APRA ?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui latar belakangi terjadinya pemberontakan APRA
2. Untuk mengetahui Kapan dimulainya serangan APRA
3. Untuk mengetahui Reaksi pemerintah Indonesia untuk menumpas APRA 
4. Untuk mengetahui dampak kegagalan APRA 
BAB II
PENDAHULUAN

Ratu Adil adalah mitologi yang sakral di dalam masyarakat Indonesia. Ratu Adil berasal
dari ramalan Jayabaya, yaitu pemimpin yang akan memerintah rakyat dengan adil dan bijaksana,
sehingga keadaan akan aman dan rakyat makmur sejahtera. Namun, bagaimana jika mitologi
tersebut justru dijadikan sebagai salah satu propaganda politik, seperti yang dilakukan oleh
Westerling beserta Angkatan Perang Ratu Adil nya (APRA). Dengan menggunakan embel-
embel Ratu Adil, Westerling mencoba mencari simpati rakyat untuk melakukan pemberontakan
terhadap pemerintah Republik Indonesia.

A. Latar Belakang Pemberontakan APRA


Di antara anggota pasukan Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL) banyak yang
tidak puas terhadap hasil keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB). Ringkasnya mereka
tidak suka dengan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang pada waktu itu
bernama RIS.
Apalagi KNIL harus bergabung ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia
Serikat (APRIS) bersama Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bagi TNI sebagai pejuang
kemerdekaan yang setia tentu saja agak sulit menerima kehadiran KNIL, begitupula bagi
KNIL sulit bergabung dengan TNI sebab mereka pernah berhadapan satu sama lain dalam
pertempuran pada masa Perang Kemerdekaan.
Kecemburuan KNIL terhadap TNI  semakin menjadi setelah diputuskan bahwa pimpinan
APRIS harus berasal dari TNI. Hal ini diperparah dengan sambutan rakyat yang lebih
simpatik terhadap keberadaan TNI.

Pada titik inilah, kaum reaksioner yang subversif memanfaatkan situasi untuk terus menyebar
hasutan guna merongrong pemerintah Indonesia.
Pada pertengahan November 1949, muncul seorang tokoh militer Belanda, Raymond
Pierre Westerling, yang mulai menyusun kekuatan dengan menarik anggota KNIL yang
didemobilisasikan.

Raymond Westerling pemimpin APRA

Westerling dikenal sebagai seorang militer yang berpengalaman dan kejam. Perjalanan
hidupnya di Indonesia diwarnai dengan genangan darah. Pada awalnya, ia ditugaskan
sebagai Kapten Tentara Kerajaan Belanda untuk melumpuhkan semangat juang rakyat di
Sulawesi Sealatan.

Kedatangannya di Sulawesi Selatan disertai 150 anggota Corps Speciale Troepen. Dalam


melaksanakan tugasnya itu, ia membunuh 40.000 rakyat Sulawesti Selatan. Selesai
bertugas di Sulawesi, ia ditarik ke Jawa Barat sebagai pimpinan atas 1.500 orang Speciale
Troepen.Westerling kembali melakukan pembantaian terhadap penduduk di Cibarusah,
Cikalong, Tasikmalaya, dan Cirebon. Di Jawa Barat, Westerling terus berusaha
melebarkan sayap. Kekejamannya itu mendapat penghargaan dari pihak yang berjuang di
pihak Belanda.
Akan tetapi Pemerintah Belanda, akhirnya memecat Westerling dari dinas
ketentaraan. Namun, hal ini ternyata lebih memberikan keleluasaan kepadanya. Ia bisa
lebih dekat dan semakin aktif melakukan kegiatan bersama unsur-unsur penentang
Republik Indonesia.

Bebas dari tugas militer, Westerling justru membentuk gearakan dengan nama Ratu Adil.
Dengan nama ini gerakan Westerling semakin mendapat simpati rakyat. Dalam waktu
yang realtif singkat, ia telah berhasil mengumpulkan modal dan pengikut sebanyak 8.000
orang termasuk para bekas pasukan Belanda.

Tujuan APRA dan kaum kolonialis yang ada di belakangnya adalah mempertahankan
bentuk federal di Indonesia dan mempertahankan adanya tentara tersendiri pada setiap
negara-negara bagian RIS. Tujuan ini bertolak belakang dengan hasil Konferensi Antar-
Indonesia di Yogyakarta yang telah menyetujui bahwa APRIS adalah Angkatan Perang
Nasional.

