Anda di halaman 1dari 28

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur mari kita panjatkan kepada hadirat Allah SWT karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah yang berjudul “Korupsi Dalam Pandangan Islam “ ini disusun dengan tujuan
dapat digunakan sebagai referensi atau sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi
pembaca.
Dalam kesempatan ini juga, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.Terutama kepada
Bapak. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang telah membimbing kami
dalam menyusun makalah ini.
Namun, mungkin dalam makalah ini terdapat kekurangan.Baik dari segi penulisan,
pembahasan, dan bahasa.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun sehingga ke depannya penulis bisa menjadi lebih baik lagi.Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.

, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................................2
D. Metode Penulisan...............................................................................................2
E. Sistematika Penulisan........................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Pengertian Korupsi..............................................................................................3
B. Macam-Macam Korupsi Menurut Islam.............................................................4
C. Hukuman Terhadap Koruptor Menurut Islam.....................................................8
D. Hukum Memanfaatkan Hasil Korupsi................................................................12
E. Bahaya Korupsi dalam Kehidupan......................................................................19
F. Cara Pemberantasan Korupsi Menurut Islam......................................................21
BAB III PENUTUP.............................................................................................................23
A. Kesimpulan........................................................................................................23
B. Saran..................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................24

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dari tahun ke tahun, kasus korupsi di Indonesia terus meningkat.Sebagai negara yang
mayoritas masyarakatnya menganut Agama Islam, hal ini tentu sangat ironis karena jelas
Agama Islam mengharamkan korupsi dan mengajarkan bila seseorang diberi suatu wewenang
maka dia harus menjalankan wewenang tersebut dengan sifat amanah dan jujur.
Memang tindakan korupsi tidak mengenal agama, maksudnya apapun agamanya bila
seseorang sudah memiliki niat untuk melakukan korupsi maka tetap tindakan korupsi tersebut
akan terjadi.
Akan tetapi, setidaknya jika seseorang tersebut sudah mengamalkan ajaran-ajaran
Agama Islam dalam kehidupan sehari-harinya maka niat untuk melakukan tindakan korupsi
dapat dihindari.
Dengan demikian, dapat dikatakan penerapan nilai-nilai agama dalam kehidupan
sehari-hari serta sosialisasi mengenai tindakan korupsi dan bahayanya dapat menjadi salah
satu cara untuk mencegah tindakan korupsi bahkan mengurangi tindakan korupsi.
Oleh karena itu, penulis dalam makalah ini akan membahas mengenai korupsi mulai
dari pengertian, macam-macam korupsi, bahaya korupsi serta hukum korupsi menurut Islam.

B. Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, masalah-masalah yang akan dibahas adalah

1. Apa yang dimaksud dengan korupsi ?


2. Bagaimana macam-macam korupsi menurut Islam ?
3. Bagaimana hukuman terhadap koruptor serta hukum memanfaatkan hasil korupsi menurut
Islam ?
4. Apa bahaya korupsi dalam kehidupan ?
5. Bagaimana cara pemberantasan korupsi menurut Islam ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah

1
1. Mengetahui pengertian dari korupsi.
2. Mengetahui macam-macam korupsi menurut Islam.
3. Mengetahui hukuman terhadap koruptor dan hukum memanfaatkan hasil korupsi menurut
Islam.
4. Mengetahui bahaya korupsi dalam kehidupan.
5. Mengetahui cara pemberantasan korupsi menurut Islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Korupsi

Secara etimologi, kata korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruption atau
corruptus yang berasal dari kata corrumpere, yaitu suatu kata latin yang lebih tua. Dari
bahasa latin itulah kemudian turun kepada bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption,
corrupt sedangkan dalam bahasa Belanda disebut sebagai corruptie. Dari bahasa Belanda
tersebut kemungkinan telah diserap ke dalam bahasa Indonesia yaitu korupsi.
Kata corruptio atau corruptus berarti kerusakan atau kebobrokan sementara
corruption berarti perbuatan tidak baik, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang
dari kesucian.
Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi secara harfiah berarti:
buruk, rusak, suka memakai barang (uang) yang dipercayakan padanya, dapat disogok
(melalui kekuasaannya untuk kepentingan pribadi). Adapun secara terminologi, korupsi
adalah penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaan) untuk kepentingan
pribadi atau orang lain.
Menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi adalah setiap orang yang dikategorikan
melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, menguntungkan diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan maupun kesempatan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara.
Sementara menurut Robert Klitgaard (dalam Fazzan, 2015, hlm.147) Korupsi adalah
“ tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena
keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok
sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi ”.
Adapun menurut Islam,” korupsi lebih ditunjukkan sebagai tindakan kriminal yang
secara prinsip bertentangan dengan moral dan etika keagamaan, karena itu tidak terdapat
istilah yang tegas menyatakan istilah korupsi. Dengan demikian, sanksi pidana atas tindak

3
pidana korupsi adalah takzir,yaitu bentuk hukuman yang diputuskan berdasarkan kebijakan
lembaga yang berwenang dalam suatu masyarakat ”(Sumarwoto,2014).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa korupsi adalah perbuatan
penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk memperkaya atau menguntungkan diri
sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi akan arti kesucian, sehingga sangatlah
rasional jika memelihara keselamatan (kesucian) harta termasuk menjadi tujuan pokok hukum
(pidana) islam. Karena mengingat harta mempunyai dua dimensi, yakni dimensi halal dan
dimensi haram. Perilaku korupsi adalah masuk pada dimensi haram Karena korupsi
menghalalkan sesuatu yang haram, dan korupsi merupakan wujud manusia yang tidak
memanfaatkan keluasan dalam memperoleh rezeki Allah SWT.
Islam membagi istilah korupsi kedalam beberapa dimensi.Yaitu ghulul (penggelapan),
risywah (suap), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain), khianat (penghianatan),
Al-Maksu (pungutan liar).
Dari apa yang telah dijelaskan diatas, korupsi dalam Islam digolongkan sebagai suatu
perbuatan yang tercela dan pelakunya dikualifikasi sebagai orang-orang yang munafik,
dzalim, fasik dan kafir, serta merupakan dosa besar yang ancaman hukumanya (selain had dan
ta’zir) adalah neraka jahannam.

