Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH KEWARGANEGARAAN

“Melawan Korupsi Dengan Nilai-Nilai Pancasila”

Dosen : Karmila Br. Karo M.Si

DISUSUN OLEH :

Muhammad Arif Al Fiqri Sitompul

P00933221035

POLTEKKES KEMENKES RI

KABANJAHE
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan
karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Melawan Korupsi
Dengan Nilai-Nilai Pancasila”. Dalam Makalah ini dibahas mengenai Peran Pancasila untuk
memberantas korupsi. Adapun maksud dan tujuan dari penulisan Makalah ini adalah untuk
memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi tugas Kewarganegaraan, Jurusan Kesehatan
lingkungan.

Selama penulisan Makalah ini ada beberapa hambatan yang penulis alami, namun
berkat bantuan, dan teknologi yang semakin mempermudah pengumpulan sumber data,
akhirnya Makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis beranggapan bahwa Makalah
ini dapat mengetahui peran penting pada Pancasila melawan Korupsi. Tetapi penulis
menyadari bahwa tidak tertutup kemungkinan didalamnya terdapat kekurangan-kekurangan.
Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata,
semoga Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi parapembaca pada
umumnya.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................


DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................
1.3 Tujuan ...........................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................

2.1 Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia ...............................................


2.2 Korupsi di Indonesia ...................................................................................
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi ..........................................
2.4 Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai
Lembaga Anti Korupsi di Indonesia ...........................................................
2.5 Implementasi Nilai Pancasila dalam
Menyikapi Korupsi di Indonesia.................................................................

BAB III PENUTUP ............................................................................................

KESIMPULAN ...................................................................................................

2.6
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam segi bahasa, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio. Kata ini
sendiri memiliki kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan,
memutarbalikkan atau menyogok. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan, dsb, untuk
keuntungan pribadi atau orang lain. Beberapa negara di Asia memiliki beragam istilah
korupsi yang pengertiannya mendekati definisi korupsi.

Korupsi bukan menjadi persoalan baru dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sebab
sejak zaman Belanda menjajah Indonesia, korupsi sudah berkembang pesat sehingga
menyebabkan kongsi dagang Belanda bangkrut pada tahun 1602. Ketika Indonesia
memperoleh kemerdekaan, persoalan korupsi belum juga selesai mengingat karakter dasar
manusia yang tidak pernah puas. Sehingga meski sudah memperoleh kedudukan tinggi
sekalipun, ketika ada peluang melakukan korupsi ditambah system hukum yang lemah,
menyebabkan korupsi masih berkembang pesat.

Pada saat Indonesia mengalami masa Orde Baru, korupsi semakin berjalan sistemik
dan melibatkan para pejabat yang berkuasa dan mendapatkan pembiaran dari penegak
hukum. Koruptor dengan berbagai cara menguras anggaran negara demi memperkaya
kepentingan pribadi dan kelompoknya. Kondisi ini masih berlanjut sampai sekarang ketika
nafas kebebasan di era reformasi sudah berhembus kencang. Pasca reformasi tidak
menyurutkan berbagai tindakan korupsi bahkan semakin terasa marak korupsi yang terjadi.
Melihat kondisi bangsa yang semakin terpuruk menghadapi korupsi di Indonesia, tentunya
menjadi penting untuk melihat sejauh mana korupsi menabrak fitrah manusia sebagai
makhluk yang memiliki etika dan akhlak mulia, Seorang koruptor secara nyata telah
merugikan kepentingan masyarakat, menghambat kemajuan ekonomi, merusak moralitas dan
memperlemah perekonomian nasional. Sehingga sangat tepat jika disebut korupsi adalah
sarana yang dapat menghancurkan sebuah bangsa.
Bentuk korupsi di negara ini juga bermacam-macam, dimulai dari pungli di jalanjalan,
mark up proyek, mafia peradilan, illegal loging sampai kredit macet yang merugikan negara
triliunan rupiah. Maka tidak salah kalau ada yang mengatakan bahwa penyakit korupsi di
negeri ini telah berkembang dalam tiga tahap, yaitu elitis, endemic, dan sistemik. Pada tahap
elitis, korupsi masih menjadi patologi sosial yang khas di lingkungan para elit atau pejabat.
Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau lapisan masyarakat luas. Lalu taham
yang kritis, ketika korupsi menjadi sistemik, setiap individu di dalam system terjangkit
korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistemik. Praktek korupsi terjadi karena
individu tidak mempunyai nilai-nilai moral yang dapat mencega korupsi yang akan
dilakukannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa arti Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia?


