Anda di halaman 1dari 21

Sambatan Mbangun Umah

Sambatan Gawe Umah


Studi Tentang Solidaritas Masyarakat Perdesaan di Banyumas
eh: A.Farros
Tulisan ini merupakan sebuah kajian tentang principle of
reciprocity dalam masyarakat Jawa khususnya Banyumas yang
berkaitan dengan tradisi turun temurun yang mencirikan
masyarakat perdesaan yang kental dengan solidaritasnya yang
tinggi. Banyak tradisi yang ada di daerah ini seperti: tradisi
kondangan, rewang, sambatan, kerigan dan gerakan serta yang
lainnya. Tradisi-tradisi ini bersifat melibatkan banyak orang,
tidak berorientasi pada keuntungan, dan memiliki sanksi social
yang bersifat laten namun efektif. Namun dalam perkembangannya,
seiring dengan kemajuan masyarakat, tradisi ini makin luntur dan
digantikan dengan system yang lebih bersifat untung rugi dan
pertimbangan pembagian kerja (devision of labor. Tulisan ini
akan lebih focus pada kajian tentang tradisi sambatan di daerah
Banyumas dengan menggunakan data lapangan dan studi literature.
Tradisi adalah kebiasaan sosial yang diturunkan dari satu
generasi ke generasi lainnya melalui proses sosialisasi. Tradisi
menentukan nilai-nilai dan moral masyarakat, karena tradisi
merupakan aturan-aturan tentang hal apa yang benar dan hal apa
yang salah menurut masyarakat.Konsep tradisi ini meliputi
pandangan dunia (world-view yang mencakup kepercayaan tentang
masalah kehidupan dan kematian serta peristiwa alam dan
makhluknya, atau konsep tradisi itu berkaitan dengan sistem
kepercayaan nilai-nilai dancara serta pola pikir masyarakat
(Garna: 2003 : 186.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa tradisi
adalah pandangan dunia tentang kehidupan dan kematian. Kehidupan
manusia mencakup apa saja yang menjadi kebiasaan yang dilakukan
oleh masyarakat baik itu yang bersifat individual maupun komunal
dan itu bersifat turun menurun. Termasuk dalam konteks ini
adalah tradisi gotong royong berupa sambatan , khususnya yang
berhubungan dengan tradisi mbangun umah di kalangan wong
Banyumasan.
Dalam masyarakat dikenal adanya tolong menolong secara
kolektif yang disebut dengan sambatan. Sambatan merupakan suatu
sistem gotong royong di kampung dengan cara menggerakkan tenaga
kerja secara massal yang berasal dari warga kampung itu sendiri
untuk membantu keluarga yang sedang tertimpa musibah atau sedang
mengerjakan sesuatu, seperti membangun rumah, menanam serta
memanen padi dan menyelenggarakan pesta pernikahan.
Sambatan dilakukan oleh warga kampung dengan sukarela tanpa
mengharapkan upah atas pekerjaaannya itu karena didasari oleh
asas 5rinci5le of reci5rocity, yaitu siapa yang membantu
tetangganya yang membutuhkan maka suatu saat pasti ia akan
dibantu ketika sedang membutuhkan. Selain itu sambatan juga
dilandasi oleh falsafah hidup `sa5a nandur kabecikan, mesti
bakal ngunduh (siapa menanam kebaikan pasti akan memetik
hasilnya (Ahmad Haidar, Harian Joglo Semar, 6-3-2008.
Sambatan berasal dari kata sambat, yang berarti minta
tolong, minta bantuan kepada orang lain. Karena seseorang punya
kepentingan atau keperluan yang tidak bisa dilakukan sendiri
maka dia akan sambat/minta tolong pada orang lain agar
membantunya. Maka terlaksanakanlah kegiatan sambatan, misalnya
seseorang akan membangun rumah.
Sambatan adalah realisasi dari gotong royong yang
melibatkan banyak orang yang dilaksanakan bersama-sama dan
sukarela. Gotong royong untuk kepentingan bersama digerakkan
oleh semangat solidaritas mekanik, yang menurut Durkheim,
dilakukan karena adanya rasa kebersamaan dan senasib, bersifat
tradisional yang pembagian kerja dalam masyarakat masih rendah,
norma-norma yang cenderung represif dimana apabila ada yang
melanggar maka akan dikenai sanksi sosial, dan masih adanya
kesatuan dan integrasi sosial (social integrity yang tinggi.
Semangat bergotong royong berupa sambatan, melibatkan warga
beramai-ramai membantu warga lainnya yang sedang punya gawe.
Mereka ikut memperbaiki, bahkan mendirikan rumah tan5a menghara5
imbalan a5a 5un. Budaya sambatan - dengan muatan sikap simpati
dan empati- itu merupakan bagian dari budaya adiluhung
masyarakat Jawa, dan terasa manfaatnya bagi masyarakat yang
kurang mempu.
Ini berbeda dengan solidaritas organik yang mencirikan
masyarakat yang lebih maju, dengan sistem kerja yang
terspesialisasi (division of labor, kerja didasarkan pada
kontrak dan upah, dan tingkat integrasinya lebih rendah. Dalam
hal ini, upaya kontrol individu menjadi lemah dan menuju ke
suatu keadaan yang berkurangnya norma-norma (normless yang
lebih tinggi dalam masyarakat (Kinloch: 2005: 90. Sehingga
kerja sosial seperti gotong royong bisa diganti dengan memberi
imbalan uang atau menyewa tenaga orang lain.
Di Masyarakat perdesaan seperti di Banyumas tradisi
sambatan adalah gambaran jelas tentang masyarakat paguyuban,
yang merupakan karakteristik kuat yang masih terikat oleh nilai-
nilai lokal dan semua orang yang ada harus terlibat. Di desa-
desa, setiap ada orang yang akan membangun rumah maka dia akan
mengundang para tetangga dan saudaranya untuk membantu. Para
bapak dan anak laki-laki yang sudah dewasa akan membantu secara
fisik sebagai wakil dari keluarganya. Sedangkan kaum ibu
biasanya membantu urusan dapur untuk mempersiapkan `nyamikan'
berupa nasi tumpeng dan kebutuhan lainnya.
Gotong royong pada umumnya dilandasi oleh kesadaran dan
kerelaan untuk mengorbankan sebagain tenaganya demi kepentingan
umum. Gotong royong untuk kepentingan umum digerakkan oleh rasa
solidaritas bahwa aktivitas yang dilakukan akan bermanfaat
bersama. Ada yang menarik bahwa secara inklusif kegiatan ini
dilakukan bukan tanpa pamrih. Gotong royong ( sambatan: penulis
yang dilakukan antar keluarga didasarkan azas timbal balik.
Siapa saja yang pernah menolong tentu akan menerima pertolongan
balik dari pihak yang ditolongnya. Pemberian atas 5restation
(benda, jasa dan sebagainya pada gilirannya akan menimbulkan
kewajiban pula bagi pihak lain yang menerimanya, untuk
membalasnya di kemudian hari (Priyono: 2008: 34, inilah yang
dinamakan sebagai 5rinci5le of reci5rocity.
Walaupun kegiatan gotong royong (seperti kerigan, sambatan,
kondangan, rewang dll adalah bersifat sosial, tapi ia mengikat
orang-orang yang ada di lingkungan setempat, dan pada
perkembangannya kemudian mengarah pada tindakan yang bersifat
saling membalas. Seseorang memberi apa dan dalam jumlah berapa,
maka ketika punya gawe (hajat, dia akan mendapat sepadan dengan
yang telah diberikannya.
Masyarakat Perdesaan Banyumas bukanlah orang-orang yang
tertinggal dan selalu tradisional. Betapapun tinggi satus
sosialnya (pendidikan, ekonomi dll, ketika seseorang masih
mengidentifikasi diri sebagai bagian dari masyarakat desa, maka
keterikatan dan solidaritas sosialnya lebih kuat dan harus
menjunjung tinggi bila dibanding ketika dia berinteraksi dengan
orang-orang di daerah perkotaan.
Bisa jadi karena seseorang memiliki banyak peran, misalnya
dia menjadi pengusaha sekaligus warga, maka ketika harus
mengikuti sambatan rumah tetangga dan dia banyak kegiatan,
solusi akhir biasanya mewakilkan pada orang lain atau memberi
sesuatu yang bentuknya bukan uang. Karena pemberian uang pada
saat sambatan dianggap tidak etis. Atau ketika seseorang tidak
bisa sama sekali mengikuti sambatan, biasanya dia akan minta
pamit pada sang empunya hajat (sambatan
Sambatan biasanya dilakukan pada awal pemasangan 5ondasi
rumah jawa itupun hanya satu hari, karena untuk penyelesaiannya
(finishing biasanya dilakukan oleh tukang. Jauh hari sebelum
acara sambatan dilaksanakan, yang 5unya gawe harus sudah
mempersiapkan seluruh bahan bangunan yang akan dipasang. Bila
para tetangga dan saudara saat sambatan tidak mendapat upah,
tapi sekedar nyamikan dan tum5eng (nasi dalam bakul besar dan
dikasih ampas kelapa yang gurih dan sekedar lauk pauk, maka
para tukang akan mendapat upah. Untuk rumah permanen dari batu
bata, sambatan dilakukan pada saat pemasangan kayu balok, usuk,
reng dan genteng.
Dengan adanya sambatan warga miskin akan sangat terbantu
dan ringan dalam hal biaya ketika membangun rumah, pelaksanakan
pernikahan dan hajatan lainnya. Cukup banyak tentunya warga
miskin yang harus menanggung utang banyak untuk mencukupi
kebutuhan membangun atau meperbaiki rumah dan menyelenggarakan
hajatan, bila tidak ada sambatan. (Hasil 5erbincangan 5enulis
dengan warga Desa Purwodadi Kec.Tambak dalam acara 5oma-5ami ,-
sejenis kegiatan arisan -, rutin tingkat RT
Sambatan ini masih banyak dilakukan oleh orang-orang desa
di Banyumas yang dilakukan secara turun temurun sampai sekarang.
Kegiatan ini telah berhasil membentuk hubungan solidaritas
sosial yang kuat dan mengikat bagi para anggotanya. Bahkan
tradisi sambatan sudah menjadi pranata sosial yang tidak boleh
dilanggar, karena bagi yang melanggarnya akan mendapat sanksi
sosial. Leopold Von Wiese dan Becker mendefinisikan pranata
sosial sebagai:' Suatu jaringan proses-proses hubungan antar
manusia dan antar kelompok manusia yang berfungsi untuk
memelihara hubungan-hubunguan tersebut serta pola-polanya,
sesuai dengan kepentingan-kepentingan manusia dan kelompok. (
Sony A. Nulhaqim tentang Pranata Sosial.
Sebagai perbandingan, dalam masyarakat perkotaan tradisi
sambatan tidak ada lagi, seperti halnya di pusat-pusat kota di
Banyumas. Bila ada orang kota punya gawe umah , maka semuanya
akan dikerjakan oleh para tukang dengan sistem u5ah harian
ataupun borongan. Mereka bekerja berdasarkan pada keahliannya
dan satu sama lain saling tergantung.
Menurut Tonnies, masyarakat perkotaan (urban society
mencerminkan sikap gesellschaftlich, bersifat 5atembayan dan
segala sesuatu diukur dengan uang. Yang ini berbeda dengan
masyarakat perdesaan (rural society yang gemeinschaftlich,
masyarakat 5aguyuban yang lebih mengedepankan solidaritas
mekanik. Dalam adat masyarakat Jawa yang mayoritas beragama
Islam, tradisi sambatan, kondangan dan rewang menemukan titik
temu dengan konsep taawun (saling tolong dan tergantung satu
sama lain.
Semoga tulisan singkat ini bermanfaat.
Tipologi Tonnies Tentang Model Hubungan Sosial:

