Daftar Pustaka
1. Prof.dr.H.Sidarta ilyas,SpM.dr.sri rahayu yulianti,SpM.ILMU PENYAKIT
MATA.edisi ke-empat.badan penerbit fakultas kedokteran universitas Indonesia.
(Pterigium merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pertumbuhan
jaringan fibrovaskular di konjungtiva yang bersifat degeneratif dan
invasif.pertumbuhan jaringan ini biasanya terletak pada celah kelopak bagian nasal
ataupun temporal konjungtiva yang dapat meluas ke kornea.tanda khas pterygium
adalah jaringan yang tumbuh berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau
di daerah kornea.pteregium memiliki sifat mudah meradang dan bila terjadi
peradangan akan berwarna merah.pterigium dapat pula asimptomatik atau
simptomatik1.
didukung oleh teori ilyas (2008) bahwa paparan sinar matahari merupakah factor
penting dalam perkembangan pteregium1,
ulfah Fatimah Fairuz (2021) melakukan analisis di rs panti rahayu yakkum purwodadi
didapatkan mayoritas pasien di rentang usia >46 tahun sebesar 22 orang (55%)5.
6. Gazzard, G.Pterigium in Indonesia:prevalence, severity and risk factor. BMC
Ophthalmology, pp.1–12. et al., 2002.
Singapore National Eye Center, melakukan penelitian di daerah Riau untuk meninjau
pterigium berhubungan dengan umur .didapatkan prevalensi pada usia 21 tahun
sebesar 10%, usia diatas 40 tahun sebesar 16,8% (Gizzard, et al., 2002).
7. Novita rany,hubungan lingkungan kerja dan perilaku nelayan dengan kejadian
pteregium di desa kemang kecamatan pangkalan kuras kebupaten
pelalawan.keskom.2017;3(4):153-153.
Tambah dapus toni cari
8. Ira sandi, Hubungan antara Pengetahuan dengan Upaya Pencegahan Pterigium pada
Kelompok Nelayan Ikan Tuna di Desa Asilulu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten
Maluku Tengah. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes. Volume 12 Nomor 2,
April 2021. p-ISSN 2086-3098 e-ISSN 2502-7778
Nelayan yang menderita pterigium lebih banyak pada nelayan dengan upaya
pencegahan kurang hal ini dikarenakan pertumbuhan pterigium berhubungan dengan
paparan sinar UV selain sebagian besar responden memiliki lama kerja > 20 tahun
sehingga dengan lama kerja yang tinggi dan kebiasaan tidak menggunakan alat
pelindung diri berupa kaca mata hitam dan topi mengakibatkan risiko terpapar sinar
UV semakin tinggi yang mengakibatkan tingginya risiko terjadinya pterigium8.
11. riskesdes (2015) riset Kesehatan dasar.jakarta : badan penelitian dan pengembangan
Kesehatan (online).
Prevalensi pterygium menurut riskesdas di Indonesia pada tahun 2015 menunjukkan
bahwa prevalensi pterygium nasional adalah sebesar 8,3% dengan prevalensi tertinggi
ditemukan di bali (25,2%),diikuti maluku (18,0%) dan nusa tenggara barat
( 17%).provinsi DKI Jakarta mempunyai prevelensi pterygium terendah yaitu
(3,7%),diikuti oleh banten (3,9%).sedangkan untuk di daerah riau pterygium yaitu
(6,0%).tinggi prevalensi pterygium pada kelompok pekerjaan nelayan atau petani
dibandingkan dengan pekerjaan nelayan atau petani dibandingkan dengan pekerja
lainnya yaitu 15,8%.hal tersebut dapat berkaitan dengan tingginya paparan matahari
yang mengandung sinar ultraviolet11.
12. American Academy of Ophtalmology. Pterygium-Asia Pacific [Internet]. 2015 [cited
2017 May 31]. Available from: https://www.aao.org/topic-detail/pterygium- asia-
13. Lima FVI, Manuputty GA. Hubungan paparan sinar matahari dengan angka kejadian
pterigium di Desa Waai Kabupaten Maluku Tengah tahun 2013. Moluca Medica.
2014; 4(2);101-9
Mekanisme patologi pterigium belum diketahui; telah terdapat banyak teori patogenesis,
antara lain teori pajanan terhadap sinar ultraviolet (UV), teori growth factor-sitokin pro-
inflamasi, dan teori stem cell. Teori pajanan sinar UV mengungkapkan pajanan terutama
terhadap sinar UV-B menyebabkan perubahan sel di dekat limbus, proliferasi jaringan
akibat pembentukan enzim metalloproteinase, dan terjadi peningkatan signifikan
produksi interleukin, yaitu IL-I, IL-6, IL-8, dan TNFα. Beberapa teori menyatakan bahwa
radiasi sinar UV menyebabkan mutasi supresor gen tumor P53, sehingga terjadi
proliferasi abnormal epitel limbus. Teori growth factor dan pembentukan sitokin pro-
inflamasi mengungkapkan bahwa pada pterigium terjadi inflamasi kronik yang
merangsang keluarnya berbagai growth factor dan sitokin, seperti FGF (Fibroblast
Growth Factor), PDGF(Platelet derived Growth Factor), TGF-β (Transforming Growth
Factor-β), dan TNF-α (Tumor Necrosis Factor-α) serta VEGF (Vascular Endothelial
Growth Factor) yang akan mengakibatkan proliferasi sel, remodelling matriks ektra-sel
dan angiogenesis Teori stem cell menyatakan bahwa pajanan faktor lingkungan (sinar
ultraviolet, angin, debu) merusak sel basal limbus dan merangsang keluarnya sitokin pro-
inflamasi, sehingga merangsang sumsum tulang untuk mengeluarkan stem cell yang juga
akan memproduksi sitokin dan berbagai growth factors. Sitokin dan berbagai growth
factor akan mempengaruhi sel di limbus, sehingga terjadi perubahan sel fibroblas endotel
dan epitel yang akhirnya akan menimbulkan pterigium13 .
