Deskripsikan secara singkat perkembangan pendidikan pada setiap periode dibawah ini.
No Periode pendidikan Deskripsi
1. Hindu- Budha Sistem pendidikan yang dijalankan disesuaikan
dengan cara di India yaitu sistem guru-kula. Pengelola pendidikan adalah kaum Brahmana untuk agama Hindu 3 Karena pada masa tersebut hanya mereka saja yang dapat membaca kitab-kitab suci seperti kitab Weda. Sehingga dapat dikatakan, pendidikan hanya ditujukan pada golongan yang berkasta tinggi saja, berhubung dengan kewajibannya sebagai penyuluh rakyat dan penghubung antara dewata dan rakyat. Bagi kaum Brahmana, pendidikan bertujuan untuk menguasai kitab suci sebagai sumber kebenaran dan pengetahuan yang universal. Bagi golongan Ksatria sebagai raja yang berkuasa, pendidikan bertujuan untuk memiliki pengetahuan teoritis yang berkaitan tentang pengaturan pemerintahan. Bagi rakyat biasa, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun. Pendidikan pada masa itu yang paling menonjol adalah ketatanegaraan, agama dan budaya. 2. Islam Pendidikan berlandaskan ajaran Islam dimulai sejak datangnya para saudagar asal Gujarat India ke Nusantara pada abad ke-13. Kehadiran mereka mula-mula terjalin melalui kontak teratur dengan para pedagang asal Sumatra dan Jawa. Ajaran Islam mula-mula berkembang di kawasan pesisir, sementara di pedalaman agama Hindu masih kuat. Didapati pendidikan agama Islam di masa prakolonial dalam bentuk pengajian Al Qur’an dan pengajian kitab yang di selenggarakan di rumah-rumah, surau, masjid, pesantren dan lain-lain. Kitab-kitab ini adalah menjadi ukuran bagi tinggi rendahnya ilmu agama seseorang. Pendidikan, baik pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, dan kiyai yang telah mengenyam pendidikan di pesantren/pondok. Tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan akhlak mulia, keseimbangan kehidupan dunia dan akhirat, menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah penanaman akidah islamiyah Pendidikan yang dialami dalam masyarakat ini telah mulai ketika anak- anak untuk beberapa waktu setelah lepas dari asuhan keluarga dan berada di luar. 3. Penjajahan Belanda Tahun 1899, era Ratu Juliana di Kerajaan Belanda, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Deventer menerapkan Politik Etis di Indonesia. Salah satu kebijakan yang ada dalam Politik Etis adalah edukasi dan pendidikan. Untuk memenuhi kebijakan tersebut, Belanda kemudian mendirikan beberapa sekolah untuk kalangan pribumi, baik kelas bawah, menengah, maupun tingkat tinggi. Perkembangan pendidikan di Indonesia mulai lebih progresif setelah memasuki tahun 1900. Secara umum, sistem pendidikan di Indonesia pada masa Belanda diterapkan dengan cara: - Pendidikan dasar meliputi jenis sekolah dengan pengantar bahasa Belanda, bahasa daerah, dan sekolah peralihan. - Pendidikan lanjutan yang meliputi pendidikan umum dan kejuruan - Pendidikan tinggi Akan tetapi, meskipun kalangan pribumi diperbolehkan untuk bersekolah, perbedaan perilaku terhadap rakyat bumiputra masih ketara. Hal ini dapat dilihat dengan dibedakannya kesempatan untuk memasuki sekolah bagi golongan atas dengan golongan bawah. Untuk memasuki sekolah tertentu, rakyat dari golongan bawah masih dipersulit dengan berbagai aturan-aturan yang memberatkan. Hal ini memang sengaja dilakukan agar rakyat pribumi hanya menduduki sekolah pada tingkat rendah saja. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, Belanda mulai memperkenalkan sistem pendidikan formal pada rakyat Indonesia yakni ELS, HCS, MULO, AMS, HBS, Schakel School dan STOVIA. 