0m0nschaft 0s0schaft
Faktor-faktornya

Kehidupan
Masyarakat
Hubungan
Norma
MotiI
Ikatan sosial
Komunal
Tradisional
Keluarga, dekat, instink
Kasih sayang ,
memahami
Saling menolong dan
menjaga
Darah, Tempat, Pikiran
Publik
Industri
Ekonomi, impersonal,
artiIisial
Nilai-nilai ekonomi,
buruh, konsumsi
Persaingan ekonomi
Pertukaran kontrak
ekonomi
(Kinloch: 2005: 97
kebudayaan !awa
aSlsLem 8ellgl dan kepercayaan
Agama lslam adalah agama mayorlLas masyarakaL !awa selaln kaLollk krlsLen Plndu dan 8udha serLa
allran kepercayaan
ualam masyarakaL !awa Lldak semua orang melakukan lbadahnya sesual crlLerla lslam ul pedesaan klLa
Lemukan adanya dua golongan lslam yalLu
-Colongan lslam SanLrl
-Colongan lslam ke[awen percaya kepada a[aran lslam LeLapl Lldak secara paLuh men[alankan rukun
lslam

8agl orang !awa upacara keagamaan berkalLan dengan selamaLan
18erkalLan dengan llngkaran hldup seperLl kelahlran poLong rambuL perLama Llngkeban (7 bulan
kehamllan) perkawlnan kemaLlan khlLan Ledhak slLl
28erkalLan dengan harl/bulan besar lslam
38erkalLan dengan kehldupan desa seperLl berslh desa masa Lanam
48erkalLan dengan kemaLlan seseorang surLanah/geblak Lelung dlno mlLung dlno maLang puluh
nyaLus mendhak seplsan dll

bSlsLem kekerabaLan
rlnslp kekerabaLan berdasarkan bllaLeral/parenLal yalLu menarlk garls keLurunan darl dua belah plhak
ayah dan lbu ada masyarakaL !awa perkawlnan yang dllarang adalah perkawlnan pan[er lanang yalLu
saudara sepupu ola meneLap seLelah perkawlnan bebas memlllh LempaL (uxorllokalwanlLa uLrolokal
prla neolokalbaru avunkulokalsaudara lbu lakllakl)

cSlsLem kesenlan
1Senl 8angunan rumah adaL !oglo yang Lerdlrl darl
-ualem yalLu ruang uLama LempaL Llnggal keluarga
-rlngglLan LempaL perLun[ukan wayang
-endopo LempaL menerlma Lamu dan upacara adaL
2Senl 1arl Larlan Lerkenal 8eog onorogo 1ayub Srlmpl Cambyong Wayang (Crang kullL beber)
dllrlngan gamelan dan peslnden
3Senl kera[lnan kaln baLlk Lulls(ekalongan SurakarLa ?ogyakarLa) uklran !epara

dSlsLem pollLlk
Secara admlnlsLraLlf suaLu desa dl !awa dlsebuL kelurahan yang dlplmpln
lurah/begel/peLlnggl/glondrong ualam pelaksanaan Lugas dlbanLu oleh pamong desa yang mempunyal
dua Lugas yalLu Lugas kese[ahLeraan danLugas kepollslan unLuk keamanan dan keLerLlban desa
-Carlk pembanLu umum dan penulls desa
-uluulu/[agaLlrLa mengaLur lrlgasl
-!agabaya men[aga keamanan desa
-kebayanpesuruh/kurlr darl lurah ke rakyaL
-Modln kese[ahLeraan rakyaL


* kemaLlan Mendhak

1radlsl Mendhak adalah salah saLu rlLual dalam adaL lsLladaL kemaLlan budaya !awa upacara Lradlslonal
Mendhak dllaksanakan secara lndlvldu aLau berkelompok unLuk memperlngaLl kemaLlan seseorang
eralaLan dan perlengkapan yang dlperlukan unLuk upacara Lradlslonal Mendhak adalah sebagal berlkuL
Lumpeng sega uduk slde dlshes kolak keLan dan apem kadangkadang sebelum aLau sesudah
upacara Mendhak dllaksanakan sanak keluarga dapaL mengun[ungl makam saudara mereka

upacara Lradlslonal lnl dllaksanakan Llga kall dalam serlbu harl seLelah harl kemaLlan perLama dlsebuL
Mendhak lsan upacara unLuk memperlngaLl saLu Lahun kemaLlan (363 harl) kedua dlsebuL Mendhak
lndho sebagal upacara perlngaLan dua Lahun kemaLlan keLlga dlsebuL sebagal Mendhak 1elu aLau
ungkasan aLau nyewu ulna yang dllaksanakan pada harl ke serlbu seLelah kemaLlan

