Anda di halaman 1dari 23

Makalah Manajemen Keuangan/Pembiayaan

Pendidikan di SMK

Disusun Oleh:

Tjandra Muhamad Fattih

2006955

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK OTOMOTIF

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNIK DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i

BAB 1 KONSEPSI MANAJEMEN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN 1

A. Makna Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan 1


B. Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Lembaga Pendidikan 5

BAB 2 RUANG LINGKUP MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN 7

A. Penyusunan/Perencanaan Anggaran (Budgeting) 7


B. Pembukuan (Accounting) 8
C. Pemeriksaan (Auditting) 10
D. Pertanggungjawaban 12

BAB 3 PENGELOLAAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI SMK 13

A. Hakekat Pengelolaan Biaya Pendidikan 13


B. Pelaksanaan Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan 14
C. Prinsip-prinsip Pengelolaan Keuangan Pendidikan 14
D. Struktur biaya pendidikan 16
E. Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah 19
F. Karakteristik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 20
G. Manajemen Pembiayaan Pendidikan Terhadap Mutu SMK 21
H. Tantangan dan Peluang Pembiayaan Pendidikan di SMK 23

DAFTAR PUSTAKA 26

i
BAB 1

KONSEPSI MANAJEMEN KEUANGAN

DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN

A. Makna Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan

Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur, pengelolaan,


ketatalaksanaan, kepemimpinan, pembinaan, dan pengurusan yang dilakukan melalui proses dan
berdasarkan urutan dan fungsi-fungsi. Manajemen adalah proses antara individu atau kelompok
beserta sumber daya lainnya untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan organisasi sebagai aktivitas
manajemen. Sedangkan menurut George R. Terry manajemen adalah suatu proses atau kerangka
kerja yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-orang ke arah tujuan-
tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata (Imron, 2016). Secara menyeluruh
pengertian manajemen adalah proses pengelolaan sumber daya, berupa sumber daya insani maupun
potensi-potensi yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh bersama .

Ada empat istilah yang menjadi satu kesatuan dalam memaknai konsepsi manajemen keuangan dan
pembiayaan pendidikan dan turunannya baik konseptual strategis, taktis, teknis dan operasional,
antara lain manajemen keuangan pendidikan (financial management education), anggaran
pendidikan (education budget), pendanaan pendidikan (education funding), dan pembiayaan
pendidikan (financing education) (Dr. Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, & Sumar,
S.Pd, M.Pd, 2017).

Dari keempat istilah tersebut, dapat dimaknai bahwa manajemen keuangan dan pembiayaan
pendidikan merupakan konsep berpikir secara global, umum dan menyeluruh sebagai wujud
implementasi dari berbagai regulasi, kebijakan, aturan, dan program berkenaan dengan manajemen
keuangan pendidikan, anggaran pendidikan, pendanaan pendidikan, pembiayaan pendidikan dan
berbagai sumber daya pendidikan lainnya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi
layanan pendidikan.

1
Sedangkan kajian manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan bukanlah semata-mata
mengelola uang yang ada di suatu lembaga pendidikan. Makna anggaran pendidikan dalam hal ini
adalah jelas bahwa pemerintah menyediakan dana anggaran untuk biaya pendidikan. Dengan
demikian, kegiatan manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan memastikan kehadiran
negara dalam kapasitas dan tanggung jawab sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945
pasal 31 ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional,
turunannya dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari
dulu sampai sekarang menggunakan istilah anggaran pendidikan (education budget) (Arifudin S.Pd,
M.Pd & DKK, 2021).

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pasal 1 ayat (39) mendefinisikan Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi
pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan
melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran
pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk
membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.

Dalam penyelenggaraan pendidikan, pembiayaan pendanaan merupakan potensi yang sangat


menentukan keberhasilan dari layanan pendidikan dan merupakan bagian yang tidak dapat
terpisahkan dalam manajemen pendidikan. Urgensi komponen keuangan dan pembiayaan
pendidikan merupakan komponen produktif dan strategis yang menentukan terlaksananya layanan
pendidikan. Hal ini diperkuat oleh hasil penelitian Sudarmanto (2009, 1) menjelaskan bahwa
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan biaya sosial (social cost) dan biaya pribadi (privat
cost) yang digunakan untuk membiayai pendidikan terhadap kualitas pelaksanaan pembelajaran,
dan prestasi belajar siswa. Dengan kata lain setiap layanan yang dilakukan lembaga pendidikan
tentu memerlukan biaya, baik itu disadari maupun yang tidak disadari. Komponen pembiayaan ini
perlu dikelola sebaik-baiknya, agar uang yang diperoleh dapat dimanfaatkan secara optimal untuk
menunjang tercapainya tujuan pendidikan.