B. Macam-Macam Korupsi Menurut Islam


Berdasarkan fiqih jinayah atau hukum pidana Islam, korupsi dibagi menjadi beberapa
macam, yaitu

 Ghulul (Penggelapan)

Secara etimologis,kata ghulul berasal dari kata kerja (‫)غلل يغلل‬, yang dapat diartikan
dengan berkhianat dalam pembagian harta rampasan perang atau dalam harta-harta lain.
Definisi ghulul secara terminologis dikemukakan oleh Rawas Qala’arji dan Hamid
Sadiq Qunaibi yang diartikan mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya.
Akan tetapi, dalam pemikiran berikutnya berkembang menjadi tindakan curang dan khianat
terhadap harta-harta lain, seperti tindakan penggelapan terhadap harta baitul mal, harta milik
bersama kaum muslim, harta bersama dalam suatu kerja bisnis, harta negara, dan lain-lain.
Kata ghulul terdapat di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 161, Allah SWT
berfirman,

4
َّ ُ ُ ْ َ ‫ْ ُ ْأ‬ ُ ‫َأ‬ َ ‫َو َما َك‬
‫ان ِل َن ِب ّ ٍي ْن َيغ َّل ۚ َو َم ْن َيغل ْل َي ِت ِب َما غ َّل َي ْو َم ال ِق َي َام ِة ۚ ث َّم ت َوف ٰى‬
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat
ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran:161].

Jadi, Ghulul merupakan perbuatan menggelapkan kas negara atau baitul mal yang
pada awalnya dalam literatur sejarah Islam menyebutnya dengan mencuri harta rampasan
perang atau menyembunyikan sebagiannya untuk dimiliki sebelum menyampaikannya ke
tempat pembagian.

 Risywah (Penyuapan)

Risywah berasal dari bahasa Arab (‫ )رشا يرشو‬yang berarti upah, hadiah, komisi, atau
suap. Secara terminologi, risywah adalah suatu pemberian yang diberikan seseorang kepada
hakim, petugas atau pejabat tertentu dengan tujuan yang diinginkan kedua belah pihak, baik
pemberi maupun penerima.Dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 188, Allah SWT
berfirman,

‫ فَ ِريقًا ِم ْن‬Y‫اط ِل َوتُ ْدلُوا بِهَا ِإلَى ْال ُح َّك ِام لِتَْأ ُكلُوا‬
ِ َ‫َوال تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم ِب ْالب‬
َ ‫اإلث ِم َوَأ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم‬
‫ون‬ ْ ِ‫اس ب‬ ِ ‫ َأ ْم َو‬.
ِ َّ‫ال الن‬
"Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui."

Selain itu, Terdapat sebuah hadis yang menerangkan tentang pelarangan perbuatan
risywah ini:

‫عن أببى هريرة قال لعن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم الراشي والمرتشي فى الحكم‬

“Bahwa laknat Allah akan ditimpakan kepada orang yang menyuap dan yang disuap dalam
masalah hukum”.(HR.Bukhari)

5
Jadi, Risywah merupakan bagian dari tindak pidana korupsi yang berkaitan dengan suap
menyuap kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau wewenang agar tujuannya dapat
tercapai atau memudahkan kepada tujuan dari orang yang menyuapnya tersebut.

 Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain)

Ghasab berasal dari kata kerja (‫با‬YY‫ )غصب يغصب غص‬yang berarti mengambil sesuatu
secara paksa dan zalim. Secara istilah, ghasab dapat diartikan sebagai upaya untuk menguasai
hak orang lain secara permusuhan/terang-terangan.
Menurut Dr. Nurul irfan, MA, ghasab adalah mengambil harta atau menguasai hak
orang lain tanpa izin pemiliknya dengan unsur pemaksaan dan terkadang dengan kekerasan
serta dilakukan dengan cara terang-terangan. Karena ada unsur terang-terangan, maka ghasab
berbeda dengan pencurian dimana salah satu unsurnya adalah pengambilan barang secara
sembunyi-sembunyi.Dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 29, Allah SWT berfirman,

ً‫ارة‬
َ ‫ون تِ َج‬ ِ َ‫ين آ َمنُوا اَل تَْأ ُكلُوا َأ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل ِإاَّل َأ ْن تَ ُك‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
‫ان بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬َ ‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا َأ ْنفُ َس ُك ْم ۚ ِإ َّن هَّللا َ َك‬
ٍ ‫َع ْن تَ َر‬
“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.

Dalam ayat tersebut secara tegas bahwa Allah SWT melarang memakan harta antara
satu dengan orang lain dengan cara batil, yang termasuk dalam kategori memakan harta
sesama dengan cara batil ini adalah perbuatan ghasab, karena didalamnya terdapat unsur
merugikan pihak lain atau tepatnya ghasab termasuk melanggar Allah SWT dalam ayat ini .
Berikut ini merupakan karakteristik dari ghasab:

1. Karena ada batasan tanpa izin pemilik maka bila yang diambil berupa harta titipan atau
gadai jelas tidak termasuk perbuatan ghasab tetapi khianat.
2. Terdapat unsur pemaksaan atau kekerasan maka ghasab bisa mirip dengan perampokan,
namun dalam ghasab tidak terjadi tindak pembunuhan
3. Terdapat unsur terang-terangan maka ghasab jauh berbeda dengan pencurian yang
didalamnya terdapat unsur sembunyi-sembunyi.
6
4. Yang diambil bukan hanya harta, melainkan termasuk mengambil/menguasai hak orang
lain.

 Khianat (Pengkhianatan)

Kata khianat berasal dari bahasa Arab (‫ون‬YY‫ان يخ‬YY‫ )خ‬yang artinya sikap ingkarnya
seseorang saat diberikan kepercayaan. Sementara al-Syaukani mendefinisikan khianat yaitu
seseorang yang diberi kepercayaan untuk merawat/mengurus sesuatu barang dengan akad
sewa menyewa dan titipan, tetapi sesuatu itu diambil dan orang tersebut mengaku jika barang
itu hilang atau dia mengingkari barang sewaan tersebut ada padanya.Dalam Al-Qur’an Surah
Al-Anfal ayat 27, Allah SWT berfirman,

َ ‫ُول َوتَ ُخونُوا َأ َمانَاتِ ُك ْم َوَأ ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم‬


‫ون‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
Yَ ‫ين آ َمنُوا اَل تَ ُخونُوا هَّللا َ َوال َّرس‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.”

Mayoritas ulama Syafi’iyyah lebih cenderung mengkategorikan korupsi sebagai tindak


pengkhianatan, karena pelakunya adalah orang yang dipercayakan untuk mengelola harta kas
negara.

 Al-Maksu (Pungutan Liar)

Kata Al-Maksu "‫ "المكس‬secara etimologis berasal dari kata kerja "‫ يمكس‬- ‫ "مكس‬yang
artinya memungut cukai, menurunkan harga dan menzalimi.
Secara istilah Al-Maksu dapat diartikan perbuatan yang berupa mengambil apa yang
bukan haknya dan memberikan kepada yang bukan haknya pula.Perbuatan ini diidentikan
kepada pungutan liar yang biasanya terjadi ketika seseorang akan mengurus sesuatu yang
kemudian dibebankan sejumlah bayaran oleh pelaku pemungut liar dengan tanpa kerelaan dari
orang yang dipungutnya tersebut.

