PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial diciptakan Tuhan untuk saling
membutuhkan satu sama lain. Setiap insan pada dasarnya tidak dapat hidup
sendiri, melainkan selalu terdapat interaksi sosial dengan sesamanya dan saling
membutuhkan satu sama lain dalam setiap aspek kehidupan. Oleh sebab itu
didalam kehidupan masyarakat diperlukan adanya kerjasama dan sikap gotong
royong dalam menyelesaikan pelbagai problema yang melanda.
Masyarakat Indonesia terkenal dengan sikap ramah, kekeluargaan dan
gotong royongnya didalam kehidupan sehari-hari. Sehingga untuk
menyelesaikan segala konflik yang ada didalam kehidupan masyarakat
dibutuhkan sikap gotong royong yang dapat mempermudah dan memecahkan
masalah secara efisien. Suatu bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan
mundur ataupun punah sama sekali sebagai akibat pergeseran nilai-nilai
budaya. Akan tetapi sistem dan jiwa gotong royong tidak akan punah secara
keseluruhan. Hal ini disebabkan karena adanya nilai-nilai budaya yang
terkandung didalam sistem budaya nasional merupakan suatu norma yang
wajib dipatuhi oleh segenap warga masyarakat dan pemerintah. Dilain pihak
bentuk dan sikap hubungan gotong royong akan berubah bahkan punah, tetapi
kepunahan dengan perubahan gotong royong tersebut melahirkan hubungan
kerjasama atau gotong royong dalam bentuk dan sikap yang lain.
Pada umumnya, manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang
mememuhi kebutuhan hidupnya selalu membutuhkan bantuan dari orang lain.
Dalam hal ini manusia tidak pernah terlepas dengan gotong royong. Istilah
gotong royong dalam pengertianya, gotong royong dibagi menjadi dua macam
yaitu gotong royong “tolong-menolong” dan gotong royong “sambatan”.
Diantara keduanya mempunyai pengertian yang berbeda, dimana gotong
royong “tolong-menolong” adalah kegiatan bersama untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan individu
1
2
Oleh karena itu masyarakat itu tidak mampu meningkatkan fungsinya secara
keseluruhan.
Sambatan merupakan bentuk dari solidaritas masyarakat yang
menunjukkan bagaimana kepedulian masyarakat terhadap warga masyarakat
lainya yang saling peduli dan saling tolong menolong. Menurut Kartodirdjo
(1994: 104-105), istilah yang berlaku di daerah itu ialah sambatan. Ada
beberapa jenis sambatan, yaitu:
1) Untuk pembangunan desa dikerahkan hampir seluruh penduduk,
umpamanya, untuk membangun balai pengobatan, pasar, jalan, dan
sebagainya. Pada umumnya tidak disediakan jaminan atau penggantian apa-
apa.
2) Sambatan mendirikan rumah mengerahkan 7 sampai 15 orang sebanyak-
banyaknya. Yang mendirikan rumah menjamin makan dan minum.
Banyaknya orang yang dikerahkan tergantung fase pembangunan seperti
mengangkut bahan dilakukan beramai-ramai oleh 20 orang, tetapi hal itu
cukup untuk satu atau setengah hari saja.
3) Sambatan dalam bidang pertanian, seperti membuka hutan dan mengolah
tanah. Waktu yang diperlukan untuk sambatan membuka hutan tidak
ditentukan. Tenaga diperlukan pada saat-saat permulaan dan apabila
pekerjaan dapat dilakukan sendiri oleh berkepentingan, maka sambatan
dihentikan. Sudah suatu kelaziman bahwa tidak ada jaminan, masing-
masing membawa bekal sendiri.
bagi para tetangga untuk ikut serta membantu. Ketika ada waktu yang luang
mereka diminta membantu, tetapi ketika tidak bisa, mereka tidak akan dipaksa
untuk ikut membantunya. Sambatan didasari oleh rasa bahwa dalam kenyataan
hidup bermasyarakat setiap individu sebagai warga masyarakat akan saling
membutuhkan satu terhadap yang lain atau rasa saling ketergantungan antara
satu dengan yang lain. Selain menyampaikan empati atas kebahagiaan atau
simpati atas kesedihan, orang yang nyambat datang dengan harapan agar
dibantu jika kelak kemudian hari mengadakan ewuh (perhelatan) serupa.
