Anda di halaman 1dari 34

Dr. KH.

Hasanudin
Prof. Jaih Mubarok

DINAMIKA FATWA SEBAGAI SUMBER HUKUM REGULASI


EKONOMI SYARIAH DAN PENYELESAIAN SENGKETANYA

Nasional Webinar
Mahkamah Agung RI dan DSN-MUI

26 Agustus 2020
Segi-Segi Hukum Islam
Dimensi Ilmu Syariah

Fiqh Fatwa Qanun Watsiqah Qadha’

Law in Book

Law in Action

Ide dasar ini dikutif dari paper Prof. M. Atho Mudzhar


Dimensi Ilmu Syariah

Fiqh Fatwa Qanun Watsiqah Qadha’

Fiqh merupakan dimensi hukum Islam yang berupa pendapat hasil ijtihad
fuqaha yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia; eksistensinya
dilembagakan ke dalam madzhab (aliran): antara lain Hanafiah, Malikiah,
Syafi`iah, Hanabilah, dan Zhahiriah; masing-masing madzhab memiliki
rujukan kitab tersendiri, di antaranya al-Mabsuth (Hanafiah), al-
Muwaththa’ dan al-Mudawanah (Malikiah), al-Umm dan al-Muhadzdzab
(Syafi`iah), al-Mughni karya Ibn Qudamah al-Maqdisi (Hanabilah), dan al-
Muhalla karya Ibn Hazm (Zhahiriah).
Dimensi Ilmu Syariah

Fiqh Fatwa Qanun Watsiqah Qadha’

Fatwa merupakan dimensi hukum Islam yang berupa pendapat hasil ijtihad
mufti yang pada umumnya bersifat spesifik karena didasarkan atas
hubungan harmonis antara mufti dan mustafti yang mempertanyakan
hukum peristiwa tertentu (al-as’ilah) yang memerlukan jawaban atau
ketetapan hukum (fatwa) dari mufti. Pada umumnya mufti
mempertimbangkan fikih sebagai rujukan dalam berfatwa.
Dimensi Ilmu Syariah

Fiqh Fatwa Qanun Watsiqah Qadha’

Qanun merupakan dimensi hukum Islam kontemporer yang berhubungan


dengan kekuasaan negara modern; kesepakatan Eksekutif dan Legislatif
pada bidang legislasi pada umumnya melahirkan peraturan perundang-
undangan; peraturan perundang-undangan dibedakan menjadi dua:
peraturan perundang-undangan yang berisi tentang substansi (hukum
materil) dan peraturan perundang-undangan yang berisi tentang hukum
acara (hukum formil).
Dimensi Ilmu Syariah

Fiqh Fatwa Qanun Watsiqah Qadha’

Watsiqah merupakan dimensi hukum Islam kontemporer yang berhubungan


dengan bisnis (hukum bisnis); akad yang dilakukan pihak-pihak dalam
melakukan usaha dituangkan dalam akta perjanjian (al-watsiqah);
kedudukan akad yang dilakukan oleh pihak-pihak merupakan undang-
undang yang mengikat bagi mereka yang melakukannya (al-muslimun
`inda syuruthihim [atau asas facta sun servanda dalam hukum perdata).
Dimensi Ilmu Syariah

Fiqh Fatwa Qanun Watsiqah Qadha’

Qadha’ merupakan dimensi hukum Islam kontemporer yang berhubungan


dengan penegakan hukum; yaitu dokumen berupa putusan pengadil atas
sengketa yang terjadi di antara pihak-pihak; putusan pengadil kadang
disebut law in concreto; putusan pengadil secara umum dapat dibedakan
menjadi dua: pengadil dalam domain ranah litigasi (disebut putusan hakim
dari tingkat pertama hingga kasasi dan upaya luar biasa [PK]); dan
domain yang termasuk dalam domain ranah nonlitigasi (antara lain
putusan mediasi dan arbitrase yang dilakukan Basyarnas)
7 Segi Fatwa
Istinbath Qadha’ Ajwibah

Ijtihad Fiqh Nawazil Mustajaddah

1 2 4 5 6 7
3

Ibn al-Shalah dalam Adab al-Mufti wa al-Mustafti (85 dan 95), Imam al-
Syaukani dalam Irsyad al-Fukhul (2: 240), al-Qasimi dalam al-Fatwa fi al-
Islam (54), dan al-Syathibi dalam al-Muwafaqat (2: 362), menjelaskan
bahwa fatwa dan ijtihad merupakan dua kata yang memiliki arti yang sama
(mutardif); namun memiliki perbedaan dari segi modus-operandinya; ijtihad
yang dilakukan mujtahid tidak bergantung pada pertanyaan dan penjelasan
penanya, sementara fatwa bergantung pada substansi pertanyaan dan
penjelasan mustafti.
Istinbath Qadha’ Ajwibah