B. Dimulainya Serangan APRA


Tidak lama setelah APRA dibentuk, Westerling mengajukan ultimatum kepada
Pemerintah RIS agar kekuasaan militer daerah Pasundan diserahkan sepenuhnya kepada
APRA. Ia menilai TNI kurang mampu menjalankan tugas itu dan meminta agar APRA
dijadikan pasukan resmi.
Pemerintah RIS menganggap ultimatum itu sebagai sebuah kekonyolan. Oleh karena itu,
Westerling mulai berusaha merebut kekuasaan dengan kekerasan.

Target utama dari kebengisan Westerling adalah Jakarta dan Bandung. Setelah menyusun
rencana, APRA mulai bergerak di sekitar Cililin, di bawah pimpinan dua orang Inspektur
Polisi Belanda, van Beeklen dan van der Meula. Gerakan APRA yang terdiri dari sekitar 800
orang di antaranya 300 anggota KNIL bersenjata lengkap menyerang kota Bandung pada
pagi hari tanggal 23 Januari 1950.

Walaupun satu hari sebelum serangan pimpinan Divisi Siliwangi telah mensinyalir adanya
suatu gerakan dari sekelompok orang bersenjata yang bergerak dari Cimahi menuju kota
Bandung, tetap saja Westerling berhasil memasuki kota itu. Keesokan harinya APRA telah
memasuki kota Bandung dan secara ganas membunuh setiap anggota TNI yang dijumpai.

Pasukan APRA di Bandung

Gerombolan APRA berhasil menduduki Markas Staf Divisi Siliwangi, pertempuran tidak
berimbang pun terjadi antara 150 orang APRA melawan 18 orang anggota TNI.
Pertempuran itu menyebabkan 15 orang, termasuk Lenan Kolonel Lemboh gugur,
sedangkan hanya 3 orang yang berhasil melarikan diri.

Korban APRA di Bandung


Secara keseluruhan gerakan APRA di kota Bandung menyebabkan 79 anggota APRIS
gugur dan banyak penduduk sipil menjadi korban pembantaian.

C. Reaksi Pemerintah Indonesia  untuk Menumpas APRA


Pemerintah RIS segera bereaksi dengan mengirimkan bala bantuan ke Bandung untuk
menghentikan APRA. Di Jakarta juga segera diadakan perundingan antara Moh. Hatta
sebagai Perdana Menteri RIS dengan Komisaris Tinggi Belanda. Hasilnya, Mayor Jenderal
Engels, Komandan Tentara Belanda di Bandung mendesak Westerling untuk pergi dari kota
itu.
Setelah terdesak, gerombolan APRA pergi meninggalkan Bandung. Setelah meninggalkan
Bandung, gerombolan APRA menyebar ke berbagai wilayah dan terus dikejar oleh Apris.
Dengan bantuan rakyat,, gerombolan APRA yang telah berceceran berhasil dilumpuhkan
oleh TNI.
Selain ke Bandung, gerakan APRA juga diarahkan ke Jakarta. Di daerah ini, Westerling
mengadakan kerjasama dengan Sultan Hamid II yang menjadi menteri negara tanpa
portofolia di dalam kabinet RIS.

Untuk mewujudkan ambisinya, Westerling dan Sultan Hamid II menyusun rencananya


sebagai berikut:

1. APRA akan menyerang gedung tempat Kabinet RIS bersideng.


2. Semua Menteri RIS akan diculik
3. Menteri Pertahanan (Sultan Hamengku Buwono IX), Sekjen Kementrian Pertahanan (Ali
Budiarjo) dan Pejabat Kepala Staf Angkatan Perang (Kol. T. B. Simatupang) akan
dibunuh.

