(Dibuat guna Mengikuti Lomba Pembuatan Paper Ilmiah yang diadakan oleh BEM KBM
STPMD”APMD”)
Oleh:
Apapun upaya pembangunan desa pasti bertumpu pada pemberdayaan masyarakat sebagai
subjek dan spirit utama kehadiran UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Pemebrdayaan masyarakat
desa dalam hal ini diajak untuk tidak meninggalakan cara lama hidup berdesa khususnya kearifan
lokal masayarakat desa. pemerintahan desa dan pemberdayaan masyarakat desa, memerlukan
ruang hidup untuk menginkubasi upaya-upaya tersebut agar dapat berjalan sesuai perencanaan
pembangunan desa. Tentunya kesegalaan pembangunan desa membutuhkan apa yang dinamakan
partisipasi. Partisipasi bukanlah “adanya orang-orang lain yang ngerecokin pemerintahan desa”,
tetapi pemahaman bersama warga desa dan “orang-orang di luar pemerintah desa”. Pemahaman
bersama ini syarat mutlak yang harus ada sehingga para penyelenggara pemerintahan desa dapat
menjalankan misinya dengan mulus. Salah satu bentuk Partisipasi masyarakat membangun desa
melalui Arisan. Arisan Desa tentunya berpegang teguh pada semnagat memberdayakan semua
warga desa. Tentunya arisan disini tidak hanya dipandang dari sisi ekonomi yang mendatangkan
profit. Tetapi, soal menyelaraskan arisan dari seluruh dimensi baik sosial, budaya, ekonomi, politik
masayarakat desa.
Kata kunci: sosial, budaya, arisan, kearifan lokal, UU No. 6 tahun 2014
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pristiwa globalisasi adalah proses mendunia yang dimana yang jauh menjadi dekat, yang
dekat menjadi jauh merupakan fenomena sosial yang tidak bisa kita hindari dewasa ini. Didukung
dengan perkembangan teknologi menjadikan semuanya mudah. Akan tetapi, dibalik kemudahan
itu perlahan hubungan sosial pun menjadi ‘rumit’ dikarenakan kecanggihan teknologi tersebut.
Contoh nyata, saat kita masih kanak-kanak orang tua sering menyuruh kita untuk membeli
kebutuhan sehari-hari di warung. Sekarang lain, hanya dengan sekali sentuhan pada layar gadget
hitungan menit kebutuhan kita pun terpenuhi. Sehingga tidak heran kalau para tetangga pun tidak
kita kenal.
Keharmonisan kehidupan era 80-an sampai 90-an jika kita mendengar cerita orang tua kita
sungguh sangat mengasyikkan. Mulai dari menyambangi bangku persekolahan dengan berjalan
kaki bareng sampai di sekolah hingga ikatan alumni pun cukup kuat dikarenakan kedekatan secara
emosional dibentuk melalui proses dinamika sosial keseharian sesama permainan. Bandingkan
dengan sekarang, mulai dari sejak TK/SD anak-anak diantar mengunakan Mobil, sepeda motor
yang mengakibatkan pada proses sosialisasi anak yang cukup ekstrem. Karena keseharian anak-
anak hanya ditemani dengan gadget, playstation dan alat bermain sejenisnya yang serba canggih.
Sehingga interaksi antar invidu anak pun jarang terlihat. Efek yang ditimbulkan pun merebak
mulai dari tawuran antar pelajar, pemukulan terhadap adik kelas, senioritas pada perguruan tinggi,
yang sebenarnya kalau ditelisik dari akar permaslahannya sederhana, karena pergaulan anak-anak
dibatasi karena pengaruh teknologi. Ditambah lagi dengan kesibukkan orang tua yang
mengakibatkan anak hanya dititipkan pada pembantu rumah tangga.
Dari permasalahn sederhana diatas jika kita bayangkan memang sederhana tapi cukup
mengelitik perilaku sosial abad ini. Banyak orang berpikiran bahwa kejadian diatas hanya terjadi
pada tataran kehidupan kota. Kenyataan terjadi sebenarnya sudah menyambangi pola perilaku
hidup orang-orang desa. Semakin majunya sarana dan prasarana desa proses globalisasi pun
mengikuti tak karuan. Anak- anak desa yang dulunya menjadikan petak umpet sebagai permainan
andalan sekarang anak-anak sibuk dengan mencari ‘pokemon go’,begitu pun dengan para orang
tua di desa. Bunyi gong atau kentongan yang biasa digunakan untuk memanggil warga melakukan
pertemuan jarang kita dengar, yang ada para ketua RT/RW tinggal mengirimkan pesan via
Handphone untuk memanggil warganya. Ini adalah bentuk kearifan lokal yang mulai ditinggalkan
oleh masyarakat desa.
