Anda di halaman 1dari 7

Nama aktifitas:

Sambatan

Makna dan filosofi kegiatan:


Bagi masyarakat pedesaan istilah sambatan bukanlah hal yang tabu. Kita akan banyak
menjumpai kegiatan ini namun mungkin diberbagai daerah dijawa ataupun diluar jawa memiliki
istilah yang berbeda. Secara harfiah Sambatan berasal dari kata sambat (jawa) yang artinya
mengeluh. Namun sambatan disini merupakan sebuah tradisi budaya dengan kearifan gotong
royong masyarakat. Dimana secara bersama-sama warga membantu tenaga secara sukarela tanpa
imbalan atau upah untuk menolong orang lain.. Hal ini dapat berimplikasi terhadap hubungan
sosial antar sesama warga, yaitu meningkatnya rasa kekeluargaan dan solidaritas antar sesama
warga. Di dalam sambatan ini pula terdapat pertukaran sosial, dimana terjadi dalam masyarakat
suatu ikatan atau jalinan hubungan sosial dengan menghasilkan keuntungan dari pertukaran
tersebut. Hal ini dapat dilihat bahwa ada semacam penghematan anggaran karna tidak memakai
tenaga ahli, berdasarkan pilihan rasional, akhirnya sesama warga akan saling membantu apabila
ada warga yang akan membutuhkan bantuan melalui sambatan ini.

Sejarah:
Sambatan merupakan kegaiatan gotong royong yang sudah lama menjadi tradisi oleh
bangsa Indonesia. Sejarah tolong menolong di Indonesia sangat akrab disebut gotong royong,
sebagai- mana Kaelan (2013, hlm. 59) bahwa: “Semangat gotong royong mengungkapkan cita-
cita kerakyatan, kebersamaan dan solidaritas sosial. Berdasarkan semangat gotong royong dan
asas kekeluargaan, negara mempersatukan diri dengan seluruh lapisan masyarakat.”
Sepi ing pamrih, rame ing gawe merupakan peribahasa dalam bahasa Jawa yang
mengisyaratkan kebersamaan dalam menyelesaikan pekerjaan yang harus dipikul bersama.
Masyarakat memiliki kesadaran yang tinggi untuk bersama-sama melakukan kegiatan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Begitu ada informasi ada pekerjaan yang harus
diselesaikan secara bersama-sama yang menyangkut kepentingan masyarakat, warga
berbondong-bondong untuk membantu dan mengerjakannya secara bergotong royong, tanpa
pamrih atau tidak mengharapkan imbalan jasa dari apa yang mereka lakukan tersebut.
Melakukan kegiatan tanpa pamrih dan menghindari imbalan dalam bentuk uang yang
termaktub dalam peribahasa tersebut menjadi akar lahirnya istilah gotong royong dalam
masyarakat. Kata gotong royong sendiri berasal dari Bahasa Jawa, gotong yang maksudnya
memikul dan royong yang maksudnya secara bersama- sama. Sehingga gotong royong ini
disama artikan dengan bekerja sama dalam menyelesaikan suatu kegiatan tertentu yang
menyangkut kegiatan bersama. Sistem ini sudah melembaga dalam masyarakat Indonesia
semenjak zaman Kerajaan Hindu di Jawa, seperti Mataram Kuno dan Majapahit.
Konsep gotong royong yang kita nilai tinggi itu merupakan konsep yang erat sangkut
pautnya dengan kehidupan rakyat kita sebagai petani dalam masyarakat agraris. Istilah gotong
royong untuk pertama kali tampak dalam dalam bentuk tulisan dalam karangan- karangan
tentang hukum adat dan juga dalam karangan-karangan tentang aspek-aspek sosial dari pertanian
(terutama Jawa Timur) oleh para ahli pertanian Belanda.
Kehidupan masyarakat Desa di Jawa, gotong royong merupakan suatu pengerahan tenaga
tambahan dari luar kalangan keluarga untuk mengisi kekurangan tenaga pada masa-masa sibuk
dalam lingkaran aktivitas produksi bercocok tanam di sawah. Untuk keperluan itu, dengan adat
sopan santun yang sudah tetap, seorang petani meminta beberapa orang lain sedesanya, misalnya
untuk membantunya dalam mempersiapkan sawahnya untuk masa penanaman yang baru
(memperbaiki saluran-saluran air dan pematang-pematang dan mencangkul, membajak,
menggaru dan sebagainya). Petani tuan rumah hanya harus menyediakan makan tiap hari kepada
teman-temannya yang datang membantu itu, selama pekerjaannya berlangsung. Kompensasi lain
tidak ada, tetapi yang minta bantuan tadi harus mengembalikan jasa itu dnegan membantu semua
petani yang diundangnya tadi, tiap saat apabila mereka memerlukan bantuannya. Sistem gotong
royong sebagai suatu sistem pengerahan tenaga seperti itu, amat cocok dan fleksibel untuk teknik
bercocok tanam yang bersifat usaha kecil dan terbatas, terutama waktu unsur uang belum masuk
ekonomi pedesaan. Tenaga tambahan dapat dikerahkan bilamana perlu dan segara dibubarkan
apabila sudah selesai. Di desa-desa di Jawa, kerjasama tolong menolong dalam bercocok tanam
seperti itu biasanya dilakukan antara para petani yang memiliki bidang-bidang sawah yang
berdekatan letaknya. Gotong royong yang asli di Indonesia sudah mulai dilakukan sejak tahun
2000 SM sampai kira-kira tahun 1800, yaitu pada waktu bangsa-bangsa Eropa datang ke
Indonesia. Gotong royong perlu dibedakan dari tolong menolong atau bantu membantu. Tolong
menolong menunjukan adanya pencapaian tujuan perorangan. Gotong royong adalah kegiatan
bersama untuk mencapai tujuan bersama, misalnya untuk memperbaiki saluran irigasi, dan lain
sebagainya. Ada beberapa syarat dan alasan agar kegiatan gotong royong dapat dilaksanakan;