MenuruL kepercayaan !awa seLelah saLu Lahun kemaLlan arwah darl saudara yang dlperlngaLl
kemaLlannya LersebuL Lelah memasukl dunla abadl unLuk selamanya MenuruL kepercayaan [uga unLuk
memasukl dunla abadl LersebuL arwah harus melalul [alan yang sangaL pan[ang oleh karena lLu penLlng
sekall dladakannya beberapa upacara unLuk menemanl per[alanan sang arwah

* kemaLlan surLanah

1radlsl kemaLlan dalam adaL !awa salah saLaunya adalah upacara SurLanah yang berLu[uan agar arwah
aLau roh orang maLl mendapaL LempaL yang layak dl slsl Sang Mau[ud Agung

erlengkapan upacara Colongan bangsawan Lumpeng asahan lengkap dengan lauk sayur adem (Lldak
pedas) pecel dengan sayaLan daglng ayam goreng/panggang sambal docang dengan kedelal yang
dlkupas [angan menlr krupuk rempeyek Lumpeng ukurukuran nasl gurlh nasl golong dan plsang
ra[a Colongan rakyaL blasa Lumpeng dengan lauknya nasl golong lngkung dan panggang ayam nasl
asahan Lumpeng pungkur Lumpeng langgeng plsang sa[en kembang seLaman klnang bako enak dan
uang bedah buml

upacara lnl dladakan seLelah mengubur [enazah yang dlhadlrl oleh keluarga LeLangga dekaL dan
pemuka agama

* upacara nyewu dlna

lnLl darl upacara lnl memohon pengampunan kepada 1uhan erlengkapan upacara Colongan
bangsawan Laklr penLang yang berlsl lauk nasl asahan keLan kolak apem bunga Lelon dlLempaLkan
dlsLoples dan dlberl alr memoLong kamblng dara/merpaLl bebek/lLlk dan pelepasan burung merpaLl
Colongan rakyaL blasa nasl ambengan nasl gurlh keLan kolak apem lngkung ayam nasl golong dan
bunga yang dlmasukan dalam lodong serLa kemenyan

upacara LersebuL dladakan seLelah maghrlb dan dllkuLl oleh keluarga ulama LeLangga dan relasl

* upacara 8robosan

Salah saLu upacara Lradlslonal dalam adaL lsLladaL kemaLlan [awa adalah upacara 8robosan upacara
8robosan lnl berLu[uan unLuk menun[ukkan penghormaLan darl sanak keluarga kepada orang Lua dan
leluhur mereka yang Lelah menlnggal dunla upacara 8robosan dlselenggarakan dl halaman rumah
orang yang menlnggal sebelum dlmakamkan dan dlplmpln oleh anggoLa keluarga yang pallng Lua

1radlsl 8robosan dllangsungkan secara beruruLan sebagal berlkuL 1) peLl maLl dlbawa keluar menu[u ke
halaman rumah dan dl[un[ung Llnggl ke aLas seLelah upacara doa kemaLlan selesal 2) anak lakllakl
LerLua anak perempuan cucu lakllakl dan cucu perempuan ber[alan beruruLan melewaLl peLl maLl
yang berada dl aLas mereka (mrobos) selama Llga kall dan searah [arum [am 3) uruLan selalu dlawall darl
anak lakllakl LerLua dan keluarga lnLl berada dl uruLan perLama anak yang leblh muda beserLa
keluarganya menglkuLl dl belakang

uACA8A AuA1 kLLAPl8An Suku !AWA

upacara Lradlslonal lnl menylmbolkan penghormaLan sanak keluarga yang maslh hldup kepada orang
Lua dan leluhur mereka

Salah saLu Lradlsl kelahlran dalam budaya !awa adalah Selapanan upacara Selapanan berLu[uan
memohon keselamaLan bagl sl bayl erlengkapan upacara yang dlbuLuhkan adalah sebagal berlkuL
Colongan bangsawan nasl Lumpeng gudangan nasl Lumpeng kecll yang u[ungnya dlLancapl Lusukan
bawang merah dan cabe merah bubur llma macam [a[an pasar nasl golong nasl gurlh sekul asrep
asrepan pecel ayam plsang kemenyan dan kembang seLaman dlberl alr
Colongan rakyaL blasa 1umpeng nasl gurlh dengan lauk nasl Lumpeng amongamong nasl golong
[enang abang puLlh lngkung dan panggang ayam

upacara Lerakhlr dalam rangkalan selamaLan kelahlran yang dllakukan pada harl ke 36 sesual dengan
weLon aLau harl pasaran kelahlran sl bayl Selapanan dladakan seLelah maghrlb dan dlhadlrl oleh sl bayl
ayah dukun ulama famlll dan keluarga LerdekaL

uACA8A L8nlkAPAn Suku !AWA

esLa pernlkah adaL !awa mempunya beraneka ragam Lradlsl emaes dukun penganLln perempuan dl
mana men[adl pemlmpln darl acara pernlkahan lLu sangaL penLlng ula mengurus dandanan dan
pakalan penganLln lakllakl dan penganLln perempuan yang benLuknya berbeda selama pesLa
pernlkahan 8lasanya dla [uga menyewakan pakalan penganLln perhlasan dan perlengkapan laln unLuk
pesLa pernlkahan

8anyak yang harus dlperslapkan unLuk seLlap upacara pesLa pernlkahan anlLla kecll Lerdlrl darl Leman
dekaL keluarga darl kedua mempelal 8esarnya panlLla lLu LerganLung darl laLar belakang dan berapa
banyaknya Lamu yang dl undang (300 300 1000 aLau leblh) Sesungguhnya upacara pernlkahan lLu
merupakan perLun[ukan besar

anlLla mengurus seluruh perslapan perkawlnan proLokol makanan dan mlnuman muslk gamelan dan
Larlan dekorasl darl ruangan resepsl pembawa acara wall unLuk l[ab pldaLo pembuka LransporLasl
komunlkasl dan keamanan erslapan yang pallng penLlng adalah l[ab (caLaLan agama dan caLaLan slpll)
dlmana LercaLaL sebagal pasangan suaml lsLrl

8lasanya seharl sebelum pesLa pernlkahan plnLu gerbang darl rumah orangLua wanlLa dlhlas dengan
1arub (dekorasl Lumbuhan) Lerdlrl darl berbeda 1uwuhan (Lanaman dan daun)

* uua pohon plsang dengan seLandan plsang masak berarLl Suaml akan men[adl pemlmpln yang balk dl
keluarga ohon plsang sangaL mudah Lumbuh dlmana sa[a asangan penganLln akan hldup balk dan
bahagla dlmana sa[a
* Sepasang 1ebu Wulung berarLl Seluruh keluarga daLang bersama unLuk banLuan nlkah
* Cengklr Cadlng berarLl asangan penganLln clnLa saLu sama laln dan akan merawaL keluarga mereka
* 8enLuk daun seperLl berlngln mo[okoro alangalang dadap srep berarLl asangan penganLln akan
hldup aman dan mellndungl keluarga

bekleLepe dl aLas plnLu gerbang berarLl men[auhkan darl gangguan roh [ahaL dan menun[ukan dl rumah
mana pesLa lLu dladakan

kembar Mayang adalah karangan darl bermacam daun (sebaglan besar daun kelapa dl dalam baLang
pohon plsang) lLu dekorasl sanggaL lndah dan menpunya arLl yang luas