2. Bagaimana Korupsi di Indonesia?
3. Bagaimana Peran Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Anti Korupsi di
Indonesia?
4. Bagaimana Implementasi Nilai Pancasila dalam Menyikapi Korupsi di Indonesia?

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan arti Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia.
2. Menjelaskan Korupsi di Indonesia.
3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi
4. Menjelaskan Peran Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Anti Korupsi di
Indonesia.
5. Menjelaskan Implementasi Nilai Pancasila dalam Menyikapi Korupsi di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pancasila Sebagai Dasar Negara Indonesia

Negara Indonesia terdiri dari berbagai macam pulau, suku, bahasa daerah, agama, ras
dan kebudayaan atau adat istiadat. Keanekaragaman ini yang menjadi latar belakang bangsa
Indonesia sebagai bangsa yang multicultural. Kekayaan yang dimiliki oleh negara Indonesia
akan diwariskan kepada para generasi penerus bangsa untuk dijaga, dilestarikan dan
dipelihara dengan baik.

Negara Indonesia yang terdiri dari berbagai pulau, suku, bahasa daerah, agama, ras
dan kebudaayaan, tetap bisa bersatu dengan dasar negara yang sama yaitu Pancasila.
Perbedaan yang ada dalam bangsa Indonesia, dan tetap dapat hidup bersama dan
berdampingan sehingga muncul semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yakni berbeda-beda
tetapi tetap satu. Pancasila ditawarkan Soekarno sebagai philosofische Grondslag (dasar,
filsafat, atau jiwa) dari Indonesia merdeka. Soekarno mau mengatakan bahwa niat dan
keinginan merdeka itu haruslah bulat, akan tetapi dasar yang akan dipakai bagi Indonesia
merdeka haruslah sesuatu yang sudah mendarah daging dan ada dalam semua sanubari rakyat
Indonsia.

Dalam kerangka inilah Soekarno menyebut bahwa dasar negara Indonesia yang ia
pikirkan sudah ada dalam renungannya sejak 1918. Soekarno menguraikan dasar-dasar apa
saja yang perlu dimiliki bagi bangunan Indonesia merdeka. Dasar-dasar yang ia sebutkan
adalah kebangsaan Indonesia, internasionalisme (kemanusiaan), mufakat/permusyawaratan,
kesejahteraan (keadilan sosial), dan akhirnya Ketuhanan. Kelima prinsip itulah yang dia
namakan Pancasila dan diusulkan sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
2.2 Korupsi di Indonesia

Korupsi berasal dari Bahasa latin “corruption” atau “corruptus” yang berarti
kerusakan atau kebobrokan. Secara harafiah korupsi adalah kebusukan, keburukan, kebejatan
korupsi adalah perbuatan buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang dan sebagainya.
Korupsi dapat pula dijelaskan sebagai korup, artinya busuk, suka menerima suap, memakai
kekuasaan untuk kepentingan pribadi dan sebagainya. Koruptor artinya orang yang
melakukan korupsi.

Korupsi bukanlah merupakan sesuatu yang baru dalam sejarah peradaban manusia.
Fenomena ini telah dikenal dan menjadi bahan diskusi bahkan sejak 2000 tahun yang lalu
ketika seorang Perdana Menteri Kerajaan India bernama Kautilya menulis buku berjudul
Arthashastra. Demikian pula dengan Dante yang pada tujuh abad silam juga menulis tentang
korupsi (penyuapan) sebagai tindak kejahatan. Bahkan seorang Shakespeare juga
menyinggung korupsi sebagai bentuk kejahatan. Sebuah ungkapan terkenal pada tahun 1887
mengenai korupsi dari sejarawan Inggris, Lord Acton, yaitu ” power tends to corrupt,
absolute power corrupts absolutely”, hal ini menegaskan bahwa korupsi berpotensi muncul di
mana saja tanpa memandang ras, geografi maupun kapasitas ekonomi.