1. Pekerjaan yang dilakukan harus menyangkut kepentingan seluruh atau sebagian besar
warga masyarakat
2. Pekerjaan yang bersangkutan merupakan proyek desa setempat dan dibiayai oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah
3. Pekerjaan yang bersangkutan biasanya penting dan untuk diselesaikan dengan cepat,
misalnya karena menyangkut hajat hidup sebagian atau bahkan seluruh warga desa
4. Warga masyarakat yang ikut mengerjakan pekerjaan tersebut tidak mendapatkan upah
(tidak dibayar), bahkan kemungkinan besar malah mengeluarkan dana untuk pekerjaan

tersebut4 Tradisi tolong menolong untuk kepentingan bersama di

Masyarakat pedesaan Jawa memiliki berbagai macam bentuk selain gotong royong.
Masyarakat Jawa mengenal adanya tradisi sambatan- sambat sinambat, yang berasal dari kata
sambat yang berarti mengeluh. Hubungannya dengan peristiwa gotong royong mempunyai
pengertian kiasnya yaitu tolong. Nyambat berarti minta tolong yang melahirkan tradisi gotong
royong. Akan tetapi, ada perbedaan antara sambatan dan gotong royong ini. Jika sambatan
adalah kewajiban sosial yang harus dilakukan oleh anggota masyarakat untuk membantu anggota
masyarakat yang lain untuk kepentingan satu atau dua orang, bukan untuk kepentingan kolektif
bersama menyangkut hajat hidup orang banyak. Di atasnya sambatan terdapat gugur gunung
yang maknanysa lebih luas daripada sambatan. Kemudian gotong royong yang merupakan
kewajiban sosial yang wajib dilakukan oleh seseorang terhadap kepentingan yang menyangkut
hajat hidup orang banyak. Sehingga derajat gotong royong ini lebih tinggi dibandingkan dengan
bentuk tradisi kerjasama dan tolong menolong yang lain.