2
Dari uraian di atas, dapat ditarik gambaran umum bahwa manajemen keuangan dan
pembiayaan lembaga pendidikan dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas untuk mengatur
keuangan lembaga pendidikan mulai dari perencanaan, penggalian sumber daya biaya, pembukuan,
pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan lembaga pendidikan
agar institusi pendidikan berjalan efektif dan efisien dalam melaksanakan fungsi memberikan
layanan pendidikan yang berkualitas tinggi (Dr. Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, &
Sumar, S.Pd, M.Pd, 2017).

B. Tujuan dan Fungsi Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Lembaga Pendidikan

Melalui kegiatan manajemen keuangan dan pembiayaan, kebutuhan pendanaan, pembiayaan


kegiatan dan anggaran lembaga pendidikan dapat direncanakan, diupayakan pengadaannya,
dibukukan secara transparan, digunakan untuk membiayai pelaksanaan program lembaga
pendidikan secara efektif dan efisien, sekaligus dipertanggungjawabkan untuk memberikan rasa
puas pada pihak-pihak yang mendonasikan uang untuk kegiatan lembaga pendidikan. Untuk itu
tujuan manajemen keuangan dan pembiayaan lembaga pendidikan sebagai berikut:

1. Meningkatkan penggalian sumber biaya lembaga pendidikan.


2. Menciptakan pengendalian yang tepat sumber keuangan organisasi pendidikan Konsepsi
Manajemen Keuangan dan Pembiayaan Pendidikan.
3. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan keuangan lembaga pendidikan.
4. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi keuangan lembaga pendidikan.
5. Meminimalkan penyalahgunaan anggaran lembaga pendidikan.
6. Mengatur dana-dana yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal untuk menunjang
tercapainya tujuan lembaga pendidikan dan tujuan pembelajaran.
7. Membangun sistem pengelolaan keuangan yang sehat, mudah diakses dan memiliki sistem
pengamanan yang terjamin dari tindakan-tindakan yang tidak terpuji.
8. Meningkatkan partisipasi pendidikan dalam pembiayaan pendidikan
(Arifudin S.Pd, M.Pd & DKK, 2021)

3
Di samping itu, manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan bertujuan untuk
mengelola keuangan lembaga pendidikan dengan membuat berbagai kebijaksanaan dalam
pengadaan, penggunaan keuangan guna mewujudkan kegiatan organisasi lembaga pendidikan
berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan lembaga
pendidikan itu sendiri. Turunan tujuan manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan ini
menegaskan fungsi manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan menjadi acuan dalam
dokumen:

1. Perencanaan Keuangan dengan membuat rencana pemasukan dan pengeluaran serta kegiatan-
kegiatan lainnya untuk periode tertentu;
2. Penganggaran Keuangan berupa tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat
detail pengeluaran dan pemasukan;
3. Pengelolaan Keuangan dengan menggunakan dana lembaga pendidikan untuk memaksimalkan
dana yang ada dengan berbagai cara;
4. Pencarian Keuangan, mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional
kegiatan perusahaan;
5. Penyimpanan Keuangan berupa mengumpulkan dana lembaga pendidikan serta menyimpan
dan mengamankan dana tersebut.
6. Pengendalian Keuangan berupa evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan
pada perusahaan;
7. Pemeriksaan Keuangan, melakukan audit internal atas keuangan lembaga pendidikan yang ada
agar tidak terjadi penyimpangan.
8. Pelaporan keuangan, penyediaan informasi tentang kondisi keuangan lembaga pendidikan
sekaligus sebagai bahan evaluasi;

Aktivitas manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan di atas menjadi indikator bagi
keberhasilan satuan pendidikan dalam mengelola keuangan dan pembiayaan pendidikan (Dr.
Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, & Sumar, S.Pd, M.Pd, 2017).