2.3 Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Korupsi

A. Faktor Internal Merupakan Faktor Pendorong Korupsi dari dalam diri

Aspek individu

 Sifat tamak Dan rakus manusia


Korupsi, bukan kejahatan kecil (kecilan karena merekamembuuhkan makan. Korupsi
adalah kehjahatan orang pro'esionalyang rakus. Sedah berkecukupan, tapi serakah
mempunyai hasrat besar untuk memperkaya diri.
 Moral yang kurang kuat
Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung tergoda untuk melakukan korupsi.
Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya, atau pihak yang lain
yang memberikesempatan untuk itu.
 Gaya hidup konsumtif
Kehidupan di kota sering mendorong gaya hidupseorang konsumtif. Perilaku konsumtif
bila tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai akan membuka peluang
seseorang untuk melakukan berbagai tindakan untuk memenuhi hajatnya. Salah
satukemungkinan tindakan itu adalah dengan korupsi.

B. Faktor eksternal Pemicu Prilaku Korupsi yang disebabkan oleh faktor di luar diri
pelaku

Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi

 Nilai-nilai di masyarakat kondusif untuk terjadinya korupsi. korupsi bisa ditimbulkan


oleh budaya masyarakat, misalnya masyarakat menghargai seseorang karena
kekayaan yang dimilikinya.
 Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama. korupsi adalah masyarakat
sendiri anggapan namun terhadap peristiwa korupsi, sosok yang paling dirugikan
adalah negara. padahal bela negara merugi esensinya paling rugi adalah masyarakat
juga.
 Masyarakat kurang menyadari dirinya terlibat korupsi. setiap perbuatan korupsi pasti
melibatkan anggota masyarakat, hal ini kurang disadari oleh masyarakat.
 Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah diberantas bila
masyarakat ikut aktif dalam agenda pencegahan dan pembatasan. pada umumnya
masyarakat berpandangan bahwa masalah korupsi adalah tanggung jawab pemerintah
semata.

Korupsi merupakan penyakit sosial yang menggerogoti sendi-sendi bangsa dan merusak
tatanan hidup bernegara. Korupsi di Indonesia sudah tergolong extra ordinary crime karena
telah merusak, tidak hanya keuangan negara dan juga potensi ekonomi suatu negara, namun
juga sudah merusak pilar-pilar sosial budaya, moral, politik, dan tatanan hukum dan
keamanan nasional negara. Oleh karena itu, pemberantasannya tidak bisa hanya oleh instansi
tertentu saja dan tidak bisa dengan pendekatan parsial. Hal itu harus dilakukan secara
komprehensif dan bersama-sama, oleh lembaga penegak hukum, lembaga pemasyarakatan,
dan setiap individu sebagai anggota masyarakat.
Banyak komentar negatif bahkan sampai umpatan-umpatan terhadap perilaku dan pelaku
tindak pidana korupsi. Muak, jengkel, putus asa, marah, dan hal-hal negatif lain atas langgeng
dan menjamurnya perilaku korupsi. Terlebih dalam tayangan televisi, tersangka, terdakwa,
dan bahkan terpidana seakan-akan menunjukkan show force maupun berperilaku sebagai
celebrity.

Menjamurnya tindak pidana korupsi tentu membuat segenap bangsa Indonesia gundah
gulana. Ternyata korupsi terjadi pada pelbagai sektor dan juga kekuasaan eksekutif, legislatif,
dan yudikatif serta sektor swasta (private sector). Oleh karena itu pemberantasan korupsi
merupakan salah satu fokus utama Pemerintah dan Bangsa Indonesia. Upaya-upaya telah
ditempuh, baik untuk mencegah maupun memberantas korupsi secara serentak, mengingat
tindak pidana korupsi sebagai white collar crime serta sebagai kejahatan luar biasa (extra
ordinary crime). Upaya-upaya itu sebenarnya telah dilakukan dan diupayakan agar
membuahkan hasil berupa tumbuhnya itikad pemberantasan korupsi hingga ke pelosok
Indonesia. Pada masa reformasi, selain Kepolisian dan Kejaksaan sejumlah instansi
pelaksanaan dan pendukung pemberantasan korupsi juga dibentuk, antara lain Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK),
dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), juga telah dibentuk pengadilan khusus
tindak pidana korupsi. Semua itu dilakukan dalam rangka mengoptimalkan upaya
pemberantasan korupsi.

