Anda di halaman 1dari 10

Contoh Cerpen Sahabat

Tinggal Kenangan

Pagi itu sangatlah cerah, mentari pagi muncul memancarkan sinar cerah dengan semangat 67 eh semangat 45
maksudnya. Sama denganku, hari ini adalah hari ulang tahun orang yang sangat aku kagumi bahkan kucintai.
Semua sudah aku persiapkan termasuk kue ultah serta kadonya.

Aku masuk ke kelas dengan hati gembira dan bibir tersenyum-senyum sendiri. Kakiku melangkah tepat di
depan pintu masuk kelas dan disambut ceria oleh sahabat sahabatku Syarif dan Renata.

Yaps! hampir lupa, aku Sherly kepanjangan dari Sherlyna rantika putri. Cewek manis berkumis tipis yang kini
sedang dilanda asmara cinta.

“Ciee yang senyum senyum sendiri, kenapa? sakit?” ucap Renata sambil menekan tangannya ke jidatku.
“Apaan sih Ren, emang aku gila” ucapku (memanyunkan bibir 5 meter).
“Ya mungkin, ya gak Rif?” ucap Renata melirik Syarif.
“Betul, kenapa kamu Sher?” ucap Syarif.
“Hari ini tuh hari special banget buat aku, aku mau bikin suprise buat pangeran cecakku” ucapku panjang lebar
sambil bayangin apa yang akan terjadi nantinya.
Pangeran cecak? Ya, pangeran cecak adalah cowok yang aku kagumi selama ini. Aku julukin pengeran cecak
karena dia super duper takut sama cecak, namanya Tara.
Bel waktu istirahat pun tiba, siswa siswi berbondong-bondong ingin memanjakan lidah dan juga perutnya yang
dari tadi demo minta makan.
“Hay guys, doain aku ya. Semoga rencana ini sukses berjalan mulus semulus jalan tol, amin” ucapku.
“Oke, tuh ada Tara kebetulan banget deketin gih” ucap Syarif.
“Sukses ya say” ucap mereka berdua serentak serta kepala dimiringkan ala-ala Rita sugiarto penyanyi dangdut.
Aku berjalan dengan pedenya sampai gak lihat ada batu di depanku, untungnya gak jatuh, kalau jatuh malu
dong sama pangeran cecakku.

Setelah melewati lorong-lorong kelas, aku melihat Tara lagi berduaan sama Lyla cewek yang paling aku benci
karena gayanya yang kecentilan, sok cantik, sombong pokoknya aku ilfeel banget deh sama dia. Tanpa sadar
kue dan kadonya jatuh ke lantai, aku berlari secepat mungkin sambil menangis.

Aku melihat ekspresi Renata dan Syarif kebingungan dengan tingkahku yang mula ceria berubah drastis
menjadi duka membara.
“Sherly, kamu kenapa?” ucap Renata sambil memelukku.
“Tara sama Lyla berduaan mereka mesra banget” ucapku terbata bata.
“Udahlah cari yang lain, masih banyak kok” ucap Syarif.
Sepulang Sekolah kurebahkan tubuhku di kasur empuk milikku. Kutatap langit biru kamarku. Pikiran itu selalu
terngiang ngiang di memory otakku. Kubangkitkan tubuh ini menuju meja belajar.
Pena menari nari amat lambat di atas kertas polos putih. Kutulis kata puitis yang berisi sesuai isi hatiku.
Tinggal kenangan.

Kuukir namamu dalam hatiku


Agar hati ini tak dalam kekosongan.
Meskipun kau telah menodai hati ini,
Akan kuhapus dengan sejuta air mata.
Aku rela mentari membakar kulitku
Aku rela kebahagiaanku kuberikan padamu
Asal kau bahagia.
Namun itu dulu
Sekarang sudah terbalut
Oleh balutan kenangan.
For Tara (pangeran cecakku)
Pagi ini mendung, mentari enggan tuk memancarkan sinarnya, sama dengan hatiku.
Mungkin mentari mengerti apa yang sedang aku rasakan.
Aku berjalan sempoyongan dengan mata sembab gara-gara menangis semalaman menuju kelasku disambut
oleh sahabat-sahabatku.
“Sherly kamu jangan begitu dong, kita kan juga turut sedih jadinya. Strong bro move on bangkit dari
keterpurukan ini” ucap Renata menenangkanku.
“Dan kamu jangan kaget ya, kalau Tara sama Lyla sudah jadiab kemarin. Aku tahu berita ini dari Gita teman
sekelas kita” ucap Syarif.
“Iya makasih ya sahabat sahabatku. Kalian itu orang yang selalu suport aku, aku sayang kalian. Aku akan move
on dari Tara dan selalu bersama kalian” ucapku menangis terharu.
Kita bertiga saling berpelukan.
Sahabat bukanlah selayaknya pacaran yang dapat putus atau nyambung. Namun, Sahabat adalah persatuan yang
abadi.