Ijtihad Fiqh Nawazil Mustajaddah

1 2 4 5 6 7
3

Arti istinbath secara harfiah adalah istikhraj (mengeluarkan); sedangkan arti


istinbath secara istilah adalah mengeluarkan hukum dari teks (nushush) al-
Qur’an dan hadits melalui pikiran (intelektual) dan kekuatan bakat
(kejeniusan alamiah). Instinbath merupakan antara (wasithah) dua kegiatan
ijtihad; yaitu memahami masalah (isykaliyyat) yang memerlukan penjelasan
hukumnya; dan mendalami dalil (al-Qur’an, hadits, maupun qaul ulama) yang
terkait dengan isykaliyyat tersebut; fatwa merupakan ikhtiar mufti
memberitahukan kepada mustafti terkait pendapatnya sebagai hasil istinbath
yang dilakukannya.
Istinbath Qadha’ Ajwibah

Ijtihad Fiqh Nawazil Mustajaddah

1 2 4 5 6 7
3

Fiqh merupakan pemahaman ulama terhadap al-Qur’an dan hadits


terkait hak dan kewajiban mukallaf; sedangkan fatwa bertujuan
memberitahukan pemahaman ulama tersebut, dan mufti menjadikan
fiqh sebagai salah satu bahan baku dalam berfatwa.
Istinbath Qadha’ Ajwibah

Ijtihad Fiqh Nawazil Mustajaddah

1 2 4 5 6 7
3

Qadha’ merupakan putusan hakim (qadhi) dan/atau arbiter atas sengketa


(munaza‘at) yang terjadi di antara pihak-pihak; keputusannya merupakan
ketetapan hukum (insya’) yang mengikat pihak-pihak yang bersengketa;
sedangkan fatwa merupakan pemberitahun mufti kepada mustafti yang
bersifat mengarahkan (taujih) dan meluruskan/menganjurkan arah secara
keagamaan (irsyad-dini); karenanya cakupan fatwa lebih luas dibanding
cakupan putusan hakim.
Istinbath Qadha’ Ajwibah

Ijtihad Fiqh Nawazil Mustajaddah

1 2 4 5 6 7
3

Nawazil berasal dari nazil (tunggal) yang secara harfiah berarti kejadian
nyata (hulul atau hubuth); yaitu adanya isykaliyat yang dialami manusia baik
secara perorangan maupun bersama (masyarakat) yang tidak terdapat
ketentuan hukumnya dalam nashsh (al-Qur’an dan sunah). Arti nawazil secara
istilah adalah kejadian yang sesungguhnya yang tergolong baru
(mustajaddah) yang belum diketahui status hukumnya dalam syari‘ah;
karenanya termasuk domain ijtihad.
Istinbath Qadha’ Ajwibah

Ijtihad Fiqh Nawazil Mustajaddah

1 2 4 5 6 7
3

Ajwibah merupakan bentuk jamak dari kata jawab (tunggal); yaitu ma


yufta bih (apa yang difatwakan) yang merupakan penjelasan/jawaban
mufti atas isykaliyyat yang dijelaskan status hukumnya.
Istinbath Qadha’ Ajwibah

Ijtihad Fiqh Nawazil Mustajaddah

1 2 4 5 6 7
3

Masa’il mustajaddah (masalah baru dari segi syariah) yang terdiri atas dua
bentuk: a) masalah yang betul-betul baru yang tidak ada ketentuan hukum
syari‘ahnya baik nashsh atau hasil ijtihad; dan b) masalah yang tidak
sepenuhnya baru tetapi terdapat perubahan karakter (manath) baik karena
keadaan (hal), kebiasaan (‘urf), dan tempat.
7 Konsep Terkait Fatwa
Istifta’ Mufti Mustafta fih

Futiya Ifta’ Mustafti Mustafta bih

1 2 4 5 6 7
3

Futiya dan fatwa merupakan dua kata berbeda yang memiliki arti yang
sama (mutaradif); tidak ada perbedaan arti dari dua kata tersebut baik
dari segi substansi (mahiyah) maupun dari segi makna tidak tertulisnya
(mafhum). Fatwa adalah jawaban hukum dari segi syari‘ah atas
pertanyaan dari mustafti.
Istifta’ Mufti Mustafta fih

Futiya Ifta’ Mustafti Mustafta bih

1 2 4 5 6 7
3

Istifta’ merupakan proses dialogis antara mufti dan mustafti untuk


memahami masalah (tashawwur dan tashdiq) guna menetapkan ketentuan
hukumnya dari segi syariah sebagai solusi hukum bagi mustafti.
Istifta’ Mufti Mustafta fih