2.4 Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Anti Korupsi di Indonesia

Upaya-upaya pemberantasan korupsi di Indonesia pada dasarnya dimulai sejak tahun


1957. Dalam perjalanannya, upaya tersebut merupakan sebuah proses pelembagaan yang
cukup lama dalam penanganan korupsi. Upaya-upaya tersebut adalah:

1. Operasi militer khusus dilakukan pada tahun 1957 untuk memberantas korupsi di bidang
logistik.
2. Dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dengan tujuan
melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi
3. Dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dengan tujuan
melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi
4. Dibentuknya Tim Pemberantasan Korupsi (TPK) pada tahun 1967 dengan tujuan
melaksanakan pencegahan dan pemberantasan korupsi
5. Pada tahun 1987 dibentuk Pemsus Restitusi yang khusus menangani pemberantasan
korupsi di bidang pajak
6. Pada tahun 1999 di bentuk Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(TGPTPK) di bawah naungan Kejaksaan Agung. Pada tahun yang sama juga dibentuk
Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara (KPKPN)
7. Pada tahun 2002 dibentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedangkan KPKPN
melebur dan bergabung didalamnya.

Strategi pemberantasan korupsi harus dibangun dan didahului oleh adanya itikad kolektif,
yaitu semacam kemauan dan kesungguhan (willingness) dari semua pihak untuk bersama-
sama tidak memberikan toleransi sedikitpun terhadap perilaku korupsi. Oleh karena itu,
dalam mewujudkan sebuah strategi yang efektif memberantas korupsi, dibutuhkan
pemenuhan prasyarat sebagai berikut:

 Didorong oleh keinginan politik serta komitmen yang kuat dan muncul dari kesadaran
sendiri
 Menyeluruh dan seimbang.
 Sesuai dengan kebutuhan, ada target, dan berkesinambungan.
 Berdasarkan pada sumber daya dan kapasitas yang tersedia.
 Terukur dan transparan dan bebas dari konflik kepentingan.
2.5 Implementasi Nilai Pancasila dalam Menyikapi Korupsi di Indonesia

Pancasila merupakan cerminan kepribadian rakyat Indonesia sejatinya adalah nilai


ideal yang digariskan secara baik oleh pendiri bangsa. Ketika merumuskan Pancasila,
terdapat perdebatan yang mengarah kepada bagaimana model terbaik manusia Indonesia di
masa mendatang. Melalui diskusi intensif dan perdebatan intelektualitas, lahir konsepsi
Pancasila yang agung dan memiliki cita-cita luhur. Untuk itu, segala bentuk penyimpangan
dalam masyarakat Indonesia selayaknya dapat dikembalikan kepada lemahnya pemahaman
dan pengalaaman masyarakat Indonesia atas Pancasila.

Seseorang yang berjiwa Pancasilais juga menyadari bahwa Indonesia adalah negara
hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945), maka penting sekali menjunjung tinggi hukum dengan
tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum. Sebagai makhluk beragama, juga tak ada
satupun agama yang mengajarkan untuk merugikan kepentingan orang lain. Setiap membela
Pancasila adalah membela negara, dimana salah satu wujud bela negara dengan melawan
perbuatan korupsi yang merugikan masa depan bangsa. Korupsi sebagai bentuk
penyimpangan sosial jelas bertentangan dengan butir nilai dalam Pancasila. Sila Ketuhanan
Yang Maha Esa menekankan bahwa manusia Indonesia memiliki keimanan dan percaya
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Seperti yang diketahui, Indonesia berkembang enam agama
resmi (Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu) dan semuanya
menolak korupsi. Penolakan hadir disebabkan perilaku korupsi sangat berlawanan dengan
semangat manusia yang memiliki Tuhan dalam hidupnya. Secara nyata koruptor sudah
menafikan adanya tindakan yang merugikan orang lain dan perbuatan dosa yang kelak akan
mendapatkan pembalasannya. Tindakan pidana korupsi juga melupakan bahwa Tuhan Yang
Maha Esa itu Maha Melihat segala perbuatan hambanya.

Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sila ini menegaskan tindakan korupsi
mengabaikan pengakuan persamaan derajat, saling mencintai, sikap tenggang rasa, membela
kebenaran dan keadilan. Seorang koruptor tidak memiliki rasa keadilan dan keadaban, sebab
hak yang seharusnya dimiliki rakyat diambil secara sepihak untuk kepentingan pribadinya.

Persatuan Indonesia. Seorang koruptor mementingkan nafsu dan urusan pribadinya


saja, mengabaikan betapa kesalahan yang diperbuatnya merusak sendi kehidupan
perekonomian, pembangunan sosial, melemahkan budaya positif di masyarakat dan
melunturkan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara. Dengan melakukan korupsi, maka
dirinya merusak persatuan nasional karena perbuatan yang dilakukannya berdampak kepada
seluruh masyarakat Indonesia yang tidak dapat merasakan kenikmatan dan hasil
pembangunan di Indonesia.