– Karya Septy Aisyah –
Diet Berakhir Jeruji
Adalah Joe, yang hanya bisa mengejar tukang bakso dengan pandangannya yang pilu. Joe merupakan
mahasiswa yang bisa dikatakan maniak weight loss, yang mengatur diet sehat dan diet ketat. Hari-hari ia isi
dengan konsumsi makanan penuh gizi rendah kalori, plus dengan hati yang tidak menikmati. Joe tidak
menyadari bahwa ia tidak terlahir kurus, kedua orang tuanya gemuk, hampir seluruh keluarganya gemuk,
kecuali satu orang, yaitu Alex, si buncit yang humoris.
Namun Joe percaya dengan motivasi dari seminar bisnis multilevel yang pernah digelutinya 5 bulan lalu, “tidak
ada yang tak mungkin. Jika kalian ingin mencapai apa yang kalian inginkan, dan sukses di usia muda” Tentu
saja sukses bagi Joe adalah sukses menurunkan berat badan, apa yang membuat Joe tidak pernah berhasil
adalah nafsu makan yang sama besar dengan badan, memang ia memakan sayur, dengan porsi yang sangat
banyak.
Suatu hari ia membaca sebuah artikel “Tertawa dapat membakar lemak” dan dengan sangat serius menanggapi.
Joe sama dengan kedua orangtuanya, pemurung dengan muka berlemak sulit dibuat tertawa. Namun hari saat ia
membaca artikel itu adalah hari dimana ia seolah terlahir kembali. Joe menjadi pribadi yang gampang sekali
tertawa, bahkan saat seseorang berbicara serius (pada saat itu Joe menerima caci maki), sikap Joe yang berubah
tentu mengundang berbagai penafsiran dari masyarakat, dan didominasi oleh pandangan bahwa ia telah gila.
Sedikit namun sakit, Joe perlahan-lahan diabaikan, teman-temannya sering memandang paham ke arahnya
ketika ia mencoba berbicara hal yang lucu hanya merespon berupa tersenyum penuh simpati. Keluarga Joe pun
perlahan mulai mengabaikannya, dan ketika Joe menimbang badannya, mendapati beratnya hanya berkurang
sedikit, beberapa ons, ia meningkatkan intensitas ‘latihannya’.
Hingga pada suatu pagi, pihak keluarga sudah tidak kuat lagi dan melaporkan Joe ke rumah sakit Jiwa di pusat
kota, dan sorenya datanglah sebuah avanza hitam ke rumah Joe, membawa lima orang dokter jiwa (orangtua
Joe sudah mengatakan sebelumnya kalau Joe bertubuh besar dan suka melawan) dan menyeret paksa Joe ke
dalam mobil. Bahkan Joe tetap tertawa karena salah satu motivasinya dalam latihan tertawa ini adalah
“memandang positif dari segala sesuatu”. Singkat cerita, Joe harus menginap sampai waktu yang belum
ditentukan di balik jeruji besi yang dicat putih, berjalan dalam takdir, takdir untuk bersama penghuni-penghuni
lain yang juga melakukan ‘latihan’ yang sama.
Dan tibalah mereka di RSJ pusat kota, avanza itu diparkir tepat di depan pintu masuk, Joe digiring layaknya
tahanan. Begitu sampai di dalam, semua orang terkejut, dengan wajah ‘inikah dajjal yang terkutuk itu’ Joe
melirik marah ke sekeliling, seperti banteng menghadap matador, kedua tangannya yang diborgol bergetar,
dokter-dokter yang menggiringnya mulai cemas, anak itu tepat seperti apa yang dikatakan orangtuanya yaitu
pelawan.
Para dokter yang menggiring Joe mulai mempercepat langkahnya menuju kamar sel nomor 3 di ujung kiri,
dekat tangga, yang di bawah nomornya bertuliskan ‘tidak perlu menunggu mukjizat untuk sembuh’, borgol
semakin bergetar, menimbulkan bunyi krincing-krincing yang menarik perhatian hingga ke pintu depan, seolah
akan ada yang kerasukan.
Sang satpam dengan rambut mangkuk, yang mejaga pintu depan bergegas menuju ke arah para dokter yang
bersama Joe berlari dengan epik. Pasalnya selama hampir 1 tahun ia bekerja ia hampir tak pernah digunakan
untuk mengamankan, sebab ada satpam lain yang lebih berwibawa untuk itu,
“Lepaskan aku! Aku bukan orang gila!” Teriak Joe seolah baru bangun dari hipnotis. Bagaimana bisa ia belum
