Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

Fatwa DSN-MUI Tentang Qardh dan aplikasinya pada Bank dan LKS
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Tersruktur pada Mata Kuliah Fiqih
Perbankan

Disusun Oleh Kelompok 9:


Dhea Adryianti Nim : 3319445
Ervina Azizah Nim : 3319446

Dosen Pengampu :
Melya Husna, S.E.I, M.E

JURUSAN S I PERBANKAN SYARIAH - K


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...


Alhamdulillah penulis ucapkan puji syukur kepada Allah SWT.
Yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat dan salam
semoga tetap tercurah limpahkan kepada baginda nabi Muhammad SAW.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada dosen pengampu mata
kuliah Fiqih Perbankan Ibu Melya Husna,S.E.I,M.E yang telah banyak
membagi Ilmu dan pengalamannya kepada kami, sehingga makalah ini
dapat terselesaikan tepat waktu.
Akhirnya, semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya,
dan para pembaca pada umumnya, Amin ya rabbal „Alamin.
Wassalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...

Bukittinggi, 09 November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan .................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 2
A. Fatwa DSN-MUI Tentang Qardh ...................................................................... 2
B. Aplikasi Qard pada Bank dan LKS ................................................................... 9
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 13
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 13
B. Saran..................................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia dalam kehidupan sehari-hari tentunya tidak lepas dari
aktivitasbermuamalah. Aktivitas muamalah sangat beragam. Beberapa
yang paling seringkita lakukan dalam bermuamalah dalam perekonomian
setiapharinya,meliputi jual beli, utang piutang, sewamenyewa dan lain seb
againya. Tentunya dalam bertransaksi muamalah harus sesuai dengan
syariat agama. Selain jual beli, utang piutang dalam kehidupan sehari-hari
juga sangat popular.
Akhir-akhir ini, muncul fenomena maraknya lembaga keuangan
dalam menarik konsumen supaya meminjam atau berhutang. Para pemilik
modal danperbankan sebagai kreditur berlomba-lomba untuk untuk
membujuk konsumen sebagai debitur supaya berhutang dan membayar
bunga sebanyak-banyaknya. Para debitur inilah yang menjadi sumber
penerimaan para debitur. Berbagai macam tawaran untuk berhutang, mulai
dari pembiayaan usaha, pembiayaan kendaraandan aset lainnya, hingga
pembiayaan untuk kebutuhan harian. Terkait pemenuhan kebutuhan
harian, pembayaran menggunakan kartu kredit saat ini telah menjaditren.
Entah diperlukan atau tidak, seseorang saat ini sudah bergantung
padahutang.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja fatwa DSN-MUI tentang Qardh ?
2. Bagaimana aplikasi akad qardh pada Bank dan LKS ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui fatwa DSN-MUI tentang Qardh.
2. Untuk mengetahui aplikasi akad qardh pada Bank dan LKS.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fatwa DSN-MUI Tentang Qardh


1. Pengertian Qardh
Dalam etimologi qardh berasal dari kata ‫ ق رض‬- ‫ ي قرض‬-
‫ ق ر ضا‬yang bermakna ‫ق طع‬ maksudnya ialah: memutus atau
memotong. Qardh merupakan format mashdar dari ‫ ق رض‬- ‫ ي قرض‬-
‫ق ر ضا‬, yang memiliki makna putus. Sedangkan berdasarkan pendapat
Rahmat Syafei qardh (utang-piutang) ialah: sinonim dengan al-qath,
maksudnya ialah potongan dari harta orang yang memberikan
pinjaman Definisi Qardh memiliki sinonim makna dengan perjanjian
pinjam- meminjam yang ada dalam Kitab Undang-undang Hukum
Perdata pasal 1754 yang berbunyi: “ Pinjam-meminjam ialah suatu
perjanjian yang mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain
suatu jumlah barang atau uang yang habis karena pemakaian, dengan
syarat bahwa pihak yang lain ini akan mengembalikan sejumlah yang
sama dari barang atau uang yang dipinjamnya”
Secara istilah para ahli fiqh mendefinisikan qardh:1
a. Menurut pengikut Mazhab Hanafi, Ibn Abidin, mengatakan bahwa
qardh adalah harta yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang
memiliki perumpamaan) untuk kemudian dibayar atau
dikembalikan. Atau dengan ungkapan yang lain, qaradh adalah
suatu perjanjian yang khusus untuk menyerahkan harta (mal mitsil)
kepada orang lain untuk kemudian dikembalikan persis seperti
yang diterimanya
b. Menurut Mazhab Maliki mengatakan qardh adalah pembayaran
dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali tidak
berbeda atau setimpal.