Pelaku Aktifitas dan bagaiamana menjalankannya:


Sambatan ini biasanyan dilakukan oleh warga sekitar. Sambatan sering dilakukan dalam
kegiatan membangun rumah, dapur, kandang, ataupun kegiatan merenovasi. Pada umumnya kata
sambatan hanya diterapkan dalam bergotong royong membangun sebuah rumah. Baik rumah
yang baru ataupun rumah yang akan direnovasi. Misalkan dalam suatu desa ada seseorang yang
akan membangun rumah. Dalam pelaksanaan sambatan, orang yang berketempatan mendirikan
atap mencari tanggal yang tepat dan mempersiapkan punggahan seperti kelapa, bendera merah
putih, padi dan juga air yang nantinya setelah diberi doa dan akan dipasang diatas atap rumah
sebelum dipasang genteng.
Sistem sambatan pada masyarakat pedesaan nampak unik dengan gambaran sebuah
keharmonisan dalam kehidupan yang berdampingan satu dengan yang lain. Uniknya undangan
sambatan ini melalui sistem dari mulut ke mulut, tidak memerlukan sistem rapat ataupun
pembentukan panitia. Jika di lihat, rasa kebersamaan pada saat melakukan sambatan biasanya
pada saat istirahat makan siang, dimana masyarakat beramai ramai menyatap hidangan sederhana
yang sudah disiapkan. Selain itu, tradisi sambatan semacam ini juga merupakan simbol identitas
kolektif yang meyakinkan, memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan
kelompok."

Perkembangan saat ini:


Pada masyarakat desa Tanjungsari Kecamatan Boyolangu KabupatenTulungagung,
awalnya secara keseluruhan masyarakatnya masih melaksanakan tradisi sambatan dalam setiap
kegiatan sosialnya, seperti membangun rumah. Hal tersebut dilakukan untuk mempererat tali
silahturami dan menghormati para leluhur. Namun, pada saat ini tradisi sambatan lambat laun
tereduksi oleh perkembangan masyarakat yang semakin modern.
Dahulu, tradisi sambatan dilakukan dengan sukarela tanpa mengharapkan imbalan upah, namun
hal demikian saat ini sudah jarang ditemukan, dimanamasyarakat desa saat ini cenderung
memilih menggunakan sistem pengupahan. Beberapa di antaranya saat membangun rumah yang
kini sudah memakai tenaga ahli. Pada saat pembuatan rumah mereka memakai tenaga ahli tetapi
tidak dengan pemasangan atap yang dilakukan dengan cara sambatan. Hal tersebut seperti yang
diungkapkan oleh Bapak Parji sebagai berikut:
Sambatan hari ini sudah tidak seperti dulu, dimana dulu misalnya saat membangun
rumah, semua kerjaan dilakukan oleh masyarakat. Cuma hari ini sudah banyak yang diganti oleh
tenaga ahli. Sambatan bangun rumah hanya sekedar pasang genteng saja. Biasanya itu atas dasar
pertimbangan biaya pengeluaran yang dikeluarkan selama sambatan dengan saat membayar
tenaga ahli yang cenderungkuranglebihsama. Oleh sebab itu masyarakat lebih memilih
menggunakan tenaga ahli yang sudah jelas ahli dalam melakukan pekerjaannya, ketimbang
menggunakan tenaga masyarakat.
Kritik dan saran untuk pengembangan tradisi sambatan:
Dikarenakan zaman sudah semakin modern masyarakat akan lebih sibuk dengan kegiatan
individualnya masing-masing, sehingga untuk lebih efisien dan menghemat waktu banyak
masyarakat yang mulai menggantikan kegiatan sambatan membangun rumah ini dengan sistem
upah oleh pekerja-pekerja bangunan yang ahli dibidangnya. Sehingga tradisi ini semakin kurang
dijalankan tidak seperti zaman dahulu. Namun tradisi tidak seratus persen hilang tetapi
kegiatannya lebih disederhanakan yaitu tidak membangun penuh rumah tetapi hanya
memasangkan genteng di saat pembangunan rumah baru.
Saran untuk masyarakat, hendaknya menyadari akan pentingnya kerja sama dalam
masyarakat sehingga masyarakat diharapkan turut ikut dalam melestarikan budaya kerja sama
dalam masyarakat, sebagai upaya untuk mempertahankan kerukunan didalam lingkungan
masyarakat. Serta saran untuk pemerintah desa hendaknya ikut andil dalam upaya kerukunan
masyarakat pedesaan, menghimbau masyarakatnya untuk saling bekerja sama membangun
lingkunganya dengan menggadakan kerjasama dalam masyarakat. Sebagai upaya untuk
melestarikan budaya kerja sama dalam masyarakat serta membantu mencipkatakan suasana
kerukunan dalam masyarakat pedesaan.