tahu sampai harus berada di depan pintu sel,
“Tenang-tenang, tenang-tenang” satu dokter mengurut-ngurut lengan Joe dengan hampir profesional,
Satpam sudah sampai, Joe merasa seperti dibinatangkan, akhirnya meteran amarah sudah sampai pada batasnya.
Joe entah bagaimana caranya, dan di depan hakim para dokter akan bersaksi,
“Saya melihat anak itu melepaskan borgol dengan kekuatannya, dan seketika itu kami semua panik”
Kedamaian yang biasanya ada di sore hari RSJ tersebut, hilang dalam sekejap diganti riuh yang menegangkan.
Alarm berbunyi, satu orang di ruang resepsionis tergesa-gesa menekan nomor pada telepon yang ada di meja.
Para pasien di ruang bawah mendekatkan diri mereka ke jeruji, bohong dengan wajah takut namun mereka
sangat menikmati.
Satpam rambut mangkuk segera mencekik Joe dari belakang. Joe pun segera meresponnya, dengan reflek serta
kekuatan, yang dibangun dari setidaknya beberapa bulan diet ketat (dan sehat). Membuat badan besarnya tidak
hanya besar bodoh, namun besar sehat yang di dalam setiap ototnya terdapat kekuatan dari gizi makanan mahal.
Joe langsung menjungkirkan si satpam ke depan. Tubuh satpam yang tadi menggantung di belakang Joe,
terhempas keras ke lantai.
Si Satpam, muka ‘bule’nya memerah, matanya melihat ke atas sekali, hingga hanya putih yang terlihat di
matanya yang bulat, terkapar kejang-kejang, dan dadanya kembang-kempis, persis seperti ingin mengeluarkan
bunyi mirip kentut dari punggungnya yang menempel di lantai. Para dokter ragu dalam keterburu-buruan yang
seolah akan mengambil tindakan mantap, namun tidak melakukan apapun.
Satu, dua dokter tumbang dengan satu dorongan, hanya dua pria yang takut berdiri dan memilih untuk pura-
pura mati, namun mata lebar Joe masih terfokus pada satu dokter, yang berlari ke arah pintu depan, Joe
bergegas mengejarnya, dengan lambat.
Polisi: Apakah ia berhasil mengejar anda?
Dokter: Tidak, saya berlari ke arah jalan besar, dan terus berlari sambil sesekali menoleh ke arah rumah sakit,
di sana Joe, masih berdiri di luar dekat pintu, kepalanya menoleh ke segala arah dengan dingin.
Polisi: Baik, baik pak, terima kasih, sekarang bapak boleh keluar lewat pintu yang di sana.
Dokter: T-t-terima kasih pak, kalau boleh tau, apa bapak pernah mendengar nama Joe? Mana tahu, mana tahu
ini kan, dia pernah melakukan tindakan kriminal.
Polisi: (mengangguk mantap) kami semua saudara Joe, ayo bapak yang di pintu itu sudah menunggu pak dokter
dengan tongkat baseballnya, silahkan.
-Karya Guido Gusthi Abadi-
Cerpen Pendidikan – Rumah Buku Assyahla
Aku diam, duduk di kursi teras belakang. Hmm… Ademnya udara pagi ini. Sayangnya sih, Hari ini Abi nggak
libur. Cuma Ummi libur praktek.
Namaku Shafa Shabila Maulida Assyarah, panggil saja Shafa. Kakakku, Aisyah Shabila Syahla Khairunisha,
atau Aisyah. Kak Aisyah duduk di kelas 2 SMP, sementara aku kelas 5 SD. Kami tergolong keluarga yang kaya
raya.
Abi adalah direktur di sebuah rumah sakit ternama di Jakarta, kalau ummi adalah dokter mata di salah satu
rumah sakit. Sementara kak Aisyah, dia sudah menjadi penulis, dia sudah menghasilkan 5 buah buku.
Sementara aku masuk tim Majalah The Best, yaitu majalah sekolahku. Aku masuk tim reporter dan penulis
artikel. Dulu sih, aku masuk tim fotografer bagian rubrik ‘Cinta Alam’. Tentunya, ada honornya. Satu artikel
aku honornya 5 ribu rupiah, dan sekali wawancara digaji 10 ribu. Jadi kami punya uang saku sendiri.
Kami memiliki hobi yang sama sekeluarga, dari ummi, abi, aku, kakak yaitu membaca buku. Semua buku kami
berempat di taruh di sebuah ruangan. Ada 5 rak buku besar disana. 1 rak punya abi, 1 rak punya ummi, 1 rak