Fenomena lain adalah kebanyakkan warga desa meminjam uang pada tengkulak dengan
bunga uang yang cukup tinggi ketimbang meminjamkan uang pada tetangga dengan harapan
“nanti ada rejeki baru dibayar” dengan modal kepercayaan saja sudah didapat. Atau yang lebih
jarang kita dengar adalah peristiwa barter yang kini pupus hilang dan mungkin tak kita dapati lagi
dalam kehidupan warga desa.
Menyikapi hilangnya fenomena kearifan lokal diatas merujuk pada permasalahn sosial di
desa tulisan ini bermaksud untuk bagaimana memperkuat lagi kearifan lokal desa yang dulu pernah
ada sebelum dicoreng arus zaman. Salah satu hal yang diperkuat dalam hal ini adalah dengan
menggalakan Arisan warga desa. Kegiatan arisan yang sarat nuansa kekerabatan itu sepertinya
sudah menjadi tradisi khas masyarakat Indonesia, yakni tradisi budaya kumpul bareng untuk
membahas susatu persoalan tertentu. Bahkan setiap kegiatan yang berprentensi menarik banyak
orang untuk berkumpul maka arisan lazim digunakan sebagai sarana instrumental dalam kerangka
menggerakkan kegiatan sosial. Sebagai contoh, arisan ibu-ibu PKK merupakan wadah bagi ibu-
ibu untuk berkumpul dan berembuk mengenai urusan-urusan yang berkaitan dengan keadaan
kampung maupun tentang seluk beluk organisasi. Demikian pula arisan sebagai lembaga keuangan
yang bersifat non-formal merupakan sarana untuk menyediakan dana untuk membantu masyarakat
akan kebutuhan uang tunai, yang sebenarnya sejak dulu ada dan sudah dikenal dalam tata
hubungan masyarakat kita (Albizza;2013).
Jadi menepis kehadiran globalisasi di tingkat desa salah satunya dengan mengoptimalkan
kearifan lokal desa. Pengaruh dari luar adalah baik untuk kita nikmati untuk tidak ketinggalan
zaman tetapi tidak meninggalkan apa yang menjadi kultur kearifan lokal desa itu sendiri. Arisan
desa dari dulu dipercayai bukan untuk mencari keuntugan profit semata tetapi sebagai ajang untuk
mempererat tali silahturahmi sesama warga masyarakat desa. Tidak menutup kemungkinan bahwa
arisan juga bisa dilaksanakan di kota, akan tetapi konsen dari tulisan ini adalah menjawabi
kehadiran UU No.6 tahun 2014 tentang Desa yang menjadikkan desa seabgai subjek pembangunan
dengan mengedapankan kearifan lokal adalah basis utamanya. Secara jelas dalam UU Desa pasal
3 terkait asas pengaturan desa huruf (f) mengatakan pengaturan desa harus berasaskan kekeluargan
maka dalam hal ini arisan desa masuk di dalamnya. Pertama, dalan arisan rasa solidaritas
antarsesama anggota kelompok dinilai jauh lebih penting dari pada aspek ekonominya.
Kedua,daya tarik utama arisan bukanlah uang yang diterimanya melainkan penciptaan kerukunan,
contoh dari apresiasi gotong-royong yang ditunjukkan oleh perkumpulan tersebut (Geertz;
1987:167).
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa tujuan kehadiran arisan disini adalah
mengukuhkan kembali kerifan lokal masyarakat desa yang pernah ada. Sebagaimana dalam UU
desa menekankan pada partisipasi masyarakat desa adalah ujung tombak dari seluruh proses
pembangunan desa. Mengamanatkan kearifan lokal adalah mengupayakan berbagai penggungan
sosial secara bersama-sama. Jadi arisan dalam hal ini berfungsi sebagai alternantif jaminan sosial
dan pemberdayaan sosial masyarakat desa berbasis kearifan lokal.