7
Apabila pungutan tersebut tidak dipenuhi oleh korbannya, maka urusan orang tersebut
akan dipersulit oleh pelaku pemungut liar tersebut.Sehingga dapat dikatakan perbuatan
pungutan liar merupakan perbuatan zalim karena mempersulit orang lain.
Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa pelaku kezaliman akan rugi, karena kebaikan-
kebaikan selama hidup bisa jadi akan dipindahkan kepada pihak yang teraniaya.Hadist
dimaksud dikutip oleh Imam Nawawi dalam Riyadus Salihin sebagai berikut :

‫ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال ( من كانت‬:‫عن أبي هريرة‬
‫عنده مظلمة ألخيه فليتحلله منها فإنه ليس ثم دينار وال درهم من قبل أن‬
‫يؤخذ ألخيه من حسناته فإن لم يكن له حسنات أخذ من سيئات أخيه‬
}‫فطرحت عليه ) {رواه البخارى‬
Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW bersabda, ”barang siapa pernah melakukan kezaliman
terhadap saudaranya dan merugikan harga dirinya atau hal-hal lainnya, maka hendaknya
segera minta dihalalkan (diselesaikan) saat ini, sebelum datang sebuah masa yang mana
dinar dan dirham tidak berharga (laku) lagi. Sebab (kelak di akhirat) jika pihak yang berbuat
zalim itu mempunyai amal-amal salih akan diambil (dipotong) sesuai dengan seberapa
banyak kezaliman yang pernah dilakukannya terhadap saudaranya. Tetapi jika ternyata pihak
yang berbuat zalim tidak memiliki kebaikan maka dosa-dosa saudaranya (yang dizalimi) itu
akan dibebankan kepada pihak yang berbuat zalim” (HR. al-Bukhari).

Selain itu, Nabi Muhammad saw juga bersabda:

“Tidak akan masuk surga orang yang kerjanya melakukan pungutan liar.” (HR. abu Dawud).

C. Hukuman Terhadap Koruptor dalam Islam

Apabila merujuk kepada sub bahasan sebelumnya, kata asal dari korupsi (corrup),
maka dapat berarti merusak (dalam bentuk kecurangan) atau menyuap, penyelewengan atau
penggelapan harta milik negara atau perusahan. Korupsi ialah menyalahgunakan atau
menggelapkan uang/harta kekayaan umum (negara, rakyat atau orang banyak) untuk
kepentingan pribadi. Praktik korupsi biasanya dilakukan oleh pejabat yang memegang suatu
jabatan pemerintah. Maka berdasarkan dasar hukum di atas pandangan dan sikap Al-Quran
terhadap korupsi sangat tegas yaitu haram, karena termasuk dalam memakan harta sesama
dengan jalan bathil.
8
Banyak argumen mengapa korupsi dilarang keras dalam Islam. Selain karena secara
prinsip bertentangan dengan misi sosial Islam yang ingin menegakkan keadilan sosial dan
kemaslahatan semesta, korupsi juga dinilai sebagai tindakan pengkhianatan dari amanat yang
diterima dan pengrusakan yang serius terhadap bangunan sistem yang akuntabel. Jadi korupsi
secara hukum Islam ditetapkan sebagai tindak pidana, karena termasuk bentuk tindakan al-
ma’siyyah, dan terbuka untuk dikriminalisasi. Berikut ini adalah hukuman yang diterima bagi
koruptor :

 Sanksi yang diterapkan bervariasi sesuai dengan tingkat kejahatannya.

Mulai dari sanksi material, penjara, pemecatan jabatan, cambuk, pembekuan hak-hak
tertentu sampai hukuman mati. Hukuman bervariasi karena tidak adanya nash qath’i yang
berkaitan dengan tindak kejahatan yang satu ini, artinya sanksi syariat yang mengatur hal ini
bukanlah merupakan paket jadi dari Allah swt. yang siap pakai. Sanksi dalam perkara ini
termasuk sanksi ta’zir, di mana seorang hakim (imam/ pemimpin) diberi otoritas penuh untuk
memilih tentunya sesuai dengan ketentuan syariat bentuk sanksi tertentu yang efektif dan
sesuai dengan kondisi ruang dan waktu, di mana kejahatan tersebut dilakukan. Oleh sebab
itu, penentuan hukuman, baik jenis. bentuk, dan jumlahnya didelegasikan syarak kepada
hakim.
Dalam menentukan hukuman terhadap koruptor, seorang hakim harus mengacu
kepada tujuan syara' dalam menetapkan hukuman, kemaslahatan masyarakat, situasi dan
kondisi lingkungan, dan situasi serta kondisi sang koruptor, sehingga sang koruptor akan jera
melakukan korupsi dan hukuman itu juga bisa sebagai tindakan preventif bagi orang lain.
Hukuman ta’zir dapat diterapkan kepada pelaku korupsi. Korupsi dimasukan kedalam
hukuman ta’zir karena korupsi sama seperti hukum ghasab walaupun harta yang dihabiskan si
pelaku korupsi melebihi nishab harta yang dicuri yang hukumannya potong tangan. Tidak bisa
disamakan dengan hukuman terhadap pencuri yaitu potong tangan, hal ini karena termasuk
syubhat. Akan tetapi disamakan atau diqiyaskan pada hukuman pencurian yang berupa
pencuri mengembalian uang hasil curian. Dalam jarimah korupsi ada tiga unsur yang dapat
dijadikan pertimbangan bagi hakim dalam menentukan besar hukuman :

1. Perampasan harta orang lain.


2. Pengkhianatan atau penyalahgunaan wewenang
3. Kerjasama, atau kongkalingkong dalam kejahatan.

9
Ketiga unsur ini telah jelas dilarang dalam syari’at Islam. Selanjutnya tergantung
kepada kebijaksanaan akal sehat, keyakinan dan rasa keadilan hakim yang didasarkan pada
rasa keadilan masyarakat untuk menentukan hukuman bagi si pelaku korupsi. Meskipun
seorang hakim diberi kebebasan untuk mengenakan ta’zir, namun dalam menentukan
hukuman, seorang hakim hendaknya memperhatikan ketentuan umum pemberian sanksi
dalam hukum pidana islam yaitu :

1. Hukuman hanya dilimpahkan kepada orang yang berbuat jarimah, tidak boleh orang yang
tidak berbuat jahat dikenai hukuman.
2. Adanya kesengajaan, seseorang dihukum karena kejahatan apabila ada unsur kesengajaan
untuk berbuat jahat, tidak ada kesengajaan berarti karena kelalaian, salah, lupa, atau keliru.
Meskipun demikian karena kelalaian,salah, lupa atau keliru tetap diberi hukuman,
meskipun bukan hukuman karena kejahatan, melainkan untuk kemaslahatan yang bersifat
mendididik.
3. Hukuman hanya akan dijatuhkan apabila kejahatan tersebut secara meyakinkan telah
diperbuatnya.
4. Berhati-hati dalam menenetukan hukuman, membiarkan tidak dihukum dan
menyerahkannya kepada Allah apabila tidak cukup bukti.