Persatuan Indonesia. Seorang koruptor mementingkan nafsu dan urusan pribadinya


saja, mengabaikan betapa kesalahan yang diperbuatnya merusak sendi kehidupan
perekonomian, pembangunan sosial, melemahkan budaya positif di masyarakat dan
melunturkan rasa kecintaan kepada bangsa dan negara. Dengan melakukan korupsi, maka
dirinya merusak persatuan nasional karena perbuatan yang dilakukannya berdampak kepada
seluruh masyarakat Indonesia yang tidak dapat merasakan kenikmatan dan hasil
pembangunan di Indonesia.

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tak ada lagi keadilan ketika
kesenjangan sosial semakin lebar disebabkan anggaran negara tidak lagi pro rakyat.
Kepentingan umum terganggu akibat tidak selesainya pembangunan karena dana
pembangunan tertahan di tangan para koruptor. Kemajuan pembangunan yang merata dan
kesempatan menikmati keadilan sosial hilang sudah ketika banyak sekali agenda
pembangunan tidak berjalan sesuai harapan.

Pancasila bukan sebuah bentuk aturan yang kaku dan bersifat terbuka. Sehingga
dalam implementasiannya dapat dikembangkan dalam berbagai dimensi kehidupan dan
melibatkan banyak pihak yang memiliki kepentingan sama menjaga dan mengamalkan nilai
Pancasila. Konteks mengatasi persoalan korupsi, implementasi nilai Pancasila dapat dimulai
dari kehidupan keluarga dengan membiasakan kewajiban menjalankan ajaran agama
sehingga mampu menjadi banteng moralitas dan garda terdepan dalam menilai sebuah
perbuatan baik-buruk maupun benar-salah kelak di mata Tuhan Yang Maha Esa.

Bagaimanapun korupsi bagaikan kata pepatah nila setitik, rusak susu sebelanga. Satu
orang manusia Indonesia melakukan korupsi maka dampaknya dirasakan seluruh masyarakat
Indonesia. Perbuatan korupsi akan merusak persatuan nasional karena mengakibatkan
pembangunan nasional terhenti disebabkan dana pembangunan dikorupsi oknum tertentu.
Seorang koruptor juga menjadi teladan buruk bagi generasi penerus, karena menciptakan nilai
negatif bahwa jika ingin kaya maka korupsilah.
Implementasi sila pertama sampai kelima dapat menggunakan banyak unsur
kehidupan seperti keluarga, masyarakat, pemerintah atau negara dan institusi pendidikan.
Semua ini bersinergi dalam mencegah dan menindak tegas perilaku korup di berbagai bidang
kehidupan. Selain itu perlu ditampilkan pula apresiasi terhadap personal maupun lembaga
sehingga dapat menjadi teladan bagi manusia Indonesia lainnya.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Korupsi adalah salah satu tindakan atau penyakit berbahaya dalam kehidupan
masyarakat Indonesia karena sudah masuk ke dalam berbagai sendi kehidupan bangsa
Indonesia baik masyarakat atas maupun bawah, masuk ke dalam struktur pemerintahan baik
eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dengan adanya korupsi dapat menghambat pembangunan
sosial, ekonomi, memperlemah karakter bangsa dan menghasilkan banyak dampak negatif
lainnya. Usaha untuk menghadapi korupsi, rakyat Indonesia harus kembali memperkuat dan
menginternalisasikan nilai Pancasila dalam kepribadian dan sikap kesehariannya.

Setiap orang beragama pasti menolak perbuatan korupsi karena merusak nilai
keadilan dan keadaban sebagai makhluk Tuhan yang memiliki nilai kemanusiaan untuk tidak
mudah merampas hak orang lain. Korupsi juga membuat rakyat tidak percaya kepada
pemimpinnya sehingga jelas melanggar sila keempat. Dengan adanya korupsi pula sisi
keadilan sosial masyarakat Indonesia terusik karena menciptakan kesenjangan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia yang menjauhkan kita dari cita-cita negara adil dan Makmur
sebagaimana mimpi para pendiri bangsa ketika mendeklarasikan negara Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

https://doi.org/10.20961/yustisia.v3i1.10124

http://download.portalgaruda.org/article.php?

https://doi.org/10.31227/OSF.IO/E7CQK

Anda mungkin juga menyukai