4. Penjajahan Jepang Dasar pendidikan di Indonesia pada masa pendudukan Jepang berfokus pada kepentingan bangsa Jepang dalam memenangkan perang, dengan cara mendidik dan membentuk barisan pemuda dan pelajar Indonesia menjadi prajurit-prajurit di bawah penguasaan Jepang. Cita-cita pemerintahan Jepang merupakan landasan pendidikan, sehingga pembelajaran di dalam sekolah rakyat bertujuan untuk membentuk siswa memiliki jiwa dan semangat Jepang (Nippon Seisin) serta bushido (berbakti kepada pemerintahan Jepang dan orang tuanya). Nama lembaga-lembaga sekolah banyak diubah, diantaranya adalah Sekolah Rakyat (Kokumin Gukko), pada masa Jepang sekolah ini semacam sekolah dasar (SD), dan sekolah ini terbuka untuk umum, jadi seluruh bangsa Indonesia pada saat itu mendapatkan hak yang sama dapat mengenyam pendidikan, jadi bukan hanya golongan bangsawan saja yang dapat mengenyam pendidikan. Ketiga Sekolah Menengah Tinggi, awalnya sekolah ini jumlahnya sangat terbatas sekitar 4 sekolah untuk seluruh Indonesia, namun pada tahun 1943 dibangun sebuah sekolah SMT yang lokasinya berada di Bandung dan Surakarta. Keempat Sekolah Kejuruan, sekolah ini semacam sekolah pertukangan dan sekolah teknik menengah, dan pemerintah jaman Jepang membuka Sekolah Pelayaran dan Sekolah Pelayaran Tinggi di Cirebon, dan ST dan STM di Bandung, dan Sekolah Pertanian di Tasikmalaya. Kelima Sekolah Keguruan, karena pada masa pendudukan Jepang ingin menjadikan Indonesia bangsa yang mandiri, maka didirikan sekolah keguruan untuk membentuk calon guru dari bangsa Indonesia dan supaya tidak bergantung pada orang Belanda. 5. Orde Lama Perjuangan kemerdekaanmenghasilkan kemerdekaan RI tahun 1945. Soekarno, Presiden pertama Indonesiamembawa semangat “nation and character building” dalam pendidikan Indonesia.Di seluruh pelosok tanah air didirikan sekolah, dan anak-anak dicari untuk disekolahkan. Tujuan pendidikan berorientasi untuk usaha dalam menanamkan jiwa patriotisme dan lebih jauh yang dimaksudkan untuk menghasilkan patriot-patriot bangsa yang rela berkorban demi bangsa dan negaranya. 139 Undang- undang No. 4 tahun 1950 pasal 3, tujuan pendidikan nasional berubah yaitu dengan adanya perumusan tujuan pendidikan dan pengajaran. (Syaharuddin & Susanto, 2019). Di tanggal 25 November 1945, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) mempunyai asas-asas perjuangan sebagai berikut : 1.mempertahankan dan menyempurnakan Republik Indonesia, 2. mempertinggi tingkat pendidikan dan pengajaran sesuai dengan dasardasar kerakyatan, 3. membela hak serta nasib para buruh pada umumnya dan juga guru pada khususnya. Susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950 yaitu : Pendidiakn Rendah, Pendidikan Guru, Pendidikan Umum, Pendidikan Kejuruan, Pendidikan Teknik, Pendidikan Tinggi dan Pendidikan Tinggi Republik, serta Pendidikan Berbasis Agama. Pada Orde Lama sudah mulai diadakan ujian-ujian negara yang terpusat dengan sistem Kolonial yang serba ketat tetapi tetap jujur dan mempertahankan kualitas. Kebijakan yang diambil orde lama dalam bidang pendidikan tinggi yaitu mendirikan universitas setiap provinsi. Kebijakan ini bertujuan untuk lebih memberikan kesempatan memperoleh pendidikan tinggi. Pada waktu itu pendidikan tinggi yang bermutu terdapat di Pulau Jawa seperti UI, IPB, ITB, Gajah Mada, dan UNAIR, sedangkan di provinsi-provinsi karena kurangnya persiapan dosen dan keterbatasaan sarana dan prasarana mengakibatkan kemerosotan mutu pendidikan tinggi mulai terjadi. Perkembangan pendidikan Indonesia masa orde lama kebijkan pendidikan nasional muncul sebuah kebijakan yang dikenal dengan Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana tertuang dalam intruksi PP & K No. 1 tahun 1959. Melalui Penetapan Presiden Indonesia No. 19 tahun 1965 mengenai Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila. Diantaranya dirumuskan kembali tentang dasar asas pendidikan nasional, tujuan, isi moral, dan politik pendidikan nasional. Di bawah menteri pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikembangkan pendidikan dengan system among berdasarkan asas kemerdekaan, kodrat alam, kebudayaan, kebangsaan, dan kemanuasiaan yang dikenal sebagai Panca Dharma Taman Siswa dan semboyan ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani. Pada 1950 dicetuskan pertama kali peraturan pendidikan nasional yaitu UU No. 4/1950 yang disempurnakan (jo) menjadi UU No. 12/1954 tentang dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah. Pada 1961 dirumuskan lagi UU No. 22/1961 tentang Pendidikan Tinggi, dilanjutkan UU