14. Green,L,health promotion planning,An Educational and Environmental
Approach,Second Edi(Mayfield Publishing Company,2005)
15. Green,L,health education planning,A Diagnostic Approunch ( New York: The John
Hopkins University : Mayfield Publising Co,1980)
16. Saifuddin azwar,sikap manusia teori dan pengukurannya,edisi kedua ( Yogyakarta :
PT Pustaka Pelajar,2012)
17. Notoadmodjo,soekidjo (2003).ilmu Kesehatan masyarakat prinsip-prinsip dsar.jakarta
:PT Rineka cipta
18. Notoadmodjo,soekidjo (2005).promosi Kesehatan teori dan aplikasi.jakarta : Rineka
cipta
19. Notoadmodjo,soekidjo (2007).pendidikan dan perilaku kesehatan.jakarta : Rineka
cipta
20. .
21. Zhou WP, Zhu YF, Zhang Bei, Qiu WY, Yao YF. The role of ultraviolet radiation in
the pathogenesis of pterygia. Mol med rep. 2016; 14(1): 3-15.
Paparan sinar ultraviolet dapat memediasi peningkatan jumlah sel di dalam limbus
untuk pembentukan pterygium Sel-sel pterigium mengkespresikan berbagai macam
sitokin proinflamasi, faktor-faktor pertumbuhan dan matriks metalloproteinase
(MMPs) yang berperan dalam inflamasi, fibrogenesisis, vaksularisasi dan invasi dari
pterigium. Fibroblast limbus diaktivasi oleh radiasi sinar UV atau oleh sel-sel
pterigium dalam b-FGF/TGF-β-dependent manner yang menghasilkan peningkatan
produksi faktor pertumbuhan dan MMPs yang berkontribusi pada remodelling dari
matriks ekstraseluler dan kerusakan membran bowman dan invasi pterigium 21
22. Nadia eav Zahra,(2020),paparan sinar matahari sebagai factor resiko pterygium
pekerja sector agrikultur.UNILA vol 1 no.1 (literatur review)
Pendidikan merupakan salah satu factor resiko pteregium dikaitkan dengan beberapa
penelitian bahwa minimnya pengetahuan mansyarakat terkait ptereigium,pencegahan
serta bahaya paparan sinar matahari.didukung oeh penelitian erry (2010) didapatkan
hasil bahwa adanya hubungan dengan pengetahuan masyarakat terkait prevalensi
pterygium dua mata maupun satu mata.23
24. Felmi V,Amanda G. (2012).hubungan paparan sinar matahari dengan angka kejadian
pterygium di dewa waai kabupaten maluku tengah tahun 2013. MOLUCCA
MEDICA (MM)
JURNAL KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
ISSN 1979 – 6358, VOLUME 4, NOMOR 2, MARET 2014
Pteregium berubungan erat dengan paparan sinar matahari Adapun pekerjaan yang
berkaitan dengan paparan sinar matahari langsung salah satunya nelayan. didukung
oleh penelitian toni (2005) didapatkan bahwa salah satu factor resiko pteregium
adalah pekerjaan (pertmbuhan pterygium berhubungan dengan paparan sinar
matahari) salah satunya yaitu nelayan.7didukung oleh penelitian felmi (2015) bahwa
Hasil uji Chi-Square memiliki hubungan yang signifikan dengan angka kejadian
pterigium di Desa Waai dengan tingkat signifikansi 0,001 (p < 0,05). 24
Berdasarkan
uji regresi logistik juga didapati lama aktivitas di luar ruangan merupakan variabel
yang memiliki hubungan paling erat dengan angka keja- dian pterigium yang
ditemukan di Desa Waai dengan tingkat signifikansi 0,001 (p < 0,05)24.
26. 1ANIZWA ZAIRINA RAHMA, 2HEPPY JELITA SARI BATUBARA . PREVALENSI PENYAKIT
MATA PTERIGIUM PADA NELAYAN DI DESA BOGAK KABUPATEN BATUBARA PADA
BULAN NOVEMBER - DESEMBER TAHUN 2020 JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol. 5
No. 3 ISSN. 2550-0414 Agustus 2021
Berdasarkan penelitian Rezvan et al menunjukan bahwa laki-laki memiliki risiko 1.3 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Perbedaan gaya hidup, seperti menghabiskan
waktu berjam-jam di luar ruangan tampaknya menjadi alasan utama perbedaan risiko
antara pria dan wanita 27.
28. Mackenzie,FD
Menurut penelitian Mackenzie et al,(1992) dalam meseret,bejiga & ayelew
(2008),terdapat peningkatan prevalensi presentasi jumlah pasien yang tdak
menggunakan apd seperti kaca mata ataupun topi yang berhbungan dengan paparan
sinar matahari28.
Sejalan dengan penelitian dewinta dkk (2021) terkait kategori tingkat pengetahuan
tentang pterygium,didapatkan hasil bahwa tingginya tingkat pendidikan seseorang
mempengaruhi tingginya pengetahuan terkait pterygium29.
37. Mubarak dan Chayatin N. (2009). Ilmu kesehatan masyarakat, teori dan aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
38. Nursalem dan efendi F (2008) ,pendidikan dalam keperawatan.jakarta salemba
medika
39. Notoajmodjo .
(2010). Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.