Selanjutnya menurut Murniatmo dkk. (dalam Jusuf, 2010: 2)
mengungkapkan, “asas yang terdapat dalam sambatan adalah asas hubungan
timbal balik atau asas principle of reciprocity, yaitu siapa yang membantu
tetangganya yang membutuhkan maka suatu saat pasti ia akan dibantu ketika
sedang membutuhkan. Sambatan mengacu kepada semangat hidup senasib
sepenanggungan”. Semua kegiatan yang dikerjakan bersama dilakukan dengan
perasaan rela, ikhlas, tanpa adanya unsur-unsur yang dirasakan memaksa.
Paksaan yang dirasakan berupa kewajiban untuk berbuat sosial terhadap
sesamanya. Selain itu, sambatan juga dilandasi oleh falsafah hidup ‘sapa
nandur kabecikan, mesti bakal ngunduh’ (siapa menanam kebaikan pasti akan
memetik hasilnya). Dalam kehidupan masyarakat Jawa, perbuatan semacam itu
dilandasi dengan rasa kebersamaan bahwa orang yang suka menolong atau
membantu sesama itu sama dengan menanam budi, suatu perbuatan yang luhur,
yang oleh orang Jawa disebut nandur kabecikan. Diharapkan bila orang suka
nandur kabecikan akan memperoleh rasa senang, tenteram, dan bahagia baik
lahir maupun batin.
Tradisi sambatan merupakan bagian dari ciri masyarakat Indonesia
dengan prinsip kegotong royongan, tolong menolong dan membantu terhadap
sesamanya, terutama tetangga terdekat. Namun sayangnya pada era sekarang
ini tradisi sambatan sudah semakin tergerus oleh budaya komersialisasi yang
selalu mengukur segala sesuatu dengan materi. Banyak faktor yang
menyebabkan tradisi sambatan semakin luntur di negeri ini. Salah satu faktor
penyebab lunturnya tradisi sambatan adalah pola kehidupan sekarang lebih
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut: “Bagaimana penegakan tradisi sambatan
sebagai bentuk revitalisasi nilai gotong royong di era modern?”
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menganalisis penegakan
tradisi sambatan sebagai bentuk revitalisasi nilai gotong royong di era modern.
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Teori
1. Sambatan
a. Pengertian Sambatan
Menurut Koentjaraningrat (2005: 58), “istilah sambatan itu
berasal dari kata sambat, artinya “minta bantuan” Selanjutnya menurut
Zaeni sebagaimana dikutip Jusuf (2010: 1),
sambatan adalah istilah salah satu bentuk interaksi itu
berkomunal yang intinya membantu orang yang sedang
membutuhkan banyak tenaga, yang banyak dipakai di wilayah
Jogja dan Jawa Tengah. Kecuali di wilayah barat yang berdekatan
dengan Jawa Tengah, sambatan diistilahkan sebagai ‘rewang’ di
sebagian besar masyarakat Jawa Timur.
2. Gotong Royong
Masyarakat Indonesia sejak dulu telah mengenal sistem gotong-
royong. Bagi masyarakat Indonesia, secara umum gotong royong diartikan
sebagai bentuk kerja sama didalam masyarakat. Gotong royong merupakan
tradisi pada masyarakat indonesia, kegiatan gotong royong kerja sama
seperti ini banyak dijumpai pada masyarakat di indonesia, dimana setiap
anggota masyarakatnya yang mengikuti kegiatan gotong-royong adalah
sukarela atau didasari atas kesatuan kelompok setempat.
