Pendidikan di SMK
Disusun Oleh:
2006955
2020
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI i
DAFTAR PUSTAKA 26
i
BAB 1
Ada empat istilah yang menjadi satu kesatuan dalam memaknai konsepsi manajemen keuangan dan
pembiayaan pendidikan dan turunannya baik konseptual strategis, taktis, teknis dan operasional,
antara lain manajemen keuangan pendidikan (financial management education), anggaran
pendidikan (education budget), pendanaan pendidikan (education funding), dan pembiayaan
pendidikan (financing education) (Dr. Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, & Sumar,
S.Pd, M.Pd, 2017).
Dari keempat istilah tersebut, dapat dimaknai bahwa manajemen keuangan dan pembiayaan
pendidikan merupakan konsep berpikir secara global, umum dan menyeluruh sebagai wujud
implementasi dari berbagai regulasi, kebijakan, aturan, dan program berkenaan dengan manajemen
keuangan pendidikan, anggaran pendidikan, pendanaan pendidikan, pembiayaan pendidikan dan
berbagai sumber daya pendidikan lainnya yang secara langsung menunjang efektivitas dan efisiensi
layanan pendidikan.
1
Sedangkan kajian manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan bukanlah semata-mata
mengelola uang yang ada di suatu lembaga pendidikan. Makna anggaran pendidikan dalam hal ini
adalah jelas bahwa pemerintah menyediakan dana anggaran untuk biaya pendidikan. Dengan
demikian, kegiatan manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan memastikan kehadiran
negara dalam kapasitas dan tanggung jawab sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945
pasal 31 ayat (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh
persen (20%) dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta dari anggaran pendapatan
dan belanja daerah (APBD) untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional,
turunannya dalam Undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari
dulu sampai sekarang menggunakan istilah anggaran pendidikan (education budget) (Arifudin S.Pd,
M.Pd & DKK, 2021).
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pasal 1 ayat (39) mendefinisikan Anggaran Pendidikan adalah alokasi anggaran pada fungsi
pendidikan yang dianggarkan melalui kementerian negara/lembaga, alokasi anggaran pendidikan
melalui transfer ke daerah dan dana desa, dan alokasi anggaran pendidikan melalui pengeluaran
pembiayaan, termasuk gaji pendidik, tetapi tidak termasuk anggaran pendidikan kedinasan, untuk
membiayai penyelenggaraan pendidikan yang menjadi tanggung jawab Pemerintah.
2
Dari uraian di atas, dapat ditarik gambaran umum bahwa manajemen keuangan dan
pembiayaan lembaga pendidikan dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas untuk mengatur
keuangan lembaga pendidikan mulai dari perencanaan, penggalian sumber daya biaya, pembukuan,
pembelanjaan, pengawasan dan pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan lembaga pendidikan
agar institusi pendidikan berjalan efektif dan efisien dalam melaksanakan fungsi memberikan
layanan pendidikan yang berkualitas tinggi (Dr. Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, &
Sumar, S.Pd, M.Pd, 2017).
3
Di samping itu, manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan bertujuan untuk
mengelola keuangan lembaga pendidikan dengan membuat berbagai kebijaksanaan dalam
pengadaan, penggunaan keuangan guna mewujudkan kegiatan organisasi lembaga pendidikan
berupa kegiatan perencanaan, pengaturan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan lembaga
pendidikan itu sendiri. Turunan tujuan manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan ini
menegaskan fungsi manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan menjadi acuan dalam
dokumen:
1. Perencanaan Keuangan dengan membuat rencana pemasukan dan pengeluaran serta kegiatan-
kegiatan lainnya untuk periode tertentu;
2. Penganggaran Keuangan berupa tindak lanjut dari perencanaan keuangan dengan membuat
detail pengeluaran dan pemasukan;
3. Pengelolaan Keuangan dengan menggunakan dana lembaga pendidikan untuk memaksimalkan
dana yang ada dengan berbagai cara;
4. Pencarian Keuangan, mencari dan mengeksploitasi sumber dana yang ada untuk operasional
kegiatan perusahaan;
5. Penyimpanan Keuangan berupa mengumpulkan dana lembaga pendidikan serta menyimpan
dan mengamankan dana tersebut.