2. PEMBAHASAN
Pengertian Arisan
Fenomena arisan merupakan aktivitas kemasyarakatan yang saat ini paling populer di tanah
air, karena kegiatan ini hampir dilakukan semua lapisan masyarakat. Semula memang ada
anggapan bahwa arisan hanya sebatas kegiatan para perempuan (baca; Ibu-ibu), ternyata arisan
juga dilakukan oleh kaum laki-laki maupun kalangan remaja1. Berdasarkan data sejarah,
mekanisme arisan dari dulu hingga sekarang tidak ada perbedaan, yaitu merupakan jenis kredit
bergulir, yang setiap anggotanya berkewajiban menyetor sejumlah uang tanpa ada perhitungan
bunga, giliran ditentukan secara giliran atau undian berdasarkan Musyawarah anggota. Jumlah
anggotanya cenderung terbatas, dan tidak ada staf pengelolah khusus yang sudah dientukan
gajinya. Sedangkan pertemuan acara arisan dilakukan di tempat salah satu anggotanya yang telah
mendapatkan jatah atau undian, dan biasanya menyediakan suguhan berupa makanan ringan
(snack) bagi para peserta arisan yang hadir.
Secara konvensial, arisan di Indonesia umumnya menerapkan uang sebagai hadiah yang
didapat oleh anggota secara berkala namun seiring waktu mulai bermuncul arisan modern yang
menerapkan barang ataupun jasa seperti emas, alat rumah tangga, alat elektronik, gadget paket
liburan, maupun paket umroh sebagai bagian dari hadiah yang diterima. Hakekat inti arisan masih
tetap sama yaitu ajang berkumpulnya para ibu ataupun bapak-bapak secara berkala. Ini tidak
terlepas dari definisi arisan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sebagai kegiatan
mengumpulkan uang atau barang yang bernilai sama oleh beberapa orang kemudian diundi
diantara mereka untuk menentukan siapa yang memperolehnya, undian dilaksanakan disebuah
pertemuan secara berkala sampai semua anggota memperolehnya.
Kearifan lokal dalam bahasa asing sering dikonsepsikan sebagai kebijakan setempat
(local wisdom), pengetahuan setempat (local knowledge) atau kecerdasan setempat (local
1
Disadur dari Koran Kedaulatan Rakyat dalam Buku Dra. Hj. Oktrina Albizza, M.Si “Arisan Pasar, Sebuah
Fenomena Kearifan Lokal”.
genious)2. Kearifan lokal juga dapat dimaknai sebuah pemikiran tentang hidup. Pemikiran
tersebut dilandasi nalar jernih, budi yang baik, dan memuat hal-hal positif. Kearifan lokal
dapat diterjemahkan sebagai karya akal budi, perasaan mendalam, tabiat, bentuk perangai,
dan anjuran untuk kemuliaan manusia. Penguasaan atas kearifan lokal akan mengusung jiwa
mereka semakin berbudi luhur. Haryati Soebadio berpendapat bahwa kearifan lokal adalah
suatu identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu
menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri. Kearifan
lokal yang dimaksudkan disini lebih kepada bagaimana local Wisdom setempat berbaur
dengan pengaruh luar. Sehingga tidak berefek kepada hilangnya apa yang menjadi kultur
hidup masyarakat setempat atau desa setempat.
Sutoro Eko dalam tulisannya bejudul “Membangun Desa Perspektif Desa Atas
Pembangunan Kawasan Perdesaan, menjelaskan bahwa Memperkuat desa merupakan jantung
membangun desa. Dalam formasi pembangunan partisipatif, pembangunan kawasan perdesaan
bukan hanya menempatkan desa sebagai lokasi dan obyek penerima manfaat, tetapi juga
memperkuat posisi desa sebagai subyek yang terlibat mengakses dalam arena dan kegiatan
pembangunan kawasan perdesaan. Menekankan pada bagaimana desa menempatkan diri sebagai
subjek pembangunan pijakan kita terarah pada bagaimana membangun pola pendekatan
masayarakat pada pemikiran “local self goverment” yang betul betul mau terlibat aktif dalam
proses pembangunan desa. Akan tetapi, kita pasti dihadapkan pada pola perilaku masyarakat yang
Lantas bagaimana mewujudkan ide besar “desa membangun” ini?. Tentunya pola
pembangunan yang kita idealkan di desa itu mengacu pada titik yang kita sepakati sebagai awal
pembaharu dari UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa ini. Jawaban atas pertanyaan ini adalah
“pengarustamaan desa” yang menjadi cirikhas pembeda “membangun desa” dengan “desa
membangun adalah soal perang gagasan dan praktis mewujudkannya seperti apa. Lagi-lagi
kearifan lokal dengan beriorentasi “Arisan Desa” adalah salah satu cara mempertahankannya. Jadi,
disini pembahasan yang kita dorong soal eksistensi dan partisipasi masyarakat desa, pembangunan
partisipatif dan pemberdayaan masyarakat.