punyaku, dan 2 rak punya kak Aisyah. Kak aisyah memakai kacamata, mata kanan minus tiga, mata kiri minus
4. Aku juga pakai, aku mata kanan minus 5 dan mata kiri silindris 3,75.
Aku bangga, jadi di keluarga ini. Kakak yang baik, dan ummi abi yang bisa mengatur waktu kerja. Abi kerja
dari jam 10 pagi sampai 4 sore. Kalau ummi sih, biasa pulang jam 6 sore karena praktek jam 8 pagi-10 pagi,
serta jam 4-6 sore. Kalau soal buku, Ummi dan Abi memang mengabulkan semuanya. Asal sekali beli
maksimal 7 buku. Aku ada ide, bikin taman bacaan, di depan rumah saja. Tapi baru lima rak. 1 rak saja paling
isinya sekitar 40-50-an. Mana rak ke-lima isinya kalau dihitung baru 23 buku. Aku bilang ke UMmi deh.
“Boleh gak sekarang beli buku Mi? Ya Mi?” Rajukku, setelah menceritakan ideku.
Dan ummi setuju. Kami bersiap. Aku mengenakan rok panjang hitam dan baju putih. Kami menuju toko buku
‘Awww! Sungguh keberuntungan! Aaaa…
Ada Pameran Buku dan buku-buku itu di diskon semuanya. Semua buku di diskon 30%, kecuali buku seri
Why? dan ensiklopedia yang didiskon 55%. Ummi mengijinkan kami beli masing-masing 10 buku. Itu diskon
memang niat sekali ya! Buku KKPK ada yang dijual 7 ribu rupiah!
Aku membeli 4 buku KKPK, judulnya The Wonder Girl, Misteri Monster Rawa, Cyber Adventure, Two of Me.
Lalu aku membeli 3 buku Why. Lalu aku membeli 3 komik Miiko.
Sepulang ABi, aku menceritakan usulku dan abi sangat setuju. Seminggu kemudian, abi memesan tukang.
Kami akan memembuat perputakaan. Perpustakaan itu akan di buat di halaman depan rumahku. Bentuknya
rumah bacaan yang dari kaca. Ada AC-nya juga. Seperti rumah kaca gituu…
2 bulan kemudian, bulan April…
Perpustakaanku sudah jadi. Ada pintu dan kuncinya, pasti. Kacanya juga yang tak mudah pecah. AC-nya sudah
dipasang. Cukup besar karena ada 7 rak buku besar-besar, dan rak buku itu diletakkan disekelilingnya.
Lantainya dilapisi karpet beludru warna biru, dan diletakkan juga beberapa bantal-bantal serta boneka-boneka
untuk bersandar.
Sudah kami beri nama tentunya. Papannya di pintunya besar, bertuliskan: ‘RUMAH BUKU ASSYAHLA’.
Assyahla adalah paduan dari naamaku dan kakak. Dari ASSyarah (namaku) dan SYAHLA (nama kakak).
Tentunya buku-bukunya disampul semua. Setiap pinjam pasti ada bayarannya, heehehehe…
“Hey, Shafa, itu apa Shaf?” sapa Tira sahabatku, menunjuk perpustakaanku.
“Aku buat perpustakaan atau hm… Mungkin bisa disebut rumah baca, tapi kecil” kataku.
“HAA? Boleh pinjem gak? Pake kipas angina tau AC? Dari kaca! Keren banget! Nekat Shaf!” Tira mengoceh,
mulutnya menganga.
“Boleh dong, tapi pake bayaran, hehehe! Hahaha! Serius! Heheh… Pake AC” kataku.
“AKU MAU PANGGIL ADIVA, SYARAH, SAMA KIARA DULU YA SHAF, MAU NGASIH TAU!
APALAGI SYARAH KAN KUTU BUKU!” serunya kencang, melesat dengan sepedanya.
15 menit kemudian, Adiva, Syarah, Kiara, Salsa, Dinda, Mira, dan dia sendiri sudah ada di rumahku. “Mana
Shaf? Mana SHaf? Mana Shaf?” mereka bertanya-tanya. Aku menarik mereka ke perpustakaan itu, mereka
menganga, mata mereka melotot.
“Aaa! Shafa, bagus banget!” seru Kiara dan mereka.
Ternyata ada 4 teman kak Aisyah juga, Kak Sher, kak Shasa, kak Dea dan kak Della. Mereka tak tanggung
tanggung, “Baca disini boleh kan Shaf?” seru mereka kompak banget, dua belas-dua belasnya!
“Boleh lah” ujarku singkat.
“Minjem boleh kan? Aku suka banget ensiklopedia tentang Pesawat ini! Bayar berapa sehari?” Tanya kak Sher
yang dikenal dengan tomboy dan kutu bukunya. Dia kutu buku ensiklopedia tebal-tebal sih tapi!
“Tergantung kak, buku yang mana. Kalau ensiklopedia-ensiklopedia tebel-tebel itu sih, 1000… Hehehe”
kataku.
Mereka tidur-tiduran sambil baca-baca. EH ternyata, kak Neyfa dan kak Nayla teman kakaak serta Diva, Dhea,
dan Haya temanku datang. Mereka ikutan sibuk baca-baca buku. 1 jam berlalu, mereka belum berlalu. 1
setengah jam kemudian, mereka akan pulang.
“Aku mau pinjam ensiklopedia tentang Mobil dan Transportasi ini ya! 2000 nih, aku pinjem dua. Buat sehari
tapi, buat aku dan kakakku” kata kak Sher, menyodorkan dua ribu rupiah. “Ok. Kalo sehari besok pagi atau ntar
sore balikin ya” ujarku.
“Aku pinjem buku KKPK Little Cuties sama Bentang Belia yang judulnya Ruangan Misterius! untuk 2 hari!
Berapa?” ujar Kiara. “Jadi 1000” kataku.
“Aku pinjem buku KKPK dua, sama Komik Miiko seri 24 satu, sama Komik Hanalala satu, untuk 2 hari aja
semuanya. Beraapa?” kata Syarah. “Jadi 2000, balikin ya ntar” kataku.
“Aku yang KKPK Perang Cokelat ini sama kumpulan Puisi ini, 1000 nih” kata Adiva.
“Aku KKPK Dunia Caca; Ibuku Chayank, Muah!; Zula’s Story ya! Jadi 1500 kan? Nih. Buat sehari doang kok”
kata Dhea.
“Aku mau ensiklopedia ‘Semua Tentang Platypus ini ya! Untuk dua hari ya? Tebel banget. Jadi 2000, nih” kata
Diva.
“Kak Fauzia minta minjem buku ‘Fisika, Biologi, dan Sejarah Untuk SMU’ ini ya. Katanya buat 7 hari, soalnya
dia udah tau bukunya tebal. Terus kak Tasya minta dipinjemin komik Hanalala vol. 2 ini, taunya ada. Kak
Nadya juga minta dipinjemin buku ‘Cara TErbaik dalam Perawatan Kucing’ ini ya! Jadi berapa?” Kata Haya
panjang.
“Hm, Buku pertamanya 7 hari ya? Kudiskon deh, abis, satu minggu. Jadi… 4.700 rupiah” Aku menyerahkan
kembaliannya.
“Eh, aku komik Love is Everything ini ya. Sama Icha adekku minta dipinjemin buku cerita balita seri ini dua.
Jadi berapa?” kata kak Dea. “JAdi 1000, kak” kataku.
Dan yang lain juga minta pinjam.
Hmmm… Senangnya! Dapat uangnya sudah lumayan nih! Besoknya, 8 temanku dan 9 teman kak Aisyah pada
datang! Uuuh… laku nih! Alhamdulillah!
Sebulan sudah…
Sudah terkumpul beberapa ratus ribu dari hasil uang sewaan buku nih! Laku banget! Yes! Alhamdulillah!
Cerpen Pendidikan – Si Buta Mencari Matahari
(1) DI PERMUKIMAN YANG TERPENCIL
Berawal dari sebuah gubug tua yang sudah reot, Kala itu hiduplah sebuah keluarga yang terdiri dari sepasang
suami istri dan dua orang anak laki-laki. Kepala keluarga itu bernama pak Sumber (begitu orang menyebutnya)
dan istrinya bernama simpun (begitu orang menyebutnya), serta kedua anak laki-laki mereka yang tua bernama
Tabung sedangkan adiknya bernama Kumpul.
Kehidupan keluarga tersebut serba kekurangan mereka hanya mengharapkan hasil-hasil buah hutan yang liar
dan berburu untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya, itupun sehari makan dan terkadang tidak makan,
bahkan baju pakaian yang mereka kenakan boleh di katakan kering di badan itu semua akibat tidak ada untuk
berganti, melihat kehidupan yang demikian itu, kedua anaknya tidak dapat menuntut banyak yang ia bisa
lakukan hanyalah bermain dan membantu orang tuanya mencari buah-buahan dan berburu di hutan, tidak
mengenal apa itu alat tulis apalagi namanya sekolah.
Seiring dengan bejalannya waktu hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan hingga
tahun berganti, kedua anak pak Sumber semestinya sudah saatnya mengenal bangku sekolah, akan tetapi apa
daya orang tua mereka tak dapat menyekolahkan anak-anaknya itu semua karena banyaknya masalah-masalah
yang mereka hadapi, di samping masalah-masalah yang mereka hadapi kendala lain tidak ada biaya untuk
menyekolahkan anak-anaknya juga disebabkan mereka tinggal di hutan yang jauh dari lokasi sekolah.
(2) DI SUATU PAGI HARI
Pada waktu pagi hari, sang surya memancarkan sinarnya yang begitu cerah, Pak Sumber tidak seperti biasanya
apabila bangun dari tidur ia bergegas pergi ke hutan mencari nafkah, namun pagi itu ia termenung di beranda
depan gubugnya duduk di atas bangku yang terbuat dari susunan kayu-kayu kecil, ia berpikir dan bertanya-
tanya dalam hati sendiri, bagaimana nasib anak-anaknya nanti kalau tetap tinggal di hutan, bagaimana anak-
anak kalau aku dan istriku sudah meninggal, bagaimana mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya.
Segudang pertanyaan dalam hati pak Sumber pagi itu.
Disaat pikiran Pak Sumber mengawang belum mendapat jawaban, tiba-tiba dikejutkan oleh suara istrinya yang
sedari tadi sudah berada di sampingnya. “Pak.. apa yang dipikirkan tidak seperti biasanya bapak termenung?”
tanya istrinya. “Oh.. ibu mengejutkan bapak saja, pak Sumber sambil menoleh ke istrinya” tak ada apa-apa kok
bu, jawab Pak Sumber, “Tapi bapak tidak seperti biasanya duduk merenung,” tanya istrinya kembali, “Saya lagi
memikirkan nasib anak-anak kita nantinya”, jawab pak Sumber. Bu Sumber hanya terdiam tidak sepatah
katapun yang keluar dari mulutnya, hanya tetesan air mata yang keluar dari kelopak mata istri pak Sumber.
“Bu… Bapak punya pikiran bagaimana kalau kita pindah rumah mendekati kota supaya anak-anak bisa sekolah
seperti layaknya anak-anak lain” Kata pak Sumber “Terus kita mau kerja apa pak..? bila pindah mendekati
kota” jawab bu Sumber. Sambil menarik nafas panjang pak Sumber tidak langsung menjawab apa yang di
utarakan istrinya. Sesaat suasana di beranda rumah hening sepasang suami istri itu hanya saling memandang,
Tak berapa lama terdengar suara dari mulut pak Sumber, ia sambil menoleh pada istrinya, “Bu… Demi anak-
anak, kita kerja apa saja nanti yang penting tidak mengambil punya orang” Jawab pak Sumber. Baiklah kalau
menurut bapak baik, saya sebagai istri menurut saja, demi masa depan anak-anak kita.
Tak terasa percakapan mereka lumayan lama, mataharipun sudah mulai merangkak semakin tinggi. Pak Sumber
bergegas ke samping pondok mengambil peralatan seperti biasanya langsung pergi ke hutan mencari nafkah
sambil berburu.
(3) PERGI KE KOTA
Pada suatu hari pak Sumber pergi ke kota bersama anaknya yang pertama, dengan bejalan kaki mereka pagi-
pagi sekali sudah berangkat, di perjalanan bapak dan anak tersebut sambil bercakap-cakap.
“Masih lama lagikah kita sampai ke kota pak..?” tanya Tabung, “Iya nak, kira-kira dua jam berjalan lagi kita
sampai”, jawab pak Sumber. “Wah sangat jauh ya, pak” tanya Tabung lagi. “Bener, karena kita tempuh dengan
jalan kaki”,jawab pak Sumber. “Pak… Seandainya kita pergi naik sepeda tentu agak cepat sampainya ya pak?”
“Tentu cepat sampainya nak” jawab Pak Sumber. “Tapi sayang kita tidak punya sepeda” kata Tabung “Sabar ya
nak, suatu saat nanti kita pasti dapat membeli sepeda.” Jawab pak Sumber (sambil menghibur hati anaknya).
Tiba-tiba terdengar suara deru-menderu dan hiruk pikuknya lalu lintas, tersentaklah hati dan perasaan Tabung,
ah suara apa itu tanyaku dalam hati, dan tidak lama kusaksikan dan aku lihat hiruk pikuknya kendaraan
bermotor dan hilir mudik orang-orang. Wah ramai sekali, banyak banget mobil, motor dan becak ada juga.
Nak.. ayo kita masuk pasar, ajak pak Sumber dengan anaknya, Kita mau beli apa pak?, tanya Tabung, Kita
membeli keperluan seadanya sesuai uang yang ada.
Melihat hari sudah mulai siang dan keperluan yang dibeli sudah cukup pak Sumber dan anaknya segera keluar
dari dalam pasar dan langsung pulang. Di tengah perjalanan pulang pak Sumber dan anaknya berpapasan
dengan anak-anak yang pulang sekolah. Dengan seketika Tabung bertanya, “Pak itu anak-anak banyak sekali
dan bajunya sama warnanya bagus lagi” “Oh itu anak-anak yang pulang sekolah” jawab pak Sumber. “Wah
Tabung ingin seperti mereka bisa gak pak?” tanya anaknya lagi “Ya.. suatu saat nanti kamu dan adikmu pasti
bisa seperti mereka” jawab pak Sumber. “Benar pak..?” tanyanya lagi, “Ya.. pasti kalian bisa”
Tak terasa perjalanan mereka sampai rumah, Bu.. bu.. kami datang, suara tabung memanggil ibunya dengan
bergegas bu Sumber membuka pintu.
(4) DI SUATU MALAM HARI
Seperti biasanya keluarga pak Sumber sebelum tidur mereka berkumpul di ruang depan gubugnya, meneruskan
pembicaraan kemarin pagi pak Sumber memulai berbicara kepada istri dan ke dua anaknya, Anak-anak kita
berencana pindah rumah…! Bagaimana menurut pendapat kalian…? Kedua anak pak Sumber terdiam sejenak
saling memandang tanpa ada suara yang keluar dari mulut mereka, namun tiba-tiba Bu Sumber berucap dengan
pelan dengan matanya tertuju pada kedua anaknya. “Bagaimana anak-anakku kalian setuju kita pindah
rumah..?” Eh.. eh memangnya kita mau pindah ke mana bu?, Tanya Tabung kepada ibunya..? Iya mau pindah
ke mana kita sang adik juga ikut bertanya…? Kita mau pindah di desa yang dekat dengan sekolah, jawab bu
Sumber dan diangguki kepala pak Sumber tanda mengiyakan. Hore.. hore kita bisa sekolah kak, kata Kumpul
sembari menatap wajah kakaknya yang tersenyum tanda rasa senang atas rencana kepindahan mereka. Anak-
anakku, itulah maksud bapak dan ibu kalian rencana pindah ini supaya kalian bisa bersekolah untuk menuntut
ilmu demi masa depan kalian nantinya.
Tak terasa waktu semakin beranjak malam dan kedua anak pak Sumber juaga terlihat mulai sayu pertanda
mengantuk. “Anak-anak hari sudah malam, sekarang kalian tidurlah karena besok pagi berkemas-kemas
persiapan kita pindah”. Iya pak.. Sambil beranjak dari tempat duduk Tabung dan Kumpul menuju ke tempat
tidur.
Tinggallah Pak Sumber dan Istrinya yang masih duduk melanjutkan rencana kepindahan mereka demi masa
depan ke dua anaknya. Bagaimana bu ada yang perlu kita bicarakan lagi?, tanya pak Sumber kepada istrinya.
Kiranya kita sudah matang atas rencana kita pak, jadi kita istirahat dulu, Bapak kan capek seharian kerja!, Ya..
ya.. ya mari kita istirahat.
(5) AWAL YANG CERAH BAGAI SINAR MATAHARI
Di pagi yang cerah matahari menyinari desa Argo Mukti yaitu desa di pinggiran kota kecamatan, di mana
terdapat bangunan Sekolah Dasar yang kondisinya kurang begitu baik namun itulah satu-satunya sekolah yang
menjadi tumpuhan untuk menuntut ilmu anak-anak di desa tersebut. SDN Argo Mukti nama sekolah tersebut.
Teng… teng… teng… bunyi lonceng tanda masuk kelas, murid-murid dengan tertib memasuki kelasnya
masing-masing, tak ketinggalan juga Tabung dan Kumpul juga ikut masuk kelas yang di dampingi oleh orang
tuanya, maklum mereka berdua murid baru yang belum terbiasa dengan suasana seramai ia lihat selama mereka
masih tinggal di daerah terpencil yang jauh dari keramaian sekolah.
Layaknya sekolah lain SDN Argo Mukti melakukan proses pembelajaran dengan tertib dan menyenangkan,
murid-murid juga dengan antusias mengikuti pembelajaran di kelas masing-masing.
Tepat pukul 11.30 WIB Teng… teng… teng… lonceng berbunyi tanda pulang sekolah, dalam perjalanan
pulang Tabung dan Adiknya saling bercerita dan bercanda, terlihat raut wajah mereka merasa senang karena
bisa sekolah seperti anak-anak yang lainnya.
“Dik.. bagaimana perasaanmu senang gak bisa sekolah?” Tanya Tabung kepada adiknya. Dengan semangat
adiknya menjawab, “ya tentu senang sekali kak” jawab adiknya. “Terus bagaimana perasaan kakak senang juga
kan?”, tanya adiknya. ”Ya.. kakak juga sangat senang sekali, akhirnya kita bisa bersekolah”, jawab Tabung.
Contoh Cerpen Pendidikan