* lLu menpunyal benLuk seperLl gunung Cunung lLu Llnggl dan besar berarLl lakllakl harus punya
banyak pengeLahuan pengalaman dan kesabaran
* kerls Meluklskan bahwa pasangan penganLln berhaLlhaLl dalam kehldupan plnLar dan bl[aksana
* CemeLl asangan penganLln akan selalu hldup opLlmls dengan hasraL unLuk kehldupan yang balk
* ayung asangan penganLln harus mellndungl keluarganya
* 8elalang asangan penganLln akan glaL cepaL berplklr dalam mengambll kepuLusan unLuk
keluarganya
* 8urung asangan penganLln mempunyal moLlvasl hldup yang Llnggl
* uaun 8erlngln asangan penganLln akan selalu mellndungl keluarganya dan masyarakaL seklLarnya
* uaun kruLon uaun yang mellndungl mereka darl gangguan seLan
* uaun uadap srep uaun yang dapaL dlgunakan mengompres unLuk menurunkan demam berarLl
pasangan penganLln akan selalu mempunyal plklran yang [ernlh dan Lenang dalam mengadapl masalah
* uaun ullngo 8engle !amu unLuk lnfeksl dan penyaklL lalnnya lLu dlgunakan unLuk mellndungl
gangguan seLan
* 8unga aLra Manggala lLu dlgunakan unLuk memperlndah karangan

Sebelum memasang 1arub dan 8ekleLepe harus membuaL sepeslal Sa[en

1radlslonll Sa[en (persembahan) dalam pesLa adaL !awa lLu sangaL penLlng lLu adalah slmbol yang
sangaL berarLl dl mana 1uhan enclpLa melldungl kaml Sa[en berarLl unLuk mendoakan leluhur dan
unLuk mellndungl darl gangguan roh [ahaL Sa[en dlleLakan dl semua LempaL dl mana pesLa lLu dladakan
dlanLaranya dl kamar mandl dl dapur dl bawah plnLu gerbang dl bawah dekorasl 1arub dl [alan dekaL
rumah dan lalnlaln

Slraman sa[en Lerdlrl darl

* 1umpeng 8obyong nasl kunlng dengan hlasan
* 1umpeng Cundul nasl kunlng Lanpa hlasan
* Makanan ayam daglng Lahu Lelur
* 1u[uh macam bubur
* lsang ra[a dan buah lalnnya
* kelapa muda
* kue manls lemper cendol
* 1eh dan kopl pahlL
* 8okok dan kreLek
* LanLera
* 8unga 1elon (kenanga melaLl magnolla) dengan alr Sucl

Slraman Makna darl pesLa Slraman adalah unLuk memberslhkan [lwa dan raga esLa Slraman lnl
blasanya dladakan dl slang harl seharl sebelum l[ab dan angglh Slraman dl adakan dl rumah orangLua
penganLln maslngmaslng Slraman blasanya dllakukan dl kamar mandl aLau dl Laman Sekarang leblh
banyak dladakan dl Laman uafLar nama darl orang yang melakukan Slraman lLu sangaL penLlng 1ldak
hanya orangLua LeLapl [uga keluarga dekaL dan orang yang dlLuakan Mereka menyeleksl orang yang
bermoral balk !umlah orang yang melakukan Slraman lLu blasanya Lu[uh orang 8ahasa !awa Lu[uh lLu
l1u mereka memberl nama l1uLunCAn (berarLl menolong)

Apa sa[a yang harus dlperslapkan

* 8askom unLuk alr blasanya LerbuaL darl Lembaga aLau perunggu Alr darl sumur aLau maLa alr
* 8unga SeLaman mawar melaLl magnolla dan kenanga dl campur dengan alr
* Aroma llma warna berfungsl seperLl sabun
* 1radlslonll shampoo dan condlLloner (abu darl merang sanLan alr asam !awa)
* gayung darl 2 kelapa leLakkan bersama
* kursl kecll dlLuLup dengan
* 1lkar kaln puLlh beberapa macam daun dllngo bengle (Lanaman unLuk obaLobaLan) bango Lulak
(kaln dengan 4 macam moLlf) lurlk (moLlf garls dengan poLongan ?uyu Sekandang dan ula WaLu)
* Memakal kaln puLlh selama Slraman
* kaln baLlk darl Crompol dan poLongan nagasarl
* Panduk
* kendl

keluarga darl penganLln wanlLa menglrlm uLusan unLuk membawa alrbunga ke keluarga darl penganLln
lakllakl lLu 8anyu Sucl erwlLosarl berarLl alr sucl dan slmbol darl lnLlsarl kehldupan Alr lnl dlleLakan dl
rumah penganLln lakllakl

elaksanaan darl Sl8AMAn

enganLln perempuan/lakllakl daLang darl kamarnya dan bergabung dengan orangLuanya ula dlanLar
ke LempaL Slraman 8eberapa orang [alan dl belakangnya dan membawa bakl dengan kaln baLlk handuk
dan lalnlaln uan lnl akan dlgunakan seLelah Slraman ula mendudukkan dl kursl dan berdoa Crang
perLama yang menylramkan alr ke penganLln adalah ayah lbu boleh menylramkan seLalah ayah SeLelah
mereka orang laln boleh melakukan Slraman Crang Lerakhlr yang melakukan Slraman adalah emaes
aLau orang sepeslal yang Lelah dlLun[uk enganLln perempuan/lakllakl duduk dengan kedua Langan dl
aLas dada dengan poslsl berdoa Mereka menylramkan alr ke Langannya dan memberslhkan muluLnya
Llga kall kemudlan mereka menylramkan alr ke aLas kepala wa[ah Lellnga leher Langan dan kakl [uga
sebanyak Llga kall emaes menggunakan Lradlslonll shampoo dan condlLloner SeLelah kendl lLu kosong
emaes aLau orang yang dlLun[uk memecahkan kendl ke lanLal dan berkaLa 'Wls ecah amore'
berarLl dla lLu Lampan (men[adl canLlk dan slap unLuk menlkah)

upacara nCL8lk

SeLelah Slraman penganLln duduk dl kamar penganLln emaes mengerlngkan rambuLnya dengan
handuk dan menberl pewangl (raLus) dl seluruh rambuLnya ula menglkaL rambuL ke belakang dan
mengeraskannya (gelung) SeLelah lLu emaes memberslhkan wa[ahnya dan lehernya dla slap unLuk dl
dandanl emaes sangaL behaLlhaLl dalam merlas penganLln uandanan lLu LerganLun darl benLuk
perkawlnan Akhlrnya penganLln wanlLa memakal kebaya dan kaln baLlk dengan moLlf SldomukLl aLau
Sldoaslh lLu adalah slmbol darl kemakmuran hldup

upacara Mldodarenl elaksanaan pesLa lnl mengambll LempaL sama dengan l[ab dan angglh
Mldodarenl lLu berasal darl kaLa Wldodarl yang berarLl uewl ada malam harl calon penganLln wanlLa
akan men[adl canLlk sama seperLl uewl MenuruL kepercayaan kuno uewl akan daLang darl kayangan

enganLln wanlLa harus Llnggal dl kamar darl [am enam sore sampal Lengah malam dl Lemanl dengan
beberapa wanlLa yang dlLuakan 8lasanya mereka akan memberl saran dan naslhaL keluarga dan Leman
dekaL darl penganLln wanlLa akan daLang berkun[ung semuanya harus wanlLa

CrangLua darl penganLln wanlLa akan menyuapkan makanan unLuk yang Lerakhlr kallnya Mulal darl
besok suamlnya yang akan berLanggung [awab

Apa sa[a yang harus dlleLakan dl kamar penganLln?