4
BAB 2

RUANG LINGKUP MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN

A. Penyusunan/Perencanaan Anggaran (Budgeting)

Penyusunan/perencanaan anggaran (budgeting) merupakan kegiatan mengidentifikasi


tujuan, menentukan prioritas, menjabarkan tujuan ke dalam operasional yang dapat diukur,
menganalisis alternatif pencapaian tujuan dengan analisis cost effectiveness, membuat rekomendasi
alternatif pendekatan untuk mencapai sasaran. Kegiatan penyusunan anggaran (budget) pendidikan
merupakan rencana operasional yang dinyatakan secara kuantitatif dalam bentuk satuan uang yang
digunakan sebagai pedoman dalam lembaga kurun waktu tertentu (Setiawan, 2017). Adapun dalam
penyusunan anggaran pendidikan tentu memerhatikan sumber keuangan pendidikan pada lembaga
pendidikan itu sendiri, misalnya di sekolah, perguruan tinggi, pondok pesantren dan lainnya, yang
secara garis besar dapat dikelompokkan atas tiga sumber, yaitu pemerintah (pemerintah pusat dan
pemerintah daerah) yang bersifat umum atau khusus dan diperuntukkan bagi kepentingan
pendidikan, orang tua atau peserta didik, dan masyarakat, baik mengikat maupun tidak mengikat
(Imron, 2016).

B. Pembukuan (Accounting)

Pembukuan (accounting) dalam kegiatan pengurusan keuangan pendidikan meliputi dua hal,
yaitu pengurusan yang menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima atau
mengeluarkan uang, atau lebih dikenal dengan istilah pengurusan ketatausahaan. Dan pengurusan
yang kedua menyangkut tindak lanjut dari pengurusan yang pertama yakni, menerima, menyimpan
dan mengeluarkan uang. Pengurusan ini tidak menyangkut kewenangan menentukan, tetapi hanya
melaksanakan, dan dikenal dengan istilah pengurusan bendaharawan (Imron, 2016).

Sebagai manajer pendidikan hendaknya benar-benar memahami dan dapat menjelaskan


fungsi, tujuan, dan manfaat pembukuan (accounting) kepada staf yang menangani masalah
keuangan, antara lain:

5
1. Buku pos (vatebook)
2. Faktur
3. Buku Kas
4. Lembar cek
5. Jurnal
6. Buku besar
7. Buku kas pembayaran uang sekolah
8. Buku kas piutang
9. Neraca percobaan

6
C. Pemeriksaan (Auditting)

Pemeriksaan (auditing) adalah kegiatan yang menyangkut pertanggungjawaban penerimaan,


penyimpanan dan pembayaran atau penyerahan uang yang dilakukan bendahara kepada pihak-pihak
yang berwenang. (Dr. Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, & Sumar, S.Pd, M.Pd, 2017)
Untuk melaksanakan audit, diperlukan informasi yang dapat diverifikasi dan sejumlah standar
(kriteria) yang dapat digunakan sebagai pegangan evaluasi informasi tersebut. Agar dapat
diverifikasi, informasi harus dapat diukur. Ada beberapa jenis pemeriksaan (audit) keuangan,
pertama, pemeriksaan (audit) laporan keuangan, bertujuan menentukan apakah laporan keuangan
secara keseluruhan merupakan informasi yang terukur dan sudah diverifikasi, disajikan sesuai
dengan kriteria-kriteria tertentu. Umumnya adalah prinsip akuntansi yang berlaku umum. Sering
kali juga dilakukan audit keuangan yang disusun berdasarkan pada basis kas akuntansi lainnya yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi yang bersangkutan (Azhari & Kurniady, 2016).

D. Pertanggungjawaban

Kegiatan lain yang terkait dengan manajemen keuangan adalah memuat laporan
pertanggungjawaban keuangan kepada kalangan internal lembaga atau eksternal yang menjadi
stakeholder lembaga pendidikan. Pelaporan dapat dilakukan secara periodik seperti laporan tahunan
dan laporan pada masa akhir jabatan pimpinan. Pelaksanaan pertanggungjawaban ini juga bagian
dari pengawasan yang dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kewenangan. Hal ini dilakukan
mulai dari proses pengeluaran, pos anggaran pembelanjaan, perhitungan dan perhitungan dan
penyimpangan barang oleh petugas yang ditunjuk. Pertanggungjawaban penerimaan dan
penggunaan keuangan lembaga pendidikan dilaksanakan dalam bentuk laporan bulanan dan
triwulan, ditujukan kepada kepala dinas pendidikan, kepala Badan Administrasi Keuangan Daerah
(BAKD), dinas pendidikan di Kecamatan dan lainnya. (Imron, 2016)