Batas minimal hukuman ta’zir tidak dapat ditentukan, tapi intinya adalah semua
hukuman menyakitkan bagi manusia, bisa berupa perkataan, tindakan atau perbuatan dan
diasingkan. Kadang-kadang seseorang dihukum ta’zir dengan memberinya nasehat atau
teguran, menjelekakannya dan menghina-kannya. Kadang-kadang seseorang dihukum ta’zir
dengan mengusirnya dengan meninggalkan negerinya sehingga ia bertaubat. Sebagaimana
nabi pernah mengusir tiga orang yang berpaling, mereka itu adalah Ka’ab bin Malik,Maroroh
bin Rabi’ dan Hilal bin Umaiyyah. Mereka berpaling dari Rasulullah pada perang Tabuk.
Maka nabi memerintahkan untuk mengasingkan mereka,kemudian nabi memaafkan mereka
setelah turun ayat-ayat al-Quran tentang diterimanya taubat mereka. Dan kadang-kadang
hukuman ta’zir berbentuk pemecatan dari dinas militer bagi prajurit yang melarikan diri dari
medan perang, karena melarikan diri dari medan perang merupakan dosa besar. Begitu pula
pejabat apabila melakukan penyimpangan maka ia diasingkan.
Uraian tersebut menegaskan kepada kita bahwa hukuman jarimah ta’zir sangat
bervariasi mulai dari pemberian teguran sampai pada pemenjaraan dan pengasingan. Mengaca
pada pengalaman nabi dan para sahabat di atas memberikan hukuman ta’zir kepada pelaku
korupsi adalah dapat berupa pilihan atau gabungan diantara berbagai jenis ‘uqubah berikut :

10
1. Pidana atas jiwa (al-uqubah al-nafsiyah), yaitu hukuman yang berkaitan dengan kejiwaan
seseorang, seperti peringatan dan ancaman.
2. Pidana atas badan (al-‘uqubah al-badaniyyah), yaitu hukuman yang dikenakan pada badan
manusia, seperti hukuman mati, hukuman dera/jilid,dan hukuman potong tangan.
3. Pidana atas harta (al-‘uqubah al-maliyah), yaitu hukuman yang dijatuhkan atas harta
kekayaan seseorang, seperti diyat, denda dan perampasan.
4. Pidana atas kemerdekaan, yaitu hukuman yang dijatuhkan kepadakemerdekaan manusia,
seperti hukuman pengasingan (al-hasb) atau penjara (al-sijn).

 Pemberian hukuman yang mendatangkan efek jera.

Hukuman bagi koruptor di Indonesia selama ini tak mendatangkan efek jera.Oleh
karena itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan agar pelaku korupsi dihukum
mati. Selain mendorong pemberlakuan hukuman paling berat itu, MUI juga mengusulkan agar
terpidana korupsi dihukum kerja sosial. MUI mendorong majelis hakim pengadilan tipikor
menjatuhkan hukuman seberat-beratnya kepada koruptor kakap, bahkan hukuman mati. MUI
juga merekomendasikan kerja sosial, selain pidana penjara. Mereka juga harus membersihkan
fasilitas publik, seperti pasar, terminal, lapangan, panti asuhan, dan sebagainya untuk
memberi efek jera dan mencegah masyarakat agar tidak mengikuti jejak para koruptor.
Masyarakat menilai selama ini para koruptor tetap bisa hidup nyaman di tahanan, karena bisa
membeli fasilitas dari oknum-oknum di penjara, sehingga tidak ada efek jera. MUI telah
mendorong agar majelis hakim konsisten menetapkan putusan untuk menyita seluruh harta
hasil korupsi.

 Usulan pemberian hukuman mati bagi koruptor

Sebelum ini, usulan hukuman mati bagi koruptor di Indonesia sebenarnya telah
disampaikan sejumlah lembaga dan aktivis antikorupsi. Para pelaku korupsi cenderung tidak
punya rasa malu lagi, bahkan tak jarang mencalonkan diri untuk meraih jabatan di
pemerintahan. Rekomendasi itu kemudian disampaikan kepada Susilo Bambang Yudhoyono
yang dulu masih menjabat sebagai Presiden RI. Namun, hingga kini belum ada realisasi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sepakat dengan hukuman mati bagi
koruptor.

11
Jadi Islam telah melarang semua bentuk tindakan korupsi. Walaupun tidak terdapat
sanksi dalam bentuk nash qath’i mengenai hukuman bagi koruptor, bukan berarti tidak adanya
sanksi bagi pelaku korupsi.

D. Hukum Memanfaatkan Hasil Korupsi

Di dalam Kitabullah, di antaranya adalah firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

َّ ُ ُ ْ َ ‫ْ ُ ْأ‬ ُ ‫َأ‬ َ ‫َو َما َك‬


‫ان ِل َن ِب ّ ٍي ْن َيغ َّل ۚ َو َم ْن َيغل ْل َي ِت ِب َما غ َّل َي ْو َم ال ِق َي َام ِة ۚ ث َّم ت َوف ٰى‬
"Tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang).
Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada hari Kiamat
ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu …" [Ali Imran:161].

Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu wa Ta'ala mengeluarkan pernyataan bahwa,


semua nabi Allah terbebas dari sifat khianat, di antaranya dalam urusan rampasan perang.
Menurut penjelasan Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhuma, ayat ini diturunkan pada saat (setelah)
perang Badar, orang-orang kehilangan sepotong kain tebal hasil rampasan perang. Lalu
sebagian mereka, yakni kaum munafik mengatakan, bahwa mungkin Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam telah mengambilnya. Maka Allah Subhanahu wa Ta'ala menurunkan ayat ini
untuk menunjukkan jika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam terbebas dari tuduhan
tersebut.
Ibnu Katsir menambahkan, pernyataan dalam ayat tersebut merupakan pensucian diri
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dari segala bentuk khianat dalam penunaian amanah,
pembagian rampasan perang, maupun dalam urusan lainnya. Hal itu, karena berkhianat dalam
urusan apapun merupakan perbuatan dosa besar. Semua nabi Allah ma’shum (terjaga) dari
perbuatan seperti itu. Ibnu Katsir mengatakan,"Di dalamnya terdapat ancaman yang amat
keras.” Selain itu, perbuatan korupsi (ghulul) ini termasuk dalam kategori memakan harta
manusia dengan cara batil yang diharamkan Allah Subhanahu wa Ta'ala, sebagai mana dalam
firman-Nya :

12
ً َ ُ ُ ‫َ ُ ْ ُ َ َ ْ ُ َّ َ ْأ‬
ْ‫يقا من‬ َ ْ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ ‫َ َ ْأ ُ ُ َأ‬
ِ ‫اط ِل وتدلوا ِبها ِإ لى الحك ِام ِلت كلوا ف ِر‬
ِ ‫وال ت كلوا موالكم بينكم ِبالب‬
َ‫الناس با ْثم َوَأ ْن ُت ْم َت ْع َل ُمون‬َّ ‫َأ ْم َوال‬
ِ ‫ِ ِ ِأْل‬ ِ

" Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan
jalan yang batil, dan janganlah kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebagian dari harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui " [Al-Baqarah :188].

Korupsi dikatakan haram karena dilihat dari berbagai aspek, berikut ini adalah aspek-
aspek yang menyebabkan korupsi itu haram hukumnya :

1. Curang dan Penipuan

Perbuatan korupsi merupakan perbuatan curang dan penipuan yang secara langsung
merugikan keuangan negara (masyarakat). Allah SWT memberi peringatan agar kecurangan
dan penipuan itu dihindari, seperti pada firman-Nya,

ُ ‫ان ل َنب ٍّى َأ ن َي ُغ َّلۚ‌ َو َمن َي ۡغ ُل ۡل َي ۡأت ب َما َغ َّل َي ۡو َم ۡٱلق َيٰـ َمةۚ‌ ُث َّم ُت َو َّف ٰى‬
ُّ‫ڪل‬ َ ‫َو َما َك‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫س َّما َك َس َب ۡت َو ُه ۡم اَل ُي ۡظ َل ُم‬
‫ون‬ ۬ ‫َن ۡف‬
ٍ
"Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan rampasan perang. Barangsiapa yang
berkhianat dalam urusan harta rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang
membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan
tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.”
(QS. Ali Imran:161).

Nabi Muhammad SAW. telah menetapkan suatu peraturan bahwa setiap kembali dari
peperangan, semua harta rampasan baik yang kecil maupun yang besar jumlahnya harus
13
dilaporkan dan dikumpulkan di hadapan pimpinan perang kemudian Rasulullah saw.
membaginya sesuai dengan ketentuan bahwa 1/5 dari harta rampasan itu untuk Allah SWT,
Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil, sedangkan siasanya (4/5 lagi)
diberikan kepada mereka yang berperang. (QS. Al-Anfal: 41).

2. Khianat

Berkhianat terhadap amanat adalah perbuatan terlarang dan berdosa seperti ditegaskan
Allah SWT dalam Alquran,

ُ ُ َ َ َ ُ َّ َ َ َّ ْ ُ ُ َ ‫َ َٰٓأ ُّ َ َّ َ َ َ ُ ْ اَل‬
َ‫ون ٓو ْا َأ َمٰـ َنٰـت ُك ۡم َوَأ ُنت ۡم َت ۡع َل ُمون‬
ِ ‫يـ يہا ٱل ِذين ءامنوا تخونوا ٱلله وٱلرسول وتخ‬
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS. Al-Anfal:27).

Pada ayat lain Allah SWT memerintahkan untuk memelihara dan menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya,

‫َأ‬
َّ َ ۡ َ ُ ۡ َ َ َ َ َ ۡ ‫َّ َّ َ َ ۡ ُ ُ ُ ۡ َأ َُؤ ُّ ْ َأۡل َ ٰ َ ٰ َ ٰٓ َأ‬
۞ ‫اس ن‬
ِ ‫ِإ ن ٱلله يأمركم ن ت دوا ٱ مـنـ ِت ِإ لى ه ِلها وِإ ذا حكمتم بين ٱلن‬
ۡ ْ ُ َ
‫ت ۡحك ُموا ِبٱل َع ۡد‬
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan [menyuruh kamu] apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil .” (QS. An-Nisa: 58).

Kedua ayat ini mengandung pengertian bahwa mengkhianati amanat seperti perbuatan
korupsi bagi pejabat adalah terlarang lagi haram.

3. Aniaya (Dzalim)
14
Perbuatan korupsi untuk memperkaya diri dari harta negara adalah perbuatan lalim
(aniaya), karena kekayaan negara adalah harta yang dipungut dari masyarakat termasuk
masyakarat yang miskin dan buta huruf yang mereka peroleh dengan susah payah. Oleh
karena itu, amatlah lalim seorang pejabat yang memperkaya dirinya dari harta masyarakat
tersebut, sehinga Allah SWT memasukkan mereka ke dalam golongan yang celaka besar,
sebagaimana dalam firman-Nya,

‫َ َ ۡ ٌ۬ ِّ َّ َ َ َ ُ ْ ۡ َ َ َ ۡ َأ‬
‫اب يو ٍم ِل ٍيم‬
ِ ‫فويل لل ِذين ظلموا ِمن عذ‬
Kecelakaan besarlah bagi orang-orang lalim yakni siksaan di hari yang pedih." (QS. Az-
Zukhruf: 65).

4. Suap dan Gratifikasi.

Termasuk ke dalam kategori korupsi, perbuatan memberikan fasilitas negara kepada


seseorang karena ia menerima suap dari yang menginginkan fasilitas tersebut. Perbuatan ini
oleh Nabi Muhammad saw.disebut laknat seperti dalam sabdanya,

“Allah melaknat orang yang menyuap dan menerima suap.”(H.R. Ahmad dan Hambali).