Respon pemerintah terkait tradisi sambatan:


Pemerintah kurang begitu menyorot kegiatan sambatan ini mungkin dikarenakan
sambatan ini sudah menjadi tradisi di masing-masing daerah yang kemungkinan pelaksanaan dan
kepercayaan nya akan berbeda-beda sesuai leluhur dan pemangku adat di lingkungannya.

Respon masyarakat terkait tradisi sambatan:


Saat ini tradisi sambatan yang ada di desa sedikit demi sedikit mulai hilang, dan
kebanyakan masyarakat yang membuat rumah pada saat ini dilakukan dengan sistem upah, tetapi
untuk mendirikan atap ini masih dilakukan dengan sistem sambatan dengan sukarela. Karena
sudah jarangnya tradisi sambatan ini tidak dilaksanakan hal ini berpengaruh terhadap gotong
royong tersebut sehingga menyebabkan beberapa masyarakat yang sudah tidak ikut andil dalam
melakukannya.
Respon generasi muda terkait tradisi sambatan:
Para pemuda sekarang kurang begitu antusias dalam mengikuti kegiatan ini dikarenakan
sekarang banyak pemuda yang merantau ke luar daerah dan sibuk dengan pekerjaan nya masing-
masing sehingga dalam kegaitan ini para pemuda kurang begitu andil dan biasanya akan
diwakilkan oleh kepala keluarga di rumahnya. Dan kegiatan ini biasanya didominasi oleh bapak-
bapak yang ada dilingkungan tersebut.

Foto/Gambar Kegiatan Sambatan:


DAFTAR PUSTAKA

INGGIT, NURSANTI. TRADISI SAMBATAN PADA MASYARAKAT JAWA DI ERA MODERN


(Studi di Desa Rejomulyo Kecamatan Jati Agung Kabupaten Lampung Selatan). Diss.
UIN RADEN INTAN LAMPUNG, 2022.
Derung, Teresia Noiman. "Gotong royong dan Indonesia." SAPA-Jurnal Kateketik dan
Pastoral 4.1 (2019): 5-13.
Maryani, Sri. "BUDAYA “SAMBATAN” DI ERA MODERNISASI (Study Kasus Di Desa
Gumukrejo, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali)." (2013).
Bintari, Pramudyasari Nur, and Cecep Darmawan. "Peran pemuda sebagai penerus tradisi
sambatan dalam rangka pembentukan karakter gotong royong." Jurnal Pendidikan Ilmu
Sosial 25.1 (2016): 57-76.
Pamungkas, Arya Dwi. "Kajian Nilai Sambatan dalam Kehidupan Sosial dan Kaitannya dengan
Keberlanjutan Masyarakat Desa di Desa Meranti Jaya." Jurnal Ilmiah Sosio-Ekonomika
Bisnis 16.2 (2013).

Anda mungkin juga menyukai