* SaLu seL kembar Mayang
* uua kendl (dllsl dengan bumbu [amu beras kacang dan lalnlaln) dl laplsl dengan kaln 8ango 1ulak
* uua kendl (dllsl dengan alr sucl) dl laplsl dengan daun dadap srep
* ukub (bakl dengan bermacam pewangl darl daun dan bunga) dlleLakan dl bawah LempaL Lldur
* Suruh Ayu (daun beLel)
* kacang Areca
* 1u[uh macam kaln dengan corak leLrek

ul Lengah malam semua sa[en dl ambll darl kamar keluarga dan Lamu dapaL makan bersama ul kamar
laln keluarga dan Leman dekaL darl penganLln wanlLa berLemu dengan keluarga darl penganLln lakllakl

Sambatan s0baga Budaya otong Royong
Dalam sistem sosial nya, masyarakat Samin mempunyai tradisi unik berkaitan dengan kehidupan
agraris yang mereka jalankan. Tradisi itu adalah Sambatan. Sambatan merupakan budaya gotong
royong dalam proses produksi pertanian yang dilakukan masyarakat Samin. Inti dari budaya
Sambatan ialah aktivitas saling membantu dalam suplai tenaga kerja yang dilakukan oleh
beberapa rumah tangga Wong Sikep dengan berlandaskan prinsip timbal balik. Dalam kajian
Antropologi Ekonomi hal ini lebih dikenal dengan istilah prinsip Resiprositas.
Prinsip resiprositas tersebut menggantikan pola pengupahan dalam bentuk uang atau barang yang
biasa dijumpai dalam hubungan produksi aktivitas ekonomi konvensional. Bila suatu rumah
tangga membutuhkan tenaga kerja, maka keluarga yang bersangkutan memohon bantuan dari
rumah tangga lainnya. Sebagai imbalannya, keluarga yang telah dibantu pun akan mengerahkan
tenaga kerja ketika rumah tangga yang dahulu menolongnya membutuhkan bantuan dalam
aktivitas ekonominya. Namun tradisi Sambatan tidak hanya ada pada kegiatan ekonomi atau
pertanian saja, tetapi juga berlaku ketika ada suatu keluarga yang sedang mengadakan hajatan
atau membangun rumah.
Khusus ketika masuk masa panen, barulah imbalan barang yang berupa sebagian bahan pangan
hasil panen diberikan oleh suatu keluarga kepada keluarga lain yang telah membantunya di masa
lampau. Karena hampir seluruh keluarga dalam masyarakat Samin melakukan Sambatan, maka
yang terjadi adalah saling membagi hasil panen antar rumah tangga sebagai upah` atas
kontribusi masing-masing di masa lampau. Imbalan berupa hasil panen ini disebut Bawon.
Bawon juga diberikan pada rumah tangga yang mengalami gagal panen namun tetap terlibat
dalam Sambatan di masa lalu.
Tradisi Sambatan tetap bertahan di masa kini meskipun pasca masuknya arus modernisasi dan
mekanisasi pertanian sebagai dampak dari Revolusi Hijau pada masa Orde Baru, masyarakat
Samin yang semula hanya melakukan pola produksi subsisten kini mulai mengenal pertanian
komersil. Namun hal tersebut tidak banyak merubah budaya sambatan dalam masyarakat Samin,
yang tetap teguh memegang ideologi warisan leluhur ditengah gempuran kebudayaan asing.


Budaya "SAMBATAN"
Hari ini saya lagi membaca sebuah berita media elektronik salah satu harian terkemuka di Jawa
dan mencari artikel-artikel yang tentunya menarik untuk saya baca, dan kemudian saya
menemukan sebuah artikel yang ditulis oleh JS mengenai "Hilangnya Tradisi Sambatan" Kalo
ingin baca artikel aslinya disini

Kira-kira 20 tahun yang lalu ketika saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, hampir tiap
bulan saya menyaksikan orang-orang di Kampung Saya silih bergantian Sambatan, baik itu acara
kawinan, bongkar rumah, membuat rumah baru dll yang dilakukan dengan penuh suka cita,
Kangen rasanya melihat seperti itu walaupun kata orang tua saya tradisi seperti masih ada namun
tak seramai dulu.

Kata "SAMBATAN" mungkin tidak asing bagi kalangan orang jawa, sedikit menilik dari asal
kata, Sambatan berasal dari kata "SAMBAT" yang artinya mengeluh. meskipun identik dengan
kesusahan, ataupun kesulitan, Sambatan juga dipakai untuk acara menyambut kebahagiaan
keluarga seperti pesta nikah, khitan anak maupun lainnya. Mekanisme undangan Sambatanpun
tak perlu repot-repot dengan rapat besar, cukup dari mulut ke mulut, tuan rumah hanya meminta
tolong pada seseorang dan orang tersebutlah yang menyebarkan berita tersebut.

Saat ini esensi Sambatan yang merupakan tradisi tolong menolong sesama manusia sudah mulai
luntur, dimulai dari rasa "ewuh pakewuh", maksudnya sambatan sebagai pamrih jika ia hendak
ada kegiatan nantinya dan jika dia tidak datang maka masyarakat akan mengucilkan. hal tersebut
bukanlah sebenarnya esensi dari sambatan yang lebih ke arah tolong menolong. Selain itu
memudarnya tradisi sambatan tidak terlepas dari kemajuan zaman mengingat saat ini orang
sudah tidak ada waktu lagi untuk sambatan dan orang lebih mempercayakan kepda orang-orang
yang proIesional dan ahli.

Namun demikian, mari kita mulai dari kita untuk tetap mengedepankan esensi dari sambatan itu
sendiri yakni tolong menolong antar sesama tanpa pamrih walaupun sekarang banyak yang telah
meninggalkannya dan hal tersebut dianggap lumrah.


Budaya dan adat stadat
Kebudayaan dan adat istiadat Suku Jawa di Jawa Timur bagian barat menerima banyak pengaruh
dari Jawa Tengahan, sehingga kawasan ini dikenal sebagai Mataraman menunjukkan bahwa
kawasan tersebut dulunya merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Mataram. Daerah tersebut
meliputi eks-Karesidenan Madiun (Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo, Pacitan), eks-
Karesidenan Kediri (Kediri, Tulungagung, Blitar, Trenggalek) dan sebagian Bojonegoro. Seperti
halnya di Jawa Tengah, wayang kulit dan ketoprak cukup populer di kawasan ini.
Kawasan pesisir barat Jawa Timur banyak dipengaruhi oleh kebudayaan Islam. Kawasan ini
mencakup wilayah Tuban, Lamongan, dan Gresik. Dahulu pesisir utara Jawa Timur merupakan
daerah masuknya dan pusat perkembangan agama Islam. Lima dari sembilan anggota walisongo
dimakamkan di kawasan ini.
Di kawasan eks-Karesidenan Surabaya (termasuk Sidoarjo, Mojokerto, dan Jombang) dan
Malang, memiliki sedikit pengaruh budaya Mataraman, mengingat kawasan ini cukup jauh dari
pusat kebudayaan Jawa: Surakarta dan Yogyakarta.
Adat istiadat di kawasan Tapal Kuda banyak dipengaruhi oleh budaya Madura, mengingat
besarnya populasi Suku Madura di kawasan ini. Adat istiadat masyarakat Osing merupakan
perpaduan budaya Jawa, Madura, dan Bali. Sementara adat istiadat Suku Tengger banyak
dipengaruhi oleh budaya Hindu.
Masyarakat desa di Jawa Timur, seperti halnya di Jawa Tengah, memiliki ikatan yang
berdasarkan persahabatan dan teritorial. Berbagai upacara adat yang diselenggarakan antara lain:
tingkepan (upacara usia kehamilan tujuh bulan bagi anak pertama), babaran (upacara menjelang
lahirnya bayi), sepasaran (upacara setelah bayi berusia lima hari), pitonan (upacara setelah bayi
berusia tujuh bulan), sunatan, pacangan.

Penduduk Jawa Timur umumnya menganut perkawinan monogami. Sebelum dilakukan lamaran,
pihak laki-laki melakukan acara nakoake (menanyakan apakah si gadis sudah memiliki calon
suami), setelah itu dilakukan peningsetan (lamaran). Upacara perkawinan didahului dengan acara
temu atau kepanggih. Masyarakat di pesisir barat: Tuban, Lamongan, Gresik, bahkan Bojonegoro
memiliki kebiasaan lumrah keluarga wanita melamar pria, berbeda dengan lazimnya kebiasaan
daerah lain di Indonesia, dimana pihak pria melamar wanita. Dan umumnya pria selanjutnya
akan masuk ke dalam keluarga wanita.
Untuk mendoakan orang yang telah meninggal, biasanya pihak keluarga melakukan kirim donga
pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun, dan 3 tahun setelah kematian.