1
Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer, ( Sumatera Utara : FEBI UIN-SU Press,
2018) hlm.167-168.

2
c. Menurut Mazhab Hanbali qardh adalah memberikan harta kepada
orang yang memanfaatkannya dan kemudian mengembalikan
penggantinya.
d. Menurut Mazhab Syafi‟i berpendapat bahwa qardh dalam istilah
syara‟ diartikan dengan sesuatu yang diberikan kepada orang lain
(yang pada suatu saat harus dikembalikan.
e. Sayyid Sabiq memberikan definisi qardh sebagai berikut Al-qardh
adalah harta yang diberikan oleh pemberi hutang (muqrid) kepada
penerima utang (muqtarid) untuk kemudian dikembalikan
kepadanya (muqridh) seperti yang diterimanya, ketika ia telah
mampu membayarnya.
f. Menurut Syafi‟i Antonio, qardh adalah pemberian harta kepada
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan
kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
Jadi dapat dipahami bahwa qardh (utang-piutang) pada
hakikatnya adalah bentuk pertolongan dan kasih sayang bagi yang
meminjam, bukan suatu sarana untuk mencari keuntungan bagi yang
memijamkan, di dalamnya tidak ada imbalan dan kelebihan
pengembalian. Namun dalam Qardh ini mengandung nilai
kemanusiaan dan sosial dimana dalam akad ini peminjam tidak boleh
mensyaratkan keuntungan dalam pinjaman dan ia boleh menerima
lebih jika peminjam memberikannya dalam jumlah yang lebih selama
2
tidak dipersyaratkan di awal dan tidak diperjanjikan.
2. Dasar Hukum
a. Al- Qur‟an
1) QS Al- Baqarah (2) : 245
ُ ‫س‬
‫ط‬ ُ ‫اَّللُ يَ ْق ِب‬
ُ ‫ض َو َي ْب‬ َّ ‫يزةً ۚ َو‬ ْ َ ‫ضا ِعفَهُ لَهُ أ‬
َ ِ‫ض َعافًا َكث‬ َ ‫اَّللَ قَ ْزضًا َح‬
َ ُ‫سنًا فَي‬ َّ ‫ض‬ ُ ‫َم ْن ذَا الَّذِي يُ ْق ِز‬
َ‫َو ِإلَ ْي ِه ت ُ ْز َجعُون‬

2
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer, ( Malang :
UIN-Maliki Press, 2018) hlm.61.

3
Artinya : “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada
Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan harta di jalan Allah),
maka Allah melipatgandakan kepadanya dengan lipat ganda
yang banyak.”
2) QS. At-Thagaabun (64) : 17
ٌ ‫ش ُك‬
‫ور َح ِلي ٌم‬ َّ ‫ضا ِع ْفهُ لَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْز لَ ُك ْم ۚ َو‬
َ ُ‫اَّلل‬ َّ ‫ِإ ْن ت ُ ْق ِزضُوا‬
َ ‫اَّللَ قَ ْزضًا َح‬
َ ُ‫سنًا ي‬
Artinya :“Jika kamu meminjamkan kepada Allah pinjaman
yang baik, niscaya Allah akan melipatgandakan
pembalasannya kepadamu dan mengampuni kamu. Dan Allah
maha pembalas jasa lagi maha penyantun.”
3) Qs Hadid : 11
‫ضا ِعفَهُ لَهُ َولَهُ أَجْ ٌز ك َِزي ٌم‬ َ ‫اَّللَ قَ ْزضًا َح‬
َ ُ‫سنًا فَي‬ َّ ‫ض‬ ُ ‫َم ْن ذَا الَّذِي يُ ْق ِز‬
Artinya :“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah
pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan
(balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh
pahala yang banyak.”
b. Hadits
Nabi Muhammad SAW bersabda
Artinya: “Dari ibnu mas’ud bahwa Rosululloh SAW bersabda,
tidak ada seorang muslim yang menukarkan kepada seorang
muslim qorodh dua kali, maka seperti sedekah sekali”. (HR.
Ibnu Majjah dan Ibnu Hibban).3
c. Ijma‟
Para ulama telah menetapkan bahwa al-qard boleh
dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang
tidak bisa hidup tanpa dilandasi oleh sikap membantu atau
tolong-menolong. Dasar dari ijma‟ adalah bahwa semua kaum
muslimin telah sepakat dibolehkannya hutang piutang. Oleh
karena itu pinjam meminjam sudah menjadi satu bagian dari

3
Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer, ( Sumatera Utara : FEBI UIN-SU Press,
2018) hlm.170.

4
kehidupan di dunia ini. Islam adalah agama yang sangat
memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.
3. Rukun dan Syarat Qardh
Rukun harus ada dalam setiap akad untuk terjadinya akad,
karena rukun adalah sesuatu yang menjadi tegaknya dan adanya
sesuatu, dan rukun bersifat internal (dakhiliy) dari sesuatu yang
ditegakkanya.Rukun Qardh ada empat yakni:4
a. Muqridh adalah orang yang mempunyai barang-barang untuk
diutangkan
b. Muqtarid adalah orang yang mempunyai utang
c. Muqtaradh adalah obyek yang berutang.
d. Sighat akad; ijab Kabul
Syarat qardh yaitu adalah:
a. Akid (Muqridh dan Muqtaridh). Dalam hal ini disyaratkan:
1) Muqridh harus seorang Ahliyat at­Tabarru’, maksudnya orang
yang mempunyai kecakapan dalam menggunakan hartanya
secara mutlak dalam pandangan syariat
2) Tidak adanya paksaan seorang muqridh dalam memberikan
bantuan hutang harus didasarkan atas keinginannya sendiri dan
tidak ada paksaan dari pihak lain.
3) Muqtaridh atau orang yang berhutang haruslah orang yang
Ahliyah mu’amalah, artinya orang tersebut harus baligh,
berakal waras, dan tidak mahjur (bukan orang yang oleh
syariat tidak diperkenankan mengatur sendiri hartanya karena
factor-faktor tertentu)
b. Muqtaradh adalah obyek yang berutang (barang yang dipinjamkan)
syaratnya:

4
Fasiha, “AKAD QARDH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH” Jurnal Al-
Amwal, Vol. 3, No. 1, Maret 2018,hlm.27.

5
1) Barang yang dihutang harus sesuatu yang bisa diakad salam.
Segala sesuatu yang bisa diakad salam, juga sah dihutangkan,
begitu juga sebaliknya
2) Barang yang dipinjamkan harus barang yang memiliki manfaat.
c. Ijab qabul. Ungkapan serah terima harus jelas dan bisa dimengerti
oleh kedua belah pihak, sehingga tidak menimbulkan kesalah
pahaman di kemudian hari. Akad qardh tidak dapat terlaksana
kecuali dengan ijab dan qabul seperti halnya dalam jual beli5.
4. Fatwa DSN-MUI tentang Qardh
Fatwa Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 tentang Qardh
merupakan satu-satunya fatwa DSN yang mengatur tentang Qardh
dengan ketentuan- ketentuan sebagai berikut :
a. Pertama Ketentuan Umum al-Qard :
1) Al-qardh adalah pinjaman yang diberikan kepada nasabah
(muqtaridh) yang memerlukan.
2) Nasabah al-qardh wajib mengembalikan jumlah pokok yang
diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
3) Biaya administrasi dibebankan kepada nasabah.
4) LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana
dipandang perlu.
5) Nasabah al-qard dapat memberikan tambahan (sumbangan)
dengan sukarela kepada LKS selama tidak diperjanjikan dalam
akad.
6) Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS telah
memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat :
Memperpanjang jangka waktu pengembaliannya, atau
Menghapus (write off) sebagian atau seluruh kewajibannya.
b. Kedua : Sanksi

5
Sri Sudiarti, Fiqih Muamalah Kontemporer, ( Sumatera Utara : FEBI UIN-SU Press,
2018) hlm.171

6
1) Dalam hal nasabah tidak menunjukkan keinginan
mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya dan
bukan karena ketidak-mampuannya, LKS dapat menjatuhkan
sanksi kepada nasabah.
2) Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana
dimaksud butir 1 dapat berupa dan tidak terbatas pada
penjualan barang jaminan.
3) Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus
memenuhi kewajibannya secara penuh.
c. Ketiga : Sumber Dana Dana al-Qardh dapat bersumber dari:
1) Bagian modal LKS.
2) Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
3) Lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran
infaqnya kepada LKS.
d. Keempat:
1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari‟ah setelah tidak
tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah
dan disempurnakan sebagaimana mestinya.6
Adapun Fatwa NO: 79/DSN-MUI/III/2011 tentang qardh
dengan menggunakan dana nasabah dengan ketentuan- ketentuan
sebagai berikut :
a. Pertama Ketentuan Umum
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1) Qardh adalah suatu akad penyaluran dana oleh LKS kepada
nasabah sebagai utang piutang dengan ketentuan bahwa

6
Dewan Syariah Nasional MUI, FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO:
19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang AL-QARDH, hlm. 3.

7
nasabah wajib mengembalikan dana tersebut kepada LKS pada
waktu yang telah disepakati.
2) Dana Nasabah adalah dana yang diserahkan oleh nasabah
kepada LKS dalam produk giro, tabungan atau deposito dengan
menggunakan akad wadi‟ah atau mudharabah sebagaimana
dimaksud dalam fatwa DSN-MUI Nomor: 01/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Giro, fatwa DSN-MUI Nomor: 02/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Tabungan dan fatwa DSN-MUI Nomor:
03/DSN- MUI/IV/2000 tentang Deposito.
b. Kedua : Ketentuan Penyaluran Dana Qardh dengan Dana Nasabah7
1) Akad Qardh dalam Lembaga Keuangan Syariah terdiri atas dua
macam.
a) Akad Qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial semata
sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor:
19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, bukan sebagai
sarana atau kelengkapan bagi transaksi lain dalam produk
yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan;
b) Akad Qardh yang dilakukan sebagai sarana atau kelengkapan
bagi transaksi lain yang menggunakan akad-akad
mu’awadhah (pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam
produk yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
2) Akad atau produk yang menggunakan akad qardh sebagai
sarana atau kelengkapan bagi akad mu’awadhah sebagaimana
dimaksud pada angka 1.b di atas, termaktub antara lain dalam:
a) Fatwa DSN-MUI Nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang
Rahn Emas.
b) Fatwa DSN-MUI Nomor: 29/DSN-MUI/VI/2002 tentang
Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah.

7
Dewan Syariah Nasional MUI , FATWA DEWAN SYARI‟AH NASIONAL NO:
79/DSN-MUI/III/2011 Tentang QARDH DENGAN MENGGUNAKAN DANA NASABAH,
hlm. 6.

8
c) Fatwa DSN-MUI Nomor 31 tentang Pengalihan Utang.
d) Fatwa DSN MUI Nomor: 42/DSN-MUI/V/2004 tentang
Syariah Charge Card.
e) Fatwa DSN MUI Nomor: 54/DSN-MUI/X/2006 tentang
Syariah Card;
f) Fatwa DSN MUI Nomor: 67/DSN-MUI/III/2008 tentang
Anjak Piutang Syariah.
3) Akad Qardh sebagaimana dimaksud dalam angka 1.a tidak
boleh menggunakan dana nasabah.
4) Akad Qardh sebagaimana dimaksud dalam angka 1.b boleh
menggunakan dana nasabah.
5) Keuntungan atau pendapatan dari akad atau produk yang
menggunakan mu‟awadhah yang dilengkapi dengan akad qardh
sebagaimana dimaksud dalam angka 2 harus dibagikan kepada
nasabah penyimpan dana sesuai akad yang dilakukan.8

B. Aplikasi Qard pada Bank dan LKS


Qardh adalah pinjaman uang. Pinjaman qardh biasanya diberikan
oleh bank kepada nasabahnya sebagai fasilitas pinjaman talangan pada
saat nasabah mengalami overdraft. Fasilitas ini dapat merupakan bagian
dari satu paket pembiayaan lain, untuk memudahkan nasabah bertransaksi.
Implementasi produk sosial didasarkan pada fatwa MUI No.
19/DSNMUI/IV/2001 tentang Qardh yang dananya bersumber dari bagian
modal dan keuntungan yang disisihkan dari Lembaga Keuangan Syariah
(LKS), serta lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran
infaqnya lewat LKS. Pada tahun 2011, MUI kembali mengeluarkan fatwa
Qardh dengan No. 79/DSNMUI/III/2011 yang sumber dananya berasal
dari nasabah. Jika dibandingkan dengan fatwa MUI tahun 2001, fatwa
MUI tahun 2011 ini dimungkinkan dapat menimbulkan kemadharatan

8
Dewan Syariah Nasional MUI , FATWA DEWAN SYARI‟AH NASIONAL NO:
79/DSN-MUI/III/2011 Tentang QARDH DENGAN MENGGUNAKAN DANA NASABAH,
hlm. 7.