Futiya Ifta’ Mustafti Mustafta bih

1 2 4 5 6 7
3

Ifta’ secara harfiah adalah ikhbar (pemberitahuan); yaitu mufti


menyampaikan kepada mustatfti terkait ketentuan hukum dari segi syariah
atas masalah (isykaliyat) baik secara lisan, tertulis, perbuatan, maupun taqrir;
meskipun demikian, cara menyampaikan pendapat yang terbaik adalah
dalam bentuk lisan atau tulisan.
Istifta’ Mufti Mustafta fih

Futiya Ifta’ Mustafti Mustafta bih

1 2 4 5 6 7
3

Mufti merupakan pihak yang memiliki ilmu untuk berfatwa terutama


terkait hukum halal dan haram. Menurut ulama ushul al-fiqh, mufti
merupakan mujtahid dengan berbagai tingkatannya.
Istifta’ Mufti Mustafta fih

Futiya Ifta’ Mustafti Mustafta bih

1 2 4 5 6 7
3

Mustafti merupakan pihak yang mengajukan pertanyaan (isykaliyyat) kepada


mufti guna memperoleh penjelasan, petunjuk, dan jalan pada kebenaran
(haqq). Seseorang menjadi mustafti biasanya karena salah satu dari dua hal
berikut; dia tidak mengetahui status hukum-syariah dari isykaliyyat yang
dihadapinya; atau yang bersangkutan merupakan pengikut mufti, sehingga
bersedia menerima keputusan mufti baik didasarkan pada al-Qur’an dan
sunah, maupun ijtihad.
Istifta’ Mufti Mustafta fih

Futiya Ifta’ Mustafti Mustafta bih

1 2 4 5 6 7
3

Mustafti fih merupakan jawaban mufti kepada mustafti atas isykaliyyat.


Istifta’ Mufti Mustafta fih

Futiya Ifta’ Mustafti Mustafta bih

1 2 4 5 6 7
3

Mustafti bih merupakan dalil yang digunakan mustafti baik dalil naqli (al-
Qur’an dan/atau hadits), maupun dalil ‘aqli melalui ijtihad dengan
menggunakan metode-metode yang dikenal dalam ilmu ushul fiqh, di
antaranya pendekatan kebahaasaan (‘ilm al-dilalah), ijma‘, qiyas, dzari‘ah,
dan istihsan.
Ijtihad

Ijtihad-Jama`i Ijtihad-Intiqa’i

Ijtihad intiqa’i disebut pula dengan


Ijtihad jama‘i merupakan musyawarah nama al-ijtihad al-tarjihi, al-ijtihad al-
(syura) yang dilakukan pakar guna ishtifa’i, dan al-ijtihad al-ikhtiyari. Yusuf
menjawab dan/atau menjelaskan al-Qaradhawi menyampaikan bahwa
musykilah tertentu; karena syura yang dimaksud ijtihad intiqa’i (baca:
merupakan cara yang shahih untuk ijtihad ikhtiyari) adalah memilih
mendapatkan kesimpulan yang shahih; pendapat yang lebih rajih dari
karena syura didasarkan pada akal; akal pendapat-pendapat fuqaha’ yang
laksana lampu yang memancarkan terdapat dalam kitab-kitab turats
cahaya; jika akal disatukan akan melalui proses tarjih berdasarkan
melahirkan cahaya yang lebih berkualitas kaidah-kaidah syariah dengan
sehingga solusi hukum yang diharapkan mempertimbangkan maqashid al-
semakin mudah didapatkan. syari‘ah, kemashlahatan makhluk, dan
kondisi kekinian dan kedisinian.
Kaidah Tahlil wa Tahrim

1. Al-ashl fi al-asyya’ al-ibahah.


2. Al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah.
3. Tahrim al-halal wa tahlil al-haram qarin al-syirk bi Allah.
4. Al-tahrim yattabi‘ al-khabats wa al-dharar.
5. Fi al-halal ma yughni ‘an al-haram.
6. Ma adda ila al-haram haram.
7. Al-tahayul ‘ala al-haram haram.
8. Al-niyah al-hasanah la tubarir al-haram.
9. Ittiqa’ al-syubhat khasyyat al-wuqu‘ fi al-haram.
10. Al-haram haram ‘ala al-jami‘.
11. Al-dharurat tubih al-mahzhurat.
Al-Taisir al-Manhaji 1 2 Tafriq al-Halal