Gotong-royong telah banyak didefinisikan para ahli dengan berbagai
pengertianya. Akan tetapi sebagaimana yang telah diungkapkan, masih ada
kerancuan antara pengertian antara gotong-royong dengan sistem tolong-
menolong didalam masyarakat. Marzali (2009: 144) menyatakan bahwa:
Konsep gotong royong sebagai sebuah nilai kultural dasar
masyarakat Indonesia sudah sering dibahas orang dalam berbagai
kesempatan. Namun demikian, tidak banyak orang yang mencoba
untuk mendefinisika nya dan menguraikannya dalam bentuk yang
lebih rinci dan eksplisit. Bahkan kebanyakan mereka
mencampuradukkan pengertian gotong royong dengan dua nilai
kultural penting lain, yaitu tolong-menolong dan kekeluargaan.
B. Pemaparan
1. Revitalisasi Nilai Gotong Royong dalam Tradisi Sambatan
Gotong royong berasal dari kata dalam Bahasa Jawa. Kata gotong
dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat. Kata royong dapat
dipadankan dengan bersama-sama. Jadi kata gotong royong secara
sederhana berarti mengangkat sesuatu secara bersama-sama atau juga
diartikan sebagai mengerjakan sesuatu secara bersama-sama. Jadi, gotong
royong memiliki pengertian sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu
untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah atau positif kepada setiap
obyek, permasalahan atau kebutuhan orang banyak di sekelilingnya.
Partisipasi aktif tersebut bisa berupa bantuan yang berwujud materi,
keuangan, tenaga fisik, mental spiritual, keterampilan, sumbangan pikiran
atau nasihat yang konstruktif, sampai hanya berdoa kepada Tuhan.
Secara konseptual, gotong royong dapat diartikan sebagai suatu
model kerjasama yang disepakati bersama. Dalam perspektif sosio budaya,
nilai gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk
perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa pamrih (mengharap
balasan) untuk melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan
bersama atau individu tertentu. Terdapat dua jenis gotong royong yang
dikenal oleh masyarakat Indonesia, yaitu gotong royong tolong menolong
dan gotong royong sambatan. Kegiatan gotong royong tolong menolong
terjadi pada aktivitas pertanian, kegiatan sekitar rumah tangga, kegiatan
pesta, kegiatan perayaan, dan pada peristiwa bencana atau kematian.
Sedangkan kegiatan gotong royong sambatan biasanya dilakukan untuk
mengerjakan sesuatu hal yang sifatnya untuk kepentingan umum.
12
tidak dikenal (contohnya para korban bencana). Rasa persatuan, rasa senasib
dan sepenanggungan, kepedulian sosial serta solidaritas yang tinggi telah
memicu nilai gotong royong dalam jiwa mereka, sehingga tanpa pamrih
bantuan tersebut diberikan kepada yang membutuhkan.
Di era globalisasi saat ini, juga dijumpai bentuk gotong royong yang
lain, seperti penggalangan dana dengan penyebaran lewat jejaring sosial
(sperti koin untuk Prita, Koin Cinta Bilqis, dan lain-lain). Namun, juga
terdapat bentuk tradisi gotong royong yang mulai sulit dijumpai, salah
satunya kegiatan sambatan. Sambatan telah menjadi kebudayaan di
Indonesia. Tradisi yang sudah diterapkan sejak nenek moyang itu selalu
menjadi elemen penting dalam pembangunan serta menjadi salah satu hal
yang bisa dibanggakan di negeri ini. Tradisi ini selayaknya perlu
direvitalisasi kembali dikarenakan fungsinya yang cukup penting, dan akan
sangat disayangkan apabila tradisi ini menghilang tertelan masa.
Sambatan yang merupakan salah satu perwujudan gotong royong
mempunyai arti penting di masyarakat. Jika kita perhatikan suasana
sambatan penuh dengan kekeluargaan. Tidak ada rasa saling iri atau bahkan
merasa tertekan dalam melakukan pekerjaan, karena semuanya dilandasi
dengan rasa senang dan penuh dengan suasana kekeluargaan. Namun, tradisi
sambatan yang dulu sering dilaksanakan oleh masyarakat terutama di
perdesaan, kini semakin jarang ditemui. Perlahan-lahan tradisi leluhur
bangsa tersebut mulai pudar seiring berjalannya waktu. Meski pasang-surut
masih dapat ditemui keberlangsungan tradisi kerjabakti desa, walau hanya
beberapa desa saja yang masih memberdayakan salah satu nilai kearifan
lokal tersebut. Lunturnya nilai-nilai kearifan lokal bangsa tersebut
dikarenakan oleh sifat keegoisan masing-masing individu. Pengaruh buruk
globalisasi telah mencetak generasi yang individualis, cenderung
menomorsatukan kepentingan pribadi dibanding dengan kepentingan
bersama.