9
yang lebih besar apabila terjadi piutang Qardh yang tidak tertagih karena
sumber dananya berasal dari nasabah.
Dalam melaksanakan fungsinya bank syariah melaksanakan
transaksi yang sifatnya tolong menolong yaitu pinjaman Qardh/Qardhul
Hasan, yaitu pinjaman uang cuma-Cuma. Sesuai karakteristik ekonomi
syariah uang bukan komoditi sehingga tidak diperkenalkan uang
menghasilkan atau bertambah uang. Pinjaman Qardh/Qardhul hasan ini
dilakukan oleh Bank Syariah dalam transaksi yang bersifat tolong
menolong, penyaluran Zakat Nasional (BAZNAZ), bisa juga untuk
talangan haji, talangan cerukan atau overdraf dari rekening wadiah,
transaksi rahn, hawalah dan sejenisnya.17 Akad Qardh biasanya
diaplikasikan di perbankan syariah seperti:9
1. Penyaluran dan zakat yang bersifat produktif (dana bergulir). Zakat
produktif diperuntukan sesuai ketentuan syariat yaitu diberikan kepada
hasnaf yang delapan. Zakat produktif bertujuan adanya peningkatan
taraf kehidupan penerima zakat, hari ini seseorang sebagai penerima
zakat, diharapkan tahun-tahun berikutnya tidak lagi berhak menerima
zakat. Biasanya model zakat produktifnya ini merupakan produk kerja
sama antara BAZNAS dengan bank syariah, BAZNAS lembaga
penghimpun dana dan penyalurannya melewati model transaksi bank.
2. Pembiayaan pengurusan haji. Dalam Fatwa DSN No:
29/DSNMUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan pengurusan Haji
Lembagan Keuangan Syariah, menetapkan ketentuan sebagai berikut:
a. Dalam pengurusan haji bagi nasabah, LKS dapat memperoleh
imbalan jasa (ujrah) dengan menggunakan prinsip al-Ijarah sesuai
Fatwa DSNMUI nomor 9/DSN-MUI/IV/2000.
b. Apabila diperlukan, LKS dapat membantu menalangi pembayaran
BPIH nasabah dengan menggunakan prinsip al-Qardh sesuai Fatwa
DSN-MUI nomor 19/DSN-MUI/IV/2001.
9
Febri Annisa Sukma, dkk, “KONSEP DAN IMPLEMENTASI AKAD QARDHUL
HASAN PADA PERBANKAN SYARIAH DAN MANFAATNYA” Jurnal Ekonomi dan Keuangan
Syariah Vol. 3 No. 2 Juli 2019, hlm. 158.

10
c. Jasa pengurusan haji yang dilakukan LKS tidak boleh
dipersyaratkan dengan pemberian talangan haji. d. Besar imbalan
jasa al-Ijarah tidak boleh didasarkan pada jumlah talangan al-
Qardh yang diberikan LKS kepada nasabah.10
3. Anjak piutang yang berlandaskan pada Fatwa DSN No:
67/DSNMUI/III/2008 Tentang Anjak piutang Syariah.
4. Letter of Credit (L/C) Impor dan Letter of Credit (L/C) Ekspor, yang
berlandaskan pada Fatwa DSN-MUI No: 34/DSN-MUI/IX/2002
Tentang L/C Impor Syari‟ah dan Fatwa DSN-MUI No: 35/DSN-
MUI/IX/2002 Tentang L/C Ekspor Syari‟ah.
5. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas
dan bonefiditasnya yang menumbuhkan dana talangan segera untuk
masa yang relative pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan
secepatnya sejumlah dana yang dipinjamnya tersebut.
6. Sebagai fasilitas yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak bisa
menarik dananya karena misalnya tersimpan dalam bentuk deposito.
7. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan
pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
8. Sebagai produk untuk menyumbang ke sector kecil atau membantu
sector sosial.
Ulama-ulama tertentu membolehkan pemberi pinjaman untuk
membebani biaya jasa pengadaan pinjaman. Biaya jasa ini bukan
merupakan keuntungan, melainkan merupakan biaya aktual yang
dikeluarkan oleh pemberi pinjaman, seperti biaya sewa gedung, gaji
pegawai dan peralatan kantor. Hukum Islam memperbolehkan pemberi
pinjaman untuk meminta kepada peminjam untuk membayar biaya-biaya
operasi di luar pinjaman pokok, tetapi agar biaya ini tidak menjadi bunga