6. Pengendalian Keuangan berupa evaluasi serta perbaikan atas keuangan dan sistem keuangan
pada perusahaan;
7. Pemeriksaan Keuangan, melakukan audit internal atas keuangan lembaga pendidikan yang ada
agar tidak terjadi penyimpangan.
8. Pelaporan keuangan, penyediaan informasi tentang kondisi keuangan lembaga pendidikan
sekaligus sebagai bahan evaluasi;
Aktivitas manajemen keuangan dan pembiayaan pendidikan di atas menjadi indikator bagi
keberhasilan satuan pendidikan dalam mengelola keuangan dan pembiayaan pendidikan (Dr.
Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, & Sumar, S.Pd, M.Pd, 2017).
4
BAB 2
B. Pembukuan (Accounting)
Pembukuan (accounting) dalam kegiatan pengurusan keuangan pendidikan meliputi dua hal,
yaitu pengurusan yang menyangkut kewenangan menentukan kebijakan menerima atau
mengeluarkan uang, atau lebih dikenal dengan istilah pengurusan ketatausahaan. Dan pengurusan
yang kedua menyangkut tindak lanjut dari pengurusan yang pertama yakni, menerima, menyimpan
dan mengeluarkan uang. Pengurusan ini tidak menyangkut kewenangan menentukan, tetapi hanya
melaksanakan, dan dikenal dengan istilah pengurusan bendaharawan (Imron, 2016).
5
1. Buku pos (vatebook)
2. Faktur
3. Buku Kas
4. Lembar cek
5. Jurnal
6. Buku besar
7. Buku kas pembayaran uang sekolah
8. Buku kas piutang
9. Neraca percobaan
6
C. Pemeriksaan (Auditting)
D. Pertanggungjawaban
Kegiatan lain yang terkait dengan manajemen keuangan adalah memuat laporan
pertanggungjawaban keuangan kepada kalangan internal lembaga atau eksternal yang menjadi
stakeholder lembaga pendidikan. Pelaporan dapat dilakukan secara periodik seperti laporan tahunan
dan laporan pada masa akhir jabatan pimpinan. Pelaksanaan pertanggungjawaban ini juga bagian
dari pengawasan yang dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan dan kewenangan. Hal ini dilakukan
mulai dari proses pengeluaran, pos anggaran pembelanjaan, perhitungan dan perhitungan dan
penyimpangan barang oleh petugas yang ditunjuk. Pertanggungjawaban penerimaan dan
penggunaan keuangan lembaga pendidikan dilaksanakan dalam bentuk laporan bulanan dan
triwulan, ditujukan kepada kepala dinas pendidikan, kepala Badan Administrasi Keuangan Daerah
(BAKD), dinas pendidikan di Kecamatan dan lainnya. (Imron, 2016)
7
BAB 3
Masalah keuangan merupakan masalah yang cukup mendasar di sekolah. Karena seluruh
komponen pendidikan disekolah erat kaitannya dengan komponen keuangan sekolah. Meskipun
tidak sepenuhnya, masalah keuangan akan berpengaruh secara langsung terhadap kualitas sekolah,
terutama berkaitan dengan sarana dan prasarana. Banyak sekolah yang tidak dapat melakukan
kegiatan belajar mengajar secara optimal, hanya karena masalah keuangan, baik untuk menggaji
guru maupun untuk mengadakan sarana dan prasarana pembelajaran (Setiawan, 2017).
Biaya dalam pendidikan meliputi biaya langsung (direct cost) dan tidak langsung (indirect
cost), biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pelaksanaan
pengajaran dan kegiatan-kegiatan belajar siswa berupa pembelian alat-alat pembelajaran, sarana
belajar, biaya transportasi, gaji guru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, orang tua maupun
siswa sendiri. Sedangkan biaya tidak langsung berupa keuntungan yang hilang (earning forgone)
dalam bentuk biaya kesempatan yang hilang (opportunity cost) yang dikorbankan oleh siswa selama
belajar. (Imron, 2016)
Anggaran biaya pendidikan terdiri dari dua sisi yang berkaitan satu sama lain, yaitu sisi
anggaran penerimaan dan anggaran pengeluaran untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Anggaran penerimaan adalah pendapatan yang diperoleh setiap tahun oleh sekolah dari berbagai
sumber resmi dan diterima secara teratur. Sedangkan anggaran dasar pengeluaran adalah jumlah
uang yang dibelanjakan setiap tahun untuk kepentingan pelaksanaan pendidikan di sekolah. (Imron,
2016)
8
B. Pelaksanaan Pengelolaan Pembiayaan Pendidikan
Manajemen keuangan merupakan salah satu substansi manajemen sekolah yang akan turut
menentukan berjalannya kegiatan pendidikan di sekolah. Sebagaimana yang terjadi di substansi
manajemen pendidikan pada umumnya, kegiatan manajemen keuangan dilakukan melalui proses
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengoordinasian, pengawasan atau pengendalian.