Ulama membolehkan perbuatan suap dalam situasi darurat dalam situasi pabila
penyuap tidak bisa mendapatkan haknya kecuali dengan menyuap. Dalam situasi ini, maka
yang berdosa adalah yang menerima suap. Bukan penyuap. Dalil dasar yang dipakai adalah :

(a) Hadits riwayat Ahmad (#10739) dari Umar bin Khatab di mana Nabi bersabda:

ُ ‫َأ‬ ْ َ ‫َ َأ ُ مْل َ َأ َ َ َ ُأ‬ ‫َأ‬


‫ َو َما‬، ‫ِإ َّن َح َد ُه ْم ل َي ْس ل ِني ا ْس لة ف ْع ِط َيها ِإ َّي ُاه ف َيخ ُر ُج ِب َها ُم َت ِّبط َها‬
َّ َ ُ َ َ ُ َ ُ َ َ ٌ َ ْ ُ َ َ
َ ‫ َف ِل َم ُت ْع ِطيه ْم ؟ َق‬، ‫الل ِه‬
‫ ِإ َّن ُه ْم‬: ‫ال‬ ِ ‫ يا رسول‬: ‫ قال عمر‬، ‫ِهي لهم ِإ ال نار‬
َّ َ ‫َ َ ْأ‬
َ‫الل ُه لي ْال ُب ْخل‬ ُ ‫َ ْأ َ ْ َ َأ ْ َ ْ َأ‬
ِ ‫ وي بى‬، ‫ي بون ِإ ال ن يس لو ِني‬

15
“Sesungguhnya salah satu dari kalian akan meminta sesuatu padaku dan aku mengabulkan
permohonannya. Lalu dia keluar. Tidak ada perkara yang dia minta itu kecuali neraka. Umar
bertanya: Ya Rasulullah mengapa engkau memberinya? Nabi menjawab: Mereka selalu
datang untuk meminta padaku sedang Allah melarangku untuk pelit.”

(b) Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud

‫أنه ملا أتى أرض الحبشة أخذ بشيء فتعلق به فأعطى دينارين حتى خلي‬

‫سبيله‬

“Saat Ibnu Mas'ud datang ke negara Habasyah, ia mengambil sesuatu dan


menggantungnya. Lalu dia memberikan dua dinar sampai orang itu memberinya jalan.”

(c) Imam Nawawi dalam Al-Majmuk menyatakan

‫فأما الراشي فإن كان يطلب بما دفعه أن يحكم بغير الحق حرم‬

‫ وإن كان يطلب بما يدفعه وصوله إلى حقه لم يحرم عليه‬،‫عليه ذلك‬

‫ذلك‬

“ Adapun orang yang menyuap apabila dia mengharap sesuatu atas apa yang dia
berikan agar diberi putusan yang tidak benar maka haram baginya hal itu. Akan tetapi suap
itu bertujuan agar dia bisa mendapatkan haknya maka hal itu tidak haram.”

(d) Ibnu Hazm Adz-Dzahiri dalam Al-Mahalli menyatakan

16
،‫من قدر على دفع الظلم عن نفسه دون أن يدفع لم يحل له إعطاء فلس فما فوقهـ في ذلك‬

‫ والرسول صلى هللا عليه وسلم‬،) ‫( ال يكلف هللا نفسا إال وسعها‬:‫وأما من عجز فاهلل تعالى يقول‬

‫(إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم ) رواه مسلم وصار في حد اإلكراه وقد قال‬:‫يقول‬

)‫ (رفع عن أمتي الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه‬:‫الرسول صلى هللا عليه وآله وسلم‬.
“ Barang siapa yang mampu menolak kezaliman dari dirinya tanpa harus menyuap,
maka memberi sesen uang atau lebih itu haram baginya. Adapun orang yang tidak mampu
menolak kezaliman, maka Allah berfirman "Allah tidak memaksa seseorang kecuali menurut
kemampuannya."

(e) Ibnu Taimiyah. yang menyatakan:

‫فأما إذا أهدى له هدية ليكف ظلمه عنه أو ليعطيه حقه الواجب‬

‫ وجاز للدافع أن يدفعها إليه‬, ‫كانت هذه الهدية حراما على اآلخذ‬

“ Apabila penyuap memberi hadiah agar supaya yang disuap tidak berlaku zalim,
atau supaya yang disuap mendapatkan haknya, maka hadiah ini haram bagi yang disuap dan
boleh (halal) bagi penyuap untuk memberikan hadiah itu.”

Syarat bolehnya memberi uang komitmen, komisi atau fee ada dua:
 Menyuap untuk mendapatkan hak yang memang seharusnya diterima atau untuk menolak
kezaliman yang akan menimpa diri kita;
 Tidak ada jalan lain untuk mencapai tujuan halal yang dimaksud selain dengan menyuap.

Pendapat di atas disetujui antara lain oleh Ata' bin Rabah, Hasan Al-Basri, Imam
Nawawi, Ibnu Hazm Az-Dzahiri dan Ibnu Taimiyah seperti diuraikan di atas.
Setelah kita mengetahui mengapa korupsi itu diharamkan, maka akan dijelaskan
mengenai memanfaatkan hasil dari korupsi. Memanfaatkan yaitu memakan, mengeluarkannya
untuk kepentingan ibadah, sosial. dan sebagainya. Memanfaatkan harta kekayaan yang
dihasilkan dari tindak pidana korupsi tidak berbeda dengan memanfaatkan harta yang
dihasilkan dengan cara-cara ilegal lainnya, karena harta yang dihasilkan dari tindak korupsi

17
sama dengan harta rampasan, curian, hasil judi, dan sebagainya. Jika cara memperolehnya
sama, maka hukum memanfaatkan hasilnya pun sama.
Dalam hal ini ulama fikih sepakat bahwa memanfaatkan harta yang diperoleh dengan
cara-cara yang ilegal (terlarang) adalah haram, sebab pada prinsipnya harta itu bukanlah milik
yang sah, melainkan milik orang lain yang diperoleh dengan cara yang terlarang.

Dasar yang menguatkan pendapat ulama fikih ini antara lain ialah firman Allah SWT :

ُ ‫َواَل ت َۡأ ُكلُ ٓو ْا َأمۡ َوٲلَ ُكم بَ ۡينَ ُكم بِ ۡٱلبَ ٰـ ِط ِل َوتُ ۡدلُو ْا بِ َهآ ِإلَى ۡٱل ُحڪ َِّام ِلت َۡأ‬
 ‫ڪلُو ْا‬
َ ‫س بِٱِإۡل ۡث ِم َوَأنتُمۡ ت َۡعلَ ُم‬
‫ون‬ ‫ا‬َّ ‫ن‬‫ٱل‬ ‫ٲل‬
‫ـ‬ ‫و‬ ۡ‫م‬‫َأ‬ ‫ن‬ ۡ ‫م‬ ‫ا‬ ً ۬ ‫فَري‬
‫ق‬
ِ ِ َ ِّ ِ
  “Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu membawa (urusan) hartamu itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).