ADAT ISTIADAT )AWA {Manusia )awa Se|ak Dalam Kandungan Sampai Wafat]
ahr Dan M0nd0asakan Anak
Mupu, artinya memungut anak, yang secara magis diharapkan dapat menyebabkan hamilnya si
Ibu yang memungut anak, jika setelah sekian waktu dirasa belum mempunyai anak juga atau
akhirnya tidak mempunyai anak. Orang Jawa cenderung memungut anak dari sentono (masih ada
hubungan keluarga), agar diketahui keturunan dari siapa dan dapat diprediksi perangainya kelak
yang tidak banyak menyimpang dari orang tuanya.
Syarat sebelum mengambil keputusan mupu anak, diusahakan agar mencari pisang raja sesisir
yang buahnya hanya satu, sebab menurut gugon tuhon (takhayul yang berlaku) jika pisang ini
dimakan akan nuwuhaken (menyebabkan) jadinya anak pada wanita yang memakannya.
Anhinga, bisa dimungkinkan hamil, dan tidak harus memungut anak.
Pada saat si Ibu hamil, jika mukanya tidak kelihatan bersih dan secantik biasanya, disimpulkan
bahwa anaknya adalah laki-laki, dan demikian sebaliknya jika anaknya perempuan.
Sedangkan di saat kehamilan berusia 7 (tujuh) bulan, diadakan hajatan nujuhbulan atau mitoni.
Disiapkanlah sebuah kelapa gading yang digambari wayang dewa Kamajaya dan dewi
Kamaratih(supaya si bayi seperti Kamajaya jika laki-laki dan seperti Kamaratih jika perempuan),
kluban/gudangan/uraban (taoge, kacang panjang, bayem, wortel, kelapa parut yang dibumbui,
dan lauk tambahan lainnya untuk makan nasi),dan rujak buah.
Disaat para Ibu makan rujak, jika pedas maka dipastikan bayinya nanti laki-laki. Sedangkan saat
di cek perut si Ibu ternyata si bayi senang nendang-nendang, maka itu tanda bayi laki-laki.
Lalu para Ibu mulai memandikan yang mitoni disebut tingkeban, didahului Ibu tertua, dengan air
kembang setaman (air yang ditaburi mawar, melati, kenanga dan kantil), dimana yang mitoni
berganti kain sampai 7 (tujuh) kali. Setelah selesai baru makan nasi urab, yang jika terasa pedas
maka si bayi diperkirakan laki-laki.
Kepercayaan orang Jawa bahwa anak pertama sebaiknya laki-laki, agar bisa mendem jero lan
mikul duwur (menjunjung derajat orang tuanya jika ia memiliki kedudukan baik di dalam
masyarakat). Dan untuk memperkuat keinginan itu, biasanya si calon Bapak selalu berdo`a
memohon kepada Tuhan.
Slametan pertama berhubung lahirnya bayi dinamakan brokohan, yang terdiri dari nasi tumpeng
dikitari uraban berbumbu pedas tanda si bayi laki-laki) dan ikan asin goreng tepung, jajanan
pasar berupa ubi rebus, singkong, jagung, kacang dan lain-lain, bubur merah-putih, sayur lodeh
kluwih/timbul agar linuwih (kalau sudah besar terpandang). Ketika bayi berusia 5 (lima) hari
dilakukan slametan sepasaran, dengan jenis makanan sama dengan brokohan. Bedanya dalam
sepasaran rambut si bayi di potong sedikit dengan gunting dan bayi diberi nama, misalnya
bernama Kent Risky Yuwono.
Saat diteliti di almanak Jawa tentang wukunya, ternyata Kent Risky Yuwono berwuku tolu,
yakni wuku ke-5 dari rangkaian wuku yang berjumlah 30 (tiga puluh). Menurut wuku tolu maka
Kent Risky Yuwono berdewa Batara Bayu, ramah-tamah walau bisa berkeras hati, berpandangan
luas, cekatan dalam menjalankan tugas serta ahli di bidang pekerjaannya, kuat bergadang hingga
pagi, pemberani, banyak rejekinya, dermawan, terkadang suka pujian dan sanjungan yang
berhubungan dengan kekayaannya.
Slametan selapanan yaitu saat bayi berusia 35 (tiga puluh lima) hari, yang pada pokoknya sama
dengan acara sepasaran. Hanya saja disini rambut bayi dipotong habis, maksudnya agar rambut
tumbuh lebat. Setelah ini, setiap 35 (tiga puluh lima) hari berikutnya diadakan acara peringatan
yang sama saja dengan acara selapanan sebelumnya, termasuk nasi tumpeng dengan irisan telur
ayam rebus dan bubur merah-putih.
Peringatan tedak-siten/tujuhlapanan atau 245 (dua ratus empat puluh lima) hari sedikit istimewa,
karena untuk pertama kali kaki si bayi diinjakkan ke atas tanah. Untuk itu diperlukan kurungan
ayam yang dihiasi sesuai selera. Jika bayinya laki-laki, maka di dalam kurungan juga diberi
mainan anak-anak dan alat tulis menulis serta lain-lainnya (jika si bayi ambil pensil maka ia akan
menjadi pengarang, jika ambil buku berarti suka membaca, jika ambil kalung emas maka ia akan
kaya raya, dan sebagainya) dan tangga dari batang pohon tebu untuk dinaiki si bayi tapi dengan
pertolongan orang tuanya. Kemudian setelah itu si Ibu melakukan sawuran duwit (menebar uang
receh) yang diperebutkan para tamu dan anak-anak yang hadir agar memperoleh berkah dari
upacara tedak siten.
Setelah si anak berusia menjelang sewindu atau 8 (delapan) tahun, belum juga mempunyai adik,
maka perlu dilakukan upacara mengadakan wayang kulit yang biasa acara semacam ini
dinamakan ngruwat agar bebas dari marabahaya Biasanya tentang cerita Kresno Gugah yang
dilanjutkan dengan cerita Murwakala.
Saat menjelang remaja, tiba waktunya ditetaki/khitan/sunat. Setibanya di tempat sunat (dokter
atau dukun/bong), sang Ibu menggendong si anak ke dalam ruangan seraya mengucapkan
kalimat: laramu tak sandang kabeh (sakitmu saya tanggung semua).
Orang Jawa kuno sejak dulu terbiasa menghitung dan memperingati usianya dalam satuan
windu, yaitu setiap 8 (delapan) tahun. Peristiwa ini dinamakan windon, dimana untuk windu
pertama atau sewindu, diperingati dengan mengadakan slametan bubur merah-putih dan nasi
tumpeng yang diberi 8 (delapan) telur ayam rebus sebagai lambang usia. Tapi peringatan harus
dilakukan sehari atau 2 (dua) hari setelah hari kelahiran, yang diyakini agar usia lebih panjang.
Kemudian saat peringatan 2 (dua) windu, si anak sudah dianggap remaja/perjaka atau jaka,
suaranya ngagor-agori (memberat). Saat berusia 32 (tiga puluh dua ) tahun yang biasanya sudah
kawin dan mempunyai anak, hari lahirnya dirayakan karena ia sudah hidup selama 4 (empat)
windu, maka acaranya dinamakan tumbuk alit (ulang tahun kecil). Sedangkan ulang tahun yang
ke 62 (enam puluh dua) tahun disebut tumbuk ageng.
aat dewasa, banyak congkok atau kasarnya disebut calo calon isteri, yang membawa cerita dan
Ioto gadis. Tapi si anak dan orang tuanya mempunyai banyak pertimbangan yang antara lain:
jangan mbokongi (menulang-punggungi sebab keluarga si gadis lebih kaya) walau ayu dan luwes
karena perlu mikir praja (gengsi), jangan kawin dengan sanak-Iamili walau untuk nggatuake
balung apisah (menghubungkan kembali tulang-tulang terpisah/mempererat persaudaraan) dan
bergaya priyayi karena seandainya cerai bisa terjadi pula perpecahan keluarga, kalaupun seorang
ndoro (bangsawan) tapi jangan terlalu tinggi jenjang kebangsawanannya atau setara dengan si
anak serta sederhana dan menarik hati. Lagi pula si laki-laki sebaiknya harus gandrung kapirangu
(tergila-gila/cinta).
M0amar
Bapak dari anak laki-laki membuat surat lamaran, yang jika disetujui maka biasanya keluarga
perempuan membalas surat sekaligus mengundang kedatangan keluarga laki-laki guna
