Anda di halaman 1dari 7

HAMKA

Bidang HTN yang dibahas:


 Tinjauan umum tentang asas-asas dan aspek-aspek umum hukum acara MK
 Hukum acara PUU (Pengujian UU); SKLN (Sengketa Kewenangan Lembaga Negara);
PHPU (Perselisihan Hasil Pemilihan Umum); PPP (Pembubaran Partai Politik);
Impeachment.

Bobot Penilaian:
 Kehadiran 5%
 Tugas 20%
 UTS 35%
 UAS 40%
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
The First Cases of Judicial Review
Marbury Vs. Madison (1803)
 Justice John Marshall
 Kasus pertama MA memutuskan tindakan Kongres Inkonstitusional
 Menguji dan membatalkan ketentuan yang berkaitan dengan pengangkatan hakim
(judiciary act 1789)
 Menjadi dasar kewenangan judicial review Supreme Court Amerika Serikat.
 UU yang dibuat parlemen bisa dibatalkan oleh peradilan. Namun, dalam sistem
parlementer, UU tidak bisa dibatalkan oleh peradilan.
GIMANA?
 Madbury kalah sama Madison. Menjelang pergantian, John Adams membuat berbagai
kebijakan penting TAPI LAST MINUTE. Surat pengangkatan tidak sempat
diserahterimakan kepada yang bersangkutan.
 Hakim agung sepakat kalau nggak bisa memerintahkan presiden untuk memberikan surat
tersebut → Judicial Act → dianggap bertentangan sama Pasal 3 UUD Amerika Serikat.
KASUS INI MENARIK. KENAPA?
 Bisa melihat perlu ada tenggang waktu saat peralihan kekuasaan. Pemimpin tidak boleh
mengeluarkan kebijakan yang penting, contohnya adalah mengangkat pejabat negara.
 Kita memohon pada pengadilan, namun pengadilan mengabulkan lebih dari yang kita
minta. Di konstitusi memungkinkan terjadinya ultra petita ketika suatu peraturan
bertentangan dengan UUD. Ultra petita → penjatuhan putusan oleh Majelis Hakim atas
suatu perkara yang melebihi tuntutan atau dakwaan yang diajukan oleh JPU.

Hylton Vs. USA (1796)


 Justice William Peterson
 Kasus pertama MA memutuskan tindakan Kongres konstitusional
 Menguji namun tidak membatalkan (menguatkan) ketentuan yang berkaitan dengan pajak
atas gerbong kereta api (tax on carriages Act 1794)

Verfassungsgerichtshof
 Sejarah konstitusi di Austria mulai ada pada tahun 1919 yang dipelopori oleh tokoh Hans
Kelsen, yang juga dipercaya untuk menyusun konstitusi Republik Austria yang baru. MK
Austria didirikan pada tahun 1920 atas jasa Hans Kelsen.
 MK Austria disebut sebagai MK pertama di dunia, didesain oleh Hans Kelsen. Sebagai
lembaga peradilan khusus untuk menjamin agar konstitusi sebagai hukum yang paling
tinggi (the supreme law of the land) dapat ditegakkan dalam praktik.
 Beberapa negara sebelum PD II yang mengadopsi ide pembentukan MK:
1. Cekoslovakia (1920)
2. Liechstein (Staatsgerichtshof, 1925)
3. Yunani (1927)
4. Mesir (1941)
5. Spanyol (1931)
6. Irlandia (1937)
—-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 Konstitusi → mengatur mengenai hak, HAM, hak konstitusional.
 Memberikan kewenangan kepada DPR/Parlemen dan Presiden untuk membuat satu
produk yang namanya Undang-Undang. Membentuk UU untuk mengatur masyarakat
agar keadilan, ketertiban, dan kebermanfaatan.
 Bagaimana jadinya jika ada UU yang melanggar hak konstitusional kita? Harus dibawa
ke peradilan yang memiliki kewenangan tersebut. Karena konteksnya adalah konstitusi,
maka dibawa ke MK atau MA (seperti di Amerika Serikat), nanti akan direview apakah
betul UU yang dibuat oleh parlemen ini merugikan hak konstitusional masyarakat. Kalau
betul, UU tersebut dapat dibatalkan. Apabila tidak, maka UU tersebut tetap berlaku.