(Wong, 2003) menjelaskan bahwa sekolah dengan sistem manajemen yang baik, harus memiliki
hal-hal berikut:
1. Visi yang jelas, didukung oleh seperangkat nilai yang akan memandu kebijakan,
prosedur, dan praktiknya
2. Fokus yang kuat pada hasil siswa untuk meningkatkan kurikulum dan praktik
pengajaran
3. Aliansi yang kuat dari para pemangku kepentingan, termasuk orang tua, guru, dan
anggota masyarakat, bekerja dalam kemitraan untuk mengembangkan potensi setiap
siswa secara maksimal.
Dari kutipan-kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses perencanaan diawali
dengan mengidentifikasi keadaan, melihat dan menimbang potensi yang tersedia dan memahami
kebutuhan, keadaan dan masalah yang akan dihadapi agar perencanaan kompeten dan relevan untuk
dilaksanakan agar tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.
9
manajemen keuangan yang baik perlulah kita untuk mengidentifikasi prinsip-prinsip manajemen
keuangan yang baik (Kurniady, Setiawati, & Nurlatifah, 2018)
1. Konsistensi (Consistency).
2. Akuntabilitas (Accountability).
3. Transparansi (Transparency).
4. Kelangsungan Hidup (Viability).
5. Integritas (Integrity).
6. Pengelolaan (Stewardship).
7. Standar Akuntansi (Accounting Standards).
D. Struktur Biaya Pendidikan
Struktur biaya pendidikan terdiri dari : biaya satuan pendidikan, biaya personal, dan biaya
penyelenggaraan dan pengelolaan satuan pendidikan. Rincisan dari biaya-biaya tersebut dapat
diuraikan dalam paparan berikut (Imron, 2016):
10
2) Biaya investasi selain lahan pendidikan
b. Biaya operasi, meliputi:
1) Biaya personalia
2) Biaya non-personalia
11
Biaya non-personalia (bukan pegawai), meliputi:
12
13) Alat Tulis Sekolah, bahan dan alat habis pakai praktik
14) Pemeliharaan dan perbaikan ringan
15) Pemeliharaan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
16) Pemeliharaan peralatan dan perabotan sekolah
17) Perbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
18) Perbaikan peralatan dan perabotan sekolah
19) Penyelenggaraan Non-pembelajaran
20) Alat Tulis Sekolah, bahan dan alat habis pakai
21) Pemeliharaan dan perbaikan ringan
22) Pemeliharaan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
23) Pemeliharaan peralatan dan perabotan sekolah
24) Perbaikan gedung (ruang kelas, laboratorium, dan lain-lain)
25) Perbaikan peralatan dan perabotan sekolah
26) Daya dan jasa
27) Listrik
28) Telepon Internet
29) Air bersih, gas dan yang lainya
30) Pengelolaan
31) Perjalanan dinas
32) Rapat Evaluasi dan lainya
Semua pengeluaran keuangan sekolah dari sumber mana pun harus dipertanggungjawabkan,
hal tersebut merupakan bentuk transparansi dalam pengelolaan keuangan. Namun demikian prinsip
transparansi dan kejujuran dalam pertanggung jawaban tersebut harus tetap dijunjung tinggi.
Dalam kaitan dengan pengelolaan keuangan tersebut, yang perlu diperhatikan oleh
bendaharawan menurut Suryana (Suryana, Manajemen Keuangan Sekolah, 2008) adalah:
13
b. Kuitansi atau bukti pembelian atau bukti penerimaan dan bukti pengeluaran lain.
c. Neraca keuangan juga harus ditunjukkan untuk diperiksa oleh tim
pertanggungjawaban keuangan dari komite sekolah.
