Anda di halaman 1dari 5

Cara-cara mengutip, yaitu:

1. Kutipan langsung yang tidak lebih dari empat baris,


Caranya:
a. Kutipan itu diintegrasikan langsung dengan teks;
b. Jarak antara baris dengan baris dua spasi;
c. Kutipan itu diapit dengan tanda kutip;
d. Sesudah kutipan selesai, diberi nomor urut penunjukan setengah spasi ke
atas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, tahun terbit, dan
nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.

2. Kutipan langsung yang lebih dari empat baris,


Caranya:
a. Kutipan itu dipisahkan dari teks dalam jarak 2,5 spasi;
b. Jarak antara baris dengan baris kutipan satu spasi;
c. Kutipan boleh atau tidak diapit dengan tanda kutip;
d. Sesudah kutipan selesai diberi nomor urut penunjukan setengah spasi
keatas, atau dalam kurung ditempatkan nama singkat pengarang, thun terbit, dan
nomor halaman tempat terdapat kutipan itu.

3.      Kutipan tak langsung


Dalam kutipan tak langsung biasanya inti sari pendapat itu yang dikemukakan. Oleh
karena itu tidak boleh mempergunakan kutipan
Syarat-syarat yang harus diperhatikan:
a. Kutipan itu diintegrasikan dengan teks;
b. Jarak antar baris dua spasi;
c. Kutipan tidak diapit dengan tanda kutip;
d. Sesudah dikutip diberi nomor penunjukkan, atau memberi keterangan tentang di dalam
kurung.

4.      Kutipan pada catatan kaki


Kutipan selalu ditempatkan dalam spasi rapat, biarpun kutipan itu singkat saja dan
memakai tanda kutip tepat seperti teks aslinya.

5.      Kutipan atas ucapan lisan


Jika penulis ingin mengutip ucapan-ucapan lisan dari seseorang, sebaiknya
diperlihatkan terlebih dahulu naskah kutipan itu kepada yang memberi keterangan guna
pengesahannya.
E. Prinsip-prinsip Mengutip
Dalam mengutip kita harus menyebutkan sumbernya. Hal itu dimaksudkan
sebagai pernyataan penghormatan kepada orang yang pendapatnya dikutip, dan
sebagai pembuktian akan kebenaran kutipan tersebut.
Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada waktu membuat kutipan adalah:
1.      Jangan mengadakan perubahan
Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak boleh mengubah kata-kata
atau teknik dari teks aslinya. Bila pengarang menganggap perlu untuk mengadakan
perubahan tekniknya, maka ia harus menyatakan atau memberi keterangan yang jelas
bahwa telah diadakan perubahan tertentu. Misalnya dalam naskah asli tidak ada
kalimat atau bagian kalimat yang diletakkan dalam huruf miring (kursif) atau digaris-
bawahi, tetapi oleh pertimbangan penulis kata-kata atau bagian kalimat tertentu itu
diberi huruf tebal, huruf miring, atau diregangkan. Pertimbangan untuk merubah teknik
itu bisa bermacam-macam untuk memberi aksentuasi, contoh, pertentangan dan
sebagainya.
Dalam hal yang demikian penulis harus memberi keterangan dalam tanda kurung segi
empat [. . .] bahwa perubahan teknik itu dibuat sendiri oleh penulis, dan tidak ada dalam
teks aslinya. Keterangan dalam kurung segi empat itu misalnya berbunyi sebagai
berikut: [huruf miring dari saya, Penulis].

2.      Bila ada kesalahan


Bila dalam kutipan terdapat kesalahan atau keganjilan, entah dalam persoalan ejaan
maupun dalam soal-soal ketatabahasaan, penulis tidak boleh memperbaiki kesalahan-
kesalahan itu. Ia hanya mengutip sebagaimana adanya. Demikian pula halnya kalau
penulis tidak setuju dengan suatu bagian dari kutipan itu.
Dalam hal ini kutipan tetap dilakukan, hanya penulis diperkenankan mengadakan
perbaikan atau catatan terhadap kesalahan tersebut. Perbaikan atau catatan itu dapat
ditempatkan sebagai catatan kaki, atau dapat pula ditempatkan dalam tanda kurung
segi empat [. . .] seperti halnya dengan perubahan teknik sebagai telah dikemukakan di
atas. Catatan dalam tanda kurung segi empat itu langsung ditempatkan di belakang
kata atau unsur yang hendak diperbaiki, diberi catatan, atau yang tidak disetujui itu.
Misalnya, kalau kita tidak setuju dengan bagian itu, maka biasanya diberi catatan
singkat: [sic!] –kata sic! yang ditempatkan dalam kurung segi empat menunjukkan
bahwa penulis tidak bertanggungjawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip sesuai
dengan apa yang terdapat dalam naskah aslinya.
Contoh :
“Demikian juga dengan data bahasa yang lain dalam karya tulis ini kami selalu
berusaha mencari bentuk kata yang mengandung makan [sic! ] sentral/distribusi yang
terbanyak sebagai bahan dari daftar Swadesh.”
Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak; seharusnya makna. Namun
dalam kutipan, penulis tidak boleh langsung memperbaiki kesalahan itu. Ia harus
memberi catatan bahwa ada kesalahan, dan ia sekedar mengutip sesuai dengan teks
aslinya.
Untuk karya-karya ilmiah penggunaan sic! Dalam tanda kurung segi empat yang
ditempatkan langsung di belakang kata atau bagian yang bersangkutan, dirasakan lebih
mantap.