Latar Belakang adanya MK:


1. Menjalankan wewenang judicial review
2. Upaya mewujudkan check and balances berdasarkan prinsip demokrasi

Model Pengujian
 Amerika → fungsi MK dilaksanakan MA
 Austria → MK berdampingan dengan MA
 Perancis → Adanya Dewan (council) konstitusi selain MA yang melakukan judicial
preview
 Venezuela → MK merupakan salah satu kamar dari MA
 Inggris, Belanda, dan negara Komunis yang tidak mengenal MK karena dianut supremasi
parlemen.

Gagasan MK di Indonesia
 Gagasan Muhammad Yamin di BPUPK, tentang “Balai Agung” yang memiliki
kewenangan untuk membandingkan UU
 Gagasan ini ditentang oleh Prof. Soepomo dengan alasan bahwa Indonesia pada saat itu
belum menganut Trias Politica dan belum banyak sarjana hukum yang memiliki
pengalaman judicial review.
 Pada masa berlakunya Konstitusi RIS, MA mempunyai kewenangan untuk melakukan
judicial review, tetapi terbatas untuk menguji UU Negara Bagian terhadap konstitusi.
 Pasal 95 ayat (2) UUDS 1950: “Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat.”
 Pada masa awal ORBA, pernah dibentuk Panitia Ad Hoc II MPRS (1966-1967) yang
merekomendasikan diberikannya hak menguji material UU kepada MA, yang kemudian
ditolak oleh pemerintah. Argumen pemerintah pada saat itu adalah karena yang dapat
bertindak sebagai lembaga pengawal konstitusi hanyalah MPR sebagai perwujudan dari
kedaulatan rakyat.
 Gagasan judicial review muncul kembali pada pembahasan RUU Kekuasaan Kehakiman,
yang kemudian disahkan menjadi UU nomor 14 Tahun 1970. Namun, muatan tersebut
dipandang merupakan muatan Konstitusi sehingga usul tsb ditolak. Hingga pada
akhirnya, MA diberikan kewenangan judicial review terbatas untuk menguji peraturan
perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dengan ketentuan harus berada dalam
pemeriksaan tingkat kasasi yang mustahil dilaksanakan.
 Pasal 5 ayat (1) TAP MPR No. III/MPR/2000 menyatakan bahwa MPR berwenang
menguji UU terhadap UUD 1945 dan TAP MPR.
 Memasuki masa reformasi, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara. Dengan
demikian timbul perdebatan, lembaga mana yang berhak menguji peraturan di bawah
UUD 1945.
 Ide untuk membentuk MK kembali digagas, tetapi timbul perdebatan terkait kedudukan
MK, apakah lembaga negara terpisah dari MA atau merupakan bagian dari MA.
 MK dibentuk pada Perubahan Ketiga UUD 1945, dalam Pasal 24 ayat (2) jo. Pasal 24C.

Kewenangan MK
1. MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh Presiden dan/atau WaPres menurut UUD 1945
2. Memutus tentang perselisihan hasil pemilihan umum
3. Memutus pembubaran partai politik
4. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD 1945
5. Menguji UU terhadap UUD 1945

Dasar Kewenangan
Fungsi MK

Hukum Acara

Asas-Asas Hukum Acara MK

Objek Sengketa:
 PUU → Konstitusionalitas UU dalam pengertian formil maupun materiil;
 SKLN → konstitusionalitas kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diatur di
dalam konstitusi;
 P3: konstitusionalitas suatu partai politik;
 PHPU: kebenaran perhitungan suara yang mempengaruhi secara signifikan terhadap
perolehan kursi atau keterpilihan;
 Pendapat DPR (Impeachment) → Pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran hukum dan
moral konstitusional Presiden dan/atau Wakil Presiden.

Proses Persidangan MK
1. Permohonan
2. Persidangan
3. Putusan

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

Juridical Review  Pengujian UU setelah disahkan


Juridical Preview  Pengujian UU sebelum disahkan oleh lembaga
Pemegang kekuasaan legislative:
1. DPR
2. DPD
3. Presdien  kekuasaan utama eksekutif, tetapi sebagai Lembaga negara tidak memegang
kekuasaan eksekutif saja tapi juga legislative. Selain itu, presiden juga memegang
kekuasaan ekstra yudisial (memberikan grasi, amnesti, abolisi, rehabilitasi), menegaskan
putusan MA.

DPR mewakili ideologi yang ada di Indonesia dan rumahnya ada di partai politik masing-
masing. DPR = political representation.
DPD = seperti senat. Namun, DPD hanya di level pengususlan dan pembahasan saja. Tidak
sampai mengambil persetujuan Bersama presiden.

Sebelum UU berlaku, RUU nya

Juridical Review  Proses meninjau kembali oleh lembaga yang memgang kekuasaan yudisial.
Di Indonesia dilakukan oleh Lembaga peradilan, yaitu Mahkamah Konstitusi. Alat buktinya
adalah konstitusi. Maka dari itu, jika UU melanggar konstitusi harus direview oleh Lembaga
peradilan. Secara umum, bukan hanya mereview terhadap konstitusi.

Juridical review merupakan bentuk yang umum. Mereview peraturan perundang-undangan di


bawah UU terhadap UU (PP, Perpres, Perda, dll)

Peraturan perundang- undangan di bawah UU jika diuji terhadap UU dan ada peraturan yang
bertentangan dengan UU dan ada pihak yang dirugikan, maka akan dilakukan juridical review.
Permintaan pembatalan dapat dilakukan ke MA.

Intinya, juridical review adalah pengujian peraturan yang lebih rendah terhadap peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi. Khusus untuk pengujian di bawah konstitusi terhadap
konstitusi adalah constitutional review. Di Indonesia, constitutional review hanya pengujian UU
terhadap UUD saja.

Teori Pengujian Undang-Undang


Hans Kelsen  The application of the constitutional rules concerning legislation can be
effectively guaranteed only if an organ other the legislative body is entrusted with the task: of
testing whether a law is constitutional and od annulling it if according to the opinion of this
organ it is ‘unconstitutional’.

Juridicial Review
Secara literal, judicial review artinya adalah pengujian peraturan perundang-undangan tertentu
oleh hakim (pemegang kekuasaan yudisial). Hal ini berarti hak/kewenangan menguji
(toetsingrecht) dimiliki oleh hakim. Perngujian tersebut dilakukan atas suatu ketentuan peraturan
perundang-undangan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, termasuk
terhadap konstitusi sebagai hukum tertinggi.

Judicial review kaitannya bukan dengan teori Trias Politica, tetapi dengan teori check and
balances. Keberadaan hak menguji pada hakekatnya merupakan instrument control terhafap
kewenangan pembuatan sesuatu peraturan perundang-undangan. Jika ada pendapat menyatakan
hak/kewenangan menguji berkaitan dengan konsep Trias Politicaadalah suatu kekeliruan karena
konsep Trias Politica mengajarkan konsep “separation of power”

Model Pengujian UU
- Model Amerika Serikat  pengujian UU dalam bentuk JR dilakukan oleh MA
- Model Austria  pengujian UU dilakukan dalam bentuk JR dilakukan oleh MK
(MK terpisah dari MA, Indonesia mencontoh ini)
- Model Venenzuela  pengujian UU dalam bentuk JR dilakukan oleh MK. MK
merupakan salah satu kamar dari MA.
- Model Perancis  pengujian dilakukan Dewan Konstitusi yang melakukan:
1. Judicial preview  pengujian ex ante, sebelym UU diberlakukan dan
2. Judicial review  pengujian ex post, UU dalam rangka menjawab
constitutional question  dalam Bahasa Perancis, proses ini disebut

Anda mungkin juga menyukai