Paradigma Istifta’ DSN-MUI

I`adat al-Nazhar 3 4 Tahqiq al-Manath


KONTRAK BERBASIS AKAD BAI` DALAM
FATWA DSN-MUI
Akad Jual-Beli

No. Nomor Fatwa Judul Fatwa


1 110/DSN- Akad Jual-Beli
MUI/IX/2017
2 111/DSN- Akad Jual-Beli Murabahah
MUI/IX/2017
3 04/DSN-MUI/IV/2000 Murabahah
4 05/DSN-MUI/IV/2000 Jual-Beli Salam
5 06/DSN-MUI/IV/2000 Jual-Beli Istishna’
6 22/DSN-MUI/III/2002 Jual-Beli Iastishna’ Muwazi (Paralel)
7 28/DSN-MUI/III/2002 Jual-Beli Mata Uang (Bai` al-Sharf)
8 93/DSN-MUI/IV/2014 Keperantaraan (Wasathah) dalam Bisnis Properti
(Disahkan ketentuan Bai` al-Samsarah)

9 131/DSN-MUI/X/2019 Akad Bai` al-Muqashah


Akad Ijarah dan Ju’alah

No. Nomor Fatwa Judul Fatwa


1 112/DSN- Akad Ijarah
MUI/IX/2017
2 09/DSN- Pembiayaan Ijarah
MUI/IV/2000
3 27/DSN- Al-Ijarah al-Muntahiyyah bi al-Tamlik
MUI/IV/2002
4 101/DSN- Akad al-Ijarah al-Maushufah fi al-Dzimmah
MUI/X/2016
5 62/DSN- Akad Ju’alah
MUI/XII/2007
6 131/DSN- Sukuk Wakaf (Akad Hikr [ijarah fi muddah
MUI/X/2019 thawilah])
Akad Syirkah-Mudharabah

No. Nomor Fatwa Judul Fatwa


1 114/DSN- Akad Syirkah
MUI/IX/2017
2 115/DSN- Akad Mudharabah
MUI/IX/2017
3 07/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Mudharabah (Qiradh)
4 08/DSN-MUI/IV/2000 Pembiayaan Musyarakah
5 50/DSN-MUI/III/2006 Akad Mudharabah Musytarakah
6 73/DSN-MUI/XI/2008 Musyarakah Mutanaqishah
7 91/DSN-MUI/IV/2014 Pembiayaan Sindikasi (al-Tamwil al-Mashrifi al-
Mujamma’)
8 133/DSN-MUI/X/2019 Akad Musyarakah Muntahiyyah bi al-Tamlik
(MMBT)
Akad Tabarru’at-Ijarah

No. Nomor Fatwa Judul Fatwa


1 10/DSN-MUI/IV/2000 Wakalah
2 11/DSN-MUI/IV/2000 Kafalah
3 12/DSN-MUI/IV/2000 Hawalah
4 25/DSN-MUI/III/2002 Rahn
5 58/DSN-MUI/V/2007 Hawalah bil Ujrah
6 113/DSN- Akad Wakalah bil Ujrah
MUI/IX/2017
7 126/DSN- Akad Wakalah bi al-Istitsmar
MUI/VII/2019
Fatwa-Fatwa Produk

1. Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah


2. Fatwa Nomor 74/DSN-MUI/I/2009 tentang Penjaminan Syariah
3. Fatwa Nomor 75/DSN-MUI/VII/2009 tentang Penjualan Langsung Berjenjang
Syariah (PLBS)
4. Fatwa Nomor 82/DSN-MUI/VIII/2011 tentang Perdagangan Komoditi
Berdasarkan Prinsip Syariah.
5. Fatwa Nomor 87/DSN-MUI/XII/2012 tentang Metode Perataan Penghasilan
(Income Smoothing) Dana Pihak Ketiga.
6. Fatwa Nomor 93/DSN-MUI/IV/2014 tentang Keperantaraan (Wasathah) dalam
Bisnis Properti.
7. Fatwa Nomor 107/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip Syariah.
8. Fatwa Nomor 108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pariwisata Berdasarkan Prinsip Syariah.
9. Fatwa Nomor 116/DSN-MUI/II/2017 tentang Uang Elektronik Syariah.
10. Fatwa Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Kalam Akhir

▪ Para qadhi di pengadilan pada lingkungan peradilan agama termasuk


para arbiter dan pihak-pihak lainnya yang memeriksa dan memutus
perkara, sejatinya memahami dan menghayati ketentuan-ketentuan dan
batasan (dhawabith dan hudud) yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI
berikut menyelami konteksnya melalui paradigm fatwa yang dianut dan
dikembangkan DSN-MUI.
▪ Sebagai qadhi, sulit kiranya dapat memutus sengketa secara benar, adil,
dan memicu kemashlahatan (kesejahteraan) tanpa memahami teori-teori
akad secara benar dan baik. Oleh karena itu, mudah-mudahan Allah
selalu membimbing kita dan memberikan kemudahan kepada kita dalam
mempelajari dan mengamlkan ilmu hukum ekonomi dan keuangan
syariah guna mensejahterakan masyarakat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai