Hygiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan subjeknya
seperti mencuci tangan dengan air bersih dan sabun untuk melindungi kebersihan tangan, mencuci
piring untuk kebersihan piring, membuang bagian makanan yang rusak untuk melindungi keutuhan
makanan secara keseluruhan (Depkes RI, 2004). Hygiene adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang
menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang
tersebut berada (Widyati, 2002).
Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatan pada usaha
kesehatan lingkungan hidup manusia (Widyati, 2002). Sanitasi adalah upaya kesehatan dengan cara
memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan dari subyeknya. Misalnya menyediakan air yang
bersih untuk keperluan mencuci tangan, menyediakan tempat sampah untuk mewadahi sampah agar
tidak dibuang sembarangan (Depkes RI, 2004).
Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain karena erat kaitannya. Misalnya
hygiene sudah baik karena mau mencuci tangan, tetapi sanitasinya tidak mendukung karena tidak cukup
tersedia air bersih, maka mencuci tangan tidak sempurna (Depkes RI, 2004).
Sanitasi makanan adalah untuk mencegah kontaminasi makanan dengan zat-zat yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan diperlukan penerapan sanitasi makanan. Sanitasi makanan adalah
usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman (Ricki M.
Mulia, 2005).
Makanan dan minuman termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan
manusia karena merupakan sumber energi satu-satunya. Sehingga apapun yang akan disajikan sebagai
makanan maupun minuman manusia haruslah memenuhi syarat utama, yaitu citra rasa makanan dan
keamanan makanan dalam arti makanan tidak mengandung zat atau mikroorganisme yang dapat
menggangu kesehatan tubuh yang memakan (Moehyi, 1992).
Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus
ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan
benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan minuman berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip
hygiene sanitasi makanan (Depkes RI, 2004).
Hygiene sanitasi makanan dan minuman adalah upaya mengendalikan faktor makanan, orang,
tempat dan perlengkapannya yang dapat atau mungkin dapat menimbulkan penyakit atau gangguan
kesehatan. Persyaratan hygiene sanitasi adalah ketentuan-ketentuan teknis yang ditetapkan terhadap
produk rumah makan dan restoran, personel dan perlengkapannya yang meliputi persyaratan
bakteriologis, kimia dan fisika (Depkes RI, 2003).
Sumber bahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi untuk mencegah terjadinya kontaminasi
atau pencemaran. Contoh, hasil pertanian tercemar dengan pupuk kotoran manusia, atau dengan
pestisida.
Cara pengangkutan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana
pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengangkutan tersebut dilakukan dari sumber ke
pasar atau dari sumber ke tempat penyimpanan agar tidak tercemar oleh kontaminan dan tidak rusak.
Misalnya mengangkut daging dan ikan dengan menggunakan alat pendingin.
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi, tetapi sebagian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di
rumah maupun skala besar di gudang. Tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan
sanitasi. Berikut ini syarat sanitasi tempat penyimpanan atau gudang makanan.
- Tempat penyimpanan makanan dibuat sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus, serangga
tidak dapat bersarang.
- Jika tidak menggunakan rak, harus disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.
- Suhu udara dalam gudang tidak lembab untuk mencegah tumbuhnya jamur.
- Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus.
d. Pengolahan makanan
Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, terutama berkaitan dengan
kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.
e. Penyajian makanan
Penyajian makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, yaitu bebas dari kontaminasi, bersih dan
tertutup, serta dapat memenuhi selera makan pembeli.
f. Penyimpanan makanan
Makanan yang telah diolah disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan sanitasi, dalam lemari atau
alat pendingin. (Candra, 2005)
Faktor Manusia
Orang-orang yang bekerja pada tahap pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi,
seperti kesehatan individu. Individu tersebut tidak memiliki penyakit infeksi, dan bukan carier dari suatu
penyakit. Untuk personal yang menyajikan makanan harus memenuhi syarat-syarat seperti kebersihan
dan kerapian, memiliki etika dan sopan santun, berpenampilan yang baik dan keterampilan membawa
makanan dengan teknik khusus, serta ikut dalam program pemeriksaan kesehatan berkala setiap enam
bulan atau satu tahun. (Candra, 2005)
Faktor Peralatan
Kebersihan dan cara penyimpanan peralatan pengolah makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi.
(Candra, 2005)
a. Kerusakan Mekanis
Kerusakan akibat adanya benturan antara Bahan makanan dengan Bahan makanan atau antara Bahan
makanan dengan wadah. Umumnya terjadi sejak masa pemanenan sampai dengan pembelian dan pada
akhirnya menyebabkan reaksi kimia pada Bp dan adanya perubahan bentuk (memar / retak / pecah).
b. Kerusakan Fisik
Adalah kerusakan bahan karena perlakuan-perlakuan fisik yang tidak tepat. Misalnya kerusakan warna
dan tekstur pada daging yang dibekukan
c. Kerusakan Fisiologis
Kerusakan yang terjadi akibat adanya reaksi metabolisme atau enzim yang berlebihan yang terdapat di
dalam Bahan Makanan. Kerusakan yang ditimbulkan adalah terjadinya proses pembusukan. Enzim
adalah suatu senyawa protein yang dapat mempercepat kerja suatu reaksi tetapi zat yang bersangkutan
tidak ikut bereaksi (hanya bersifat sebagai katalis). Enzim dapat berasal dari aktifitas Mikroorganisme
ataupun diproduksi dari bahan pangan itu sendiri, misalnya : enzim pektinase yang terdapat pada buah-
buahan yang menyebabkan buahbuahan menjadi lunak.
d. Kerusakan Kimiawi
Adalah kerusakan yang terjadi karena rekasi kimia yang berlangsung di dalam bahan makanan. Seperti
reaksi pencoklatan pada pisang, apel, dan lain sebagainya.
e. Kerusakan biologis
kerusakan Bahan Makanan yang diakibatkan oleh organisme perusak, misalnya rodentia / serangga /
unggas. Masuknya serangga ke dalam Bahan Makanan, selain merusak Bahan Makanan juga merupakan
jalan masuk Mikroorganisme pembusuk Serangga biasanya merusak buah-buahan, sayur-sayuran, biji-
bijian dan umbi-umbian pada saat bahan pangan dipanen. Kerugian yang terjadi adalah Penyusutan
berat Bahan makanan, , Berkurangnya nilai gizi Bahan makanan dan Bahan makanan akan mudah
terkontaminasi oleh Mikroorganisme. Binatang pengerat / tikus) merugikan karena kotoran, rambut dan
urine tikus akan menimbulkan bau yang kurang enak dan juga pembawa bakteri.
f. Kerusakan Mikrobiologis
Keruskan makanan karena adanya aktivitas mikroorganisme, seperti bakteri, yeast dan jamur yang
mengkontaminasi makanan. Kerusakan jenis ini harus diwaspadai, karena ada kemungkinan bersama-
sama dengan mikroorganisme perusak terdapat pula mikroorganisme penyebab penyakit dan
peracunan (Prunawijayanti, 2001).
Biasanya akan menghasilkan bau busuk khas protein, yang dikenal sebagai bau purid, sehingga
keruskannya sering disebut sebagai keruskan putrefaktif. Selain itu, rasanya tidak enak dan terdapat
penggumpalan protein (khususnya pada susu). Pencairan jaringan protein sehingga bahan berair dan
bahan biasanya juga mengalami kerusakan struktur jaringan sehingga menjadi lembek. Mikrobia yang
paling berperan adalah bakteri.
Dapat mengalami perubahan kimiawi karena aktivitas yeast, bakteri, maupun jamur. Yeast dapat
memfermentasi Karbohidrat terutama glukosa menjadi alkohol. Bakteri dari jenis anaerob, seperti
Lactobacillus sp dapat membentuk asam laktat dan propionat. Sedangkan dalam kondsi aerob, beberapa
jenis bakteri mampu mengubah alkohol yang dibentuk yeast menjadi asam asetat.Berbagai jenis jamur
dan bakteri biasanya memproduksi enzim yang mampu memecah polisakarida menjadi KH rantai
terjadinya pelunakan bahan. Beberapa bakteri mampu memproduksi KH khas, yang pendek seperti
monosakaria maupun disakarida.Hal ini secara fisik ditenada dengan secara alami bukan merupakan
bahan penyusun bahan makanan. KH yang dihasilkan umumnya berupa levan atau dekstran yang
memiliki tekstur kental seperti kanji. Sehingga kerusakan bahan makanan berkarbohidrat dapat
diketahui oleh adanya pembentukan lendir.
Lemak dan minyak dapat mengalami pemecahan menjadi asam lemak dan gliserol. Selanjutnya asam
lemak, terutama asam lemak tak jenuh yang memiliki ikatan rangkap, dapat mengalami pemecahan
lebih lanjut menjadi senyawa sederhana seperti aldehid dan keton dan senyawa lain yang menimbulan
bau tengik
Kerusakan bahan makanan yang tidak disebabkan oleh faktor mikrobiologis relative lebih mudah
dicegah. Aktivitas kerusakan oleh mikroorganisme pada bahan makanana biasanya terjadi selama
penyimpanan. Metode penyimpanan yang tepat dipengaruhi oleh jenis bahan makanan yang akan
disimpan. Terkait dengan hal ini makana yang dibedakan dari sifat mudah tidaknya mengalami
kerusakan digolongkan menjadi 3 yaitu:
Contohnya antara lain : daging, ikan, ayam, kerang, telus, susu dan produk olah susu, buah-buahan dan
sayuran. Penyimpanan pada suhu rendah dapat dipilih untuk memperpanjang umur simpannya.
Kelompok bahan makanan ini memiliki umur simpan yang agak lama, serta kecepatan kerusakan yang
lebih lambat. Untuk lebih meningkatkan umur simpannya bahan makanan ini juga disimpan pada suhu
rendah, contohnya yaitu : kacang-kacangan, apel, kentang dan mentimun.
3. Bahan makanan yang tidak mudah rusak (non perishable food products)
Kelompok bahan makanan ini paling tahan terhadap kerusakan, meskipun tanpa penanganan
penyimpanan yang memadai. Biasanya untuk penyimpanannya hanya diperlukan pengemasan yang
rapat dan kuat, sehingga tidak mudah diserang oleh serangga/hewan pengerat misalnya, semua jenis
bahan makanan kering seperti gula, tepung, biji-bijian dan kacang-kacangan kering serta rempah-
rempah (Prunawijayanti, 2001).
Semua upaya yang dilakukan untuk mencegah kerusakan dan memperpanjang umur simpan dari
bahan makanan dikenal sebagai pengawetan. Metode pengawetan makan telah berkembang dengan
pesat (Prunawijayanti, 2001).
b. Ikan : bau asam maupun bau busuk,insang berwarna abu-abu atau kehijauan,mata tenggelam,
daging mudah terlepas dari tulang, jika ditekan dengan jari akan membekas
c. Daging : bau asing yang bukan khas daging, terbentuk lendir dan perubahan warna menjadi pucat
atau kadang kehijauan.
d. Susu : bau dan rasa asam, terbentuk lendir, bau tengik, busuk atau bau ragi, rasa pahit.
Makanan dan minuman adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus
ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan
benar pada dasarnya adalah mengelola makanan dan minuman berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip
hygiene sanitasi makanan (Depkes RI, 2004). Makanan dan minuman yang hendak di konsumsi
disamping diperhatikan manfaatnya bagi tubuh, hendaknya juga diperhatikan keamanan dan kelayakan
konsumsinya, karena makanan dan minuman yang tidak memenuhi syarat keamanan dan kelayakan
konsumsinya akan mengakibatkan makanan menjadi berbahaya sehingga menyebabkan berbagai
permasalahan kesehatan. Berikut akan diuraikan factor penyebab makanan menjadi berbahaya dan
akibat dari makanan yang berbahaya.
1. Adanya kontaminasi
e. Toksin atau racun yang dihasilkan oleh mikroorganisme, seperti stafilokokus dan clostridium
botulinum
2. Makanan pada dasarnya telah mengandung zat berbahaya, tetapi tetap dikonsumsi manusia karena
ketidaktahuan mereka dapat dibagi menjadi 3 golongan:
a. Secara alami makanan memang telah mengandung zat kimia beracun, misalnya singkong yang
mengandung HCN dan ikan dan kerang yang mengandung unsur toksik tertentu (logam berat, mis., Hg
dan Cd) yang dapat melumpuhkan sistem saraf dan napas.
b. Makanan dijadikan sebagai media perkembangbiakan sehingga dapat menghasilkan toksin yang
berbahaya bagi manusia, misalnya dalam kasus keracunan makanan akibat bakteri (bacterial food
poisoning).
c. Makanan sebagai perantara. Jika suatu makanan yang terkontaminasi dikonsumsi manusia, di
dalam tubuh manusia agens penyakit pada makanan itu memerlukan masa inkubasi untuk berkembang
biak dan setelah beberapa hari dapat mengakibatkan munculnya gejala penyakit. Contohnya penyakit
antara lain typhoid abdominalis dan disentri basiler. (Candra, 2005)
Foodborne disease adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan dan penyerapan
makanan yang mengandung mikroba (mikroorganisme) oleh tubuh manusia. Mikroorganisme tersebut
dapat menimbulkan penyakit baik dari makanan asal hewan yang terinfeksi ataupun dari tumbuhan
yang terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi selama proses atau pengolahan dapat berperan
sebagai media penularan juga.
Penularan foodborne disease oleh makanan dapat bersifat infeksi, yang berarti bahwa suatu penyakit
disebabkan oleh adanya mikroorganisme yang hidup, biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya
peradangan. Menurut Departeman Kesehatan RI beberapa penyakit yang bersumber dari makanan
dapat digolongkan menjadi :
- Food infection (bakteri dan viruses) atau makanan yang terinfeksi seperti salmonella, cholera,
tuberculosis, hepatitis.
- Food intoxication (bakteria) atau keracunan makanan oleh bakteri seperti staphylococcus food
poisning, clostridium perfringens food poisoning.
- Chemical food borne illness atau keracunan makanan karena bahan kimia, seperti cadmium, zink,
insektisida dan bahan kimia lain.
- Poisoning plant and animal atau keracunan makanan karena hewan dan tumbuhan beracun seperi
jengkol, jamur, kentang, ikan buntal.
- Parasite atau penyakit parasit seperti cacing Taeniasis, Cystircercosis, Trichinosis, dan Ascariasis.
Beberapa penyakit bawaan yang sering terdapat di Indonesia pada umumnya disebabkan oleh virus,
bakteri, ataupun jamur. Makanan dapat terkontaminasi oleh mikroba karena, antara lain:
g. Makanan yang disimpan tanpa ditutup sehingga serangga dan tikus dapat menjangkau.
h. Makanan yang masih mentah dan yang sudah matang disimpan secara bersama-sama dalam satu
tempat.
Secara garis besar menurut sumber atau letaknya, air dapat dibedakan menjadi 2, yaitu air tanah dan air
permukaan. Air tanah adalah semua jenis air yang terletak di bawah tanah, dan biasanya memerlukan
cara tertentu untuk menaikkannya kepermukaan. Air permukaan meliputi semua sumber air yang
terdapat di permukaan tanah, seperti air sungai kolam, danau, ataupun air danau (Prunawijayanti,
2001).
Air tanah umumnya lebih bersih daripada air permukaan, namun tidak dapat di jamin bahwa semua
jenis air tanah aman untuk dikonsumsi atau digunakan dalam pengolahan makanan. Air permukaan,
karena letaknya pada tempat relatif terbuka, cenderung lebih mudah terkontaminasi atau tercemar
(Prunawijayanti, 2001).
Air yang dapat digunakan dalam pengolahan makanan minimal harus memenuhi syarat air yang dapat
diminum. Adapun syarat-syarat air yang dapat diminum adalah sebagai berikut:
(Prunawijayanti, 2001).
Sanitasi air untuk proses pengolahan pangan dilakukan dengan tujuan menyediakan air yang memenuhi
persyaratan serta menjamin tidak terjadinya kontaminasi makanan oleh air yang digunakan selama
tahap preparasi, pengolahan, pencucian alat dan pekerja (Prunawijayanti, 2001).
Limbah yang dihasilkan dari suatu proses pengolahan makanan harus dipandang sebagai suatu
permasalahan serius dalam sanitasi. Limbah yang dihasilkan oleh proses pengolahan makanan dapat
berupa limbah padat maupun limbah cair. Limbah padat biasanya berupa bahan sisa yang tidak
trmanfaatkan dalam pengolahan. Sebagai contohnya adalah sisa-sisa bahan nabati yang berupa kulit
buah atau sayuran, bagian akar, batang dan daun (Prunawijayanti, 2001).
Limbah cair yang dihasilkan dari pengolahan makanan biasanya berupa air yang telah dikotori untuk
berbagai keperluan. Sebagai contoh adalah air bekas pencucian bahan-bahan mentah baik bahan nabati
maupun hewani serta sisa air yang berasal dari pencucian peralatan yang digunakan dalam proses
pengolahan makanan (Prunawijayanti, 2001).
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan
dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Pengelolaan yang baik dan benar pada
dasarnya adalah mengelola makanan berdasarkan kaidah-kaidah dari prinsip higiene dan sanitasi
makanan.
Prinsip-prinsip ini penting untuk diketahui karena berperan besar sebagai faktor kunci keberhasilan
usaha makanan. Menurut Depkes RI 2004, enam prinsip higiene sanitasi makanan dan minuman, yaitu :
Bahan makanan yang akan diolah terutama yang mengandung protein hewani seperti daging, susu,
ikan/udang, dan telur harus dalam keadaan baik dan segar. Demikian pula bahan sayur harus dalam
keadaan segar dan tidak rusak, begitu juga dengan bahan makanan lainnya keadaannya tidak boleh
berubah bentuk, warna atau rasa. Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah
dengan menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber yang tidak jelas (liar) karena
kurang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitasnya (Purawidjaja, 1995).
3. Pengolahan Makanan
Pada proses atau cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu :
tempat pengolahan ini sering disebut dengan dapur. Dapur mempunyai peranan yang sangat penting
dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu
terjaga dan diperhatikan. Dapur yang memenuhi syarat-syarat kesehatan antara lain (Azwar, 1996) :
- Mempunyai ventilasi yang cukup guna memasukkan udara segar serta mengeluarkan asap serta
bau makanan yang kurang sedap.
- Mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan yang baik; artinya tidak sampai tercemar oleh
debu, tidak menjadi sarang serangga atau tikus.
- Tidak meletakkan zat-zat yang berbahaya (misalnya insektisida) berdekatan dengan bumbu dapur.
Syarat yang ditetapkan pada penjamah makanan sangat banyak, sekurang-kurangnya adalah :
- Tidak sedang menderita penyakit infeksi apapun (kulit, paru-paru, saluran pencernaan, dan lain
sebagainya).
pakaian sebelum menyentuh bahan makanan, menggunakan sabun serta air hangat dalam
membersihkan benda-benda yang berhubungan dengan makanan, mencuci tangan segera setelah
keluar dari kamar kecil, tidak meludah, tidak bersin, tidak batuk atau merokok ketika mengolah
makanan, menggunakan tutup mulut, hidung dan tutup kepala, dan lain sebagainya.
- Sebaiknya, terhadap orang yang langsung dan erat hubungannya dengan bahan makanan, seperti
tukang masak misalnya, dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala (Azwar, 1996).
Tujuan mengolah bahan makanan adalah agar tercipta makanan yang memenuhi syarat kesehatan,
mempunyai cita rasa yang sesuai serta mempunyai bentuk yang merangsang selera. Cara pengolahan
makanan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara
pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau
disebut GMP (Good Manufacturing Practice) (Purawidjaja, 1995).
4. Pengangkutan Makanan
Makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan memerlukan pengangkutan untuk disimpan
dan disajikan. Pengangkutan makanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari
serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat, dan tidak berkarat atau
bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan panas 60°C atau
tetap dingin 4 °C (Purawidjaja, 1995).
Kualitas makanan yang diolah sangat dipengaruhi oleh suhu. Namun demikian di dalam perkembangan
bakteri tersebut masih pula ditentukan oleh jenis makanan yang sesuai atau jenis makanan yang cocok
sebagai media pertumbuhannya. Untuk itu perlu diperhatikan teknik penyimpanan makanan yang baik,
ditujukan untuk mencegah pertumbuhan dan perkembangan bakteri patogen, mengawetkan makanan
dan mengurangi pembusukan. Menurut Kepmenkes RI No. 715/Menkes/SK/V/2003, syarat
penyimpanan makanan jadi yaitu :
a. Terlindung dari debu, bahan kimia yang berbahaya, serangga dan hewan.
b. Makanan cepat busuk disimpan dalam suhu panas 65,5 °C atau lebih atau disimpan dalam suhu
dingin 4 °C atau kurang.
c. Makanan cepat busuk untuk penggunaan dalam waktu lama (> 6 jam) disimpan dalam suhu -5 °C
sampai -1 °C.
6. Penyajian/Penjajaan Makanan
Penyajian/penjajaan makanan merupakan rangkaian akhir dari perjalanan makanan. Saat penyajian
makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan
yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa
menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya, tangan penyaji tidak boleh kontak langsung dengan
makanan yang disajikan (Purawidjaja, 1995). Untuk meningkatkan mutu makanan jajanan,
perlengkapan/sarana penjaja disarankan juga memenuhi syarat kesehatan, antara lain (Depkes RI, 2003)
:
a. Mudah dibersihkan
· Air bersih
· Penyimpanan peralatan
Selain itu dalam penyajian/penjajaan makanan hal yang juga harus diperhatikan adalah lokasi penjualan
yang mana juga harus memenuhi syarat kesehatan, antara lain :
- Lokasi usaha harus jauh atau minimal 500 m dari sumber pencemaran.
Pada prinsipnya langkah pelaksanaan pengawasan terhadap sanitasi suatu produk makanan dimulai dari
proses produksi, penyimpanan, distribusi, penjualan sampai ke tangan konsumen. Dengan demikian,
konsumen akan mendapat makanan yang berkualitas baik dan terhindar dari bahaya yag mungkin
diakibatkan oleh makanan tersebut. Konsumen sendiri juga perlu melakukan pengawasan terhadap
prosuk makanan jadi yan beredar di pasaran.
Di Indonesia, pengawasan sanitasi produk makanan masih tumpang tindih. Belum ada kepastian
mengenai undang-undang atau peraturan yang berlaku di bidang makanan dan minuman, selain masih
kurang jelasnya institusi yang berwenang dan kurang berfungsinya kendali masyarakat atau Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) terhadap kasus yang terjadi yang dapat merugikan masyarakat.
Landasan hukum pengawasan sanitasi adalah undang-undang dan peraturan seperti UU No.9/1960
tentang pokok kesehatan, UU No. 11/1962, tentang Higiene untuk usaha bagi umum, UU No. 2/1996
tentang higiene, serta peraturan daerah tingkat I dan tingkat II. Penegakan hukum bidang pengawasan
sanitasi ini juga dapat dilaksanakan melalui pemberian wewenang oleh unit kesehatan propinsi kepada
unit kesehatan kabupaten/kotamadya, misalnya pengawasan terhadap hewan potong oleh DepTan
Dinas Pertanian. Landasan hukum untuk pengawasan sanitasi terhadap susu dan daging, yaitu STBL
1912,432-435;Bab I, Pasal 1, STBL 1926, No.714;STBL 1937, No. 512, dan UU Pokok Kehewanan No.
6/1967. Pengawasan landasan hukum dalam mengambil tindakan ( : 91).
Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) atau dalam bahasa masyarakat awam disebut dengan penjara,
merupakan tempat/kediaman bagi orang – orang yang bermasalah dengan hukum. Ketika seseorang
dimasukkan ke Lapas, berarti ia telah melanggar hukum dan hak kebebasannya sebagai warga
masyarakat akan dicadut. Ia tidak lagi bergerak sebebas masyarakat di luar Lapas. Orang – orang yang
masuk ke Lapas ini memang orang – orang yang kurang beruntung, karena harus kehilangan kebebasan
sekaligus dicap sebagai “sampah masyarakat” oleh lingkungannya (Atmowiloto, 1996).
Dalam perkambangannya, sistem kepenjaraan atau Lapas ini terus mengalami perubahan dan
perbaikan. Fungsi Lapass saat ini tidak lagi sekedar menjadi tempat untuk menghukum orang – orang
yang melanggar hukum. Lebih dari itu, saat ini Lapas juga berfungsi sebagai tempat pembinaan
narapidana (institusi korektif). Hal ini sesuai dengan fungsinya yaitu sebagai tempat bagi mereka yang
menjalani hukuman penjara (selaku narapidana) dalam jangka waktu tertentu untuk mendapat
pembinaan. Diharapkan, setelah selesai menjalani hkuman, mereka dapat diterima kembali dalam
masyarakat dan tidak lagi melakukan tindak pidana (Nitibaskara, 2001).
Lembaga Pemasyarakatan (disingkat LP atau LAPAS) adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan
narapidana dan anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Penghuni LAPAS adalah narapidana (napi) yaitu
terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan, atau tahanan yaitu tersangka (terdakwa) yang
sedang dalam proses penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. (Anonim, 2010)
Napi dan tahanan sangat rentan terhadap serangan berbagai macam penyakit karena kehidupan di
dalam LAPAS memang jauh dari kelayakan. Mereka terkadang harus tidur bertumpuk-tumpuk karena sel
penuh sesak. Ruangan sel seluas 1,5 meter x 2,5 meter diisi 6-8 orang bahkan lebih. Kondisi LAPAS
dengan sarana, prasarana, lingkungan dan sanitasi yang kurang memadai diduga merupakan faktor
pendukung yang menyebabkan tingginya angka kesakitan di LAPAS dan Rutan. Rendahnya biaya
kesehatan untuk napi dan tahanan juga dipersoalkan sejumlah kalangan. Ongkos pengobatan yang
hanya Rp.2.500 setiap orang per tahun sangat tidak layak. Padahal perawatan kesehatan napi dan
tahanan merupakan hak yang harus dipenuhi negara sesuai dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
1995 tentang Pemasyarakatan. (Anonim, 2010)
a. Perencanaan Anggaran
Merupakan suatu penyusunan biaya yang diperlukan untuk pengadaan bahan makanan bagi WBP dan
tahanan. Tujuan kegiatan ini adalah tersedianya taksiran belanja makanan yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan, macam dan jumlah bahan makanan bagi WBP dan tahanan sesuai standar.
Perencanaan anggaran dimulai usulan Lapas/Rutan melalui Kanwil Dephuk dan HAM, dan selanjutnya
diputuskan oleh Sekretariat Jenderal Dephuk dan HAM.
b. Perencanaan Menu
Merupakan suatu kegiatan penyusunan menu dengan gizi seimbang yang akan diolah untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi WBP dan tahanan. Tujuannya adalah tersedianya siklus menu sesuai klasifikaasi
pelayanan yang ada di Lapas/Rutan dalam kurun waktu tertentu. Pada penyusunan menu
dipertimbangkan faktor yang mempengaruhi antara lain standar porsi dan peraturan pemberian
makanan. penyusunan menu dilakukan oleh Tim Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen
Hukum HAM dengan memperhatikan kebiasaan makan dan ketersediaan bahan makanan di daerah.
3. Hitung berapa kali pemakaian bahan makanan setiap siklus menu selama satu tahun
Diklaksanakan sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang – undangan yang berlaku
tentang pengadaan barang dan jasa
Pemesanan merupakan penyusunan permintaan bahan makanan berdasarkan menu sesuai jumlah WBP
dan tahanan. Langkah pemesanan:
1. Tim pelaksana di Lapas/Rutan merekap kebutuhan bahan makanan sesuai menu yang akan
dimasak setiap hari
Penerimaan Bahan Makanan merupakan suatu kegiatan yang meliputi pemeriksaan, pencatatan dan
pelaporan tentang macam, jumlah dan mutu bahan makanan yang diterima, sesuai dengan spesifikasi
pesanan. Langkah penerimaan:
2. Bahan makanan diterima oleh panitia penerimaan barang untuk diperiksa kesesuaian dengan order
dan spesifikasi
3. Setelah bahan makanan yang memenuhi syarat diterima dan ditimbang, sebagian masuk ke ruang
persiapan dan sebagian lagi masuk ke ruang penyimpanan bahan makanan.
Penyimpanan Bahan Makanan merupakan suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara keamanan
bahan makanan kering dan basah baik kualitas maupun kuantitas digudang bahan makanan kering dan
basah serta pencatatan dan pelaporan.
Langkah Penyimpanan:
1. Beras dan bahan makanan kering lainnya disimpan di gudang yang tertutup, kering dan bersih
(dengan suhu ruang, yang dibersihkan 2 kali seminggu). Beras terbungkus rapat, diletakkan diatas
rak/trap yang cukup kuat dan tidak menempel ke lantai dan kedinding sesuai kapasitas gudang.
Penggunaannya sesuai dengan sistem First In First Out (FIFO)
2. Bahan makanan segar yang belum diolah disimpan ditempat khusus yang aman dan terjaga
kesegarannya. Suhu penyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan yang akan disimpan
Persiapan Bahan Makanan merupakan rangkaian kegiatan dalam penanganan makanan meliputi
berbagai proses antara lain membersihkan, memotong, mengupas, menggiling, mencuci dan merendam
bahan makanan yang diolah
Tujuan persiapan adalah mempersiapkan bahan makanan serta bumbu sebelum diolah.
2. Waktu persiapan dilakukan pagi, siang dan sore sesuai jadwal makan dan menu yang telah
ditetapkan.
Pengolahan Bahan Makanan merupakan suatu kegiatan memasak bahan makanan mentah menjadi
makanan siap saji, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi dengan cara menumis, menggoreng,
mengukus, dll sesuai teknik memasak yang diperlukan. Tujuan pengolahan bahan makanan adalah untuk
meningkatkan nilai cerna, cita rasa, keempukan dan bebas dari organisme berbahaya untuk tubuh.
Pendistribusian makanan merupakan kegiatan penyaluran makanan sesuai dengan jumlah WBP dan
tahanan yang dilayani dengan cara sentralisasi, desentralisasi atau gabungan. Tujuannya adalah agar
WBP dan tahanan mendapat makanan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.
Pencatatan adalah mencatat setiap langkah kegiatan dalam penyelenggaraan makanan sedangkan
pelaporan adalah hasil pengolahan dari pencatatan yang dilakukan secara berkala sesuai dengan waktu
dan kebutuhana yang diperlukan
Monitoring merupakan kegiatan untuk mengikuti dan mengetahui perkembangan setiap proses kegiatan
secara terus menerus baik langsung maupun tidak langsung.Evaluasi merupakan penilaian oleh
Kalapas/Karutan terhadap penyelenggaraan makanan sejak perencanaan sampai pendistribusiannya
secara rutin dan berkala.Evaluasi bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan
makanan sesuai dengan rencana dan kebijakan yang telah disusun sehingga dapat mencapai sasaran
yang dikehendaki. Evaluasi dilakukan pada WBP, petugas pelaksana dan pengelola. Evaluasi dilakukan
dengan cara observasi dan pengisian kuisioner.
2. Mengadakan rapat koordinasi setiap bulan dengan petugas yang terkait dengan penyelenggaraan
makanan
2. Mengadakan rapat koordinasi setiap triwulan dengan petugas yang terkait dengan
penyelenggaraan makanan
2. Mengadakan rapat koordinasi setiap triwulan dengan petugas yang terkait dengan
penyelenggaraan makanan
5. Undang – undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia (HAM)
7. Peraturan Pemerintah RI nomor 32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara pelaksanaan hak WBP
8. Peraturan Pemerintah RI nomor 58 tahun 1999 tentang syarat – syarat dan tatacara Pelaksanaan,
Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan
9. SE Menteri Kehakiman Nomor M.02-Um.01.06 Tahun 1989 tentang Petunjuk Pelaksanaan Biaya
Bama Bagi Napi/Tahanan Negara/Anak
10. SE Dirjen PAS tanggal 20 September 2007 tentang Peningkatan Pelayanan Makanan Bagi Penghuni
Lapas/Rutan/Cab. Rutan
BAB III
PEMBAHASAN
Lembaga Permasyarakatan Kabupaten Bondowoso yang beralamat di Jalan Jaksa Agung Suprapto
No. 5 Bondowoso termasuk Lembaga Permasyarakatan Kelas IIB. Menurut Peraturan Menteri Hukum
dan HAM RI No. M.HH-05.OT.01.01 tahun 2011, Lapas Kelas IIB terdiri dari sub bagian tata usaha, seksi
bimbingan narapidana atau anak didik dan kegiatan kerja, seksi administrasi keamanan dan tata tertib,
dan kesatuan pengamanan lapas. Lapas Kelas IIB terletak di kabupaten.
Lapas Bondowoso terdiri dari 108 narapidana laki-laki dan 7 orang perempuan. sedangkan jumlah
tahanan sebanyak 7 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Selain penghuni yang berstatus narapidana
dan tahanan, di Lapas Bondowoso juga terdapat penghuni yang disebut sebagai warga binaan.
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) adalah narapidana, tahanan, anak didik dan klien
pemasyarakatan. Narapidana adalah seorang yang sedang menjalani pidana hilang kemerdekaan di
Lapas. Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di Rutan untuk kepentingan
penyelidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang Pengadilan
Berdasarkan hasil survei diperoleh beberapa data terkait dengan Hygiene Sanitasi Makanan dan
Minuman sebagai berikut:
Di Lapas Bondowoso tidak melakukan pemilihan bahan makanan sendiri, tetapi pihak lapas sudah
memberikan kepercayaan terkait pasokan bahan makanan kepada pemborong yang sudah diberikan
tanggung jawab dan dipercaya yang setiap hari bertugas untuk menyediakan bahan makanan di Lapas.
Upaya pemilihan bahan makanan di Lapas Bondowoso didasarkan atas sifat dan karakteristik dari bahan
makanan itu sendiri, antara lain bahan makanan mentah (segar) dan bahan makanan tahan lama. Bahan
makanan mentah (segar), misalnya sayur mayur, sedangkan bahan makanan yang tahan lama misalnya
beras.
Pengamanan bahan makanan merupakan upaya untuk mengamankan bahan makanan dari supliyer
sampai ke Lapas Bondowoso melalui proses pengangkutan bahan makanan. Pengangkutan ini dilakukan
dengan menggunakan becak yang biasanya dilakukan pada pukul 04.00 WIB setiap hari. Dari hasil
pengamatan, proses pengangkutan bahan makanan di Lapas Bondowoso masih kurang baik karena
selama perjalanan menuju lapas, bahan makanan tidak dipisahkan oleh suatu sekat dan peletakannya
tidak ditata dan terkadang ditumpuk sehingga memungkinkan terjadinya kerusakan fisik pada bahan
makanan. Jika bahan makanan tersebut sudah mengalami kerusakan secara fisik maka mempermudah
kemungkinkan terjadinya kontaminasi.
2. Upaya Pengumpulan Bahan Makanan
Pengumpulan bahan makanan di Lapas Bondowoso dibedakan menjadi dua, yaitu bahan makanan basah
dan kering. Untuk bahan makanan kering seperti beras, ikan asin, dan kelapa disimpan di gudang
penyimpanan bahan makanan. Kondisi gudang di Lapas Bondowoso kurang baik, hal ini terlihat dari
kondisi bangunan fisik gudang. Cat dari tembok gudang sudah mulai mengelupas, luas ventilasi <10%
luas lantai, pencahayaan kurang, masih nampak kotor karena tidak dibersihkan secara berkala seperti
halnya tempat pengolahan, tidak adanya batas atau sekat khusus untuk membedakan bahan makanan
seperti rempah-rempah. Rempah – rempah diletakkan begitu saja dalam kantong kresek. Akibat
peletakan ini rempah - rempah akan lebih mudah busuk dan mengalami kerusakan lainnya. Sedangkan
untuk bahan makanan basah tidak perlu disimpan, melainkan langsung diolah oleh petugas pengolah. Di
Lapas Bondowoso juga tidak terdapat kulkas untuk penyimpanan bahan makanan.
Dari hasil pengamatan di Lapas Bondowoso, upaya pengumpulan bahan makanan sudah baik.
Pengumpulan sudah dibedakan berdasarkan sifat dan karakteristiknya. Tetapi, untuk tempat
pengumpulan bahan makanannya kurang memadai, seperti wadah yang digunakan masih terbuka,
dapat dimungkinkan terjadinya kontaminasi vektor dan rodent.
Pengolahan bahan makanan merupakan proses mengolah bahan makanan yang sudah terpilih menjadi
makanan jadi. Dalam proses pengolahan makanan terdiri dari beberapa kriteria yaitu:
Dalam persiapan tempat pengolahan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan , yaitu :
Sebelum dan sesudah proses memasak, tempat pengolahan (dapur) harus diperhatikan kebersihannya.
Dari hasil pengamatan, tempat pengolahan (dapur) di Lapas Bondowoso dibersihkan secara periodik. Hal
ini nampak pada kondisi tempat pengolahan makanan Lapas dalam kondisi bersih baik sebelum maupun
sesudah memasak.
a. Dinding : terbuat dari tembok, tidak mudah roboh, dan tidak lembab.
g. Jendela : terbuat dari kayu, tetapi tidak dapat mencegah masuknya vektor dan rodent
karena terbuka.
Di tempat pengolahan (dapur) Lapas Bondowoso telah tersedia fasilitas sanitasi yang cukup memadai,
meliputi :
Sarana air bersih diperoleh dari sumur bor yang airnya ditampung di tandon yang terletak di dekat
masjid di antara sel-sel narapidana. Satu tahun yang lalu air ini telah bersertifikasi ISO, tetapi saat ini
sudah tidak lagi. Hal ini karena ISO memiliki batasan waktu yaitu selama 2 tahun. Lapas Bondowoso
memperoleh sertifikasi ISO pada tahun 2011 – 2013. Selain waktu, biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan sertifikasi ini cukup mahal sehingga Lapas Bondowoso tidak dapat memperpanjang
sertifikasi ISO.
Air limbah tidak diolah terlebih dahulu, melainkan langung disalurkan ke selokan terbuka.
3. Pengolahan Sampah
Tidak terdapat pengolahan khusu untuk sampah, tetapi hanya disediakan tempat sampah di setiap
ruangan termasuk di dapur dan tempat cuci peralatan dan cuci bahan makanan. Tempat sampah
terbuka dan tidak permanen. Sampah dikumpulkan dan diangkut oleh petugas setiap 24 jam.
4. Tempat cuci tangan, tempat cuci peralatan, dan tempat cuci bahan makanan.
Tempat ini tersedia di samping dapur, cukup bersih, dan mudah dijangkau. Tempat cuci tangan tidak
dilengkapi dengan sabun. Jadi dimungkinkan petugas pengolah makanan tidak mencuci tangannya
dengan sabun sebelum dan sesudah mengolah makanan.
Proses pengolahan makanan dilakukan setiap hari sebanyak 3 kali, yaitu pada pukul 05.00, 10.00 dan
pada pukul 15.00. Pada pukul 05.00, bahan makanan segar langsung diolah untuk sarapan. Sedangkan
bahan makanan untuk makan siang dan makan malam, sudah dipotong sekalian dan dimasukkan dalam
sebuah wadah khusus yang tertutup. Pengolahan dilakukan oleh petugas khusus yang terdiri dari Kepala
Bagian Dapur dan warga binaan.
b. Penjamah makanan
Penjamah makanan berjumlah 6 -7 orang yang terdiri dari petugas khusus dan dibantu oleh narapidana
yang telah terpilih menjadi warga binaan dan diutamakan narapidana laki-laki, karena jumlah
narapidana laki-laki lebih banyak dibanding wanita, sehingga lebih dimaksimalkan narapidana laki-laki.