7
BAB 3

PENGELOLAAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI SMK

A. Hakekat Pengelolaan Biaya Pendidikan

Masalah keuangan merupakan masalah yang cukup mendasar di sekolah. Karena seluruh
komponen pendidikan disekolah erat kaitannya dengan komponen keuangan sekolah. Meskipun
tidak sepenuhnya, masalah keuangan akan berpengaruh secara langsung terhadap kualitas sekolah,
terutama berkaitan dengan sarana dan prasarana. Banyak sekolah yang tidak dapat melakukan
kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji
guru maupun untuk mengadakan sarana dan prasarana pembelajaran (Setiawan, 2017).

Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan tidak langsung (indirect
cost), biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan
pengajaran dan kegiatan-kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pembelajaran, sarana
belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua maupun
siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone)
dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama
belajar. (Imron, 2016)

Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi
anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai
sumber resmi dan diterima secara teratur. Sedangkan anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah
uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. (Imron,
2016)

8
B. Pelaksanaan Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan

Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajemen sekolah yang akan turut
menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi
manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan atau pengendalian.
(Wong, 2003) menjelaskan bahwa sekolah dengan sistem manajemen yang baik, harus memiliki
hal-hal berikut:

1. Visi yang jelas, didukung oleh seperangkat nilai yang akan memandu kebijakan,
prosedur, dan praktiknya
2. Fokus yang kuat pada hasil siswa untuk meningkatkan kurikulum dan praktik
pengajaran
3. Aliansi yang kuat dari para pemangku kepentingan, termasuk orang tua, guru, dan
anggota masyarakat, bekerja dalam kemitraan untuk mengembangkan potensi setiap
siswa secara maksimal.

Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses perencanaan diawali
dengan mengidentifikasi keadaan, melihat dan menimbang potensi yang tersedia dan memahami
kebutuhan, keadaan dan masalah yang akan dihadapi agar perencanaan kompeten dan relevan untuk
dilaksanakan agar tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

C. Prinsip-prinsip Pengelolaan Keuangan Pendidikan

Manajemen keuangan sekolah perlu memperhatikan sejumlah prinsip. Undang-undang No.


20 Tahun 2003 pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan pada prinsip
keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik. Prinsip Manajemen keuangan bukan
hanya berkutat seputar pencatatan akuntansi, namun merupakan bagian penting dari manajemen
program dan tidak boleh dipandang sebagai suatu aktivitas tersendiri yang menjadi bagian
pekerjaan orang keuangan. Dalam praktiknya, Manajemen Keuangan Adalah tindakan yang diambil
dalam rangka menjaga kesehatan keuangan organisasi. Untuk itu, dalam membangun sistem

9
manajemen keuangan yang baik perlulah kita untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip manajemen
keuangan yang baik (Kurniady, Setiawati, & Nurlatifah, 2018)

Ada 7 prinsip dari manajemen keuangan yang harus diperhatikan :

1. Konsistensi (Consistency).
2. Akuntabilitas (Accountability).
3. Transparansi (Transparency).
4. Kelangsungan Hidup (Viability).
5. Integritas (Integrity).
6. Pengelolaan (Stewardship).
7. Standar Akuntansi (Accounting Standards).
D. Struktur Biaya Pendidikan

Struktur biaya pendidikan terdiri dari : biaya satuan pendidikan, biaya personal, dan biaya
penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan. Rincisan dari biaya-biaya tersebut dapat
diuraikan dalam paparan berikut (Imron, 2016):

Biaya satuan pendidikan meliputi:

a. Biaya investasi, meliputi:


1) Biaya investasi lahan pendidikan
2) Biaya investasi selain lahan pendidikan
b. Biaya operasi, meliputi:
1) Biaya personalia
2) Biaya non-personalia
3) Beasiswa
4) Beasiswa prestasi
5) Bantuan biaya pendidikan

Biaya penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan meliputi:

a. Biaya investasi, meliputi:


1) Biaya investasi lahan pendidikan

10
2) Biaya investasi selain lahan pendidikan
b. Biaya operasi, meliputi:
1) Biaya personalia
2) Biaya non-personalia

