Anda di halaman 1dari 3

Nama : Husna Syahirah Agustine

NIM : 205010101111017
No : 22

UJIAN TENGAH SEMESTER


HUKUM ACARA PERADILAN KONSTITUSI C

1. ceritakan tentang kasus madison vs marbury (AS) yang dinilai menjadi tonggak
kesadaran pentingnya berkonstitusi dan cikal bakal berdirinya pengadilan konstitusi

2. ceritakan pembentukan peradilan konstitusi pertama di dunia (prof hans kelsen, dll)

3. sebutkan prinsip-prinsip utama dalam keadilan konstitusi

4. sejarah berdirinya konstitusi di indonesia, dasar hukumnya dan wewenang yg dimiliki


oleh MK di Indonesia

5. Apa itu legal standing? dan siapa orang orang yg berhak memiliki legal standing dalam
proses peradilan yang dilaksanakan di MK?

6. Tuliskan tata cara recruitmen hakim MK

Jawaban :

1. Kasus Marbury vs Madison terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1803 yang lalu. Kasus
tersebut dinilai sangat fenomenal karena menjadi tonggak kesadaran untuk terjadinya
praktek judicial review dan pentingnya berkonstitusi. Kasus Madison vs Marbury diawali
dari kekalahan yang dialami oleh Presiden John Quincy Adams yang bersaing dengan
Jefferson yang berasal dari partai Democratic-Republic di pemilihan presiden pada
tahun 1800. Ketika pelantikan Jefferon akan dilaksanakan pada 4 Maret 1801, John
Quincy Adams membuat berbagai macam kebijakan yang cukup kontroversial, yakni
mempromosikan teman-temannya untuk mendapatkan posisi yang strategis di
pemerintahan. Beberapa tokoh penting yang memiliki peran dalam kasus Madison vs
Marbury adalah John Marsall yang sebelumnya memiliki kedudukan sebagai Secretary
of State dan diangkat menjadi hakim agung. Selanjutnya, kedudukan Secretary of State
digantikan oleh James Madison. Terlebih lagi, terdapat tokoh WIilliam Marbury, Denis
Ramsay, Robert Townsend, dan William Harper yang memiliki peran dan diangkat
menjadi hakim perdamaian (Justice of Peace) pada masa-masa peralihan tersebut.

Dikarenakan pengangkatan tersebut dilakukan dalam waktu yang singkat serta tergesa-
gesa, dan mengakibatkan Salinan surat yang ditujukan untuk pengangkatan Marbury
dkk itu belum dilakukan serahterima sampai dengan rampungnya masa peralihan. Maka
dari itu, selesainya Thomas Jefferson dilantik pada 4 Maret 1801, James Madison
sebagai Secretary of State yang baru melakukan penahanan terhadap surat-surat
pengangkatan tersebut. Selanjutnya, Marbury melakukan penentangan terhadap
penahanan surat tersebut sehingga ia mengajukan tuntuan kepada Mahkamah Agung
Federal pada Desember 1801 dengan tujuan agar mengeluarkan surat perintah (writ of
mandamus) guna keputusan yang ditujukan pada surat Adams segera dieksekusi.
Sehingga pada akhirnya Mahamah Agung yang diketuai oleh John Marshall melakukan
persidangan atas perkara dan menghasilkan putusan yang dinilai cukup kontroversial,
yakni menyatakan bahwa seluruh persyaratan yuridis sudah dipenuhi oleh
pemerintahan Quincy Adams dalam pengangkatan Marbury.

Melalui persidangan tersebut, William Marbury bersama teman-temannya dinyatakan


memiliki hak atas surat-surat pengangkatan mereka. Akan tetapi, John Marsall
mendesak UU Peradilan Amerika Serikat 1789 yang memiliki fungsi sebagai dasar untuk
memerintahkan pemerintah dalam menghasilkan writ of mandamus. Berdasarkan
pendapat Marsshal, ketentuan dalam UU Peradilan Amerika serikat ternyata
bertentangan dengan Artikel III Seksi 2 Konstitusi Amerika Serikat. Maka dari itu,
Mahkamah Agung menggunakan dalil yang berdasarkan kewenangannya yang telah
ditafsirkan dari konstitusi dan tidak lagi menggunakan UU Peradilan 1989. Berdasarkan
putusan tersebut, terdapat perkembangan pikiran bahwa Mahkamah Agung dijadikan
sebagai penjaga konstitusi (the guardian of the constitution). Sehingga aturan yang
sebelumnya mengalami penentangan dengan konstitusi harus dinyatakan batal demi
hukum (null and void). Maka dari itu, dapat ditarik kesimpulan, mekanisme judicial
review dikembangan dalam penerapan penegakan konstitusi. Keputusan tersebut kerap
dinyatakan sebagai penemuan hukum karena menghasilkan sistem hukum yang sangat
baru di dunia.

2. Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan secara teoritis oleh Hans
Kelsen selaku pakar hukum asal Austria. Kelsen memberikan pernyataan bahwa
penerapan dari aturan konstitusional mengenai legislasi secara efektif dapat dijamin
apabila suatu organ di luar badan legislatif diberikan kewajiban guna menguji apakah
suatu produk hukum itu sudah bersifat konstitusional atau tidak, dan tidak jadi
mengesahkan serta memberlakukannya apabila berdasarkan organ ini produk dari
badan legislatif tidak bersifat konstitusional. Demi melangsungkan kepentingan
tersebut, disediakan suatu organ khusus selayaknya pengadilan khusus yang disebut MK
(Constitutional Court), atau kerap disebut dengan konstitusionalitas undang-undang
(judicial review) yang memiliki kemampuan untuk diberikan kepada pengadilan biasa,
khususnya Mahkamah Agung (MA). Organ khusus yang memeiliki peran dalam
mengatur hal tersebut dapat melenyapkan secara total dari undang-undang yang tidak
bersifat konstitusional sehingga tidak bisa diterapkan oleh organ lain.

Di Austria, pemikiran yang dimiliki oleh Kalsen itu melatarbelakangi diciptakannya suatu
lembaga yang diberi nama Verfassungsgerichtshoft atau kerap disebut dengan MK
(Constitutional Court) yang bersifat mandiri dan berdiri sendiri di luar ranah Mahakamh
Agung, kerap disebut debagai The Kelsenian Model.

Anda mungkin juga menyukai