Selain itu, masa tahanan narapidana wanita lebih pendek dibanding laki-laki.
Menurut Bapak Hendra S selaku Kasi Binatik dan Kegiatan Kerja untuk menjadi penjamah makanan,
diperlukan persyaratan khusus, yaitu :
1. Berkelakuan baik
3. Cakap
Hal yang perlu diperhatikan dari penjamah makanan adalah Hygine dari penjamah makanan itu sendiri.
Hygine dari penjamah makanan di Lapas Bondowoso ini kurang baik karena masih belum menggunakan
celemek, penutup kepala, dan baju khusus memasak. Selain itu, mereka juga merokok saat mengolah
makanan.
Rancangan menu telah ditetapkan setiap 10 hari pergantian. Untuk menghindari kebosanan karena
menu makanan yang tetap dan tidak bervariasi. Penetapan menu makanan ini telah didasarkan oleh
aturan khusus, yaitu Pedoman Penyelenggaraan Makanan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah
Tahanan Negara.
Menu dirancang menurut Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor :
M.Hh-01.Pk.07.02 Tahun 2009 Tentang “Pedoman Penyelenggaraan Makanan Bagi Warga Binaan
Pemasyarakatan Di Lembaga Pemasyarakatan Dan Rumah Tahanan Negara”. Biaya makan per orang per
hari sebesar Rp 8000,00.
d. Peralatan masak
Di Lapas Bondowoso peralatan masak sudah disimpan dengan baik di sebuah rak tertutup dengan
tertata rapi. Peletakan peralatan pun sesuai dengan jenisnya, sehingga mudah untuk dicari. Sesudah
digunakan, peralatan masak langsung dicuci oleh petugas pengolah makanan, yang terdiri dari petugas
khusus dan warga binaan.
Peralatan masak di Lapas Bondowoso terdiri dari 3 spatula yang terbuat dari stainless steel, 3 kompor
gas, 1 wajan besar terbuat dari stainless steel, 5 panci besar untuk memasak beras dari aluminium,
sendok sayur, piring, gelas plastik, ember plastik.
Pengangkutan dilakukan oleh petugas pengolah dan warga binaan yang juga mengolah makanan. upaya
pengangkutan ini dilakukan usai bahan makanan selesai diolah menjadi makanan yang masak dan siap
disajikan. Dimana pengangkutan dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari.
Makanan yang sudah masak tidak disimpan, melainkan langsung diletakkan di kotak makan segi empat,
kecuali nasi yang masih sisa disimpan di sebuah kotak khusus terbuat dari aluminium. Nasi sisa sarapan
dapat digunakan kembali untuk makan siang.
Penyajian makanan di Lapas Bondowoso dilakukan dengan menggunakan kotak makan yang terbuat dari
plastik, sehingga bisa dimungkinkan berbahaya apabila digunakan berulang-ulang. Wadah tersebut juga
hanya diganti apabila telah rusak dan tidak memiliki penutup. Wadah ini memiliki sekat untuk
memisahkan nasi, sayur, dan lauknya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil survey di Lapas Bondowoso dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. 7 Prinsip HSM
2. Lapas Bondowoso telah menerapkan ketujuh prinsip Hygiene Sanitasi Makanan, tetapi masih
terdapat beberapa hal yang kurang sesuai dengan penerapan prinsip HSM. Hal ini terlihat pada :
a. Upaya pengamanan bahan makanan yang masih kurang baik, yaitu melakukan pengangkutan
bahan makanan hanya dengan menggunakan becak terbuka, tanpa dipisahkan, dan ditumpuk begitu
saja. Selain itu bahan makanan seperti beras, ikan asin, dan kelapa disimpan di gudang penyimpanan
yang kondisi fisik bangunannya kurang baik, serta tidak adanya sekat dan tempat khusus untuk rempah-
rempah.
b. Upaya pengumpulan bahan makanan sudah baik, hanya saja tempat pengumpulan bahan
makanannya masih menggunakan wadah terbuka.
c. Upaya pengolahan bahan makanan di Lapas Bondowoso sudah dilakukan dengan baik mulai dari
kebersihan tempat, bangunan fisik, dan tersedianya fasilitas sanitasi. Namun untuk penjamah makanan,
Lapas Bondowoso masih kurang memperhatikan hygiene dari penjamah. Buktinya, penjamah makanan
belum menggunakan celemek, penutup kepala, atau baju khusus memasak, bahkan merokok saat
mengolah makanan.
e. Upaya penyimpanan makanan dilakukan dengan baik untuk nasi yang masih tersisa. Sedangkan
untuk makanan lain, langsung disajikan, tanpa disimpan terlebih dahulu.
f. Upaya penyajian makanan kurang baik, karena menggunakan wadah plastik tanpa tutup yang
diigunakan berulang-ulang. Sedangkan untuk upaya pengemasan, di Lapas Bondowoso tidak
menggunakan makanan yang perlu untuk dikemas, jadi tidak dilakukan prinsip yang ketujuh ini.
4.2 Saran
Bagi petugas yang mengawasi dapur di Lapas Bondowoso, seharusnya lebih memperketat hygiene dari
penjamah makanan. Misalnya dengan mewajibkan penjamah untuk menggunakan celemek, memakai
penutup kepala, tidak merokok saat memasak, dan membiasakan diri mencuci tangan sebelum serta
sesudah memasak. Untuk tempat yang digunakan untuk menyajikan makanan bagi para Napi dan
tahanan, hendaknya menggunakan tempat yang tertutup dan tidak diletakkan begitu saja di lantai guna
mencegah kontaminasi makanan.