Dosen Pengampu:
Dr. Kadek Adyatna Wedananta, S.Pd., M.Pd
Disusun Oleh:
Ni Putu Della Anggreni (42330060)
3. Prinsip Mengutip
Dalam mengutip kita harus menyebutkan sumbernya. Hal itu
dimaksudkan sebagai pernyataan penghormatan kepada orang yang
pendapatnya dikutip, dan sebagai pembuktian akan kebenaran kutipan
tersebut. Beberapa prinsip yang harus diperhatikan pada waktu membuat
kutipan adalah:
a. Jangan mengadakan perubahan
Pada waktu melakukan kutipan langsung, pengarang tidak
boleh mengubah kata-kata atau teknik dari teks aslinya. Bila pengarang
menganggap perlu untuk mengadakan perubahan tekniknya, maka ia
harus menyatakan atau memberi keterangan yang jelas bahwa telah
diadakan perubahan tertentu. Misalnya dalam naskah asli tidak ada
kalimat atau bagian kalimat yang diletakkan dalam huruf miring
(kursif) atau digaris-bawahi, tetapi oleh pertimbangan penulis kata-
kata atau bagian kalimat tertentu itu diberi huruf tebal, huruf miring,
atau diregangkan. Pertimbangan untuk merubah teknik itu bisa
bermacam-macam untuk memberi aksentuasi, contoh, pertentangan
dan sebagainya.
Dalam hal yang demikian penulis harus memberi keterangan
dalam tanda kurung segi empat [. . .] bahwa perubahan teknik itu
dibuat sendiri oleh penulis, dan tidak ada dalam teks aslinya.
Keterangan dalam kurung segi empat itu misalnya berbunyi sebagai
berikut: [huruf miring dari saya, Penulis].
b. Apabila ada kesalahan
Bila dalam kutipan terdapat kesalahan atau keganjilan, entah
dalam persoalan ejaan maupun dalam soal-soal ketatabahasaan, penulis
tidak boleh memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. Ia hanya mengutip
sebagaimana adanya. Demikian pula halnya kalau penulis tidak setuju
dengan suatu bagian dari kutipan itu.
Dalam hal ini kutipan tetap dilakukan, hanya penulis
diperkenankan mengadakan perbaikan atau catatan terhadap kesalahan
tersebut. Perbaikan atau catatan itu dapat ditempatkan sebagai catatan
kaki, atau dapat pula ditempatkan dalam tanda kurung segi empat [. . .]
seperti halnya dengan perubahan teknik sebagai telah dikemukakan di
atas. Catatan dalam tanda kurung segi empat itu langsung ditempatkan
di belakang kata atau unsur yang hendak diperbaiki, diberi catatan,
atau yang tidak disetujui itu. Misalnya, kalau kita tidak setuju dengan
bagian itu, maka biasanya diberi catatan singkat: [sic!] –kata sic! yang
ditempatkan dalam kurung segi empat menunjukkan bahwa penulis
tidak bertanggungjawab atas kesalahan itu, ia sekedar mengutip sesuai
dengan apa yang terdapat dalam naskah aslinya.
Contoh
“Demikian juga dengan data bahasa yang lain dalam karya tulis ini
kami selalu berusaha mencari bentuk kata yang mengandung makan
[sic! ] sentral/distribusi yang terbanyak sebagai bahan dari daftar
Swadesh.”
Kata makan dalam kutipan di atas sebenarnya salah cetak;
seharusnya makna. Namun dalam kutipan, penulis tidak boleh
langsung memperbaiki kesalahan itu. Ia harus memberi catatan bahwa
ada kesalahan, dan ia sekedar mengutip sesuai dengan teks aslinya.
Untuk karya-karya ilmiah penggunaan sic! Dalam tanda kurung segi
empat yang ditempatkan langsung di belakang kata atau bagian yang
bersangkutan, dirasakan lebih mantap.
c. Menghilangkan bagian kutipan
Dalam kutipan-kutipan diperkenankan pula menghilangkan
bagian-bagian tertentu dengan syarat bahwa penghilangan bagian itu
boleh mengakibatkan perubahan makna aslinya atau makna
keseluruhannya. Penghilangan itu biasanya dinyatakan dengan
mempergunakan tiga titik berspasi [. . .]. Jika unsur yang dihilangkan
itu terdapat pada akhir sebuah kalimat, maka ketiga titik berspasi itu
ditambahkan sesudah titik yang mengakhiri kalimat itu. Bila bagian
yang dihilangkan itu terdiri dari satu alinea atau lebih, maka biasanya
dinyatakan dengan titik-titik berspasi sepanjang satu baris halaman.
Dalam hal ini sama sekali tidak diperkenankan untuk menggunakan
garis penghubung [ - ] sebagai pengganti titik-titik. Bila ada tanda
kutip, maka titik-titik itu –baik pada awal kutipan maupun pada akhir
kutipan- harus dimasukkan dalam tanda kutip sebab unsur yang
dihilangkan itu dianggap sebagai bagian dari kutipan.
Contoh
Hal ini cocok dengan kehidupan para kepala itu sebagai pemimpin
masyarakat, tetapi juga sebagai pemimpin upacara-upacara
keagamaan. Kata Mallinckrodt: “… in primitieve streken is
werkzaamheid van het hoofd met betrekking tot de godsdienst een
zijner voornaamste functies en de rechspraak, op bovenbedoelde wijze
opgevat, word teen ten deele religiuze verricthing, die het magisch
evenwicht der gemeenschap herstellen moet.”
4. Jenis Kutipan
a. Kutipan langsung
Kutipan langsung adalah salinan yang sama dengan bentuk
aslinya yang dikutip dalam hal susunan kata dan tanda bacanya.
Kutipan langsung tidak boleh lebih dari satu halaman.
b. Kutipan tidak langsung
Kutipan tidak langsung adalah kutipan yang hanya mengambil
isinya saja, seperti sauran, ringkasan atau parafrase. Kutipan isi atau
parafrase yaitu kutipan yang hanya mengambil isi atau maksud dari
kalimat-kalimat dari kalimat-kalimat yang ditulis dalam buku sumber.
C. KESIMPULAN
Kutipan merupakan salah satu kelengkapan dalam penulisan makalah
yang dapat memberikan penegasan bahwa suatu karya baik makalah ataupun
karya ilmiah yang ditulis atau disusun oleh penulis tidak sepenuhnya dari
pendapat, gagasan, dan materi dari pribadi penulis, melainkan meminjam atau
mengambil sumber lain baik dari buku atau media lain untuk mendukung
materi dan gagasan dari penulis. Dari kutipan tersebut maka suatu karya atau
tulisan dapat diketahui dan dicari kebenarannya. Itulah hakikat dari fungsi
kutipan dan penulisan kutipan dalam suatu karya ilmiah.
Adapun dalam penulisan kutipan mempunyai prinsip yang harus
diperhatikan agar sesuai dengan EYD dan tidak mengabaikan suatu sumber
yang telah dikutip.
D. DAFTAR PUSTAKA
Andre Wicaksono, Bahasa Indonesia Kutipan (Online). Tersedia:
http://satuhati-satukisah.blogspot.com/2013/05/makalah-bahasa-
indonesia-kutipan.html [29 November 2014]
Banaina Sulfa, Bahasa Indonesia “Kutipan” (Online). Tersedia:
http://banaina-zulfa.blogspot.com/2014/02/ma-k-l-h-k-u-t-i-p-n-
definisi-fungsi.html [29 November 2014]
Dedi Irawan. “Kutipan dan Daftar Pustaka “. Makalah pada konvensi tujuh
IPBI, Denpasar.