Biaya personalia (pegawai), meliputi:

a. Biaya personalia satuan pendidikan, yang terdiri dari:


1) Gaji pokok
2) Tunjangan yang melekat pada gaji
3) Tunjangan struktural bagi pejabat struktural pada satuan pendidikan
4) Tunjangan fungsional bagi pejabat fungsional di luar guru dan dosen
5) Tunjangan fungsional atau subsidi tunjangan fungsional bagi guru atau
dosen
6) Tunjangan profesi bagi guru dan dosen
7) Tunjangan khusus bagi guru atau dosen
8) Maslahat tambahan bagi guru dan dosen
9) Tunjangan kehormatan bagi dosen yang memiliki jabatan profesor (guru
besar)

11
Biaya non-personalia (bukan pegawai), meliputi:

a. Biaya bukan pegawai terdiri dari:


1) Alat Tulis Sekolah (ATS), bahan dan alat habis pakai
2) Rapat
3) Transportasi/ perjalanan dinas
4) Penilaian
5) Daya dan jasa
6) Pemeliharaan sarana dan prasarana
7) Pendukung pembinaan siswa
b. Asumsi-asumsi dalam penentuan standar biaya satuan di sekolah:
1) Bentuk satuan pendidikan
2) Jumlah siswa
3) Jumlah guru
4) Jumlah tenaga kependidikan
5) Biaya pegawai
6) Biaya bukan pegawai
c. Biaya ini diberikan berdasarkan asumsi kebutuhan setahun, yang meliputi:
1) Pembinaan siswa
2) Pramuka
3) Kesenian
4) Olahraga
5) Bahasa asing
6) Lomba/ promosi kompetensi siswa (lks/ pks)
7) Palang merah remaja (PMR)
8) POKJAR dan PSR (Pekan Seni Remaja)
9) Kegiatan kerohanian
10) Peringatan hari besar nasional Dan lain-lain
11) Penyelenggaraan pembelajaran
12) Alat Tulis Sekolah, bahan dan alat habis pakai teori

12
13) Alat Tulis Sekolah, bahan dan alat habis pakai praktik
14) Pemeliharaan dan perbaikan ringan
15) Pemeliharaan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
16) Pemeliharaan peralatan dan perabotan sekolah
17) Perbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
18) Perbaikan peralatan dan perabotan sekolah
19) Penyelenggaraan Non-pembelajaran
20) Alat Tulis Sekolah, bahan dan alat habis pakai
21) Pemeliharaan dan perbaikan ringan
22) Pemeliharaan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
23) Pemeliharaan peralatan dan perabotan sekolah
24) Perbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
25) Perbaikan peralatan dan perabotan sekolah
26) Daya dan jasa
27) Listrik
28) Telepon Internet
29) Air bersih, gas dan yang lainya
30) Pengelolaan
31) Perjalanan dinas
32) Rapat Evaluasi dan lainya

E. Pertanggungjawaban Keuangan Sekolah

Semua pengeluaran keuangan sekolah dari sumber mana pun harus dipertanggungjawabkan,
hal tersebut merupakan bentuk transparansi dalam pengelolaan keuangan. Namun demikian prinsip
transparansi dan kejujuran dalam pertanggung jawaban tersebut harus tetap dijunjung tinggi.

Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan oleh
bendaharawan menurut Suryana (Suryana, Manajemen Keuangan Sekolah, 2008) adalah:

a. Laporan keuangan kepada komite sekolah untuk dicocokkan dengan RAPBS.

13
b. Kuitansi atau bukti pembelian atau bukti penerimaan dan bukti pengeluaran lain.
c. Neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk diperiksa oleh tim
pertanggungjawaban keuangan dari komite sekolah.

Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa pertanggungjawaban anggaran bukan


hanya melaporkan pertanggungjawaban keuangan. Namun hasil pelaporan anggaran juga harus
dilakukan secara transparan dan akun tabel sebagai bentuk pertanggungjawaban amanah yang
diemban serta sesuai dengan realitas pengeluaran anggaran yang sebenarnya.

F. Karakteristik Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu bentuk jalur pendidikan formal yang
diterapkan di Indonesia. (Finch, Curtiz, & Crunkilton, 1993) mengartikan pendidikan kejuruan
sebagai pendidikan untuk mencari penghasilan bagi kehidupan atau pendidikan untuk bekerja
(education for work). Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Evans dan Edwin (Arwizet, 2014)
bahwa “pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan
individu pada suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan”.