mematangkan pembicaraan mengenai lamaran dan jika perlu sekaligus merancang segala sesuatu
tentang perkawinan.
Setelah ditentukan hari kedatangan, keluarga laki-laki berkunjung ke keluarga perempuan
dengan sekedar membawa peningset, tanda pengikat guna meresmikan adanya lamaran
dimaksud. Sedangkan peningsetnya yaitu 6 (enam) kain batik halus bermotiI lereng yang mana
tiga buah berlatar hitam dan tiga buah sisanya berlatar putih, 6 (enam) potong bahan kebaya
zijdelinnen dan voal berwarna dasar aneka, serta 6 (enam) selendang pelangi berbagai warna dan
2 (dua) cincin emas berinisial huruI depan panggilan calon pengantin berukuran jari pelamar dan
yang dilamar (kelak dipakai pada hari perkawinan). Peningset diletakkan di atas nampan dengan
barang-barang tersebut dalam kondisi tertutup.
Orang yang pertama kali mengawinkan anak perempuannya dinamakan mantu sapisanan atau
mbuka kawah, sedang mantu anak bungsu dinamakan mantu regil atau tumplak punjen.
P0rkanan
rang Jawa khususnya Solo, yang repot dalam perkawinan adalah pada pihak wanitanya,
sedangkan pihak laki-laki biasanya cukup memberikan sejumlah uang guna membantu
pengeluaran yang dikeluarkan pihak perempuan, di luar terkadang ada pemberian sejumlah
perhiasan, perabot rumah maupun rumahnya sendiri. Selain itu saat acara ngunduh (acara setelah
perkawinan dimana yang membuat acara pihak laki-laki untuk memboyong isteri ke rumahnya),
biaya dan pelaksana adalah pihak laki-laki, walau biasanya sederhana.
Dalam perkawinan harus dicari hari 'baik, maka perlu dimintakan pertimbangan dari ahli
hitungan hari 'baik berdasarkan patokan Primbon Jawa. Setelah diketemukan hari baiknya,
maka sebulan sebelum akad nikah, secara Iisik calon pengantin perempuan disiapkan untuk
menjalani hidup perkawinan, dengan diurut dan diberi jamu oleh ahlinya. Ini dikenal dengan
istilah diulik, yaitu mulai dengan pengurutan perut untuk menempatkan rahim dalam posisi tepat
agar dalam persetubuhan pertama dapat diperoleh keturunan, sampai dengan minum jamu Jawa
yang akan membikin tubuh ideal dan singset.
Selanjutnya dilakukan upacara pasang tarub (erat hubungannya dengan takhayul) dan biasanya di
rumah sendiri (kebiasaan di gedung baru mulai tahun 50-an), dari bahan bambu serta gedek/bilik
dan atap rumbia yang di masa sekarang diganti tiang kayu atau besi dan kain terpal. Dahulu
pasang tarub dikerjakan secara gotong-royong, tidak seperti sekarang. Dan lagi pula karena
perkawinan ada di gedung, maka pasang tarub hanya sebagai simbolis berupa anyaman daun
kelapa yang disisipkan dibawah genting. Dalam upacara pasang tarub yang terpenting adalah
sesaji. Sebelum pasang tarub harus diadakan kenduri untuk sejumlah orang yang ganjil
hitungannya (3 9 orang). Do`a oleh Pak Kaum dimaksudkan agar hajat di rumah ini selamat,
yang bersamaan dengan ini ditaburkan pula kembang setaman, bunga rampai di empat penjuru
halaman rumah, kamar mandi, dapur dan pendaringan (tempat menyimpan beras), serta di
perempatan dan jembatan paling dekat dengan rumah. Diletakkan pula sesaji satu ekor ayam
panggang di atas genting rumah. Bersamaan itu pula rumah dihiasi janur, di depan pintu masuk
di pasang batang-batang tebu, daun alang-alang dan opo-opo, daun beringin dan lain-lainnya,
yang bermakna agar tidak terjadi masalah sewaktu acara berlangsung. Di kiri kanan pintu
digantungkan buah kelapa dan disandarkan pohon pisang raja lengkap dengan tandannya,
perlambang status raja.
Siraman (pemandian) dilakukan sehari sebelum akad nikah, dilakukan oleh Ibu-ibu yang sudah
berumur serta sudah mantu dan atau lebih bagus lagi jika sudah sukses dalam hidup, disiramkan
dari atas kepala si calon pengantin dengan air bunga seraya ucapan 'semoga selamat di dalam
hidupnya. Seusai upacara siraman, makan bersama berupa nasi dengan sayur tumpang (rebusan
sayur taoge serta irisan kol dan kacang panjang yang disiram bumbu terbuat dari tempe dan
tempe busuk yang dihancurkan hingga jadi saus serta diberi santan, salam, laos serta daun jeruk
purut yang dicampuri irisan pete dan krupuk kulit), dengan pelengkap sosis dan krupuk udang.
Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yang terkadang saat ini dijadikan satu dengan
upacara temu. Pada malam midodareni sanak saudara dan para tetangga dekat datang sambil
bercakap-cakap dan main kartu sampai hampir tengah malam, dengan sajian nasi liwet (nasi
gurih karena campuran santan, opor ayam, sambel goreng, lalab timun dan kerupuk).
Upacara akad nikah, harus sesuai sangat (waktu/saat yang baik yang telah dihitung berdasarkan
Primbon Jawa) dan Ibu-Ibu kedua calon pengantin tidak memakai subang/giwang (untuk
memperlihatkan keprihatinan mereka sehubungan dengan peristiwa ngentasake/mengawinkan
anak, yang sekarang jarang diindahkan yang mungkin karena malu). Biasanya acara di pagi hari,
sehingga harus disediakan kopi susu dan sepotong kue serta nasi lodopindang (nasi lodeh dengan
potongan kol, wortel, buncis, seledri dan kapri bercampur brongkos berupa bumbu rawon tapi
pakai santan) yang dilengkapi krupuk kulit dan sosis. Disaat sedang sarapan, Penghulu beserta
staInya datang, ikut sarapan dan setelah selesai langsung dilakukan upacara akad nikah.
Walau akad nikah adalah sah secara hukum, tetapi dalam kenyataannya masih banyak perhatian
orang terpusat pada upacara temu, yang terkadang menganggap sebagai bagian terpenting dari
perayaan perkawinan. Padahal sebetulnya peristiwa terpenting bagi calon pengantin adalah saat
pemasangan cincin kawin, yang setelah itu Penghulu menyatakan bahwa mereka sah sebagai
suami-isteri. Temu adalah upacara adat dan bisa berbeda walau tak seberapa besar untuk setiap
daerah tertentu, misalnya gaya Solo dan gaya Yogya.
Misalnya dalam gaya Solo, di hari 'Hnya, di sore hari. Tamu yang datang paling awal biasanya
sanak-saudara dekat, agar jika tuan rumah kerepotan bisa dibantu. Lalu tamu-tamu lainnya, yang
putri langsung duduk bersila di krobongan, dengan lantai permadani dan tumpukan bantal-bantal
(biasanya bagi keluarga mampu), sedang yang laki-laki duduk di kursi yang tersusun berjajar di
Pendopo (sekarang ini laki-laki dan perempuan bercampur di Pendopo semuanya). Para penabuh
gamelan tanpa berhenti memainkan gending Kebogiro, yang sekitar 15 (lima belas) menit
menjelang kedatangan pengantin laki-laki dimainkan gending Monggang. Tapi saat pengantin
beserta pengiring sudah memasuki halaman rumah/gedung, gending berhenti, dan para tamu
biasanya tahu bahwa pengantin datang. Lalu tiba di pendopo, ia disambut dan
dituntun/digandeng dan diiringi para orang-tua masih sejawat orang tuanya yang terpilih
Sementara itu, pengantin perempuan yang sebelumnya sudah dirias dukun nganten (rambut
digelung dengan gelungan pasangan, dahi dan alis di kerik rambutnya, dsb.nya) untuk akad
nikah, dirias selengkapnya lagi di dalam kamar rias. Lalu setelah siap, ia dituntun/digandeng ke