Supaya publik tertipu, Sultan Hamid II juga akan ditembak di tangan atau kakinya agar orang
mengira bahwa ia juga termasuk yang akan dibunuh Westerling. Sultan Hamid II dijanjikan
oleh Westerling akan dijadikan Menteri Pertahanan jika rencana itu sukses.
Akan tetapi berkat kesigapan APRIS, usaha APRA di Jakarta juga menemui kegagalan.
Meskipun demikian  Westerling dengan gerombolannya masih terus mencoba untuk
mencapai tujuannya. Tetapi usahanya tetap berujung pada kegagalan.
Sementara itu, Westerling yang melihat indikasi kegagalan rencananya, memilih
melarikan diri dengan pesawat Catalina Angkatan Laut Belanda ke Singapura pada 22
Februari 1950. Di Singapura, Westerling justru ditahan polisi setempat dengan tuduhan telah
memasuki wilayah itu tanpa izin.
Westerling menjalani hukuman selama satu bulan di Singapura. Pemerintah Indonesia
berusaha menuntut agar buronannya tersebut diserahkan kepada Indonesia. Namun, tuntutan
itu ditolak mentah-mentah oleh pihak Inggris, dengan alasan bahwa RIS tidak punya
perjanjian dengan Inggris tentang hal itu.

Sementara itu Sultan Hamid II yang ikut serta dalam rencana makar tersebut baru
tertangkap pada 5 April 1960.

Presiden Soekarno di depan Singan DPR RIS menyampaiakan pidato yang


menegaskan sikap pemerintah untuk menumpas pemberontakan Westerling. Selanjutnya,
ia mengingatkan pula agar rakyat, khususnya umat Islam agar tidak terpancing dan masuk
gerakan pemberontak.

D. Dampak Kegagalan APRA


Kegagalan gerakan APRA justru meningkatkan sikap anti-federal negara-negara bagian
RIS. Usaha untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah pusat RIS semakin keras.
Pada tanggal 30 Januari 1950, R. A. A Wiranatakusumah, Wakil Negara Pasundan
mengundurkan diri dan pada tanggal 8 Februari Perdana menteri mengangkat Sewaka
sebagai penggantinya dengan jabatan komisaris RIS di Pasundan.
Gerakan unitarisme juga meluas ke daerah-daerah lain. Negara Jawa Timur yang dibentuk
oleh Belanda dalam Konferensi Bondowoso, akhirnya dibubarkan setelah dididesak oleh
rakyat. Selanjutnya, Gubernur Jawa Timur, Samadikoen, pada tanggal 27 Februari
mengeluarkan suatu intruksi kepada segenap residen, bupati, walikota serta aparat
bawahannya dari bekas Negara Jawa Timur agar menyerahkan pimpinan daerahnya masing-
masing kepada pejabat Republik Indonesia yang telah ditujuk sebelumnya.
Tindakan tersebut diambil oleh Gubernur untuk meredakan suasana panasa di kalangan
rakyat yang menuntut dibubarkannya Negara Jawa Timur. Selain Negara Jawa timur, Negara
Madura juga ikut bergabung ke dalam wilayah RI.

Di Sumatra Selatan, tuntutan hampir unitarisme juga muncul dan mencapai puncaknya
pada awal tahun 1950. Oleh karena itu, RIS harus menerima pembubaran itu. Pada 24 Maret
1950, pemerintah RIS meresmikan pembubaran Negara Sumatra Selatan dan daerahnya
dimasukkan ke lingkungan provinsi Sumatra Selatan di bawah RI.
Peristiwa unitarisme Sumatra Selatan kemudian  disusul dengan pembubaran Daerah
Istimewa Bangka Belitung penyerahannya dilaksanakan pada tanggal 23 April 1950.
Di Sulawesi Selatan, gerakan-gerakan menuju unitarisme mendapatkan tantangan dari
golongan federal yang ingin mempertahanakan Negara Indonesia Timur (NIT). Berbagai
demonstrasi yang menuntut pembubaran NIT terjadi di Ujungpandang, Gorontalo, Poso,
Donggala, Takalar, dan Jeneponto.  Meskipun sempaat muncul peberontakan Andi Aziz,
tetapi keinginan rakyat Sulawesi untuk melepaskan diri dari NIT tidak kendor.
Sebelum pemerintah RIS dengan resmi membubarkan NIT, rakyat provinsi Sulawesi,
Maluku, dan Nusa Tenggara telah menyatakan melepaskan diri dari ikatan NIT dan
menggabungkan diri dengan RI. Pernyataan tersebut kemudian diwujudkan dalam bentuk
proklamasi yang dikeluarkan di Polongbangkeng pada tanggal 17 April 1950 dan
ditandatangai oleh Makkaraeng Dg. Djarung yang mengatasnamakan gubernur-gubernur
Provinsi Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara.