PP RI No. 29 Tahun 1990 Bab I Pasal 1 yaitu : “Pendidikan menengah kejuruan adalah
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk
memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional”. Kemudian dilanjutkan PP No.
73 Tahun 1991, 48 Pasal 3 ayat 6 mengatakan bahwa : “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
yang mempersiapkan warga belajar untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu”. Sebagai bagian dari
sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat
bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja
dan mengembangkan diri di kemudian hari

Menurut M. Yusuf Tuloli, bahwa Sekolah Menengah Kejuruan SMK merupakan lembaga
pendidikan yang mempunyai karakteristik antara lain:

1. SMK diarahkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki dunia kerja.


2. SMK didasarkan atas “demand driven” atau kebutuhan dunia kerja.

14
3. Fokus isi SMK ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang dibutuhkan dunia kerja.
4. Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan peserta didik harus pada ”hands
on” atau performa dalam dunia kerja.
5. Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses SMK.
6. SMK yang baik harus memiliki sifat responsif dan antisipatif terhadap kemajuan
teknologi.
7. SMK seharusnya lebih menekankan pada “learning by doing” dan “hands on
experience”.
8. SMK memerlukan fasilitas mutakhir untuk kegiatan praktik.
9. SMK memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar dibandingkan
SMA atau pendidikan umum lainnya.

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan sekolah menengah


kejuruan adalah lembaga pendidikan yang mempersiapkan peserta didiknya menjadi individual
yang produktif yang dapat bekerja di dalam bidang yang dikuasainya, setelah mendapat pendidikan
dan pelatihan berbasis kompetensi. Pendidikan sekolah menengah kejuruan dijalani atas dasar
prinsip investasi SDM (human capital investment). Penilaian yang sesungguhnya terhadap
kesuksesan peserta didik harus pada ”hands on” atau performa dalam dunia kerja. Pendidikan
menengah kejuruan harus memiliki sifat responsif dan antisipatif terhadap kemajuan teknologi dan
lebih menekankan pada “learning by doing” dan “hands on experience”. Serta memerlukan fasilitas
mutakhir untuk kegiatan praktik dan memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar
dibandingkan SMA atau pendidikan umum lainnya .

G. Manajemen Pembiayaan Pendidikan Terhadap Mutu SMK

Mutu Sekolah di SMK berada pada katagori sangat tinggi. Hal ini berarti bahwa kurikulum,
mutu peserta didik/siswa, mutu pendidik, lingkungan kerja disiplin sekolah, ketersediaan belajar,
partisipasi orang tua, satuan biaya sudah berada ada katagori sangat tinggi. Di mana hal tersebut
didukung oleh partisipasi masyarakat sekitar yang lebih banyak memilih sekolah negeri atau

15
sekolah swasta dengan bantuan dana dari pemerintah dengan alasan pembiayaan. (Kurniady,
Setiawati, & Nurlatifah, 2018)

Dimensi mutu peserta didik memperoleh nilai rata-rata sebesar 4,32 hal ini terjadi karena
indikator pada dimensi ini yakni hasil ujian pada beberapa SMK masih belum memenuhi standar,
selain itu pula angka putus sekolah masih sangat tinggi dengan alasan yang beragam salah satunya
adalah karena tidak ada biaya untuk membayar sekolah dan ada juga siswa yang drop-out serta di
atas 5% peserta didik setiap tahunnya tidak dapat lulus. Jika yang dibanding dengan skor lainnya
skor pada dimensi mutu peserta didik masih tergolong rendah. Manajemen pembiayaan pendidikan
di SMK berada pada katagori sangat tinggi, artinya kepala sekolah pada SMK telah mampu
melaksanakan manajemen pembiayaan pendidikan secara maksimal mulai dari perencanaan
pembiayaan dan penganggaran, implementasi pembiayaan, pengawasan dan pengendalian
pembiayaan dan pertanggung jawaban atau akuntabilitas. Kecenderungan pada keempat dimensi ini
maka diperoleh nilai terendah yakni pada dimensi implementasi pelaksanaan pembiayaan. Hal ini
terjadi salah satunya karena kurangnya peran serta orang tua siswa atau masyarakat baik dari
sumbangan material, tenaga, maupun dalam pelibatan pengambilan keputusan untuk program-
program sekolah. (Kurniady, Setiawati, & Nurlatifah, 2018)

Pengaruh yang diberikan oleh manajemen pembiayaan pendidikan terhadap mutu


pendidikan di SMK berada pada katagori kuat. Hal tersebut membuktikan bahwa dengan
manajemen pembiayaan yang baik, maka akan mampu meningkatkan mutu sekolah. Rata-rata
kecenderungan manajemen pembiayaan terhadap mutu pendidikan di SMK sudah pada katagori
yang sangat baik pada tahap perencanaan sampai pertanggung jawaban pembiayaan, meskipun pada
pelaksaannya di lapang masih belum sesuai degan pencapaian standar nasional pendidikan, hal
tersebut terbukti dengan penggunaan anggaran yang sesuai dari setiap alokasi yang diberikan
pemerintah, serta kesesuaian dengan perencanaan yang dibuat oleh sekolah dalam bentuk RKAS.
Namun, beberapa kendala membuktikan masih perlu ditingkatkannya kembali pada tahapan
implementasi pembiayaan pendidikan sehingga apa yang telah direncanakan menjadi pedoman
dalam implementasinya. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap pencapaian mutu pendidikan
sebagai tujuan sekolah. (Kurniady, Setiawati, & Nurlatifah, 2018)

16
H. Tantangan dan Peluang Pembiayaan Pendidikan di SMK

Di tengah upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, pendidikan kejuruan dihadapkan


pada berbagai perubahan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan yang pada akhirnya turut serta
berpengaruh terhadap penyelenggaraan pendidikan termasuk dalam hal pembiayaan. Beberapa
perubahan mendasar tersebut diantarinya: dampak buruk krisis ekonomi, diterapkannya otonomi
daerah dan manajemen berbasis sekolah (MBS). Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak
tahun 1997, masih menimbulkan dampak buruk terhadap berbagai bidang kehidupan termasuk
pendidikan. Krisis ini ditandai dengan turunnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
yang menimbulkan kenaikan harga barang dan jasa termasuk bahan-bahan yang diperlukan untuk
kegiatan belajar mengajar. sebelumnya. (Wagiran, 2016)

Apabila dibandingkan dengan negara-negara lain, anggaran pendidikan kita termasuk


kategori rendah. Selain itu bila dilihat dari sumber pembiayaan pendidikan sebagian besar sekolah
(92,35%) masih mengandalkan pembiayaan dari pemerintah. Hal ini mengakibatkan besarnya biaya
satuan pendidikan per siswa (unit cost) menjadi sangat rendah. Hasil studi yang dilakukan Dirjen
PUOD menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan baik tingkat
SD, SLTP maupun SLTA masih lebih kecil dari 10 %. (Suryana, Manajemen Keuangan Sekolah,
2008). Dengan turunnya kemampuan pemerintah dalam pembiayaan pendidikan tersebut, mau tidak
mau sekolah dituntut mampu menggali dana pembiayaan pendidikan secara mandiri, serta mampu
meningkatkan peran masyarakat/dunia usaha dalam pembiayaan pendidikan.

Diberlakukannya UU No. 22 Th 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Th.


1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada dasarnya
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah dalam berbagai
bidang agar dapat mengatur dan melaksanakan kewenangannya atas prakarsa sendiri sesuai dengan
kepentingan masyarakat dan potensi setiap daerah. Pendidikan merupakan salah satu bidang yang
diserahkan kewenangannya kepada daerah. Dengan demikian manajemen pendidikan yang tadinya
berada di pusat menjadi kewenangan daerah masing-masing. Sesuai dengan UU No. 25 tahun 1999
(pasal 8), kewenangan daerah dalam berbagai bidang termasuk pendidikan ini akan diikuti dengan
pelimpahan pembiayaannya kepada daerah. Akan menjadi permasalahan bagi daerah dengan

17
kemampuan keuangan yang terbatas dan kemandirian yang rendah. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan otonomi daerah pun sekolah dituntut punya kemandirian dalam menggali dana bagi
peningkatan kualitas pendidikan dengan memanfaatkan suberdaya yang dimilik serta meningkatkan
peran serta masyarakat dan dunia usaha bagi pembiayaan pendidikan (Wagiran, 2016).