Pada ayat ini terdapat larangan memakan harta orang lain yang diperoleh dengan cara-
cara yang batil, termasuk di dalamnya mencuri, menipu, dan korupsi. Harta kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana korupsi dapat juga dianalogikan dengan harta kekayaan yang
diperoleh dengan cara riba, karena kedua bentuk perbuatan itu sama-sama ilegal.
Jika memakan harta yang diperoleh secara riba itu diharamkan (QS. Ali Imran: 130),
maka memakan harta hasil korupsi pun menjadi haram. Disamping itu ulama memakai kaidah
fikih yang menunjukkan keharaman memanfaatkan harta korupsi yaitu, "apa yang
diharamkan mengambilnya, maka haram memberikannya/memanfaatkannya”. Oleh karena
itu, seperti yang ditegaskan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, selama suatu perbuatan dipandang
haram, maka selama itu pula diharamkan memanfaatkan hasilnya. Namun, jika perbuatan itu
tidak lagi dipandang haram, maka hasilnya boleh dimanfaatkan. Selama hasil perbuatan itu
diharamkan memanfaatkannya, selama itu pula pelakunya dituntut untuk mengembalikannya
kepada pemiliknya yang sah. Jika ulama fikih sepakat mengharamkan pemanfaatan harta
kekayaan yang diperoleh dengan cara korupsi, maka mereka berbeda pendapat mengenai
akibat hukum dari pemanfaatan hasil korupsi tersebut. 
Setelah mengetahui hal tersebut,kali ini menjelaskan hukum shalat dan haji
menggunakan hasil korupsi. Mazhab Syafi'i, Mazhab Maliki, dan Mazhab Hanafi mengatakan
bahwa shalat dengan menggunakan kain yang diperoleh dengan cara yang batil
(menipu/korupsi) adalah sah selama dilaksanakan sesuai dengan syarat dan rukun yang
18
ditetapkan. Meskipun demikian, mereka tetap berpendapat bahwa memakainya adalah dosa,
karena kain itu bukan miliknya yang sah. Demikian juga pendapat mereka tentang haji dengan
uang yang diperoleh secara korupsi, hajinya tetap dianggap sah, meskipun ia berdosa
menggunakan uang tersebut. Menurut mereka, keabsahan suatu amalan hanya ditentukan oleh
terpenuhinya rukun dan syarat amalan dimaksud.
Sedangkan menurut Imam Ahmad bin Hanbal, shalat dengan menggunakan kain hasil
korupsi tidak sah, karena menutup aurat dengan bahan yang suci adalah salah satu syarat sah
shalat. Menutup aurat dengan kain yang haram memakainya sama dengan shalat memakai
pakaian bernajis. Lagi pula shalat merupakan ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah
SWT. Oleh karena itu, tidak pantas dilakukan dengan menggunakan kain yang diperoleh
dengan cara yang dilarang Allah SWT. Menurut Imam Ahmad bin Hanbal, haji yang
dilakukan dengan uang hasil korupsi tidak sah. la memperkuat pendapatnya dengan hadis
yang menerangkan bahwa Allah SWT adalah baik, dan tidak menerima kecuali yang baik
(HR. At-Tabrani).Pada kesempatan lain Nabi Muhammad saw. bersabda,

"Jika seseorang pergi naik haji dengan biaya dari harta yang halal, maka ketika ia
mulai membacakan talbiah datang seruan dari langit, 'Allah akan menyambut dan menerima
kedatanganmu dan semoga kamu akan bahagia. Perbekalanmu halal, kendaraanmu juga
halal, maka hajimu diterima dan tidak dicampuri dosa.” 

(HR.At-Tabrani).

“Sebaliknya bila pergi dengan harta yang haram, lalu ia mengucapkan talbiah maka
datang seruan dari langit, 'Tidak diterima kunjunganmu dan kamu tidak berbahagia.
Perbekalanmu haram, belanjamu dari yang haram, maka hajimu berdosa, jauh dari pahala
(tidak diterima).” 

(HR.At-Tabrani).
Atas dasar logika dan hadis tersebutlah Imam Ahmad bin Hanbal mengambil
kesimpulan tentang tidak sahnya ibadah dengan menggunakan perlengkapan hasil korupsi.

E. Bahaya Korupsi dalam Kehidupan

Sudah jelas bahwa korupsi memiliki dampak yang sangat berbahaya kepada
keseharian kita semua. Berikut ini bahaya dari korupsi bila ditinjau dari beberapa aspek
tertentu yang ada pada kehidupan.

19
 Bidang Ekonomi

Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa. Pertama jika dalam sebuah
negara terjadi korupsi maka, investor akan sulit untuk menginvestasikan kepada negara
tersebut. Kedua bila terjadi korupsi di sekitar pemerintahan maka sudah dipastikan
pertumbuhan ekonominya tidak berjalan.

 Bidang politik

Simpelnya politik dekat dengan kekuasaan. Bila suatu kekuasaan terbukti adanya
korupsi maka pemerintah dan penguasa tersebut akan buruk di mata masyarakat. Hasilnya
masyarakat tidak akan patuh dengan pemerintahan tersebut. Di samping itu, korupsi akan
memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan
antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya
kekuasaan pemerintahan secaratidak terhormat.

 Bidang Keamanan dan Ketahanan

Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya tingkat keamanan dan ketahanannasional.


Penganguran di mana-mana yang menyebabkan makin banyaknya angka kriminalitas, kualitas
pelayanan yang sangat jelek, dan hanya orang berpunya saja yang akan mendapatkan
pelayanan yang baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapatmenyebabkan meluasnya
keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnyamungkin kemarahan sosial.

 Bidang Budaya

Ada suatu pendapat yang mengatakan bila korupsi di Indonesia merupakan contoh dari
bekas jaman Belanda dulu (VOC). Itu merupakan sebuah contoh bila korupsi telah menjadi
budaya buruk di Indonesia. Korupsi juga membahayakan terhadap standart moral dan

20
intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela maka tidak ada nilai utama ataukemulian
dalam diri masyarakat sebagai makhluk yang berbudaya.

 Bidang Agama

Korupsi menimbulkan kekacauan di bidang Agama. Bantuan-bantuan yang diberikan


oleh para dermawan kepada mustahik tidak tersalurkan dengan baik.Misalnya Lembaga Amil
Zakat (LAZ) yang mengurangi atau tidak memberikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya.Akibatnya angka kemiskinan semakin tinggi dan makin banyaknya orang-orang
yang menderita kelaparan.