pendopo oleh dua orang Ibu yang sudah punya anak dan pernah mantu, ditemukan dengan
pengantin laki-laki (waktu diatur yaitu saat pengantin pria tiba di rumah/gedung, pengantin
perempuan pun juga sudah siap keluar dari kamar rias), dengan iringan gending Kodokngorek.
Sedangkan pengantin laki-laki dituntun ke arah krobongan.
Ketika mereka sudah berjarak sekitar 2 (dua) meter, mereka saling melempar dengan daun sirih
yang dilipat dan diikat dengan benang, yang siapa saja melempar lebih kena ke tubuh diartikan
bahwa dalam hidup perkawinannya akan menang selalu. Lalu yang laki-laki mendekati si wanita
yang berdiri di sisi sebuah baskom isi air bercampur bunga. Di depan baskom di lantai terletak
telur ayam, yang harus diinjak si laki-laki sampai pecah, dan setelah itu kakinya dibasuh dengan
air bunga oleh si wanita sambil berjongkok. Kemudian mereka berjajar, segera Ibu si wanita
menyelimutkan slindur/selendang yang dibawanya ke pundak kedua pengantin sambil berucap:
Anakku siji saiki dadi loro (anakku satu sekarang menjadi dua). Selanjutnya mereka dituntun ke
krobongan, dimana ayah dari pengantin perempuan menanti sambil duduk bersila, duduk di
pangkuan sang ayah sambil ditanya isterinya: Abot endi Pak? (berat mana Pak ?), yang dijawab
sang suami: Pada dene (sama saja). Selesai tanya jawab, mereka berdiri, si laki-laki duduk
sebelah kanan dan si perempuan sebelah kiri, dimana si dukun pengantin membawa masuk
sehelai tikar kecil berisi harta (emas, intan, berlian) dan uang pemberian pengantin laki-laki yang
dituangkan ke tangan pengantin perempuan yang telah memegang saputangan terbuka, dan
disaksikan oleh para tamu secara terbuka. Inilah yang disebut kacar-kucur.
Guna lambang kerukunan di dalam hidup, dilakukan suap-menyuap makanan antara pengantin.
Bersamaan dengan ini, makanan untuk tamu diedarkan (sekarang dengan cara prasmanan)
berurutan satu persatu oleh pelayan. Setelah itu, dilakukan acara ngabekten (melakukan sembah)
kepada orang tua pengantin perempuan dan tilik nganten (kehadiran orang tua laki-laki ke
rumah/gedung setelah acara temu selesai yang langsung duduk dikrobongan dan disembah kedua
pengantin).
Lalu setelah itu dilakukan kata sambutan ucapan terima kasih kepada para tamu dan mohon do`a
restu, yang kemudian dilanjutkan dengan acara hiburan berupa suara gending-gending dari
gamelan, misalnya gending ladrang wahana, lalu tayuban bagi jamannya yang senang acara itu,
dsb.nya.
Matafat
Demikian, sepasang pengantin itu akan mempunyai anak, menjadi dewasa, kemudian
mempunyai cucu dan meninggal dunia. Yang menarik tapi mengundang kontraversi, adalah saat
manusia mati. Sebab bagi orang Jawa yang masih tebal kejawaannya, orang meninggal selalu
didandani berpakaian lengkap dengan kerisnya (ini sulit diterima bagi orang yang mendalam
keislamannya), juga bandosa (alat pemikul mayat dari kayu) yang digunakan secara permanen,
lalu terbela (peti mayat yang dikubur bersama-sama dengan mayatnya).
Sebelum mayat diberangkatkan ke alat pengangkut (mobil misalnya), terlebih dahulu dilakukan
brobosan (jalan sambil jongkok melewati bawah mayat) dari keluarga tertua sampai dengan
termuda.
Sedangkan meskipun slametan orang mati, mulai geblak (waktu matinya), pendak siji (setahun
pertama), pendak loro (tahun kedua) sampai dengan nyewu (seribu hari/3 tahun) macamnya
sama saja, yaitu sego-asahan dan segowuduk, tapi saat nyewu biasanya ditambah dengan
memotong kambing untuk disate dan gule.
Nyewu dianggap slametan terakhir dengan nyawa/roh seseorang yang waIat sejauh-jauhnya dan
menurut kepercayaan, nyawa itu hanya akan datang menjenguk keluarga pada setiap malam
takbiran, dan rumah dibersihkan agar nyawa nenek moyang atau orang tuanya yang telah
mendahului ke alam baka akan merasa senang melihat kehidupan keturunannya bahagia dan
teratur rapi. Itulah, mengapa orang Jawa begitu giat memperbaiki dan membersihkan rumah
menjelang hari Idul Iitri yang dalam bahasa Jawanya Bakdan atau Lebaran dari kata pokok bubar
yang berarti selesai berpuasanya.
Bbt-Bobot-B0b0t
Fatwa leluhur tersebut bermaksud agar orangtua malaksanakan pemilihan yang seksama akan
calon menantunya atau bagi yang berkepentingan memilih calon teman hidupnya. Pemilihan ini
jangan dianggap sebagai budaya pilih-pilih kasih, tapi sebenarnya lebih kepada kecocokan multi
dimensi antara sepasang anak manusia. Kriteria yang dimaksud yaitu: Bibit: yang berarti
biji/benih. Bebet: yang berarti jenis/tipe. Bobot: yang berarti nilai/kekuatan.
Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang berkepentingan,
sebaiknya memilih yang berasal dari benih (bibit) yang baik, dari jenis (bebet) yang unggul dan
yang nilai (bobot) yang berat.
Fatwa itu mengandung anjuran pula, janganlah orang hanya semata-mata memandang lahiriyah
yang terlihat berupa kecantikan dan harta kekayaan. Pemilihan yang hanya berdasarkan wujud
lahiriah dan harta benda dapat melupakan tujuan 'ngudi tuwuh mendapatkan keturunan yang
baik, saleh, berbudi luhur, cerdas, sehat wal aIiat, dsb.
Cnta, aspada, Dan P0rtunangan
Peribahasa mengatakan: 'cinta itu buta. Berpedoman, bahwa hidup suami isteri itu mengandung
cita-cita luhur yaitu mendapatkan keturunan yang baik, maka janganlah menuruti kata peribahasa
tersebut. Pada hakekatnya peribahasa itu sendiri pun mengandung 'peringatan. Memperingtkan,
agar supaya dalam bercinta tidak buta mata hati, mata kepala, dan pikiran.
Cinta kasih yang berhubungan erat dengan cita-cita justru harus diliputi oleh waspada dalam hati
dan pikiran. Waspada akan tingkah kelakuan satu sama lain dan waspada akan penggoda di
dalam hatinya sendiri.
Kewaspadaan itu menghendaki pengamatan dan penghayatan satu sama lain mengenai sikap dan
pendirian terhadap hal-hal yang penting yang sudah pasti dijumpai dalam hidup antara lain soal
keluarga, agama, kemasyarakatan, dan sebagainya.
Perbedaan sikap dan pendirian terhadap hal-hal yang penting (prinsip) seperti diatas, niscaya
akan mengakibatkan kesukaran dikemudian hari. Persesuaian haruslah timbul dari keyakinan dan
tidak dengan membohongi diri sendiri, misalnya dengan berjanji atau memberi berkesanggupan
dengan sumpah lisan atau tulisan, pernikahan di muka kantor pencatatan sipil, dan lain
sebagainya tetapi di dalam hati masih ada keraguan.
Pertunangan dengan atau tanpa tukar cincin adalah usaha untuk mendekatkan pria dan wanita
yang menjalin kisah dan hendak hidup sebagai suami isteri. Pertunangan tidak boleh diartikan
lalu boleh bergaul sebebas-bebasnya hingga perbuatan sebagai suami isteri. Dalam hal itu calon
isteri haruslah teguh hati, mencegah jangan sampai terjamah kehormatannya. Ingatlah, bahwa
calon suami atau istri itu bukan atau belum suami atau istrinya.
Sekali terjadi peristiwa dan sang wanita hamil tidak mustahil menjadi persoalan sebagai pangkal
persengketaan. Kalau sang pria ingkar, pertunangan putus, sang wanita menjadi korban.

Anda mungkin juga menyukai