Penerapan manajemen berbasis sekolah erat kaitannya dengan pelaksanaan UU No. 25 tahun
1999 yaitu mengubah mekanisme pengambilan keputusan dan kewenangan yang selama ini
dilakukan oleh pusat dilimpahkan ke daerah kabupaten/kota. Kebijakan tersebut memungkinkan
dilaksanakannya asas desentralisasi di bidang pendidikan untuk memperbaiki sistem sentralisasi
yang kaku. Desentralisasi pendidikan memberi keleluasaan dan kewenangan pada sekolah dan
masyarakat setempat untuk mengelola pendidikan.

MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah yang dimaksudkan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana,
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. MBS memberi peluang kepada kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk melakukan
inovasi dan improvisasi di sekolah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial
dan lain sebagainya. Penerapan MBS akan berimplikasi pula pada pembiayaan pendidikan. Strategi
implementasi MBS jangka panjang memberikan kewenangan dan keleluasaan secara mandiri
kepada sekolah dalam mengelola maupun menggali dana pembiayaan pendidikan dengan kontrol
komite sekolah. Jelas bahwa dengan diterapkannya MBS sekolah dituntut mampu secara mandiri
dan kreatif untuk menggali dan mengelola sumber dana bagi pembiayaan pendidikan (Wagiran,
2016).

sekolah dengan budaya kemandirian dan profesionalisme yang tinggi perubahan paradigma
pembiayaan pendidikan ini merupakan peluang untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam
menggali sumber-sumber dana bagi pembiayaan pendidikan guna peningkatan mutu. Namun bagi
sekolah dengan kemandirian rendah dan terbiasa bergantung kepada pemerintah, perubahan
paradigma pembiayaan ini merupakan masalah yang amat berat dan tidak jarang kebutuhan
pembiayaan yang teramat tinggi ini semata-mata dibebankan kepada siswa tanpa usaha untuk
menggali sumber dana lain (Kurniady, Setiawati, & Nurlatifah, 2018).

18
19
Daftar Pustaka

Arifudin S.Pd, M.Pd, O., & DKK. (2021). MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN. Bandung:
Widina Bhakti Persada Bandung.

Arwizet, K. (2014). Pendidikan Kejuruan dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kualitas Human
Capital. Jurnal APTEKINDO ke 7.

Azhari, U. L., & Kurniady, D. A. (2016). MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN,


FASILITAS PEMBELAJARAN, DAN MUTU SEKOLAH . Jurnal Administrasi
Pendidikan.

Dr. Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, D., & Sumar, S.Pd, M.Pd, W. T. (2017).
MANAJEMEN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN. Gorontalo:
WidyaPadjadjaran Anggota IKAPIJABAR.

Finch, Curtiz, R., & Crunkilton, J. (1993). curriculum development in vocational and technical
education. Boston.

Ginanjar, H. H., Yasykur, M., & Aminullah, A. R. (2020). IMPLEMENTASI MANAJEMEN


PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI SMA ISLAM HASMI TAMANSARI BOGOR. Jurnal
Pendidikan.

Imron, M. J. (2016). MANAJEMEN PEMBIAYAAN SEKOLAH. Al-Ibrah.

Kurniady, D. A., Setiawati, L., & Nurlatifah, S. (2018). MANAJEMEN PEMBIAYAAN


PENDIDIKAN TERHADAP MUTU SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. Jurnal
Penelitian Pendidikan.

Mulyani, H., & Mulyadi, A. (2018). Model Sistem Informasi Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Untuk Meningkatkan Akuntabilitas Laporan Keuangan Sekolah Pada Sekolah Menengah
Kejuruan di Kota Bandung. JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 29-
40.

20
Muniarty, Puji, & et al. (2020). MANAJEMEN PERBANKAN. Bandung: Widina Bhakti Persada.

Setiawan, A. (2017). PENGELOLAAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN DI SMK PANCASILA 1


WONOGIRI. Prosiding Seminar Pendidikan Ekonomi dan Bisnis 3.

Suryana, D. (2008). Manajemen Keuangan Sekolah. Jakarta: Erlangga.

Wagiran. (2016). PELUANG DAN TANTANGAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN MENENGAH


KEJURUAN DALAM ERA OTONOMI DAERAH DAN PENERAPAN MANAJEMEN
PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH. Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan, 192-211.

Wong, E. (2003). Leadership Style For School-Based Management in Hong Kong. International
Journal for Educational Management, 243-247.

21

Anda mungkin juga menyukai