10
Febri Annisa Sukma, dkk,” KONSEP DAN IMPLEMENTASI AKAD QARDHUL
HASAN PADA PERBANKAN SYARIAH DAN MANFAATNYA” Jurnal Ekonomi dan Keuangan
Syariah Vol. 3 No. 2 Juli 2019, hlm. 159.

11
terselubung komisi atau biaya ini tidak boleh dibuat proporsional terhadap
jumlah pinjaman. 11

11
Febri Annisa Sukma, dkk, “KONSEP DAN IMPLEMENTASI AKAD QARDHUL
HASAN PADA PERBANKAN SYARIAH DAN MANFAATNYA” Jurnal Ekonomi dan Keuangan
Syariah Vol. 3 No. 2 Juli 2019, hlm. 160.

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat kita simpulan bahwa Fatwa DSN
MUI tentang Qardh yaitu: Fatwa Nomor 19/DSN-MUI/IV/2001 dan
FATWA DEWAN SYARI‟AH NASIONAL NO: 79/DSN-MUI/III/2011 Tentang
QARDH DENGAN MENGGUNAKAN DANA NASABAH. Adapun aplikasi
Qard pada Bank dan LKS yaitu :
1. Penyaluran dan zakat yang bersifat produktif (dana bergulir).
2. Pembiayaan pengurusan haji. Dalam Fatwa DSN No:
29/DSNMUI/VI/2002 Tentang Pembiayaan pengurusan Haji
Lembagan Keuangan Syariah.
3. Anjak piutang yang berlandaskan pada Fatwa DSN No:
67/DSNMUI/III/2008 Tentang Anjak piutang Syariah.
4. Letter of Credit (L/C) Impor dan Letter of Credit (L/C) Ekspor, yang
berlandaskan pada Fatwa DSN-MUI No: 34/DSN-MUI/IX/2002
Tentang L/C Impor Syari‟ah dan Fatwa DSN-MUI No: 35/DSN-
MUI/IX/2002 Tentang L/C Ekspor Syari‟ah.
5. Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas
dan bonefiditasnya yang menumbuhkan dana talangan segera untuk
masa yang relative pendek.
6. Sebagai fasilitas yang memerlukan dana cepat sedangkan ia tidak bisa
menarik dananya karena misalnya tersimpan dalam bentuk deposito
7. Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, dimana menurut
perhitungan bank akan memberatkan si pengusaha bila diberikan
pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi hasil.
8. Sebagai produk untuk menyumbang ke sector kecil atau membantu
sector sosial.

13
B. Saran
Demikian lah makalah ini kami buat, semoga dapat menambah
wawasan kita semua baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca
tentang Fatwa DSN-MUI Tentang Qardh dan aplikasinya pada Bank dan
LKS dan dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat terdapat
kekurangan, maka dari itu penulis membutuhkan kritik serta saran dari
pembaca.

14
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Syariah Nasional MUI, FATWA DEWAN SYARI'AH NASIONAL NO:
19/DSN-MUI/IV/2001 Tentang AL-QARDH.
Dewan Syariah Nasional MUI, FATWA DEWAN SYARI‟AH NASIONAL NO:
79/DSN-MUI/III/2011 Tentang QARDH DENGAN MENGGUNAKAN DANA
NASABAH

Fasiha,2018. “AKAD QARDH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH”


Jurnal Al-Amwal, Vol. 3, No. 1, Maret .
Hasan,Akhmad Farroh. 2018. Fiqh Muammalah dari Klasik hingga Kontemporer.
Malang : UIN-Maliki Press.
Sudiarti, Sri. 2018. Fiqih Muamalah Kontemporer. Sumatera Utara : FEBI UIN-
SU Press.
Sukma, Febri Annisa Sukma dkk. 2019. KONSEP DAN IMPLEMENTASI AKAD
QARDHUL HASAN PADA PERBANKAN SYARIAH DAN MANFAATNYA
Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 3 No. 2 Juli.

15

Anda mungkin juga menyukai