No.14/1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional,dan UU No. 19/1965 tentang pokok sistem pendidikan nasional pancasila. Masa akhir pendidikan Presiden Soekarno, 90 % bangsa Indonesia berpendidikan SD. 6. Orde Baru Di dalam mengatualisasi pembangunannya, Orde Baru setiap lima tahun memiliki program pembangunan, yang dikenal dengan istilah Pelita (Pembangunan Lima Tahun). MPR hasil Pemilu 1973 mengeluarkan ketetapan nomor IV/MPR/1973 yang juga dikenal dengan nama Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang juga merumuskan tujuan Pendidikan Nasional sebagai berikut, “Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan diluar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pembangunan dibidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara, Pancasila, dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berpancasila dan untuk membentuk Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativitas dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, Pada tahun 1969-1970 diadakan Proyek Penilaian Nasional Pendidikan (PPNP) dan menemukan empat masalah pokok dalam pendidikan di Indonesia: pemerataan, mutu, relevansi, dan efisiensi pendidikan. Dan hasilnya digunakan untuk membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan (BP3K). Dengan mencanangkan “wajib belajar 9 tahun”, termasuk juga yang tak kalah populer adalah dibukanya program SD Inpres untuk daerah-daerah terpencil dan terisolir di berbagai belahan daerah di Indonesia. Efektivitas pendidikan guru dengan merombak kurikulum IKIP yang semula mirip kurikulum Universitas menjadi khas IKIP dimana kurikulum baru ini terlalu berlebih-lebihan menekankan pembelajaran dan mengurangi secara besar-besaran materi bidang studi. Kebijakan kedua dalam peningkatan mutu pendidikan adalah dengan meningkatkan kualitas guru lewat projek peningkatan mutu guru yang dilakukan dengan model pelatihan guru yang sangat terencana mulai dari teori, praktik sampai on the job training di sekolah-sekolah masing-masing. 7. Orde Reformasi Memasuki tahun 2003 pemerintah membuat UU No.20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional menggantikan UU No 2 tahun 1989. dan sejak saat itu pendidikan dipahami sebagai: “usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didiks ecara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritualkeagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yangdiperlukan dirinya, masyarakat, bangsadan Negara. Tentang Sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pemerintah pada masa reformasi juga melakukan tiga kali perubahan kurikulum, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP), dan Kurikulum 2013. 8. Abad 21 Pendidikan abad 21 bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia dengan kedudukan yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang berkualitas yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan untuk mewujudkan cita- cita bangsanya. Sesuai dengan Standar Kompetensi Lulusan dan Standar Isi maka prinsip pembelajaran yang digunakan pada pembelajaran abad 21 yaitu : 1. Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu; 2. Dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber belajar; 3. Dari pendekatan tekstual menuju proses sebagai penguatan penggunaan pendekatan ilmiah; 4. Dari pembelajaran berbasis konten menuju pembelajaran berbasis kompetensi; 5. Dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu; 6. Dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi; 7. Dari pembelajaran verbalisme menuju keterampilan aplikatif; 8. Peningkatan dan keseimbangan antara keterampilan fisikal (hardskills) dan keterampilan mental (softskills); 9. Pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; 10. Pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani); 11. Pembelajaran yang berlangsung di rumah di sekolah, dan di masyarakat; 12. Pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas; 13. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran; dan 14. Pengakuan atas perbedaan individual dan latar belakang budaya peserta didik (Kemdikbud,2016).