Sekolah Menengah Kejuruan merupakan salah satu bentuk jalur pendidikan formal yang
diterapkan di Indonesia. (Finch, Curtiz, & Crunkilton, 1993) mengartikan pendidikan kejuruan
sebagai pendidikan untuk mencari penghasilan bagi kehidupan atau pendidikan untuk bekerja
(education for work). Hal ini sejalan dengan yang dikatakan oleh Evans dan Edwin (Arwizet, 2014)
bahwa “pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan
individu pada suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan”.
PP RI No. 29 Tahun 1990 Bab I Pasal 1 yaitu : “Pendidikan menengah kejuruan adalah
pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan penyiapan siswa untuk
memasuki lapangan kerja serta mengembangkan sikap profesional”. Kemudian dilanjutkan PP No.
73 Tahun 1991, 48 Pasal 3 ayat 6 mengatakan bahwa : “Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan
yang mempersiapkan warga belajar untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu”. Sebagai bagian dari
sistem Pendidikan Nasional, pendidikan menengah kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang
pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik untuk dapat
bekerja dalam bidang tertentu, kemampuan beradaptasi di lingkungan kerja, melihat peluang kerja
dan mengembangkan diri di kemudian hari
Menurut M. Yusuf Tuloli, bahwa Sekolah Menengah Kejuruan SMK merupakan lembaga
pendidikan yang mempunyai karakteristik antara lain:
14
3. Fokus isi SMK ditekankan pada penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai-nilai yang dibutuhkan dunia kerja.
4. Penilaian yang sesungguhnya terhadap kesuksesan peserta didik harus pada ”hands
on” atau performa dalam dunia kerja.
5. Hubungan yang erat dengan dunia kerja merupakan kunci sukses SMK.
6. SMK yang baik harus memiliki sifat responsif dan antisipatif terhadap kemajuan
teknologi.
7. SMK seharusnya lebih menekankan pada “learning by doing” dan “hands on
experience”.
8. SMK memerlukan fasilitas mutakhir untuk kegiatan praktik.
9. SMK memerlukan biaya investasi dan operasional yang lebih besar dibandingkan
SMA atau pendidikan umum lainnya.
Mutu Sekolah di SMK berada pada katagori sangat tinggi. Hal ini berarti bahwa kurikulum,
mutu peserta didik/siswa, mutu pendidik, lingkungan kerja disiplin sekolah, ketersediaan belajar,
partisipasi orang tua, satuan biaya sudah berada ada katagori sangat tinggi. Di mana hal tersebut
didukung oleh partisipasi masyarakat sekitar yang lebih banyak memilih sekolah negeri atau
15
sekolah swasta dengan bantuan dana dari pemerintah dengan alasan pembiayaan. (Kurniady,
Setiawati, & Nurlatifah, 2018)
Dimensi mutu peserta didik memperoleh nilai rata-rata sebesar 4,32 hal ini terjadi karena
indikator pada dimensi ini yakni hasil ujian pada beberapa SMK masih belum memenuhi standar,
selain itu pula angka putus sekolah masih sangat tinggi dengan alasan yang beragam salah satunya
adalah karena tidak ada biaya untuk membayar sekolah dan ada juga siswa yang drop-out serta di
atas 5% peserta didik setiap tahunnya tidak dapat lulus. Jika yang dibanding dengan skor lainnya
skor pada dimensi mutu peserta didik masih tergolong rendah. Manajemen pembiayaan pendidikan
di SMK berada pada katagori sangat tinggi, artinya kepala sekolah pada SMK telah mampu
melaksanakan manajemen pembiayaan pendidikan secara maksimal mulai dari perencanaan
pembiayaan dan penganggaran, implementasi pembiayaan, pengawasan dan pengendalian
pembiayaan dan pertanggung jawaban atau akuntabilitas. Kecenderungan pada keempat dimensi ini
maka diperoleh nilai terendah yakni pada dimensi implementasi pelaksanaan pembiayaan. Hal ini
terjadi salah satunya karena kurangnya peran serta orang tua siswa atau masyarakat baik dari
sumbangan material, tenaga, maupun dalam pelibatan pengambilan keputusan untuk program-
program sekolah. (Kurniady, Setiawati, & Nurlatifah, 2018)
16
H. Tantangan dan Peluang Pembiayaan Pendidikan di SMK
17
kemampuan keuangan yang terbatas dan kemandirian yang rendah. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan otonomi daerah pun sekolah dituntut punya kemandirian dalam menggali dana bagi
peningkatan kualitas pendidikan dengan memanfaatkan suberdaya yang dimilik serta meningkatkan
peran serta masyarakat dan dunia usaha bagi pembiayaan pendidikan (Wagiran, 2016).