Selain sebagai tempat bersosialisasi dan ajang menciptakan kegiatan positif arisan juga
dapat sebagai sarana untuk menabung. Dalam mengikuti arisan kita diwajibkan untuk
membayar setiap bulan dalam satu periode dan akan mendapat uang dari hasil bayaran kita
pada satu periode. Sehingga kemungkinan untuk menghampiri tenkulak desa bisa dikurangi.
Karena masyarakat sudah disiapkan dalam menyiapkan kebutuhan karena menabung.
Walaupun arisan tidak memdatagkan laba setidaknya transisi pemenuhan kebutuhan sudah
disiapkan masing-masing individu masyarakat desa.
Dalam hal ini arisan memiliki banyak sekali manfaat yang berdampak pada kegiatan dan
pikiran yang positif. Arisan tidak semata-mat hanya untuk berkumpul dan kemudian bubar
3 Disadur dari tulisan M. Barori “ Pemberdayaan Masyarakat Melaui Partisipasi” dalam buku
Pemberdayaaan Kaum Marjinal hal. 197
melainkan arisan merupakan salah satu wadah untuk melestarikan kearifan lokal desa. Melalui
arisan kita akan dapat bersosialisasi dengan sesama dan bahkan membangun jejaring, melahirkan
ide-ide positif dengan implementasinya, berdiskusi dan lebih menariknya lagi arisan juga
merupakan wadah pemberdayaan masyarakat desa. Sehingga dengan arisan beberapa asas pada
UU No.6 tahun 2014 tentang desa pasal 3 dapat terpenuhi. Dalam kehidupan masyarakat desa pada
umumnya terdapat banyak suku maupun agama, namun untuk dalam melaksanakan arisan tidak
ada pengotakan berdasarkan perbedaan tersebut. Tidak akan ada pembedaan atau stratifikasi
berkaitan dengan latar belakang anggota dalam arisan. Dengan kehadiran latar belakang yang
berbeda justru baik adanya, karena akan ada keluarga baru yang tentunya mengikat kebersamaan
dan kekeluargaan yang erat. Kerja sama dan saling mengisi pun akan hadir dengan sendirinya
entah melalui pembicaraan lepas dan musyawarah yang membuat kita akan kembali melahirkan
ide atau pun gagasan baru sesuai kesepakatan bersama dan untuk tujuan bersama pula.
Kesepakatan bersama ini dalam konteks desa sering disebut dengan Lingkar Budaya Desa 4, yang
fokus mengangkat kembali nilai-nilai kolektif desa dan budaya bangsa mengenai musyawarah
mufakat dan gotong royong serta nilai-nilai manusia (desa) Indonesia yang tekun, bekerja keras,
sederhana, serta punya daya tahan. Selain itu lingkar budaya Desa bertumpu pada bentuk dan pola
komunalisme, kearifan lokal, keswadayaan sosial, kelestarian lingkungan, serta ketahanan dan
kedaulatan lokal, hal ini mencerminkan kolektivitas masyarakat di Desa. Sehingga, cerminan dari
kesederhanan Arisan bisa memasuki seluruh arena kehidupan sosial, budaya politik, masyarakat
desa.
Pelaksanaan Arisan
Menyoal pelaksanaan arisan hal pertama yang kita pikirkan adalah perlu memahami betul
bahwa tujuan utama arisan sebenarnya untuk kegiatan sosialisasi atau kumpul-kumpul. Jangan
diasumsikan bahwa arisan merupakan bentuk lain dari menabung yang membawa untung. Karena
Nilai uang dalam arisan tidak akan bertambah sebagaimana deposito bank yang kita kenal selama
ini. Sebab mendapatkan uang arisan baik yang mendapatkan undian pertama ataupun undian di
urutan terakhir, jumlah uang yang dapatkan akan tetap sama dengan nominal di awal urutan
pemenang dengan nilai yang mungkin sudah berubah. konsep ini dikenal dengan time value of
4
Dikutip dari http://risehtunong.blogspot.co.id/2016/09/tigadaya-menuju-desa-mandiri.html diakses pada
26 April 2017.
money. Pastikan niat awal kita mengikuti arisan bukan karena harus menutupi kebutuhan yang
sifatnya mendesak, atau dengan kata lain arisan bukanlah ajang untuk kredit, Dalam mengikuti
arisan yang dibangun adalah soal komitmen, artinya jangan sampai lalai membayar iuran tiap
bulan meskipun, sebab pembelajaran, masyarakat diperoleh dari hal sederhana ini soal
memberikan kepercayaan (trust) terhadap berbagai individu-individu.