D. Cara Pemberantasan Korupsi Menurut Islam

Korupsi membawa dampak pada kesenjangan ekonomi akibat memburuknya distribusi


kekayaan. Bila sekarang kesenjangan kaya dan miskin sudah demikian menganga, maka
korupsi makin melebarkan kesenjangan itu karena uang terdistribusi secara tidak sehat (tidak
mengikuti kaedah-kaedah ekonomi sebagaimana mestinya).
Koruptor makin kaya, yang miskin makin miskin. Akibat lainnya, karena uang
gampang diperoleh, sikap konsumtif menjadi muncul.Tidak ada dorongan ke pola produktif,
sehingga timbul inefisiensi dalam pemanfaatan sumber daya ekonomi.
Melihat permasalahan tersebut diatas sesungguhnya telah ada niat cukup besar untuk
mengatasi korupsi. Namun  penanganan korupsi tidak dilakukan secara komprehensif,
setengah hati, dan tidak sungguh-sungguh. Ini terlihat dari tak adanya keteladanan dari
pemimpin dan sedikit atau rendahnya pengungkapan kejahatan korupsi sementara masyarakat
tahu bahwa korupsi terjadi di mana-mana.Berikut ini merupakan cara pemberantasan korupsi
menurut Islam :

 Sistem penggajian yang layak.

Aparat pemerintah harus bekerja dengan sebaik-baiknya. Dan itu sulit berjalan dengan
baik bila gaji mereka tidak mencukupi. Para birokrat tetaplah manusia biasa. Rasul dalam
hadis riwayat Abu Dawud berkata,

21
“Barang siapa yang diserahi pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan
disediakan rumah, jika belum beristri hendaknya menikah, jika tidak mempunyai pembantu
hendaknya ia mengambil pelayan, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan)
hendaknya diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya, itulah kecurangan (ghalin)”.

Oleh karena itu, harus ada upaya pengkajian menyeluruh terhadap sistem penggajian
dan tunjangan di negeri ini.

 Larangan menerima suap dan hadiah.

Hadiah dan suap yang diberikan seseorang kepada aparat pemerintah pasti
mengandung maksud tertentu, karena buat apa memberi sesuatu bila tanpa maksud di
belakangnya, yakni bagaimana agar aparat itu bertindak menguntungkan pemberi hadiah.

Tentang suap Rasulullah berkata,

“Laknat Allah terhadap penyuap dan penerima suap” (HR. Abu Dawud).

Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Rasul berkata,

“Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima
hakim adalah kufur” (HR Imam Ahmad).

 Perhitungan kekayaan.

Orang yang melakukan korupsi, tentu jumlah kekayaannya akan bertambah dengan
cepat. Meski tidak selalu orang yang cepat kaya pasti karena telah melakukan korupsi.

 Teladan pemimpin.

Pemberantasan korupsi hanya akan berhasil bila para pemimpin, terlebih pemimpin
tertinggi, dalam sebuah negara bersih dari korupsi. Dengan takwa, seorang pemimpin
melaksanakan tugasnya dengan penuh amanah.

 Hukuman setimpal.

Pada dasarnya, orang akan takut menerima risiko yang akan mencelakakan dirinya,
termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para koruptor. Berfungsi sebagai

22
pencegah (zawajir), hukuman setimpal atas koruptor diharapkan membuat orang jera dan
kapok melakukan korupsi. Dalam Islam, koruptor dikenai hukuman ta’zir berupa tasyhir atau
pewartaan (dulu dengan diarak keliling kota, sekarang mungkin bisa ditayangkan di televisi
seperti yang pernah dilakukan), penyitaan harta dan hukuman kurungan, bahkan sampai
hukuman mati.

 Pengawasan masyarakat.

Masyarakat dapat berperan menyuburkan atau menghilangkan korupsi. Demi


menumbuhkan keberanian rakyat mengoreksi aparat, khalifah Umar di awal pemerintahannya
menyatakan,“Apabila kalian melihatku menyimpang dari jalan Islam, maka luruskan aku
walaupun dengan pedang”.

23
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

Korupsi adalah perbuatan penyalahgunaan kekuasaan atau wewenang untuk


memperkaya atau menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan keuangan
dan perekonomian negara. Islam membagi istilah korupsi kedalam beberapa dimensi.Yaitu
ghulul (penggelapan), risywah (suap), Ghasab (Mengambil Paksa Hak/Harta Orang Lain),
khianat (penghianatan), Al-Maksu (pungutan liar).
Sanksi yang dapat diterima oleh pelaku yaitu seperti sanksi yang diterapkan bervariasi
sesuai dengan tingkat kejahatannya (Ta’zir), pemberian hukuman yang mendatangkan efek
jera,dan hukuman mati. Bahaya dari korupsi bila ditinjau dari beberapa aspek tertentu yang
ada pada kehidupan contohnya dalam bidang ekonomi yaitu bila terjadi korupsi di sekitar
pemerintahan maka sudah dipastikan pertumbuhan ekonominya tidak berjalan, dalam bidang
politik yaitu bila kekuasaan terbukti adanya korupsi maka pemerintah dan penguasa tersebut
akan buruk di mata masyarakat, dalam bidang keamanan dan ketahanan contohnya
penganguran di mana-mana yang menyebabkan makin banyaknya angka kriminalitas. Cara
pemberantasan korupsi menurut islam yaitu sistem penggajian yang layak, larangan menerima
suap dan hadiah, perhitungan kekayaan, teladan pemimpin, hukuman setimpal, dan
pengawasan masyarakat.

B. Saran

Pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak dini agar penyakit korupsi tidak semakin
meluas dan merugikan bangsa dan Negara. Pemerintah harus menindak tegas pelaku tindakan
korupsi agar pelaku tersebut jera dan tidak ada yang berani untuk melakukan tindakan
korupsi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Fazzan.(2015). Korupsi Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam. Jurnal Ilmiah
Islam Futura, 14 (2), hlm. 146-165.
Komisi Pemberantasan Korupsi.(2006). Memahami Untuk Membasmi : Buku Panduan Untuk
Memahami Tindak Pidana Korupsi.Jakarta: KPK.
Lestari, A.(2012). Tindak Pidana Korupsi ditinjau dari Fiqih Jinayah dan Hukum Positif
Indonesia.[Online].Diakses dari
https://aforadeles.wordpress.com/2012/03/27/tindak-pidana-korupsi-ditinjau-dari-
fiqh-jinayah-dan-hukum-positif-indonesia/ .[Dikutip 10 November 2017]
Rajib, La. (2013). Korupsi Menurut Hukum Islam. [Online]. Diakses dari
http://rajibrena.blogspot.co.id/2013/06/makalah-korupsi-menurut-hukum-
islam.htm. [Dikutip 10 November 2017]
Saepudin. (2010). Korupsi dalam Pandangan Islam.[Online]. Diakses dari
https://saepudinonline.wordpress.com/2010/12/18/korupsi-dalam-pandangan-
islam/ [Dikutip 11 November 2017]
Sumarwoto.(2014). Status Hukum Bagi Koruptor Perspektif Hukum Islam.[Online].Diakses
dari http://ejournal.unsa.ac.id/index.php/prosedingunsa/article/view/75. [Dikutip
10 November 2017]

25

Anda mungkin juga menyukai