Kejujuran itu memanglah susah dilakukan, akan tetapi dibalik kejujuran terdapat kebahagiaan yang indah
sekali. Sama halnya dengan ceritaku kali ini, ketika dahulu kala saya masih SD belum paham apa itu tentang
kejujuran.

Sehingga pilihan buat berbohong serta jujur itu masih banyak yang terjadi saat mengalami tes Nasional di SD.

Dikala saat itu tes sedang berlangsung bisa jadi banyak temanku yang mencontek sampai pada akhirnya
temanku berdialog padaku“ Sil kalian ingin nyontek gak? Saya membawa contekan nih” ucap temanku dengan
membagikan suatu kertas berbentuk contekan.“ Boleh pula” ucapku dengan menerima kertas tersebut.

Dahulu saat tes itu saya tidak begitu mengetahui tentang mukjizat dari suatu kejujuran.

Aktivitas menyontek cuma kulakukan pada satu pelajaran, yaitu matematika yang tidak begitu kupahami
materinya.

Sampai akhirnya pengumuman kelulusan juga datang, diriku serta sahabat begitu tegang dikala menunggu hasil
tes. Dan waktu itu Kepala Sekolah berkata kalau seluruh siswa lulus kami seluruh sangat bahagia, saat ini cuma
menunggu nilai hasil tes di Ijazah keluar.

Sehabis satu bulan lamanya Ijazah kuterima dikala itu saya telah duduk di bangku SMP. Nyatanya nilai
Matematikaku kurang baik, diriku cuma menemukan nilai 4, 0 sebaliknya nilai yang lain besar.

Dikala itu ku merenung, bernostalgia dikala saya tes ku baru ingat dahulu ku mencontek saat tes mata pelajaran
Matematika setelah itu hasil dari sikap mencontek merupakan menemukan nilai kurang baik serta mata
pelajaran yang lain yang saya kerjakan dengan kemampuanku mencapai hasil yang baik.

Perihal itu kuterapkan dikala tes di SMP. Saat diriku niatkan buat jujur dalam mengerjakan tes Nasional kali ini
karena saya tidak ingin mengulangi perbuatanku dahulu kala di SD.

Kali ini modul yang sudah kupelajari serta yang dianjurkan guruku di kelas seluruhnya keluar. Tanganku
menuliskan jawaban di LJK dengan tenang tanpa sesuatu keraguan. Sampai akhirnya penerapan tes juga
berakhir, saat ini cuma tinggal menunggu hasilnya.

Kurang lebih satu minggu pengumuman datang,  Kepala Sekolah membacakan hasil Tes Nasional dan siswa
yang mencapai nilai paling tinggi berjumlah 5 siswa saja yang mendapatkannya, seluruh siswa tegang
menunggu hasilnya.

Setelah itu Kepala Sekolah membacakan satu per satu para siswa yang mencapai peringkat 5 besar paralel
sampai pas pembacaan siswa yang mencapai peringkat awal.

“ Siswa yang mencapai peringkat awal adalah…” ucap kepala sekolah, seluruh siswa begitu tegang menunggu
kelanjutan perkataan dari Kepala Sekolah.“ Ananda Sila Ardila” Diiringi senang serta haru atas kerja kerasku
belajar sepanjang ini tidak percuma.

Setelah itu seluruh sahabat berikan selamat padaku, kemudian Kepala Sekolah berkata padaku kalau peraih
peringkat awal hendak menemukan beasiswa sekolah di kota.

Diriku begitu bahagia mencermatinya. Anggapanku tentang kejujuran itu memanglah benar“ jika jujur itu bawa
senang walaupun awal mulanya itu susah”

Cerpen Karangan: Durotun Nur Laili


Contoh Cerpen Anak Sekolah

Rendy duduk termenung di meja belajarnya, Jam pulang sekolah menunjuk angka 4. Petang ini, Dia bernazar
hendak belajar semaksimal karena esok hendak diadakan UTS ataupun tes tengah semester hendak
dilaksanakan serentak di segala SMA di DKI Jakarta.

Rendy nampak bimbang ingin mulai belajar darimana. Langsung saja dia membuka tas serta dan ternyata
terdapat soal ulangan tahun kemarin yang barusaja dia fotokopi tadi siang dari kawan nya.“

Cukup lah buat latihan” katanya dalam hati. Tanpa basa- basi Rendy mengambil pulpenya serta mengisi soal
itu.

Terdapat sebagian soal yang telah dia kuasai semacam teori/ hipotesis masuknya agama Hindu ke Indonesia.
Hipostesis Waisya yang melaporkan kalau agama Hindu dibawa oleh para orang dagang dari tempat asal
mereka ialah dari India.

Semacam soal nomer 28: Aliran Budha memiliki makna“ kendaraan besar” yang artinya… serta banyak lagi
yang belum terjawab. terhitung lebih dari 20 soal yang masih belum terjawab.“ ah ini mah soalnya mudah tetapi
jawabanya sulit” dia cekikikan dengan iktikad menghibur diri.

“ latihan soal aja udah sulit ini terlebih UTS beneran” bisiknya dalam hati. Diibaratkan menaiki anak tangga,
terus menjadi ke atas terus menjadi berat. Semacam soal yang dialami Rendy, bila tidak dituntaskan, sama saja
kalah saat sebelum bertarung.

Seluruh modul nyatanya terdapat di text book. Text book yang tebalnya“ ZZZ” dibuka pula. dari sana ia mulai
membaca sejarah kerajaan di nusantara.

Pada kesimpulannya Rendy bisa menanggapi soal- soal tersebut dengan mudah jaya. Sama semacam cerita ini
yang mudah jaya serta adem ayem tanpa konflik antar tokoh.

Tidak terdapat hasrat sedikitpun dari penulis buat membuat cerita ini jadi menarik. Sebab pada kesimpulannya
pembaca telah memahami satu babak berarti yang mempengaruhi pada sejarah indonesia. Tamat

Anda mungkin juga menyukai