Pelaksanaan arisan sebagaimana telah dijalankan oleh berbagai pihak selama ini pasti
beriorentasi pada proses yang mengutamakan pemenuhan aktivitas menabung. Tentunya ini sangat
diidealkan hadir di tengah kehidupan warga masyarakat, seruan presiden Jokowi dalam hari
koperasi pada 12 juni 2016 mengajak masyarakat untuk menabung, menabung dan menabung.
Kaitanya dengan kenapa mengidealkan arisan di desa dalam hal ini adalah menyoal proses yang
diharapkan yang tidak hanya beriorentasi pada profit ekonomi saja tetapi soal mengedapankan
pelaksanaan arisan yang menuai hasil atas sifat pertisipasi warga untuk saling membantu. Sehingga
pembahasan dalam hal ini fokus penulis soal bagaimana sampai terbentuknya kelompok kohesif(
arisan) sebagai upaya pemberdayaan (empowerment). Bukan tidak mungkin keberadaan arisan
sampai saat ini berangkat dari keharmonisan keseluruhan anggota arisan di dalamnya sehingga
kearifan lokal mau tidak mau kita pertahankan seperti yang diharapakan seperti harapan pasal 3
UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa dalam asas kebersamaan, kekeluargaan desa. Menyoal Arisan
dalam hal ini yang perlu kita lihat adalah:
Kesimpulan
Dari pembahsan sederhana diatas ini didapat beberapa kesimpulan, yang pertama arisan
kenapa dimasukkan sebagai bagian dari mempertahankan kearifan lokal desa karena perilaku
globalisasi sekarang menantang orang untuk mempertahankan budaya kebersamaan dalam relasi
sosial atau enggan terlibat dalam dampak dari masalah sosial sendiri. Arisan dalam kehidupan di
desa mau mengajak masyarakat desa dengan kehadiran UU Desa No. 6 Tahun 2014 untuk
mengambil hasil posistifnya. Saah stu caranya adalah mempertahankan nilai soaial desa yang
mengutamakanan Gotong royong, keberssamaaan, Partispasi, Kekeluaragan sebagai ajang
memperjuangkan kehidupan bersama masyarakat desa.
Arisan setidaknya membuat masyarakat desa untuk secara aktif mau memperjuangkan
kehidupan desa yang lebih relevan lagi dalam menerima kehadiran UU Desa. Pertama, jadikan
arisan sebagai ajang silahtirahmi, mempererat tali persaudaran, ajang sosialisasi, ajang
kebersamaan. Kedua, arisan sebagai tempat melahirkan ide gagasan baru untuk membaharui desa.
Jadi, kearifan lokal desa harus dipandang menyeluruh. Menjadikan masyarakat untuk aktif
berpartisipasi. Dan tentunya semangat pemeberdayaan menyuarakan kepentingan bersama itu
diutamakan. Maka, sepakat jika satu dari sekian cara mepertahankan kearifan lokal salah satunya
melalui Arisan.
Saran
Said, Oemar. 1981. Kebijaksanaan Pembangunan Desa. Direktorat Jenderal pembangunan Desa.
Jakarta.
Usman, Suntoyo. Dr. 1987. Pembangunan dan Pemeberdayaan Masyarakat. Jakarta. Pustaka
Pelajar
Eko, Sutoro Dkk. 2005. Pemberdayaan Kaum Marjinal. Yogyakarta. APMD Press
Albizza, Oktrina, M.Si. 2012. Arisan Pasar, Sebuah Fenomena Kearifan Lokal. Yogyakarta.
APMD Press
Sumber Internet
Dikutip dari http://pangeranarti.blogspot.co.id/2014/11/pengertian-kearifan-lokal-lengkap.html
diakses pada tanggal 1 Mei 2017.