3.      Menghilangkan bagian kutipan


Dalam kutipan-kutipan diperkenankan pula menghilangkan bagian-bagian tertentu
dengan syarat bahwa penghilangan bagian itu boleh mengakibatkan perubahan makna
aslinya atau makna keseluruhannya. Penghilangan itu biasanya dinyatakan dengan
mempergunakan tiga titik berspasi [. . .]. Jika unsur yang dihilangkan itu terdapat pada
akhir sebuah kalimat, maka ketiga titik berspasi itu ditambahkan sesudah titik yang
mengakhiri kalimat itu. Bila bagian yang dihilangkan itu terdiri dari satu alinea atau
lebih, maka biasanya dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu baris
halaman. Dalam hal ini sama sekali tidak diperkenankan untuk menggunakan garis
penghubung [ - ] sebagai pengganti titik-titik. Bila ada tanda kutip, maka titik-titik itu –
baik pada awal kutipan maupun pada akhir kutipan- harus dimasukkan dalam tanda
kutip sebab unsur yang dihilangkan itu dianggap sebagai bagian dari kutipan.

Contoh :
Hal ini cocok dengan kehidupan para kepala itu sebagai pemimpin masyarakat, tetapi
juga sebagai pemimpin upacara-upacara keagamaan. Kata Mallinckrodt: “… in
primitieve streken is werkzaamheid van het hoofd met betrekking tot de godsdienst een
zijner voornaamste functies en de rechspraak, op bovenbedoelde wijze opgevat, word
teen ten deele religiuze verricthing, die het magisch evenwicht der gemeenschap
herstellen moet.”

D. Hal-hal yang Perlu diperhatikan dalam Mengutip


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mengutip, diantaranya:
1. Penulis mempertimbangkan bahwa kutipan itu perlu
2. Penulis bertanggung jawab penuh terhadap ketepatan dan ketelitian kutipan
3. Kutipan dapat terkait dengan penemuan teori
4. Jangan terlalu banyak mempergunakan kutipan langsung
5. Penulis mempertimbangkan jenis kutipan dan kaintannya dengan sumber rujukan.
KUTIPAN
Dalam penulisan-penulisan ilmiah, baik penulisan artikel-artikel ilmiah, karya-karya
tulis, maupun penulisan skripsi dan disertasi seringkali dipergunakan kutipan-kutipan
untuk menegaskan isi uraian, atau untuk membuktikan kebenaran tuliasan.
Kutipan adalah pinjaman kalimat atau pendapat dari seorang pengarang, atau
ucapan seseorang yang terkenal, baik terdapat dalam buku maupun majalah dan surat
kabar, Selain itu kutipan juga dapat diambil dalam bentuk lisan misal pidato,diskusi
ataupun melalui media elektronika seperti TV, radio, internet, dan lain sebagainya.
Tujuannya sebagai pengokohan argumentasi dalam sebuah karangan. Penulis cukup
mengutip pendapat yang dianggapnya benar itu dengan menyebutkan pendapat yang
dibaca atau didengarkannya,sehingga pembaca dapat mencocokkan kutipan dengan
sumber aslinya.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, mengutip adalah mengambil perkataan
atau kalimat dari buku atau yang lainnya. Mengutip itu berbeda dengan plagiat. Plagiat
adalah mengambil karangan-karangan atau pendapat orang lain dan menjadikannya
seolah-olah karangan atau pendapat tersebut dari diri sendiri.
Kutipan ditulis untuk menegaskan isi uraian, memperkuat pembuktian, dan
kejujuran menggunakan sumber penulisan. Kutipan merupakan salah satu hal yang sangat
esensi dalam penulisan karya ilmiah. Dalam penulisan kutipan ada aturan main yang
harus diikuti oleh setiap penulis karya ilmiah tanpa kecuali.

Manfaat Kutipan

1. Menunjukkan kualitas ilmiah yang lebih tinggi.

2. Menunjukkan kecermatan yang lebih akurat.

3. Memudahkan penilaian penggunaan sumber dana.

4. Memudahkan pembedaan data pustaka dan ketergantungan tambahan.

5. Mencegah pengulangan penulisan data pustaka.

6. Meningkatkan estetika penulisan.


7. Memudahkan peninjauan kembali penggunaan referensi, dan memudahkan

penyuntingan naskah yang terkait dengan data pustaka

Anda mungkin juga menyukai