Penerapan manajemen berbasis sekolah erat kaitannya dengan pelaksanaan UU No. 25 tahun
1999 yaitu mengubah mekanisme pengambilan keputusan dan kewenangan yang selama ini
dilakukan oleh pusat dilimpahkan ke daerah kabupaten/kota. Kebijakan tersebut memungkinkan
dilaksanakannya asas desentralisasi di bidang pendidikan untuk memperbaiki sistem sentralisasi
yang kaku. Desentralisasi pendidikan memberi keleluasaan dan kewenangan pada sekolah dan
masyarakat setempat untuk mengelola pendidikan.
MBS merupakan paradigma baru pendidikan yang memberikan otonomi luas pada tingkat
sekolah yang dimaksudkan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana,
mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. MBS memberi peluang kepada kepala sekolah, guru dan peserta didik untuk melakukan
inovasi dan improvisasi di sekolah berkaitan dengan masalah kurikulum, pembelajaran, manajerial
dan lain sebagainya. Penerapan MBS akan berimplikasi pula pada pembiayaan pendidikan. Strategi
implementasi MBS jangka panjang memberikan kewenangan dan keleluasaan secara mandiri
kepada sekolah dalam mengelola maupun menggali dana pembiayaan pendidikan dengan kontrol
komite sekolah. Jelas bahwa dengan diterapkannya MBS sekolah dituntut mampu secara mandiri
dan kreatif untuk menggali dan mengelola sumber dana bagi pembiayaan pendidikan (Wagiran,
2016).
sekolah dengan budaya kemandirian dan profesionalisme yang tinggi perubahan paradigma
pembiayaan pendidikan ini merupakan peluang untuk lebih meningkatkan kemampuannya dalam
menggali sumber-sumber dana bagi pembiayaan pendidikan guna peningkatan mutu. Namun bagi
sekolah dengan kemandirian rendah dan terbiasa bergantung kepada pemerintah, perubahan
paradigma pembiayaan ini merupakan masalah yang amat berat dan tidak jarang kebutuhan
pembiayaan yang teramat tinggi ini semata-mata dibebankan kepada siswa tanpa usaha untuk
menggali sumber dana lain (Kurniady, Setiawati, & Nurlatifah, 2018).
18
19
Daftar Pustaka
Arifudin S.Pd, M.Pd, O., & DKK. (2021). MANAJEMEN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN. Bandung:
Widina Bhakti Persada Bandung.
Arwizet, K. (2014). Pendidikan Kejuruan dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Kualitas Human
Capital. Jurnal APTEKINDO ke 7.
Dr. Arwildayanto, M.Pd, Lamatenggo, SE, M.Pd, D., & Sumar, S.Pd, M.Pd, W. T. (2017).
MANAJEMEN KEUANGAN DAN PEMBIAYAAN PENDIDIKAN. Gorontalo:
WidyaPadjadjaran Anggota IKAPIJABAR.
Finch, Curtiz, R., & Crunkilton, J. (1993). curriculum development in vocational and technical
education. Boston.
Mulyani, H., & Mulyadi, A. (2018). Model Sistem Informasi Manajemen Pembiayaan Pendidikan
Untuk Meningkatkan Akuntabilitas Laporan Keuangan Sekolah Pada Sekolah Menengah
Kejuruan di Kota Bandung. JURNAL PENDIDIKAN AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 29-
40.
20
Muniarty, Puji, & et al. (2020). MANAJEMEN PERBANKAN. Bandung: Widina Bhakti Persada.
Wong, E. (2003). Leadership Style For School-Based Management in Hong Kong. International
Journal for Educational Management, 243-247.
21