Tindakan Westerling di Jawa Barat serta Pengkhinatan Sultan Hamid II juga telah diprotes
oleh rakyat Kalimantan. Di daerah ini sejak awal 1950 telah terjadi pergolokanan yang
menuntut unitarisme.
Pada pertengahan Januari 1950, dr. Murdjani selaku wakil Pemerintah RI mengadakan
kunjungan ke Kalimantan Timur guna menyaksikan penggabungan daerah tersebut ke dalam
RI. Sementara itu, Dewan Kalimantan Timur dalam sidangnya telah mengambil suatu
resolusi yang mendesak Dewan Gabungan Kesultanan untuk menyerahkan mandat
secepatnya kepada RIS. Dalam resolusi tersebut disepakati penggabungan daerah Kalimantan
Timur sebagai daerah otonomi Negara Kesatuan.

Di Kalimantan Selatan juga terjadi pergolakan menuntut unitarise. Penggabungan tersebut


dilakukan setelah bubarnya Dewan Banjar. Peristiwa penggabungan itu juga disaksikan oleh
dr. Murdjani.
Di Kalimantan Barat, kondisinya sedikit berbeda dengan daerah lainnya. Gerakan-gerakan
rakyat yang menuntu unitarisme tidak berhasil. Hambatan utamanya adalah karena yang
dikirimkan ke Kalimantan Barat sebagai wakil RIS adalah Mr. Indrakusuma, seorang tokoh
pendukung negara federal. Akibatnya, tuntutan rakya hanya berhasil membubarkan Dewan
Istimewa, tetapi tidak berhasil menuntut penggabungan. Faktor tersebut menyebabkan
Kalimantan Barat menjadi wilayah terakhir di Kalimantan yang bergabung ke NKRI.
BAB III

A. Kesimpulan
Westerling dikenal sebagai seorang militer yang berpengalaman dan kejam.
Perjalanan hidupnya di Indonesia diwarnai dengan genangan darah. Pada awalnya, ia
ditugaskan sebagai Kapten Tentara Kerajaan Belanda untuk melumpuhkan semangat
juang rakyat di Sulawesi Sealatan.
Akan tetapi Pemerintah Belanda, akhirnya memecat Westerling dari dinas
ketentaraan. Namun, hal ini ternyata lebih memberikan keleluasaan kepadanya. Ia bisa
lebih dekat dan semakin aktif melakukan kegiatan bersama unsur-unsur penentang
Republik Indonesia.
Bebas dari tugas militer, Westerling justru membentuk gearakan dengan nama Ratu
Adil. Dengan nama ini gerakan Westerling semakin mendapat simpati rakyat. Dalam
waktu yang realtif singkat, ia telah berhasil mengumpulkan modal dan pengikut
sebanyak 8.000 orang termasuk para bekas pasukan Belanda.
Tidak lama setelah APRA dibentuk, Westerling mengajukan ultimatum kepada
Pemerintah RIS agar kekuasaan militer daerah Pasundan diserahkan sepenuhnya
kepada APRA. Ia menilai TNI kurang mampu menjalankan tugas itu dan meminta
agar APRA dijadikan pasukan resmi.Pemerintah RIS menganggap ultimatum itu
sebagai sebuah kekonyolan. Oleh karena itu, Westerling mulai berusaha merebut
kekuasaan dengan kekerasan. Pemerintah RIS segera bereaksi dengan mengirimkan
bala bantuan ke Bandung untuk menghentikan APRA.
Kegagalan gerakan APRA justru meningkatkan sikap anti-federal negara-negara
bagian RIS. Usaha untuk menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah pusat RIS
semakin keras. Pada tanggal 30 Januari 1950, R. A. A Wiranatakusumah, Wakil
Negara Pasundan mengundurkan diri dan pada tanggal 8 Februari Perdana menteri
mengangkat Sewaka sebagai penggantinya dengan jabatan komisaris RIS di Pasundan
DAFTAR PUSTAKA

http://wawasansejarah.com/angkatan-perang-ratu-adil-apra/

Anda mungkin juga menyukai