Tradisi sambatan dilakukan sukarela. Ketika tahu tetangga
berkumpul dan membawa peralatan hendak sambatan, maka orang-orang
14
teknologi dan tidak bersifat spesialis, karena setiap orang dapat membantu
pekerjaan tanpa dituntut keahlian tertentu.
Teknologi juga membatasi pekerjaan yang bersifat kerjasama,
sehingga menimbulkan konflik pada sebagian komunitas pedesaaan.
Adanya teknologi menjadikan praktik saling membantu menjadi terhenti
dan kerja sama informal menjadi berkurang. Pembangunan dengan berbagai
teknologi ini akan memperbanyak sirkulasi uang ke desa. Dan dengan
sendirinya hal itu merusak sistem gotong-royong sebagai media relasi sosial
intim di desa. Namun, gotong royong yang rusak adalah gotong royong
dalam produksi pertanian, sementara gotong royong formal antara tetangga,
gotong royong dalam perayaan pesta, serta gotong royong dalam bencana
dan kematian, masih tetap berjalan. Tolong menolong dalam pertanian
mulai terkikis oleh adanya budaya padat karya dengan sistem upah, sedang
pola hidup tolong menolong diganti dengan pola kerja pamrih.
Sambatan merupakan bentuk kegiatan tolong menolong,
dikhawatirkan juga akan ikut terkikis atau memudar dengan seiring
terjadinya proses modernisasi. Adanya speliasisasi pekerjaan membuat
pekerjaan seperti kegiatan kerja sama menjadi berkurang, dalam hal ini
kegiatan gotong royong ataupun kegiatan tolong menolong yang sejatinya
tidak memerlukan keaahlian, seiring terjadinya modernisasi memungkinkan
pekerjaan tersebut digantikan oleh orang yang ahli dalam bidangnya atau
keahlianya. Hal ini tentu saja akan membuat gotong royong atau kegiatan
tolong menolong yang merupakan budaya Indonesia bisa terhenti, ataupun
berkurang.
Sambatan mempunyai karakteristik tersendiri dalam kehidupan
masyarakat pedesaan. Berbagai karakteristik sambatan sebagai berikut:
a. Sambatan tidak identik dengan kerja bakti
Perbedaan mendasar yang mengindikasi perbedaan antara
sambatan dengan kerja bakti adalah pekerjaan dilakukan untuk
kepentingan siapa. Sambatan dengan kerja bakti keduanya berbeda dalam
hal kepentingan, bahwa kerja bakti dilakukan untuk kepentingan orang
17
BAB III
PENUTUP
kegiatan sambatan kian menurun, sebab penggunaan tenaga ahli kian diminati
masyarakat sehingga kadang kala tenaga sambatan dihadirkan untuk membantu
pekerjaan tukang. Maka dari itu, perlu dilakukan revitalisasi sikap bergotong
royong melalui penegakan kembali tradisi sambatan secara berkesinambungan.
Hal itu dapat diwujudkan melalui kesadaran diri sendiri akan pentingnya peran
dan tanggung jawab sosial, menanamkan dan mendidik anak perilaku gotong
royong sejak dini, melakukan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya
gotong royong, mengajak orang lain untuk meluangkan waktu dengan mengikuti
sambatan, dibantu dengan peran pemuda sebagai penggerak, perangkat
desa/pemerintah sebagai pengawas dan pengendali sosial, tak lupa juga dukungan
serta kontribusi seluruh masyarakat untuk berpartisipasi aktif dengan sukarela.
26
DAFTAR PUSTAKA